Anda di halaman 1dari 13

Alia Zaharani Utami

04011381419162
GAMMA

1. LEPTOSPIROSIS

A. Definisi Leptospirosis
Leptospirosis adalah zoonosis yang meluas yang berpotensi fatal yang endemic di
banyak daerah tropis. Kawasan dan sebab epidemic terbesar setelah hujan deras dan
banjir. Infeksi berasalah dari kontak langsun dan tidak langsung dari hewan host yang
membawa pathogen di tubulus renal dan melepaskan pathogen leptospira melalui urin.
Meski banyak hewan liar dan domestic dapat menjadi reservoir, tikus coklat (Rattus
norvegicus) adalah yang paling penting sumber dari infeksi manusia. Individu yang
tinggal di lingkungan kumuh perkotaan ditandai dengan sanitasi yang tidak memadai dan
perumahan yang buruk berresiko tinggi terkena paparan tikus dan leptospirosis.
Leptospirosis diperkirakan meningkat dengan pergeseran demografis yang mendukung
peningkatan jumlah penduduk miskin perkotaan di daerah trpis tunduk pada
memburuknya badai dan banjir perkotaan akibat perubahan iklim. Data yang berasal dari
surveilans prospektif menunjukan bahwa kebanyakan infeksi ringan leptospiral pada
manusia atau asimtomatik. Pengembangan yang lebih parah berasal dari 3 kondisi yaitu
kondisi epidemiologi, kerentanan host, dan virulensi pathogen. Kematian meningkat di
umur, terutama pada pasien yang sudah tua lebih dari 60 tahun. Level tinggi dari
bakteremia di asosiaiskan dengan hasil klinis yang buruk dan berdasarkan model hewan
dan penelitian in vitro, terkait dengan limpospiral LPS oleh TLR4 manusia. Pasien
dengan pengalaman leptospirosis yang parah mengalami badan sitokin yang ditandai
dengan tingginya IL-6, TNF-alpha, dan IL-10. Pasien dengan alel HLA DQ^ memiliki
risiko penyakit yang lebih tinggi, menyarankan peran stimulasi limfosit oleh
superantigen leptospiral. Gejala Gejala Leptospiral antara lain demam akut yang
spesifik, ditandai dengan demam mialgia, dan sakit kepala dan bisa terjadi seperti
influenza dan demam berdarah. Pada pasien yang bergerak ke multisystem kegagalan
organ memiliki penyebaran pathogen secara luas. (Pengeluara yang tinggi), disfungsi
ginjal harus didukung dengan cairan dan elektrolit. Saat terjadi kegagalan ginjal, dialysis
akan menyelamatkan jiwa. Peningkatan kadar biliribun disebabkan oleh kerusakan dan
gangguan hepatoseluler dan keruskanan interseluler junction antara hepatosit,
mengakibatkan kebocoran bilirubin keluar dari kanalikuli empedu. Komplikais
hemoragic sering terjadi dan diasosiasikan dengan abnormalitas koagulasi. Hemoragis
pulmonary severe disebabkan oleh extensive alveolar hemorrhage mempunyai fatality
rate > 50%.

B. Sumber Infeksi
Leptospires pathogen tersebar di alam, mencerminkan oengaturan di ginjal dari host
reservois buas dan domestil Daur hidup leptospiral melibatkankan pengeluaran di urin,
persisten di lingkungan udara, akuisi host baru dan diseminasi hematogen ke ginjal
melalui glomerulus. Sekali Leptospira mendapatkan akses ke lumen tubulus ginjal, maka
mereka akan berkolonisasi di brush border epitel tubulus proksimal ginjal, dari
pengeluaran urin dapat persisten untuk periode waktu yang lama tanpa effect tang
signifikan pada reservoir host. Pada alas an ini, infeksi leptospiral dari reservoir host
dapat dipertimbangkan hubungan komensal. Mamalia kecil adalah reservoir terpenting,
dengan herbivore sebagai pilihan signifikan sumber infeksi. Patogen Leptospira sudah
terisolasi dari seratus spesies mamalia, termasuk kelelawar.
C. Transmisi
Tempat masuk pathogen ini termasuk memmotong dan abrasi atau mukosa memberan
seperti kongjungtiva, oral, atau permukaan genital. Paparan dapat terjadi melalui kontak
langsung dengan infeksi heran atau melali kontak tidak langsung melalui tanah atau air
yang terkontaminasi dengan urin dari hewan yang terinfeksi. Individu dengan pekerjaan
yang beresiko terkena paparan langsung dengan hewan tersebut antara lain dokter
hewan, pekerja rumah potong hewan, pekerja pertanian, pemburu dan penjerat, pekerja
penampungan hewan, ilmuan dll. Besarnya resiko tergantung dari prvalensi local dari
pengangkutan leptospiral dan derajat frekuensi dari paparan. Banyak dari infeksi masih
dapat dicegah dengan menggunakan alat pelindung diri seperti, boots, sarung tangan dan
protektif kacamata. Sejak banyak infeksi terjadi oleh hal tersebut, pencegahan dan
training di tempat kerja menjadi esensial di lakukan. Kontak tidak langsung dengan air
atau tanah dengan leptospiral lebih sering terjadi dan dapat diasosiasikan dengan
pekerjaan, rekresi atau aktivitas avocational. Sebagai tambahan resiko ini diasosiasikan
dengan pekerjaan di luar ruangan yaitu kerja selokan, latihan militer dan pertanian.
Pekerja pertanian yang beresiko leptospirosis termasuk pekerja sawahm petani talasn,
petani pisang dll. Pekerjaan ini melibatkan aktivitas yang cenderung mengakibatkan
terpaan luka dan lecet ke tana dan air yang terkontaminasi dengan air seni tikus dan
hewan lainnya tertarik pada sumber makanan. Paparan rekresional termasuk seluruh
freshwater sport antara lain rafting.
D. Pathology
Step pertama kali pada pathogenesis leptospirosis adalah penetrasi jaringan barriers
untuk menggapai masuk ke tubuh. Potensi portal masuk meliputi kulit melalui luka atau
abrasi dan selaput lender konjungtiva atau rongga mulut. Hal terpenting dari mukosa oral
sebagai tempat masuk diindikasikan melalui ketika sedang berenang air tersebut telah
terkontaminasi dengan infeksi tersebut.
Step kedua pada pathogenesis adalah diseminasi (penyebaran) hematogen. Leptospira
membuat jalan mereka ke dalam aliran darah dan bertahan disana selama dasi
leptospiremik. Hasil dari inokulasi darah ke media leptospiral dan deteksi leptospiremia
secara PCR kuantitatif lebih sensitive selama 8 hari pertama demam sebelum
pembentukan antibody dan pemberishan organisme aliran darah. Kuantitative PCR
mempunyai dokumen leptospiremia level setinggi 106 /ml darah. Level dari > 104
leptospires/ml di aliran darah diasosiasikan dengan outcome yang parah, walaupun studi
terbaru menjelaskan bahwa leptospires dengan virulensi yang rendah dapat menjadi
leptospiral yang tinggi di pembuluh darah tanpa komlikasi yang parah.
Level bakteremia yang terjadi selama leptospirosis sama dengan yang ditemukandengan
relapsing fever, dan sangat berbeda dengan bakteremia yang terjadi karena E.coli dan
lainnya Enterobacteriaceae, pada konsentrasi secara tipikal <1cfu/ml. Transmisi infeksi
leptospira ke manusia dapat melalui berbagai cara, yang tersering adalah melalui kontak
dengan air atau tanah yang tercemar bakteri leptospira. Bakteri masuk ke tubuh manusia
melalui kulit yang lecet atau luka dan mukosa, bahkan dalam literatur disebutkan bahwa
penularan penyakit ini dapat melalui kontak dengan kulit sehat (intak) terutama bila
kontak lama dengan air.6 Selain melalui kulit atau mukosa, infeksi leptospira bisa juga
masuk melalui konjungtiva.17 Bakteri leptospira yang berhasil masuk ke dalam tubuh
tidak menimbulkan lesi pada tempat masuk bakteri. Hialuronidase dan atau gerak yang
menggangsir (burrowing motility) telah diajukan sebagai mekanisme masuknya
leptospira ke dalam tubuh Selanjutnya bakteri leptospira virulen akan mengalami
multiplikasi di darah dan jaringan. Sementara leptospira yang tidak virulen gagal
bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan tubuh setelah 1 atau 2 hari
infeksi. Leptospira virulen mempunyai kemampuan motilitas yang tinggi, lesi primer
adalah kerusakan dinding endotel pembuluh darah dan menimbulkan vaskulitis serta
merusak organ. Vaskulitis yang timbul dapat disertai dengan kebocoran dan ekstravasasi
sel.10,18,19 Patogenitas leptospira yang penting adalah perlekatannya pada permukaan
sel dan toksisitas selular. Lipopolysaccharide (LPS) pada bakteri leptospira mempunyai
aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram negatif, dan aktivitas
lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit, sehingga
terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia. Bakteri leptospira mempunyai
fosfolipase yaitu suatu hemolisis yang mengakibatkan lisisnya eritrosit dan membran sel
lain yang mengandung fosfolipid.18 Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira
adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal bakteri leptospira bermigrasi ke interstisium
tubulus ginjal dan lumen tubulus. Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat
sirkulasi mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan
kebocoran cairan dan hipovolemia. Hipovolemia akibat dehidrasi dan perubahan
permeabilitas kapiler salah satu penyebab gagal ginjal. Pada gagal ginjal tampak
pembesaran ginjal disertai edema dan perdarahan subkapsular, serta nekrosis tubulus
renal. Sementara perubahan yang terjadi pada hati bisa tidak tampak secara nyata. Secara
mikroskopik tampak perubahan patologi berupa nekrosis sentrolobuler disertai hipertrofi
dan hiperplasia sel Kupffer.
E. Gambaran Klinik

Gambaran klinik pada leptospirosis berkaitan dengan penyakit febril umum dan tidak

cukup khas untuk menegakkan diagnosis. Secara khas penyakit ini bersifat bifasik,

yaitu fase leptospiremi/ septikemia dan fase imun.

1. Fase leptospiremi atau septikemia

Masa inkubasi dari leptospira virulen adalah 7-12 hari, rata-rata 10 hari. Untuk

beberapa kasus, dapat menjadi lebih singkat yaitu 2 hari atau bahkan bisa

memanjang sampai 30 hari. Fase ini ditandai adanya demam yang timbul dengan
onset tiba-tiba, menggigil, sakit kepala, mialgia, ruam kulit, mual, muntah,

conjunctival suffusion, dan tampak lemah. Demam tinggi dan bersifat remiten

bisa mencapai 40C sebelum mengalami penurunan suhu tubuh. Conjunctival

suffusion merupakan tanda khas yang biasanya timbul pada hari ke-3 atau ke-4

sakit. Selama fase ini, leptospira dapat dikultur dari darah atau cairan

serebrospinal penderita. Tes serologi menunjukkan hasil yang negatif sampai

setidaknya 5 hari setelah onset gejala.Pada fase ini mungkin dijumpai adanya

hepatomegali, akan tetapi splenomegali kurang umum dijumpai. Pada hitung

jumlah platelet, ditemukan adanya penurunan jumlah platelet dan trombositopeni

purpura. Pada urinalisis ditemukan adanya proteinuri, tetapi kliren kreatinin

biasanya masih dalam batas normal sampai terjadi nekrosis tubulatubular atau

glomerulonefritis kreatini biasanya masih dalam batas normal sampai terjadinya

glomerulonefritis.

2. Fase Imun

Fase kedua ini ditandai dengan leptospiuria dan berhubungan dengan timbulnya

antibodi IgM dalam serum penderita. Pada kasus yang ringan (mild case) fase

kedua ini berhubungan dengan tanda dan gejala yang minimal, sementara pada

kasus yang berat (severe case) ditemukan manifestasi terhadap gangguan

meningeal dan hepatorenal yang dominan.


3.
Pada manifestasi meningeal akan timbul gejala meningitis yang ditandai dengan

sakit kepala, fotofobia, dan kaku kuduk. Keterlibatan sistem saraf pusat pada

leptospirosis sebagian besar timbul sebagai meningitis aseptik. Pada fase ini

dapat terjadi berbagai komplikasi, antara lain neuritis optikus, uveitis,

iridosiklitis, dan neuropati perifer. Pada kasus yang berat, perubahan fase

pertama ke fase kedua mungkin tidak terlihat, akan tetapi timbul demam tinggi

segera disertai jaundice dan perdarahan pada kulit, membrana mukosa, bahkan
paru. Selain itu ini sering juga dijumpai adanya hepatomegali, purpura, dan

ekimosis. Gagal ginjal, oliguria, syok, dan miokarditis juga bisa terjadi dan

berhubungan dengan mortalitas penderita.


Gambar 5. Sifat bifasik leptospirosis
Menurut berat ringannya, leptospirosis dibagi menjadi ringan (non-

ikterik) dan berat (ikterik). Ikterik merupakan indikator utama dari

leptospirosis berat.

1. Leptospirosis ringan (non-ikterik)

Sebagian besar manifestasi klinik leptospirosis adalah anikterik, dan ini

diperkirakan mencapai 90% dari seluruh kasus leptospirosis di masyarakat.

Gejala leptospirosis timbul mendadak ditandai dengan viral-like illness,

yaitu demam, nyeri kepala, dan mialgia. Nyeri kepala bisa berat, mirip

yang terjadi pada infeksi dengue, disertai nyeri retro orbital dan fotofobia.

Nyeri otot diduga terjadi karena adanya kerusakan otot sehingga kreatinin

fosfokinase (CPK) pada sebagian besar kasus meningkat, dan pemeriksaan

CPK ini dapat membantu penegakan diagnosis klinik leptospirosis


Dapat juga ditemukan nyeri perut, diare, anoreksia, limfadenopati,

splenomegali, rash makulopapular, kelainan mata (uveitis, iridosiklitis),

meningitis aseptik dan conjunctival suffusion.17

Pemeriksaan fisik yang khas adalah conjunctival suffusion dan nyeri tekan

di daerah betis. Gambaran klinik terpenting leptospirosis non-nikterik

adalah meningitis aseptik yang tidak spesifik sehingga sering terlewatkan

diagnosisnya.17 Sebanyak 80-90% penderita leptospirosis anikterik akan

mengalami pleositosis pada cairan serebrospinal selama minggu ke-2

penyakit dan 50% diantaranya akan menunjukkan tanda klinis meningitis.

Karena penderita memperlihatkan penyakit yang bersifat bifasik atau

memberikan riwayat paparan dengan hewan, meningitis tersebut kadang

salah didiagnosis sebagai kelainan akibat virus.9

Pasien dengan leptospirosis non-ikterik pada umumnya tidak berobat

karena keluhan bisa sangat ringan.21 Pada sebagian pasien, penyakit ini

bisa sembuh sendiri (self-limited) dan biasanya gejala kliniknya

menghilang dalam waktu 2 sampai 3 minggu. Karena gambaran kliniknya

mirip dengan penyakit demam akut yang lain, maka pada setiap kasus

dengan keluhan demam akut, leptospirosis anikterik harus dipikirkan

sebagai salah satu diagnosis banding, terutama di daerah endemic.


2. Leptospirosis berat (ikterik)

Bentuk leptospirosis yang berat ini pada mulanya dikatakan sebagai

Leptospira ichterohaemorrhagiae, tetapi ternyata dapat terlihat pada setiap

serotipe leptospira yang lain.9 Manifestasi leptospirosis yang berat

memiliki angka mortalitas sebesar 5-15%.22

Leptospirosis ikterik disebut juga dengan nama Sindrom Weil. Tanda khas

dari sindrom Weil yaitu jaundice atau ikterik, azotemia, gagal ginjal, serta

perdarahan yang timbul dalam waktu 4-6 hari setelah onset gejala dan

dapat mengalami perburukan dalam minggu ke-2. Ikterus umumnya

dianggap sebagai indikator utama leptospirosis berat.17,20 Pada

leptospirosis ikterik, demam dapat persisten sehingga fase imun menjadi

tidak jelas atau nampak overlapping dengan fase leptospiremia.

Tabel 3. Perbedaan gambaran klinik leptospirosis anikterik dan ikterik

Spesimen
Sindroma, Fase Gambaran Klinik
Laboratorium

Leptospirosis anikterik*

Fase leptospiremia Demam tinggi, nyeri


kepala, mialgia, nyeri Darah, LCS

perut, mual, muntah,


conjunctival suffusion
Fase imun Demam ringan, nyeri
kepala, muntah, meningitis Urin

aseptik
Leptospirosis ikterik
Fase leptospiremia dan Demam, nyeri kepala, Darah, LCS
fase imun (sering mialgia, ikterik, gagal (minggu 1)
overlapping) ginjal, hipotensi, Urin (minggu
manifestasi perdarahan, ke-2)
pneumonitis hemorrargik,

leukositosis

*antara fase leptospiremia dengan fase imun terdapat periode

asimtomatik ( 1-3 hari)

Sumber: M. Hussein Gassem (2002), dimodifikasi dari Farr RW


(1995)

Beratnya berbagai komponen sindrom Weil kemungkinan mencerminkan


beratnya vaskulitis yang mendasarinya. Ikterus biasanya tidak terkait dengan
nekrosis hepatoselular, dan setelah sembuh tidak terdapat gangguan fungsi hati
yang tersisa. Kematian pada sindrom Weil jarang disebabkan oleh gagal hati

Anda mungkin juga menyukai