Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN SOLID

SABUN TRANSPARAN

DISUSUN OLEH :

ASMARANSA KIRANA W

A1152072

REGULER ROMBEL A

AKADEMI FARMASI NUSAPUTERA SEMARANG

2016 / 2017
BAB II
SABUN TRANSPARAN

I. TUJUAN

Memformulasi sediaan sabun transparan dan melakukan evaluasi sediaan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan


mengemulsi, terdiri dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan
rantai karbon C16 dan sodium atau potasium. Sabun merupakan pembersih
yang dibuat dengan reaksi kimia antara kalium atau natrium dengan asam
lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang dibuat dengan
NaOH dikenal dengan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang
dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun lunak (soft soap). Sabun dibuat
dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi minyak.
Proses saponifikasi minyak akan memperoleh produk sampinganyaitu
gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh gliserol.
Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali,
sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas
dengan alkali (Qisti 2009).

Sabun merupakan senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi,


seperti natrium stearat, C17H35COO- Na+. Aksi pencucian dari sabun
banyak dihasilkan dari kekuatan pengemulsian dan kemampuan
menurunkan tegangan permukaan dari air. Konsep ini dapat di pahami
dengan mengingat kedua sifat dari anion sabun (Achmad 2004).

Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia


antara basa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati
atau lemak hewani. Sabun mandi merupakan sabun natrium yang pada
umumnya ditambah zat pewangi atau antiseptik, digunakan untuk
membersihkan tubuh manusia dan tidak berbahaya bagi kesehatan (SNI,
1994).

Terdapat 2 jenis sabun, yakni:

1. Sabun keras atau sabun cuci

Dibuat dari minyak dengan NaOH, misalnya Na-palmitat


danNa-stearat

2. Sabun lunak atau sabun mandi

Dibuat dari minyak dengan KOH, misalnya K-palmitat dan K-


stearat.

Sabun dibedakan atas tiga macam, yaitusabun tidak


transparan(opaque), sabun transparan, dan sabun agak
transparan(translucent). Ketiga jenis sabun ini dapat dibedakan dengan
mudah dari penampakannya.Sabun opaque adalah jenis sabun yang biasa
digunakan sehari-hari.Sabun transparan adalah sabun yang
penampakannya lebih berkilau dan lebih bening, sehingga sisi belakang
sabunterlihat dari sisi depannya.Sabun translucent dan sabun transparan
hampir sama, hanya penampakannya berbeda. Sabun translucent tampak
cerah dan tembus cahaya, tetapi tidak terlalu bening dan agak berkabut
(Hambali dkk, 2005).

Tujuan sediaan kosmetik sabun mandi antara lain untuk


membersihkan tubuh, membantu melunakkan air sadah, memberi
keharuman dan rasa segar seperti aroma terapi atau bahan perlindungan
dari bakteri serta menghaluskan dan melembutkan kulit (Hambali dkk,
2005).

Reaksi Saponifikasi pada Pembuatan Sabun

Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun,


dimana(sapon = sabun dan fy = membuat). Sabun dibuat dari proses
saponifikasi lemak hewan (tallow) dan dari minyak, reaksi saponifikasi
tidak lain adalah hidrolisis basa suatu ester dengan alkali (NaOH,
KOH) (Poedjiadi, 2007).

Proses saponifikasi terjadi karena proses reaksi trigliserida


dengan alkali yang terjadi pada suhu 80C. Saponifikasi suatu
trigliseraldehida menghasilkan suatu garam dari asam lemak ke rantai
panjang yang merupakan sabun (Spitz, 1996).

Metode Pembuatan Sabun

Metode pembuatan sabun ada beberapa cara, antara lain:

a. Metode Panas ( full boiled)

Secara umum proses ini melibatkan reaksi saponifikasi


dengan menggunakan panasyang menghasilkan sabun dan
membebaskan gliserol. Tahap selanjutnya dilakukan pemisahan
dengan penambahan garam (saltingout), kemudian akan terbentuk
2 lapisan yaitu bagian atas merupakan lapisan sabun yang tidak
larut didalam air garam dan lapisan bawah mengandung gliserol,
sedikit alkali dan pengotor-pengotor dalam fase air.

b. Metode Semi-Panas (semi boiled)

Teknik ini merupakan modifikasi dari cara dingin.


Perbedaannya hanya terletak pada pengggunaan panas pada
temperatur 70-80 C. Cara ini memungkinkan pembuatan sabun
dengan menggunakan lemak bertitik leleh lebih tinggi (Mabrouk,
2005).

c. Metode Dingin

Cara ini merupakan cara yang paling mudah untuk


dilakukan dan tanpa disertai pemanasan. Namun cara ini hanya
dapat dilakukan terhadap minyak yang pada suhu kamar memang
sudah berbentuk cair. Minyak dicampurkan dengan larutan alkali
disertai pengandukan terus menerus hingga reaksi saponifikasi
selesai. Larutan akan menjadi sangat menebal dan kental. Berbeda
dengan full boiled process, gliserol yang terbentuk tidak
dipisahkan. Ini menjadi suatu nilai tambah tersendiri kerena
gliserol merupakan humektan yang dapat memberikan kelembaban.
Lapisan gliserol akan tertinggal pada kulit sehingga melembabkan
kulit (Shrivastava, 1982).

Sabun Transparan

Sabun transparan merupakan sabun yang memiliki tingkat


transparansi paling tinggi sehingga memiliki penampilan lebih menarik. Ia
memancarkan cahaya yang menyebar dalam bentuk partikel-partikel yang
kecil, sehingga obyek yang berada di luar sabun akan kelihatan jelas.
Obyek dapat terlihat hingga berjarak sampai panjang 6 cm. Sabun
transparan mempunyai nilai tambah yang jadi pemikat karena memiiliki
permukaan yang halus, penampilan yang bewarna dan ketransparanannya
dapat membuat kulit menjadi lembut karena didalamnya mengandung
gliserin dan sukrosa yang berfungsi sebagai humektan dan sebagai
komponen pembentuk tranparan (Wasitaatmadja, 1997).

Keuntungan dari pembuatan sabun transparan adalah selain


penampilan transparan yang menawan, mempunyai fungsi pelembab, daya
bersih yang efektif tanpa meninggalkan busa sabun dan lebih terasa lunak.
Sabun transparan menjadi bening karena dalam proses pembuatannya
dilarutkan dalam alkohol. Alkohol ini ditambahkan juga untuk mencegah
pengkristalan. Sabun transparan juga sering disebut sabun gliserin karena
untuk memperoleh sifat transparan juga perlu dilakukan penambahan
gliserin pada sabun (Hambali dkk, 2005).

Metode produksi sabun transparan melibatkan pelelehan fase


lemak dan persiapan air untuk melarutkan sukrosa, gliserin dan pengawet.
Kedua fase ini bereaksi dengan larutan beralkohol dari kaustik soda
dibawah pemanasan terkontrol. Setelah reaksi selesai, sabun ini kemudian
siap untuk diberiwarna dan wewangian. Setelah pewarna dan pewangian,
sabun akhir dituangkan ke dalam cetakan dan dibiarkan mengeras sebelum
dikemas.

Berikut penjelasan mengenai bahan baku yang dapat digunakan


pada pembuatan sabun transparan:

1. Minyak

Minyak merupakan ester dari asam lemak dan gliserol. Pada


umumnya asam lemak yang ditemukan di alam merupakan
monokarboksilat dengan rantai tidak bercabang dan memiliki jumlah
atom genap (Winarno, 1997).

Jenis asam lemak sangat menentukan mutu dan konsistensi


sabun yang dihasilkan. Sabun yang dihasilkan dari asam lemak dengan
berat molekul kecil (misalnya asam laurat) lebih lunak daripada sabun
yang dibuat dari asam lemak dengan berat molekul yang lebih berat
(misalnya asam lemak stearat). Minyak umumnya berasal dari
tetumbuhan, contohnya minyak jagung, minyak zaitun, kacang, dan
lain-lain (Fessenden dan Fesenden, 1990).

Minyak yang berlebihan dalam sabun transparan akan


menyebabkan sabun seperti berkabut. Untuk mendapatkan sabun yang
transparan, dibuat sabun gliserin dahulu, yaitu sabun yang perhitungan
saponifikasinya tepat, sehingga tidak ada minyak atau kaustik yang
berlebihan.

2. Asam Stearat

Asam stearat adalah asam tidak jenuh, tidak ada ikatan rangkap
antara atom karbonnya. Asam lemak jenis ini dapat ditemukan pada
minyak/lemak nabati dan hewani. Asam stearat sering digunakan
sebagai bahan dasar pembuatan cream dan sabun. Pada proses
pembuatan sabun transparan, jenis asam stearat yang digunakan adalah
yang berbentuk kristal putih dan mencair pada suhu 56 C. Fungsi asam
stearat pada proses pembuatan sabun adalah untuk mengeraskan dan
menstabilkan busa (Hambali dkk, 2005).

3. Alkali

Industri sabun menggunakan sejumlah besar bahan kimia


berupa natrium hidroksida (NaOH) atau dikenal dengan nama kaustik
soda. Natrium hidroksida adalah senyawa alkali yang sangat mudah
larut dalam air dan dalam etanol (95%) (Hambali dkk, 2005).

Pada proses pembuatan sabun, penambahan NaOH harus


dilakukan dengan jumlah yang tepat. Apabila NaOH yang
ditambahkan terlalu pekat atau jumlahnya berlebih, maka alkali bebas
yang tidak berikatan dengan trigliserida atau asam lemak akan terlalu
tinggi memberikan pengaruh negatif yaitu iritasi pada kulit. Sebaliknya,
apabila NaOH yang ditambahkan terlalu encer atau jumlahnya terlalu
sedikit, maka sabun yang dihasilkan akan mengandung asam lemak
yang tinggi. Asam lemak bebas pada sabun mengganggu proses emulsi
sabun dan kotoran pada saat sabun digunakan (Kamikaze, 2002).

4. Gliserin

Gliserin merupakan produk samping dari pemecahan minyak


atau lemak untuk menghasilkan asam lemak. Gliserin tidak berwarna,
higroskopis, dapat bercampur dengan air maupun etanol (95%).
Digunakan sebagai humektan, sehingga dapat berfungsi sebagai
pelembab pada kulit selain itu sebagai pelarut. Pada pembuatan sabun
transparan, gliserin bersama dengan sukrosa dan alkohol berfungsi
dalam pembentukan struktur transparan (Hambali dkk, 2005).

5. Alkohol

Dalam hal ini alkohol cenderung berfungsi sebagai preservative


(bahan pengawet) yang dapat menghambat timbulnya ketengikan pada
berbagai produk berbahan baku minyak atau lemak, tetapi dalam
pembuatan sabun transparan, alkohol adalah bahan yang paling penting
untuk membentuk tekstur transparan sabun. Di sisi lain, penggabungan
etanol dengan asam lemak akan menghasilkan sabun dengan kelarutan
yang tinggi (Shrivastava, 1982).

6. Gula

Gula merupakan senyawa organik murni yang terbanyak


diproduksikan orang. Gula berupa kristal yang sangat mudah larut
dalam air, terlebih lagi air mendidih. Dapat digunakan sebagai
humektan, perawatan kulit, dan yang utama adalah membantu
terbentuknya transparansi sabun (Purnamawati, 2006).

7. Surfaktan

Surfaktan memiliki fungsi penting lain dalam membersihkan,


seperti menghilangkan dan membentuk emulsi, serta mengangkat
kotoran dalam bentuk suspensi sehingga kotoran tersebut dapat
dibuang. Surfaktan dapat juga mengandung alkali yang berfungsi
untuk membuang kotoran yang bersifat asam. Untuk menghindari rasa
kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak saja meminyaki kulit
tetapi juga berfungsi membentuk sabun yang lunak, misalnya: gliserol,
cocoa butter,dietanol amida, natrium lauril sulfat, danminyak almond.
Bahan-bahan tersebut selainsebagai pembersih danmeminyaki kulit
juga dapat menstabilkan busa dan berfungsi sebagai pelunak
(Purnamawati, 2006).

8. Garam(NaCl)

Garam dapur (NaCl) digunakan untuk memisahkan gliserol


dari larutan sabun. Garam yang digunakan dapat dalam bentuk kristal
atau larutan garam pekat. NaCl merupakan bahan bersifat higroskopik
rendah yang memiliki peran dalam pembusaan sabun. Penambahan
NaCl bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi elektrolit sesuai
dengan penurunan jumlah alkali pada akhir reaksi, sehingga bahan-
bahan pembuat sabun tetap seimbang selama proses pemanasan.
(Cognis, 2003).

9. Asam Sitrat

Penambahan asam lemak yang lemah, seperti asam sitrat, dapat


menurunkan pH sabun. Asam sitrat dalam sabun kemampuannya
sebagai penyapu logam-logam berat dalam air sadah, asam sitrat
berfungsi sebagai chelating agent, yaitu senyawa yang dapat mengikat
logam Mg dan Fe, asam sitrat juga dapat berfungsi sebagai antioksidan
(Wasitaatmadja, 1997).

10. Pewangi

Sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai


pewangi. Pewangi ini harus berada dalam pH dan warna yang berbeda.
Biasanya dibutuhkan wangi parfum yang tidak sama untuk
membedakan produk masing-masing. (SNI, 1994).

Kegunaan Sabun

Fungsi utama sabun mandi yaitu untuk mengangkat kotoran,


sel-sel kulit mati, mikroorganisme dan menghilangkan bau badan.
Sabun dapat mengangkat kotoran dari kulit karena memiliki dua gugus
yang berbeda kepolarannya, yaitu gugus nonpolar dan gugus polar.
Gugus non polar adalah gugus yang tidak suka air (hidrofobik),
sehingga dapat mengikat kotoran pada kulit. Gugus polar adalah gugus
yang suka air (hidrofilik) yang ketika dibilas maka kotoran akan terikat
dengan air bilasan (Hart, 1990).

Mekanisme bagaimana molekul sabun dalam pelarut air dapat


membersihkan kotoran/noda berlemak adalah makin panjang bagian
molekul sabun yang bersifat nonpolar, makin kuat daya pembersihnya
terhadap kotoran/noda berlemak. Proses pembersihan kotoran dengan
menggunakan sabun tidak dapat dilepaskan dari keterlibatan air
didalamnya. Air merupakan cairan yang umumnya digunakan untuk
membersihkan sesuatu yang memiliki teganganpermukaan. Setiap
molekul dalam struktur model air, dikelilingi dan ditarik oleh molekul
air yang lainnya. Tegangan permukaan tersebut terbentuk pada saat
molekul air yang terdapat pada permukaan air ditarik ke tubuh air.
Tegangan ini mengakibatkan air membentuk butiran-butiran pada
permukaan yang lambat laun akan membasahi bagian permukaan dan
menghambat proses pembersihan. Tegangan permukaan dalam proses
pembersihan harus dikurangi sehingga air dapat menyebar dan
membasahi seluruh permukaan. Bahan yang dapat menurunkan
tegangan permukaan pada air secara efektif disebut surfaktan. Sabun
merupakan surfaktan anionik (James dkk, 2002).

Praformulasi Bahan

1. Asam Stearat (FI edisi III halaman)


Pemerian : zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan
hablur, putih atau kuning pucat, ,mirip lemak lilin.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian
etanol (95%), dalam 2 bagian kloroform dan dalam
3 bagian eter.
Inkompatibel : asam stearate tidak inkompatibel dengan
kebanyakan logam hidroksida dan mungkin tidak
kompatibel dengan basa, zat pereduksi dan
oksidator (Rowe,2009)
Kestabilan : asam stearate merupakan bahan yang stabil,
antioksidan juga dapat ditambahkan kedalamnya.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
2. Asam Sitrat (FI edisi III halaman 50)
Pemerian : hablur tidak berwarna atau serbuk putih tidak
berbau, rasa sangat asam, higroskopis, merapuh
dalam udara kering dan panas
Kelarutan : larut dalam kurang dari 1 bagian air dan dalam 1,5
bagian etanol, sukar larut dalam eter.
Inkompatibel : asam sitrat inkom dengan potassium tatrat, alkali
tanah karbonat dan bikarbonat.
3. VCO
Pemerian : cairan berwarna jernih, berbau khas, rasa kelapa
4. Minyak Kelapa/ Oleum Cocos ( FI edisi III halaman 456)
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna atau kuning pucat. Bau
khas, tidak tengik
Kelarutan : larut dalam 2 bagian etanol (95%), sangat mudah larut
dalam kloroform dan dalam eter
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
5. Minyak Jarak (Oleum Ricini) ( FI edisi IV, halaman 631)
Pemerian : cairan kental, transparan kuning pucat atau hampir tidak
berwarna, bau lemah, bebas dari bau asing dan tengik, rasa khas
Kelarutan : larut dalam etanol, dapat bercampur dengan etanol
mutlak, dengan asam asetat glasial, dengan kloroform dan eter.
6. NaOH 30 % (FI edisi III halaman )
Pemerian : batang, butiran, massa hablur atau keping, kering, rapuh,
dan mudah meleleh basah. Sangat alkalis dan korosif. Segera
menyerap CO2.
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air dan etanol
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
7. Gliserin (FI edisi IV halaman 413)
Pemerian : cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa mani,
hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak),
higroskopis, netral terhadap lakmus.
Kelarutan : dapat bercampur dengan air dan etanol, tidak larut
dalam kloroform, eter, minyak lemak, dan minyak menguap.
Konsentrasi : 30-50%
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, di tempat berudara
kering dan dingin
8. Etanol ( FI edisi III halaman 65)
Pemerian : cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap dan
bergerak, bau khas, rasa panas. Mudah terbakar dengan
memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan
dalam eter.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya,
ditempat sejuk, jauh dari nyala api.
9. TEA (FI edisi III halaman)
Pemerian : cairan kental, tidak berwarna hingga kuning pucat, bu
lemah mirip amoniak, higroskopis.
Kelarutan : mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%), larut
dalam kloroform
Inkompatibilitas : TEA akan bereaksi dengan asam mineral
membentuk garam Kristal dan ester
Kestabilan : TEA dapat berubah coklat pada paparan udara dan
cahaya
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
10. NaCl ( FI edisi III halaman 403)
Pemerian : hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur
putih, rasa asin.
Kelarutan : mudah larut dalam air, sedikit lebih mudah larut dalam
air mendidih, larut dalam gliserin, sukar larutb dalam etanol.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
11. Gula (FI edisi IV halaman 762)
Pemerian : masa hablur atau berbentuk kubus, serbuk hablur,
warna putih atau tidak berwarna, rasa manis, tidak berbau
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam
air mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform
dan eter
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
III. FORMULA

Formula I Formula II
Asam Stearat 7 gram Asam Stearat 7 %
NaOH 30 % 18 gram VCO 19,8 %
Minyak Jarak 10 gram Minyak Jarak 6 %
Minyak Kelapa 10 gram NaOH 30 % 20,1 %
Alkohol 15 gram Gliserin 9,8 %
Gliserin 13 gram Etanol 15 %
Asam Sitrat 3 gram TEA 1%
Gula 7,5 gram NaCl 0,2 %
Betain 5 gram Gula 6,8 %
Aqua 4,5 gram Texapon 7%
Pewangi 1 gram Aqua ad 200 gram

IV. ALAT DAN BAHAN


A. Alat yang digunakan
1. Timbangan
2. Mortir dan stamper
3. Gelas ukur
4. Beker glass
5. Sudip
6. Cetakan
7. Pipet tetes
8. Cawan
9. Lampu spiritus
10. Kaki 3 dan asbes
B. Bahan yang digunakan
12. Asam Stearat
13. Asam Sitrat
14. VCO
15. Minyak Jarak
16. Minyak Kelapa
17. NaOH 30 %
18. Gliserin
19. Etanol
20. TEA
21. NaCl
22. Gula
23. Betain
24. Texapon
25. Aqua
26. Oleum Rose

V. PERHITUNGAN BAHAN / DOSIS

Formula I

NO Nama Bahan Perhitungan Penimbangan Fungsi


1 Asam Stearat 7 gram x 2 = 14 gram 14,046 gram Emulsifiying
agent
2 NaOH 30 % 18 gram x 2 = 36 gram 36,065 gram Basa
3 Minyak Jarak 10 gram x 2 = 20 gram 20,095 gram Emollient
4 Minyak Kelapa 10 gram x 2 = 20 gram 20,061 gram Emollient
5 Alkohol 15 gram x 2 = 30 gram 30,015 gram Pelarut
6 Gliserin 13 gram x 2 = 26 gram 26,020 gram Emollient
7 Asam Sitrat 3 gram x 2 = 6 gram 6,098 gram Pengatur pH
8 Gula 7,5 gram x 2 = 15 gram 15,061 gram Pembentukan
transparansi
9 Betain 5 gram x 2 = 10 gram 10,086 gram Surfaktan
10 Air 4,5 gram x 2 = 9 gram 9,114 gram Pelarut
11 Pewangi 1 gram x 2 = 2 gram 2,015 gram Zat Tambahan
Formula II

NO Nama Bahan Perhitungan Penimbangan Fungsi


1 Asam Stearat 7% x 200 gram 14,046 gram Emulsifiying
= 14 gram agent
2 VCO 19,8 % x 200 gram 39,611 gram Emolient
= 39,6 gram
3 Minyak jarak 6 % x 200 gram 12, 040 gram Emolient
= 12 gram
4 NaOH 30 % 20,1 % x 200 gram 40,205 gram Basa
= 40,2 gram
5 Gliserin 9,8 % x 200 gram 19,616 gram Emolient
= 19,6 gram
6 Etanol 15 % x 200 gram 30,01 gram Pelarut
= 30 gram
7 TEA 1 % x 200 gram 2,08 gram Pembantu
= 2 gram pembeningan
8 NaCl 0,2 % x 200 gram 0,44 gram Pembusa
= 0,4 gram
9 Gula 6,8 % x 200 gram 13,651 gram Pembentukan
= 13,6 gram tranparansi
10 Texapon 7 % x 200 gram 14,196 gram Pembusa
= 14 gram
11 Aqua 200 gram 185,4 gram 14,620 gram Pelarut
= 14,6 gram
VI. PROSEDUR PEMBUATAN DAN UJI SEDIAAN
A. Pembuatan Sabun Transparan
Formula I

Siapkan bahan - bahan yang akan dibuat

Asam stearat dilelehkan pada suhu 70 - 80C

Tambahkan minyak jarak dan minyak kelapa, aduk ad homogen

Tambahkan NaOH 30 % aduk sampai terbentuk sabun

Tambahkan basis sabun (Alkohol, gliserin, asam sitrat, gula, betain, air) kedalam
mortir, aduk sampai homogen

Saat suhu campuran menurun menjadi 40C, tambahkan pewangi dan pewarna
kedalam campuran

Dalam keadaan cair, masukan campuran kedalam cetakan. Diamkan pada suhu
ruangan

Lakukan uji evaluasi


Formula II

Siapkan bahan - bahan yang akan dibuat

Asam stearat dilelehkan pada suhu 70 - 80C

Tambahkan VCO dan minyak jarak, aduk ad homogen

Tambahkan NaOH 30 % aduk sampai terbentuk sabun

Tambahkan basis sabun (TEA, gliserin, NaCl, gula, texapon dan etanol) kedalam
mortir, aduk sampai homogen

Dalam keadaan cair, masukan campuran kedalam cetakan. Diamkan pada suhu
ruangan

Lakukan uji evaluasi

B. Uji Organoleptis

Diambil satu sabun transparan untuk diamati

Amati bau, warna, bentuk dan tekstur dari sabun

C. Uji Homogenitas

Satu sabun di belah secara vertikal dan horizontal

Amati secara visual pada bagian internal dan eksternal


D. Uji pH

Siapkan larutan hasil busa sabun

Celupkan kertas indikator universal kedalam larutan busa

Tunggu sampai indikator berubah warna

Bandingkan tingkat warna pada kertas indikator dan pada wadah cek pH

E. Uji Pembentukan Busa

Basahi sabun dengan air.

Amati apakah sabun terbentuk busa atau tidak.

VII. HASIL
A. Uji Organoleptis
Pengujian Formula I Formula II
Bentuk dan Tekstur Padat dan lembek Padat
Warna Coklat Kuning bening
Bau Mawar Tidak Berbau

B. Uji Homogenitas
Pada pengujian homogenitas, kedua formula yang dibuat dapat
dikatakan homogen dengan tidak adanya bintik-bintik pasa sabun.
C. Uji pH
Pengujian Formula I Formula II
pH pH 9 pH 8
D. Uji Pembentukan Busa

Pada pengujian pembentukan busa, kedua formula sabun


setelah dibasahi dengan air dan terbentuk busa.

VIII. PEMBAHASAN

Pada percobaan sabun transparan ini metode yang digunakan adalah metode
saponifikasi. Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa lemah
(misalnya NaOH). Hasil lain dari reaksi saponifikasi ialah gliserol. Selain C12 dan C16,
sabun juga disusun oleh gugus asam karboksilat. Hidrolisis ester dalam suasana basa bisa
disebut juga saponifikasi.

Dalam percobaan ini bahan yang pertama dimasukan ke dalam mortir


adalah asam stearate yang kemudian dilelehkan, fungsi untuk membantu
mengeraskan sabun dan menstabilkan busa, khususnya minyak dari tumbuhan
yang digunakan. Penggunaannya dengan mencairkan dahulu diatas hot plate.
Setelah semua cair bahan yang dimasukan lainnya adalah minyak dimana fungsi
minyak merupakan bahan utama dalam pembuatan sabun.

Setelah minyak dan asam stearat larut secara homogen kemudian


ditambahkan NaOH secara perlahan lahan-lahan, fungsi penambahan NaOH yaitu
sebagai basa alkali. Natrium hidroksida bereaksi dengan minyak membentuk
sabun yang disebut dengan saponifikasi, Penambahan Larutan NaOH berfungsi
sebagai penetralisir asam karena NaOH bersifat basa. Basa yang digunakan adalah
NaOH agar diperoleh sabun yang padat. Setelah sempurna proses saponifikasi
kemudian ditambahkan etanol dan gliserin. Fungsi dari penambahan Etanol
adalah sebagai pelarut untuk mencairkan kembali campuran asam sterat, minyak
dan natrium hidroksida (NaOH) yang telah semi padat supaya gliserin dan glukosa
dapat tercampur sempurna di dalamnya. Selain itu etanol juga berfungsi untuk
membentuk tekstur transparan sabun, Untuk terjadi transparansi sabun harus benar
larut. Etanol dengan level yang tinggi dan kandungan air yang rendah
menghasilkan produk sabun yang lebih jernih . Sedangkan pada pembuatan sabun
transparan, gliserin berfungsi untuk menghasilkan penampakan yang transparan
dan memberikan kelebembaban pada kulit (humektan). Humektan (moisturizer)
adalah skin conditioning agents yang dapat meningkatkan kelembaban kulit. Pada
kondisi atmosfir sedang ataupun pada kondisi kelembaban tinggi, gliserin dapat
melembabkan kulit dan mudah dibilas.

Setelah menambahkan etanol dan gliserin kedalam sabun, kemudian


menambahkan glukosa kedalam larutan sabun tersebut, dimana glukosa ini
merupakan bahan penting dalam pembuatan sabun transparan. Glukosa atau lebih
dikenal dengan gula pasir berfungsi untuk membantu terbentuknya transparansi
pada sabun. Penambahan gula pasir dapat membantu perkembangan kristal pada
sabun. Semakin putih warna gula akan semakin jernih sabun transparan yang
dihasilkan. Terlalu banyak glukosa, produk sabun menjadi lengket , pada
permukaan sabun keluar gelembung kecil kecil. Gula yang paling baik untuk
sabun transparan adalah gula yang apabila dicairkan berwarna jernih seperti
gliserin, karena warna gula sangat mempengaruhi warna sabun transparan akhir.
Gula lokal yang berwarna agak kecoklatan, hasil sabun akhir juga tidak bening,
jernih tanpa warna tetapi juga agak kecoklatan .

Dalam percobaan ini faktor pengadukan dan suhu sangat berpengaruh


selama proses pembuatan sabun transparan. Pengadukan harus dilakukan secara
kontinyu dengan pengadukan secara konstan . Hal ini dilakukan dengan tujuan
untuk menghasilkan sediaan sabun transparan yang homogen. Apabila tidak
dilakukan pengadukan secara kontinyu beberapa bahan yang dicampurkan
menjadi tidak merata dan menggumpal. Hal tersebut akan mempengaruhi
tampilan sabun transparan. Selama pembuatan sabun berlangsung suhu harus
dijaga dalam 70 C karena dipanaskan pada suhu 70 C agar asam stearat mencair,
namun pemanasan ini jangan panas karena dengan suhu terlalu panas akan
mengoksidasi minyak yang menyebabkan warnanya menjadi cokelat, hal ini
behubungan erat dengan bilangan peroksida yaitu nilai untuk menentukan derajat
kerusakan pada minyak atau lemak yang disebabkan oleh autooksidasi dan jika
tidak dijaga dalam 70C perabaan sabun akan berminyak.

Adapun fenomena- fenomena yang terjadi selama percobaan yaitu


adanya perubahan-perubahan warna selama proses pemanasan dan proses
safonifikasi, warna minyak yang dicampurkan dengan asam stearat awalnya
berwarna jernih namun setelah ditetesi Natrium Hidroksida warna larutan menjadi
kuning dan sedikit mengeras ini menunjukan bahwa proses safonifikasi sudah
hampir sempurna.

Setelah sediaan sabun tranparan jadi, kemudian dilakukan beberapa


pengujian antara lain :

1. Uji Organoleptis

Uji organoleptis bertujuan untuk mengetahui bentuk dan tekstur,


bau dan warna pada suatu sediaan.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah bahan aktif


dapat tercampur rata dengan bahan dasar atau tidak, jika tercampur maka
akan mempengaruhi tekstur dari sabun.

3. Uji pH
Uji pH bertujuan untuk mengetahui tingkat kebasaan dari sabun
tersebut. Metode yang digunakan dalam penentuan pH sabun adalah
dengan mengukur pH larutan sabun (1%, 5% dan 10% dalam 100 mL air)
dengan pH universal. Beberapa jenis sabun memang bersifat basa untuk
menjadikan sabun tersebut sebagai sabun antibakteri. Namun jika terlalu
basa, sabun juga akan menyebabkan iritasi dan reaksi alergi pada kulit.
Oleh sebab itu diusahakan sabun mandi mempunyai kisahan pH 7-10
(Qisti, 2009).
4. Uji Pembentukan Busa
Uji pembentukan busa bertujuan untuk mengukur tingginya busa yang
terbentuk.
IX. KESIMPULAN

Formulasi sabun transparan yang dibuat ada 2. Setelah kedua formula


dibuat, dilakukan uji evaluasi berupa uji orga noleptis, uji homogenitas, uji pH,
dan uji pembentukan busa.

Pada formulasi I, bentuk sediaan kurang bagus. Sabun yang kami buat
lembek dan mudah hancur. pH yang dihasilkan adalah 9, hal ini bisa disebabkan
karena penambahan asam sitrat yang sedikit. Kesalahan pada formulasi I bisa
disebabkan karena pada cara keja dilakukan pada mortir dingin. Seharusnya
dilakukan pada mortir panas

Pada formulasi II sudah memenuhi uji organoleptis, uji homogenitas dan


uji pembentukan busa. Tetapi untuk uji pH yang diperoleh adalah 8. Berdasarkan
literatur pelembab kulit memiliki pH berkisar 4,5 8 (SNI, 1996) sedangkan
untuk sabun mandi berkisar pH 7 10 (Qisti, 2009)

X. PUSTAKA

Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Andi Press. Yogyakarta.

Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 1994. Standar Mutu Sabun Mandi. SNI
06-3532-1994.

Cognis. 2003. Clear Bar Soap Formulation. No: GWH 96/25. Care Chemical
Division PT. Cognis Indonesia. Jakarta.

Corredoira R.A. dan Pandolfi A.R., 1996, Raw Materials and Their Pretreatment
for soap Production. Di dalam Spitz, L. (ed). 1996 Soaps and Detergents,
A Theoretical and Practical Review. AOCS Press, Illinois.

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi ketiga. Departemen


Kesehatan. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi keempat.


Departemen Kesehatan. Jakarta.
Fesenden, R.J. dan Fessenden J.S. 1990. Kimia Organik. Jilid II. Edisi ketiga.
Erlangga. Jakarta.

Hambali, E. Suryani A. dan Rivai, M. 2005. Membuat Sabun Transparan untuk


Gift dan Kecantikan. Penebar Swadaya. Jakarta

Hart, H. 1990. Kimia Organik. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.

James, J., Baker, C. dan Swain, H. 2002. Prinsip- Prinsip Sains untuk
Keperawatan. Penerjemah : Indah Retno Wardhani. Erlangga. Jakarta.

Kamikaze, D. 2002. Studi Awal Pembuatan Sabun Menggunakan Campuran


Lemak Abdomen Sapi (Tallow) dan Curd Susu Afkir. Jurnal Pengolahan
Hasil Perikanan Indonesia. 13(5): 9-10, 18.

Mabrouk, S.T. 2005. Making Usable Quality and Transparent Soap. Journal of
Chemical Education

Poedjiadi, Anna dan F.M. Titin Supriyanti. 2007. Dasar-dasar Biokimia.


Jakarta: UI-Press.

Purnamawati, D. 2006. Kajian Pengaruh Konsentrasi Sukrosa dan Asam Sitrat


terhadap Mutu Sabun Transparan. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.

Qisti, R. 2009. Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan Madu pada
Konsentrasi yang Berbeda. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J. and Quinn M., E. (2009). Handbook of Pharmaceutical
Excipients. Lexi-Comp: American Pharmaceutical Association, Inc. Page
418, 685.

Shrivastava, S.B. 1982. Soap, Detergent and Parfume Industry. Small Industry
Research Institute. New Delhi.

Wasitaatmadja, S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. UI-Press. Jakarta.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.
XI. LAMPIRAN

FIFA FLOWER SOAP


FIFA

FLOWER SOAP

Berat 50 Gram

Komposisi :
Asam Stearat, VCO, Minyak Jarak , NaOH 30 %,
Gliserin, Etanol, TEA, NaCl, Gula, Texapon, Aqua
EXP 09 2022
FIFA FLOWER SOAP

FIFA

FLOWER SOAP

Berat 50 Gram

Produksi :
PT. IKAFARINDO
SEMARANG - INDONESIA
BPOM No. SB25092017
Merek daftar RI No. SBN72838690

Anda mungkin juga menyukai