Anda di halaman 1dari 7

Komunikasi interaksional

Model komunikasi interaksional yang menekankan proses komunikasi dua arah dari pengirim kepada
penerima dan sebaliknya dari penerima kepada pengirim. Interaksional mengilustrasikan bahwa
seseorang dapat menjadi baik pengirim maupun penerima dalam sebuah interaksi, tetapi tidak dapat
menjadi keduanya sekaligus. Satu elemen penting bagi model komunikasi interaksional adalah umpan
balik atau tanggapan terhadap suatu pesan. Umpan balik dapat berupa verbal maupun non-verbal,
sengaja maupun tidak sengaja. Umpan balik juga membantu para komunikator untuk mengetahui
apakah pesan mereka tersampaikan atau tidak dan sejauh mana pencapaian makna terjadi. Dalam
model interaksional, umpan balik terjadi setelah pesan diterima, bukan pada saat pesan sedang dikirim.

Mekanisme Interaksional

Perubahan sosial dalam masyarakat bukan merupakan sebuah hasil atau produk tetapi
merupakan sebuah proses. Perubahan sosial merupakan sebuah keputusan bersama yang diambil oleh
anggota masyarakat. Konsep dinamika kelompok menjadi sebuah bahasan yang menarik untuk
memahami perubahan sosial. Kurt Lewin dikenal sebagai bapak manajemen perubahan, karena ia
dianggap sebagai orang pertama dalam ilmu sosial yang secara khusus melakukan studi tentang
perubahan secara ilmiah. Konsepnya dikenal dengan model force-field yang diklasifikasi sebagai model
power-based karena menekankan kekuatan-kekuatan penekanan. Menurutnya, perubahan terjadi
karena munculnya tekanan-tekanan terhadap kelompok, individu, atau organisasi. Ia berkesimpulan
bahwa kekuatan tekanan (driving forces) akan berhadapan dengan penolakan (resistences) untuk
berubah. Perubahan dapat terjadi dengan memperkuat driving forces dan melemahkan resistences to
change.

Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengelola perubahan, yaitu :

1. Unfreezing, merupakan suatu proses penyadaran tentang perlunya, atau adanya kebutuhan
untuk berubah.
2. Changing, merupakan langkah tindakan, baik memperkuat driving forces maupun
memperlemah resistences.
3. Refreesing, membawa kembali kelompok kepada keseimbangan yang baru (a new dynamic
equilibrium).

Apabila berkaca pada perspektif materialis yang menyatakan bahwa perubahan merupakan akibat dari
konflik, mekanisme interaksional justru berusaha menjelaskan bagaimana konflik dapat menyebabkan
perubahan sosial. Adanya pengaruh dari luar kelompok baik berupa budaya material maupun non
material menyebabkan terjadinya mekanisme pertentangan di dalam kelompok. Di satu pihak akan
terdapat individu-individu yang menerima dan disatu pihak lainnya terdapat individu yang menentang
proses perubahan tersebut.
Pada dasarnya perilaku manusia lebih banyak dapat dipahami dengan melihat struktur tempat perilaku
tersebut terjadi daripada melihat kepribadian individu yang melakukannya. Sifat struktural seperti
sentralisasi, formalisasi dan stratifikasi jauh lebih erat hubungannya dengan perubahan dibandingkan
kombinasi kepribadian tertentu di dalam organisasi.

Hans-Dieter Evers mencetuskan diskusi tentang kelompok-kelompok strategis. Kelompok strategis


terdiri dari individu-individu yang terikat oleh suatu kepentingan, yakni melindungi atau memperluas
hasil yang diambil alih bersama. Hasil apropriasi ini tidak hanya berbentuk harta benda melainkan juga
kekuasaan, prestise, ilmu pengetahuan dan juga keagamaan. Kelompok strategis secara khas akan
mengikuti dua strategi, yaitu :

1. Hibridisasi, suatu perluasan hasil pengambil alihan ke daerah-daerah baru dengan memanfaatkan
sumber pendapatan baru.

2. Koalisi dengan cara kerjasama antar kelompok strategis.

DILEMA ANTARA KEPENTINGAN INDIVIDU DAN KEPENTINGAN


MASYARAKAT
Dilema anatara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat adalah pada pertanyaan mana yang
harus saya utamakan, kepentingan saya selaku individu atau kepentingan masyarakat tempat saya hidup
bersama? Persoalan pengutamaan kepentingan individu atau masyarakat ini memunculkan dua
pandangan yang berkembang menjadi paham/aliran bahkan ideologi yang dipegang oleh suatu
kelompok masyarakat.

1. Pandangan Individualisme

Individualisme berpangkal dari konsep bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk individu yang
bebas. Paha mini memandang manusia sebagai makhluk pribadi yang utuh dan lengkap terlepas dari
manusia yang lain.
Pandangan individualisme berpendapat bahwa kepentingan indidulah yang harus diutamakan. Yang
menjadi sentral individualisme adalah kebebasan seorang individu untuk merealisasikan dirinya. Paham
individualisme menghasilkan ideologi liberalisme. Paham ini bisa disebut juga ideologi individualisme
liberal.

Paham individualisme liberal muncul di Eropa Barat (bersama paham sosialisme) pada abad ke 18-19.
Yang dipelopori oleh Jeremy Betham, John Stuart Mill, Thomas Hobben, John Locke, Rousseau, dan
Montesquieu. Beberapa prinsip yang dikembangkan ideologi liberalisme adalah sebagai berikut.

a. Penjaminan hak milik perorangan. Menurut paham ini , pemilikan sepenuhnya berada pada pribadi
dan tidak berlaku hak milik berfungsi sosial,

b. Mementingkan diri sendiri atau kepentingan individu yang bersangkutan,

c. Pemberian kebebasan penuh pada individu,

d. Persaingan bebas untuk mencapai kepentingannya masing-masing.

Kebebasan dalam rangka pemenuhan kebutuhan diri bisa menimbulkan persaingan dan dinamika
kebebasan antar individu. Menurut paham liberalisme, kebebasan antar individu tersebut bisa diatur
melalui penerapan hukum. Jadi, negara yang menjamin keadilan dan kepastian hukum mutlak
diperlukan dalam rangka mengelola kebebasan agar tetap menciptakan tertibnya penyelenggaraan
hidup bersama.

2. Pandangan Sosialisme

Paham sosialisme ditokohi oleh Robert Owen dari Inggris (1771-1858), Lousi Blanc, dan Proudhon.
Pandangan ini menyatakan bahwa kepentingan masyarakatlah yang diutamakan. Kedudukan individu
hanyalah objek dari masyarakat. Menurut pandangan sosialis, hak-hak individu sebagai hak dasar hilang.
Hak-hak individu timbul karena keanggotaannya dalam suatu komunitas atau kelompok.

Sosialisme adalah paham yang mengharapkan terbentuknya masyarakat yang adil, selaras, bebas, dan
sejahtera bebas dari penguasaan individu atas hak milik dan alat-alat produksi. Sosialisme muncul
dengan maksud kepentingan masyarakat secara keseluruhan terutama yang tersisih oleh system
liberalisme, mendapat keadilan, kebebasan, dan kesejahteraan. Untuk meraih hal tersebut, sosialisme
berpandangan bahwa hak-hak individu harus diletakkan dalam kerangka kepentingan masyarakat yang
lebih luas. Dalam sosialisme yang radikal/ekstem (marxisme/komunisme) cara untuk meraih hal itu
adalah dengan menghilangkan hak pemilikan dan penguasaan alat-alat produksi oleh perorangan.
Paham marxisme/komunisme dipelopori oleh Karl Marx (1818-1883).

Paham individualisme liberal dan sosialisme saling bertolak belakang dalam memandang hakikat
manusia. Dalam Declaration of Independent Amerika Serikat 1776, orientasinya lebih ditekankan pada
hakikat manusia sebagai makhluk individu yang bebas merdeka, manusia adalah pribadi yang memiliki
harkat dan martabat yang luhur. Sedangkan dalam Manifesto Komunisme Karl Marx dan Engels,
orientasinya sangat menekankan pada hakikat manusia sebagai makhluk sosial semata. Menurut paham
ini manusia sebagai makhluk pribadi yang tidak dihargai. Pribadi dikorbankan untuk kepentingan negara.
Dari kedua paham tersebut terdapat kelemahannya masing-masing. Individualisme liberal dapat
menimbulkan ketidakadilan, berbagai bentuk tindakan tidak manusiawi, imperialisme, dan kolonialisme,
liberalisme mungkin membawa manfaat bagi kehidupan politik, tetapi tidak dalam lapangan ekonomi
dan sosial. Sosialisme dalam bentuk yang ekstrem, tidak menghargai manusia sebagai pribadi sehingga
bisa merendahkan sisi kemanusiaan. Dalam negara komunis mungkin terjadi kemakmuran, tetapi
kepuasan rohani manusia belum tetu terjamin.

Dalam negara Indonesia yang berfalsafahkan Pancasila, hakikat manusia dipandang memiliki sifat
pribadi sekaligus sosial secara seimbang. Manusia bukanlah makhluk individu dan sosial, tetapi manusia
adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Frans Magnis Suseno, (2001) menyatakan bahwa
manusia adalah individu yang secara hakiki bersifat sosial dan sebagai individu manusia bermasyarakat.

Bung Karno menerangkan tentang seimbangnya dua sifat tersebut dengan ungkapan Internasianalisme
tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak hidup
subur kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme (Risalah Sidang BPUPKI-PPKI, 1998).
Paduan harmoni antara individu dan sosial dalam diri bangsa Indonesia diungkap dalam sila kedua dan
ketiga Pancasila. Bangsa Indonesia memiliki prinsip menempatkan kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan. Namun demi kepentingan bersama tidak dengan mengorbankan hak-
hak dasar setiap warga negara.

nilai etika dan estetika dalam berbudaya


Secara historis perkembangan zaman boleh saja mengalami perubahan yang dahsyat, peran
kesenian tidak akan pernah berubah dalam tatanan kehidupan manusia. Sebab, melalui media kesenian,
makna harkat menjadi citra manusia berbudaya semakin jelas dan nyata.
Bagi manusia Indonesia telanjur memiliki meterai sebagai bangsa yang berbudaya. Semua itu
dikarenakan kekayaan dari keragaman kesenian daerah dari Sabang sampai Merauke yang tidak banyak
dimiliki bangsa lain. Namun, dalam sekejap, pandangan terhadap bangsa kita menjadi aneh di mata
dunia. Apalagi dengan mencuatnya berbagai peristiwa kerusuhan, dan terjadinya pelanggaran HAM yang
menonjol makin memojokkan nilai-nilai kemanusiaan dalam potret kepribadian bangsa.
Padahal, secara substansial bangsa kita dikenal sangat ramah, sopan, santun dan sangat menghargai
perbedaan sebagai aset kekayaan dalam dinamika hidup keseharian. Transparansi potret perilaku ini
adalah cermin yang tak bisa disangkal. Bahkan, relung kehidupan terhadap nilai-nilai etika, moral dan
budaya menjadi bagian yang tak terpisahkan. Namun, kenyataannya kini semuanya telah tercerabut dan
nyaris terlupakan.

Suatu dimensi baru, jika dalam pola kebijakan untuk meraih citra sebagai manusia Indonesia
dapat diwujudkan. Untuk hal tersebut, kebijakan menjadi bagian yang substansial sifatnya. Bukan
memberi penekanan pada konsep keorganisasian, sebagai bendera baru dalam praktik kebebasan.
Melainkan, bercermin pada kebutuhan manusia terhadap kebenaran, dan nilai-nilai keadilan. Sehingga,
kesenian dapat menjadi tulang punggung mempererat kehidupan yang lebih tenang, teduh dan harmonis.
Dalam koridor menjalin kesatuan dan persatuan bangsa, dan mengangkat citra kehidupan
manusia Indonesia di mata dunia, perlu adanya upaya yang tangguh dan kokoh. Sebab, tanpa upaya
tersebut niscaya kita hanya mengenang masa silam dan mengubur masa depan dari lahirnya sebuah
peradaban. Dalam hal ini kita sebagai bangsa yang dikenal sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya,
tentu tidak akan rela.
Namun demikian, gradasi budaya itu menukik tajam, dan dapat dirasakan sejak jatuhnya rezim
Soeharto. Meskipun, pada rezim kekuasaan Orde Baru bukan berarti tidak ada sama sekali pelanggaran
terhadap nilai-nilai kemanusiaan, justru karena terselubung dengan rapi maka borok kemerosotan moral
itu tidak begitu tampak. Tetapi, kini semuanya menjadi serba terbuka dan menganga. Siapa pun punya
hak dan kewajiban untuk menjadi pelaku reformasi, tidak sekadar jadi penonton. Itu sebabnya, tidaklah
salah jika dalam memperbaiki kondisi bangsa, kita juga proaktif dalam menyikapinya.
Tak dapat disangkal, jika kesenian merupakan kebutuhan dasar manusia secara kodrati dan unsur pokok
dalam pembangunan manusia Indonesia. Tanpa kesenian, manusia akan menjadi kehilangan jati diri dan
akal sehat. Sebab, kebutuhan manusia itu bukan hanya melangsungkan hajat hidup semata, tetapi juga
harus mengedepankan nilai-nilai etika dan estetika. Untuk wujudkan manusia dewasa yang sadar akan
arti pentingnya manusia berbudaya, obat penawar itu barangkali adalah kesenian.
Unsur penciptaan manusia sebagai proses adalah konteks budaya. Dalam hal ini, apa yang diimpikan
Konosuke Matsushita dalam bukunya Pikiran Tentang Manusia menjadi dasar pijakan kita, jika ingin
menjadi manusia seutuhnya. Sebab, pada dasarnya manusia membawa kebahagiaan dan mengajarkan
pergaulan yang baik dan jika perlu memaafkan sesamanya. Karena, dari sinilah dapat berkembang
kesenian, kesusastraan, musik dan nilai-nilai moral. Sehingga, pikiran manusia menjadi cerah dan
jiwanya menjadi kaya.
Bertalian dengan konteks itu, Soeparmo dalam ceramahnya di depan pengurus daerah juga mengatakan
hal yang sama. Artinya, jika manusia sudah tidak mampu menjalankan tugas kreativitasnya, maka
manusia itu menjadi mandek dan mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan.

Problematika Kebudayaan

Indonesia mempunyai berbagai macam kebudayaan. Hampir setiap pulau ditinggali oleh suku
dan ras dan tiap-tiap suku dan ras mempunyai kebudayaannya sendiri. Namun seiring
berkembangnya zaman, kebudayaan di Indonesia mulai luntur. Hal ini dikarenakan semakin
berkembangnya teknologi yang mempunyai dampak negatif terhadap kebudayaan Indonesia.
Dengan banyaknya media elektronik kebudayaan barat mulai mengubah pola pikir masyarakat
Indonesia. Karena pola pikir masyarakat Indonesia yang masih rendah, mereka dengan mudah
mengikuti budaya barat tanpa adanya filtrasi. Sehingga mereka cenderung melupakan
kebudayaanya sendiri.

Selain itu, pemerintah terkesan asal- asalan mengurusi budaya. Sehingga dengan mudahnya
Negara lain mengakui kebudayaan Indonesia sebagai miliknya. Apabila hal ini terus berlangsung
maka kebudayaan Indonesia akan mati.

Budaya global semakin lama telah menggusur budaya lokal Indonesia. Contoh untuk hal ini
dapat kita lihat pada masyarakat keraton Indonesia. Dalam dua abad terakhir tata masyarakat
kerajaan mulai memudar. Kedudukan bangsawan dikudeta oleh kaum pedagang dengan senjata
teknologi dan uang. Legitimasi istana yang bersemboyan kawula gusti kini diinjak-injak oleh
semangan individualisme, hak asasi, dan kemanusiaan. Mitos dan agama digeser sekularisme dan
rasionalitas. Tata sosial kerajaan digantikan oleh nasionalisme. Akibat runtuhnya kerajaan yang
mengayomi seniman-cendekiawan istana, berantakanlah kondisi kerja dan pola produksi seni-
budaya istana.

Kesenian dan kebudayaan merupakan dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Kesenian dapat
menjadi wadah untuk mempertahankan identitas budaya Indonesia. Faktanya, sekarang ini
identitas budaya Indonesia sudah mulai memudar karena arus global. Sehingga kondisi yang
mengkhawatirkan ini perlu segera diselamatkan. Hal ini semakin diperparah dengan diakuinya
budaya indonesia oleh bangsa lain. Masalah yang sedang marak baru-baru ini adalah diakuinya
lagu daerah Rasa Sayang-sayange yang berasal dari Maluku, serta Reog Ponorogo dari Jawa
Timur oleh Malaysia. Hal ini disebabkan oleh kurang pedulinya bangsa indonesia terhadap
budayanya. Namun ketika kebudayaan itu diakui oleh bangsa lain, indonesia bingung. Berita
terbaru menyebutkan bahwa kesenian angklung dari Jawa Barat juga mau dipatenkan oleh
negara tersebut. Lalu dimanakah peran masyarakat dan pemerintah dalam hal ini?
Kebudayaan nasional adalah kebudayan kita bersama yakni kebudayaan yang mempunyai makna
bagi kita bangsa indonesia. Kalau bukan kita lalu siapa lagi yang akan menjaga dan
meletarikannya. Seharusnya sebagai warga negara indonesia patut bangga dengan mempunyai
kekayaan budaya. Hal ini sebenarnya akan menimbulkan rasa tanggung jawab untuk
melestarikan kebudayaan tersebut. Sebagai warga negara kita hendaknya menanggapi dengan
arif pengaruh nilai-nilai budaya barat untuk mengembangkan dan memperkaya, serta
meningkatkan kebudayaan nasional dengan cara menyaring kebudayaan itu. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara mengambil nilai yang baik dan meninggalkan nilai yang tidak sesuai
dengan kebudayaan kita.

Begitu juga halnya dengan pemerintah, pemerintah harus tegas dalam menjaga dan melestarikan
kebudayaan indonesia dengan cara membuat peraturan perundangan yang bertujuan untuk
melindungi budaya bangsa. Dan jika perlu pemerintah harus mematenkan budaya-budaya yang
ada di Indonesia agar budaya-budaya bangsa tidak jatuh ke tangan bangsa lain. Pemerintah harus
membangun sumber daya manusia dan meningkatkanan daya saing bangsa dapat dilakukan
dengan menanamkan norma dan nilai luhur budaya Indonesia sejak dini, dengan cara sosialisasi
nilai budaya yang ditanamkan kepada anak sejak usia prasekolah. Hal ini ditujukan untuk
mengangkat kembali identitas bangsa Indonesia.

Adalah sesuatu yang indah jika kebudayaan yang merupakan harta yang turun temurun dari
nenek moyang kita, dapat kita pertahankan kelestariannya. Tapi perkembangan jaman tidak
dapat dibendung, seiring dengan berjalanya waktu, maka kelestarian kebudayaan tersebut harus
dijaga karena kebudayaan hanyalah identitas diri dan merupakan identitas bangsa. Bangsa yang
memiliki identitas akan menjadi bangsa yang kuat dan menjadi bangsa yang tidak mudah untuk
dijajah oleh bangsa lain. Problematika kebudayaan sangat berbahaya jika dibiarkan, karena
kebudayaan merupkan jati diri bangsa, bila itu hilang maka dengan sangat mudah bangsa itu
akan hancur dan dijajah oleh bangsa lain. Oleh sebab itu bagaimanapun juga caranya kita harus
mempertahankan identitas bangsa kita yaitu kebudayaan. Mulailah dengan mencintai
kebudayaan daerah, dan serukan dalam hati yaitu: Aku Cinta Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai