PENDAHULUAN
seluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian tiap tahunnya.
Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi pada anak
maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena Demam Tifoid,
walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa, dihampir semua daerah
endemik insiden Demam Thypiod banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun
(Hadinegoro, 2010).
negara sedang berkembang. Besarnya angka pasti demam tifoid di dunia ini sangat
sukar ditentukan, sebab penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spectrum
lainnya, demam tifoid banyak di temukan di negara berkambang yang higiene pribadi
dan sanitasi lingkungannya kurang baik. Prevalensi kasus bervariasi tergantung dari
Amerika sekitar tahun 1990 adalah 300-500 kasus per tahun dan terus menurun.
sedangkan pervalensi di Asia jauh lebih banyak yaitu sekitar 900/10.000 penduduk
1
per tahun. Meskipun demam tifoid menyerang semua umur, namun golongan terbesar
Prevalensi demam tifoid paling tinggi pada usia 5 -9 tahun karena pada usia
tersebut orang-orang cenderung memiliki aktivitas fisik yang banyak, atau dapat
makannya, akibatnya mereka cenderung lebih memilih makan di luar rumah, atau
jajan di tempat lain, khususnya pada anak usia sekolah, yang mungkin tingkat
biak khususnya dalam makanan sehingga mereka tertular demam tifoid. Pada usia
(Robert, 2007).
termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang no.6 tahun 1962
tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah
menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.
Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan
2
Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah
Insiden demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan
sanitasi lingkungan, di daerah rural 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di
perkotaan berhubungan erat dengan penyadian air bersih yang belum memadai serta
kesehatan lingkungan.
Case fatality rate (CRF) demam tifoid di tahun 1996 sebasar 1,08% dari seluruh
Tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT Depkes RI) tahun 1995 demam tifoid tidak
termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tinggi (Sudoyo dkk, Ilmu penyakit
Dalam, 2009).
Penyakit Demam Tifoid termasuk penyakit yang mengalami angka kejadian luar
biasa (KLB) yang terjadi di Jawa Tengah, pada tahun 2006 menempati urutan ke-16
3
BAB II
KASUS
CATATAN MEDIS
MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANAK
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang
PENYUSUN LAPORAN
Nama :
NIM :
Tanda Tangan :
PENGESAHAN
Nama Dosen : dr. Laily Babgei, SpA
Tanda Tangan :
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. G
Umur : 5 tahun 3 bulan
Agama : Islam
Nama bapak : Tn. Y
Umur : 31 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai swasta
Pendidikan : SMA
Nama ibu : Ny.S
Umur : 31 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMP
Alamat : Jl.Palem Gedong, Tambakaji, Ngaliyan
4
No. RM :-
Tgl masuk RS : Sabtu, 16 April 2016 jam 17:00 WIB
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis tanggal 18
April 2016 jam 8.30 WIB.
Keluhan utama : Panas sejak 4 hari yang lalu
RPS :
4 hari yang lalu anak mengalami demam tinggi saat berada di sekolah,
demam terus menerus sejak hari rabu hingga hari jumat, demam turun pada
jumat sore hari setelah pasien mengkonsumsi obat yang didapat dari klinik
BPJS kemudian demam kembali pada hari sabtu siang. Selain itu pasien
mengeluh linu pada ekstremitas, nyeri perut, pusing, lemas, mual dan diare.
RPD
a. Penyakit serupa : demam thypoid 3 tahun yang lalu
b. Riwayat pengobatan 6 bulan : pada usia 4 bulan
c. Riwayat rawat inap : ada
d. Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat sering sakit : disangkal
RPK
a. Riwayat sakit serupa : ada
b. Riwayat batuk lama : disangkal
c. Riwayat Hipertensi : disangkal
d. Riwayat DM : disangkal
e. Riwayat penyakit jantung : disangkal
f. Riwayat Asma : disangkal
5
RPSos
a. Lingkungan : cukup bersih
b. Tetangga/ teman : ada yang mengalami sakit serupa
c. Sumber air : air sumur
d. Biaya : BPJS
DATA KHUSUS
Riwayat Pre-Natal
a. Keluhan saat hamil : disangkal
b. Suntik TT : lengkap
c. Ante Natal Care : tiap 1 bulan selama 9 bulan di
dokter
d. Konsumsi obat : disangkal
e. Perdarahan saat hamil : disangkal
f. Tablet Fe : 90 tablet
Riwayat Perinatal
a. Lahir : cukup bulan dan bugar
b. Tempat : RSUD Tugurejo
c. Penolong : dokter
d. BB : 2,8 kg
e. PB : 49 cm
f. Imunisasi : hepatitis B
g. Anak pertama
Riwayat Post-Natal
a. ASI : ASI eksklusif 6 bulan
b. MP-ASI : umur 6 bulan, dengan bubur
sun.
6
c. Kelainin fisik : disangkal
Riwayat Kontrasepsi
a. Kontrasepsi : suntik 3 bulan selama lebih dari 4
tahun.
b. Keluhan : disangkal
Riwayat Imunisasi
a. Imunisasi lengkap, tepat waktu
b. Imunisasi ulangan :-
7
Mulut : Sianosis (-), mucosa bucal (-), faring hiperemis (-),
lidah tifoid (-)
Leher : Pembesaran KGB (+/+), limfonodi (-), pembesaran
kelenjar tiroid (-), otot bantu nafas SCM (-)
Thorax
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat, arcus costa 90o
Palpasi : thrill (-), pulsus epigastrium (-), sternal lift (-),
pulsus para sternal (-)
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal.
Auskultasi : BJ I-II regular, irama regular, gallop (-), murmur (-)
Pulmo :
PULMO DEXTRA SINISTRA
Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada Datar Datar
Hemitoraks Simetris Simetris
Warna Sama dengan kulit Sama dengan kulit
sekitar sekitar
2. Palpasi
Nyeri tekan (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Stem fremitus (+) normal (+) normal
Gerakan pernafasan Simetris Simetris
3. Perkusi Sonor seluruh Sonor seluruh lapang
lapang paru paru
4. Auskultasi
Suara dasar Vesikuler Vesikuler
8
Suara tambahan
- Wheezing (-) (-)
- Ronki kasar (-) (-)
- Ronkhi basah halus (+) (+)
- Stridor (-) (-)
Belakang
1. Inspeksi
Warna Sama dengan kulit Sama dengan kulit
sekitar sekitar
2. Palpasi
Benjolan (-) (-)
Nyeri tekan (-) (-)
Stem Fremitus (+) normal (+) normal
3. Perkusi
Lapang paru Sonor Sonor
4. Auskultasi
Suara dasar Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan
- Wheezing (-) (-)
- Ronki kasar (-) (-)
- Ronkhi basah halus (+) (+)
- Stridor (-) (-)
Abdomen :
Inspeksi : Bentuk perut datar, Tanda radang (-), benjolan(-), warna
kulit sama sekitar
Auskultasi : Bising usus (+)
9
Perkusi : Timpani di semua lapang abdomen kecuali regio hipogastrica
redup
Palpasi : Nyeri tekan di abdomen (-)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Ekstremitas
Pemeriksaan Superior Inferior
Akral hangat + +
Oedem - -
Sianosis - -
CRT < 2 detik <2 detik
10
Eosinofil 0,00 % 24
Basofil 0,00 % 01
Neutrofil 28,90 % 50 70
Limfosit 61,90 % 25 50
Monosit 9,20 % 16
Pemeriksaan kimia darah
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Kalium 4,75 mmol/L 3,1 5,1
Natrium 132,9 mmol/L 135 -145
Chlorida 97 mmol/L 96 111
Ureum 24,6 Mg/dL 10 50
Kreatinin 0,64 Mg/dL 0 1,0
Pemeriksaan widal
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Titer O 1/320 Negatif
Titer H 1/640 Negatif
V. PEMERIKSAAN ANTROPOMETRI
Anak laki-laki umur 5tahun
Berat badan : 15 kg
Tinggi badan/panjang badan : 108 cm
Lingkar lengan atas : 16 cm
Lingkar kepala : 50 cm
Lingkar dada : -
Penilaian status gizi
BB / U Indeks BB / U menggambarkan status gizi seseorang saat ini
TB / U Indeks TB /U menggambarkan status gizi seseorang masa
lalu
11
BB/TB Indeks BB / TB menggambarkan status gizi seseorang saat
ini.
CDC:
BB/U : 88 %
TB/U : 96 %
BMI/U : 93 %
VI. RESUME
Seorang anak laki-laki umur 5 tahun 3 bulan, BB 16 kg TB 104 cm
datang ke IGD RSUD Tugurejo Ssemarang dengan keluhan demam 4 hari
yang lalu, demam terus menerus sejak hari rabu hingga hari jumat, demam
turun pada jumat sore hari setelah pasien mengkonsumsi obat yang didapat
dari klinik BPJS kemudian demam kembali pada hari sabtu siang. Selain itu
pasien mengeluh nyeri pada ekstremitas, nyeri perut, pusing, lemas, mual dan
diare.
Berdasarkan pemeriksaan fisik pada tanggal 13 April 2017 didapatkan
keadaan umum anak tampak lemas dengan kesadaran compos mentis. nadi 95
x/menit ( reguler, teraba kuat, isi dan tegangan cukup), RR 28 x/menit tipe
napas torakoabdominal, suhu 35,5 C. Pada pemeriksaan generalisata
ditemukan Pembesaran KGB (+/+), ronki basah halus(+/+), Akral hangat
(+/+). Pada pemeriksaan antropometri didapatkan berat badan 15 kg, tinggi
badan/panjang badan 108 cm, lingkar kepala 50 cm, lingkar lengan atas 16
cm . Dari perhitungan Z-score didapatkan gizi anak kurang.
12
VII. DAFTAR MASALAH
No. Masalah Aktif Masalah Pasif
1 Hiperpireksia Tumbuh kembang
b. Non Medikamentosa :
- Lanjutkan pemeberian makan dalam bentuk lunak
- Berikan makanan yang bisa diberikan atau berikan makanan
yang disukai oleh anak
Monitoring : Evaluasi tanda perbaikan (demam hilang, BAB cair
berkurang, nafsu makan meningkat)
Edukasi :
- Banyak minum
- Tetap menjaga asupan makanan
13
VII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Sanam : Bonam
Quo ad Fungsionam : Bonam
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Defenisi
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever.
Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
Etiologi
Patogenesis
15
Lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit
terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke
kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang
terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan
bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ
retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang
sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan
bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit
infeksi sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala dan sakit perut.
Manifestasiklinik
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding
dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 20 hari. Setelah masa inkubasi
maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri
kepala, pusing dan tidak bersemangat.
a. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris
remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus
berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-
angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
16
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan
perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada
perabaan.Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal
bahkan dapat terjadi diare.
c. Gangguan kesadaran
a. Faktor Host
b. Faktor Agent
c. Faktor Environment
17
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di
daerah tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai
dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat
terjadinya penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk,
sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan makanan yang masih
rendah.
18
mengandung unsur penyebab yang dapat menular pada orang lain, seperti pada
penyakit poliomyelitis, hepatitis B dan meningococcus.
b. Incubatory carrier (masa tunas) adalah mereka yang masih dalam masa tunas,
tetapi telah mempunyai potensi untuk menularkan penyakit/ sebagai sumber
penularan, seperti pada penyakit cacar air, campak dan pada virus hepatitis.
c. Convalescent carrier (baru sembuh klinis) adalah mereka yang baru sembuh
dari penyakit menulat tertentu, tetapi masih merupakan sumber penularan
penyakit tersebut untuk masa tertentu, yang masa penularannya kemungkinan
hanya sampai tiga bulan umpamanya kelompok salmonella, hepatitis B dan
pada dipteri.
d. Chronis carrier(menahun) merupakan sumber penularan yang cukup lama
seperti pada penyakit tifus abdominalis dan pada hepatitis B.
Komplikasi
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan Usus
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor
yang tidak membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga
penderita mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah
ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.
b. Perforasi Usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul
pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita
demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di
19
daerah kuadran kanan bawah yang kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda
perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai
syok.
2. Komplikasi Ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok,
sepsis),miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi
intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis Komplikasi hepar dan
kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis
d. Komplikasi ginjal : glomerulonefrit is, pielonefrit is, dan perinefrit is
e. Komplikasi tulang : osteomielit is, periostit is, spondilit is, dan artrit is
f. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis
perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.
Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.
a. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang
diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini
20
kontraindikasi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang
mengkonsumsi antibiotik. Lama proteksi 5 tahun.
b. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K
vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol
preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 12 tahun 0,25 ml dan anak 1
5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu.
Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada
tempat suntikan. Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada
pemberian pertama.
c. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan
secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada
hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun.Indikasi
vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar
dengan penderita karier tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi
kesehatan.
Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh,
memberikan pendidikan kesehatan untuk menerapkan prilaku hidup bersih dan
sehat dengan cara budaya cuci tangan yang benar dengan memakai sabun,
peningkatan higiene makanan dan minuman berupa menggunakan cara-cara yang
cermat dan bersih dalam pengolahan dan penyajian makanan, sejak awal
pengolahan, pendinginan sampai penyajian untuk dimakan, dan perbaikan sanitasi
lingkungan.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit
secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk
mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.
21
a. Diagnosis klinik
Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala kilinis yang
khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga
ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali
terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak
diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid.
22
Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita
yang diduga menderita demam tifoid.
23
Pada beberapa penyakit yang menyertai demam tifoid tidak terjadi
pembentukan antibodi, misalnya pada penderita leukemia dan
karsinoma lanjut.
- Pemakaian obat imunosupresif atau kortikosteroid dapat menghambat
pembentukan antibodi.
- Vaksinasi
Pada orang yang divaksinasi demam tifoid, titer aglutinin O dan H
meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai1
tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama1
atau 2 tahun. Oleh karena itu titer aglutinin H pada seseorang
yangpernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
- Infeksi klinis atau subklinis oleh Salmonella sebelumnya
Keadaan ini dapat menyebabkan uji Widal positif, walaupun titer
aglutininnya rendah. Di daerah endemik demam tifoid dapat dijumpai
aglutinin pada orang-orang yang sehat.
o Faktor-faktor teknis
- Aglutinasi silang
Karena beberapa spesies Salmonella dapat mengandung antigen
O dan H yang sama, maka reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat
juga menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies lain. Oleh karena itu
spesies Salmonella penyebab infeksi tidak dapat ditentukan dengan uji
widal.
- Konsentrasi suspensi antigen
Konsentrasi suspensi antigen yang digunakan pada uji widal
akan mempengaruhi hasilnya.
- Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen
Daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat
lebih baik daripada suspensi antigen dari strain lain.
2) Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
24
a) UjiELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi
belakangan ini mulai dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai
umumnya uji ELISA tidak langsung. Antibodi yang dilacak dengan uji
ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai.
b) Uji ELISA untuk melacak Salmonella typhi
Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik
(darah atau urine) secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam
tifoid secara dini dan cepat. Uji ELISA yang sering dipakai untuk
melacak adanya antigen Salmonella typhi dalam spesimen klinis, yaitu
double antibody sandwich ELISA.
3. Pencegahan sekunder
a. Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan usaha
surveilans demam tifoid.
b. Perawatan umum dan nutrisi
Penderita demam tifoid, dengan gambaran klinis jelas sebaiknya dirawat
di rumah sakit atau sarana kesehatan lain yang ada fasilitas perawatan.
Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk mencegah
komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila klinis berat, penderita
harus istirahat total. Bila penyakit membaik, maka dilakukan mobilisasi secara
bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan penderita.
Nutrisi pada penderita demam tifoid dengan pemberian cairan dan diet.
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun
parenteral.Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada
komplikasi penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus
mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Sedangkan diet harus
mengandung kalori dan protein yang cukup.Sebaiknya rendah serat untuk
mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita tifoid biasanya
diklasifikasikan atas : diet cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa.
25
c. Pemberian anti mikroba (antibiotik)
Anti mikroba (antibiotik) segera diberikan bila diagnosa telah dibuat.
Kloramfenikol masih menjadi pilihan pertama, berdasarkan efikasi dan harga.
Kekurangannya adalah jangka waktu pemberiannya yang lama, serta cukup
sering menimbulkan karier dan relaps. Kloramfenikol tidak boleh diberikan
pada wanita hamil, terutama pada trimester III karena dapat menyebabkan
partus prematur, serta janin mati dalam kandungan. Oleh karena itu obat yang
paling aman diberikan pada wanita hamil adalah ampisilin atau amoksilin.
4. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi
keparahan akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit
demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas
tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari infeksi ulang demam tifoid. Pada
penderita demam tifoid yang carier perlu dilakukan pemerikasaan laboratorium
pasca penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak.
26
DAFTAR PUSTAKA
5. Nelson WE. 2000. Penyakit protozoa. Nelson Ilmu Kesehatan Anak edisi 15.
Vol 2. Jakarta: EGC.
27