Anda di halaman 1dari 3

HUKUM INTERNASIONAL TENTANG HAK ASASI MANUSIA

Paradigma hukum liberal berpendapat bahwa sistem hukum meletakan titik tekan aturan
hukum mereka pada kebebasan individu-individu daripada menekankan terciptanya sebuah
kebenaran dan keadilan. Pendapat ini mengindikasikan bahwa tidak ada kebenaran atau
keadilan tunggal didalam konteks hukum internasional. Hal ini dikarenakan hukum
internasional ada karena ada negara dan aktor-aktor non negara yang menjadi subjek
hukum internasional. Padahal didalam kenyataanya, negara-negara tersebut mempunyai
konsep-konsep tentang kebenaran dan keadilan masing-masing berdasarkan eksistensi
moralitas setempat.

Oleh karena itu, hukum sebagai kekuasaan harus menampatkan dirinya sebagai sebuah
entitas yang netral antara prinsip-prinsip umum yang memberikan kebebasan kepada
individu-individu untuk memilih dan memperbaiki pilihan-pilihan mereka sendiri sebagai
senyata-nyatanya hak. Mark Weber berpendapat bahwa kekuasaan adalah sesuatu yang
mungkin terjadi ketika seorang pelaku, yang didalam hal ini adalah hukum didalam sebuah
hubungan sosial, dapat melakukan semua yang dia inginkan. . Artinya, sebuah produk
perundang-undangan bisa menjadi kenyataan ketika ada dukungan dari individu-individu
sebagai pelaku hukum. Ketika tidak ada dukungan didalam realitas sosial, maka sebuah
produk perundang-undangan atau norma-norma sosial tidak bisa menjadi kenyataan.
Hukum ada karena ada sebuah tindakan untuk melaksanakan hukum tersebut.

Hukum adalah sebuah instrumen sosial yang berfungsi untuk mengontrol masyarakat dan
menjadi sebuah institusi sosial didalam semua situasi berdasarkan nilai-nilai sosial yang ada
didalam masyarakat. Didalam konteks hukum internasional, sebuah peraturan ditetapkan
berdasarkan persetujuan dari negara-negara. Semakin banyak negara yang menandatangi,
menyetujui atau meratifikasi sebuah peraturan internasional, maka nilai, moralitas atau
norma-norma yang diatur dialamnya juga semakin tinggi. Seperti misalnya, pada Desember
2008, Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik sudah diratifikasi oleh 163 negara termasuk
diantaranya negara-negara Islam. Kemudian semua negara juga terikat secara otomatis oleh
norma-norma jus cogens yang ada didalam Deklarasi Universal HAM PBB.

Menurut Niklas Luhman, sebuah masyarakat berarti adanya sebuah sistem yang konkrit
meskipun sistem tersebut berada didalam sebuah kompleksitas yang tinggi, bersifat nyata
karena adanya sebuah komunikasi yang terus menerus dan sistem tersebut bisa diamati
secara empiris. Hukum internasional ada karena adanya lembaga-lembaga internasional dan
subjek-subjek hukum internasional lainnya yang mendukung keberadaan hukum
internasional secara konkrit. Lembaga-lembaga tersebut kemudian membuat peraturan
hukum sebagai sebuah media komunikasi antar negara-negara anggotanya. Didalam
konteks hukum internasional, aturan hukum tentang hak asasi manusia seperti yang telah
diatur didalam instrumen-instrumen hak asasi manusia internasional menjadi media yang
digunakan untuk mengatur perilaku negara-negara berkenaan dengan kewajiban mereka
untuk menghormati, memastikan dan menjalankan hak asasi manusia didalam jurisdiksi
hukumnya.
Diantara instrumen-instrumen hak asasi manusia tersebut, ada yang bersifat mengikat
secara otomatis. Hal ini dikarenakan aturan hukum tersebut telah disetujui oleh semua
lembaga-lembaga internasional dan negara-negara sebagai hak yang absolute. Ketika terjadi
pelanggaran terhadap hak tersebut, komunitas internasional berdasarkan resolusi Majelis
Umum PBB sebagai lembaga internasional tertinggi yang menangani hak asasi manusia bisa
melakukan intervensi langsung tanpa persetujuan dari negara yang melanggar. Meskipun
pada dasarnya negara tersebut tidak meratifikasi atau menandatangi sebuah peraturan
internasional yang mengatur tentang jus cogens tersebut.

Indonesia boleh menggunakan konsep dualisme teori hukum yang mengatur bahwa hukum
nasional Indonesia dan hukum internasional adalah dua sumber hukum yang terpisah.
Didalam beberapa kasus pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia, pemerintah
berdasarkan ketentuan hukum internasional berhak menolak semua jenis intervensi asing.
Hal ini dikarenakan beberapa instrumen internasional tentang hak asasi manusia seperti
Deklarasi HAM dan Delarasi 1981 tidak mengikat Indonesia secara hukum. Akan tetapi,
aturan hukum di tingkat domestik sudah seharusnya disesuaikan dengan aturan hukum
yang ada di Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik sebagai konsekuensi hukum telah
diratifikasinya Kovenan tersebut oleh pemerintah. Ini dikarenakan peratifikasian sebuah
Konvensi atau Kovenan seperti Hak Sipil dan Politik bersifat mengikat.
Ketika pemerintah meratifikasi atau menjadi negara anggota lembaga-lembaga
internasional, maka Indonesia telah masuk kedalam sebuah sistem yang diatur oleh hukum
internasional. Didalam konteks hak sipil dan politik, Indonesia telah menjadi bagian dari
masyarakat internasional yang diatur oleh Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik. Oleh
karena itu, norma-norma yang ada didalam Kovenan dan instrumen-instrumen hak asasi
manusia yang berhubungan dengan Kovenan tersebut adalah power. Hal ini dikarenakan
norma-norma tersebut adalah komponen-komponen hukum internasional yang fungsi
utamanya adalah untuk mengatur masyarakat internasional. Jika ada permasalahan yang
berkaitan dengan norma-norma didalam hak asasi manusia, sebuah negara yang telah
menjadi bagian dari sistem internasional tersebut dianjurkan menerapkan ketentuan-
ketentuan dari hukum internasional untuk menyelesaikannya.

Sangat penting untuk diperhatikan bahwa hukum didalam konteks hak asasi manusia harus
memainkan perannya yang netral, menjunjung tinggi asas non diskriminasi, dan berisi
keadilan untuk sesama ketika menyelesaikan sebuah permasalahan. Ketiga prinsip hukum
diatas sangat diperlukan bagi kelompok-kelompok yang secara politik terpinggirkan karena
status dan latar belakang mereka sebagai kelompok yang minoritas dan berbeda secara
budaya, ras, bahasa, agama dan tampilan-tampilan fisik maupun psikologis lainnya.
Alasannya adalah bahwa kelompok-kelompok mayoritas yang mempunyai status sosial lebih
tinggi seringkali mempunyai akses yang lebih baik dimuka hukum dan cara-cara penuntutan
di pengadilan.

Sudah menjadi fenomena di dunia internasional bahwa mengakui dan melindungi hak-hak
yang diatur didalam sebuah kovenan yang diratifikasinya merupakan sebuah tindakan yang
tidak mengenakan bagi pemerintah suatu negara. Sayangnya, didalam sistem internasional
dimana pemerintah suatu negara adalah sebagai sebuah entitas yang nasional daripada
global, permasalahan hak asasi manusia secara definisi juga menjadi permasalahan nasional.
Oleh karena itu, internalisasi sebuah norma-norma didalam instrumen internasional sangat
penting sehingga tekanan dari luar tidak diperlukan lagi untuk memastikan kepatuhan
hukum suatu negara.

Indonesia yang telah menjadi negara anggota Kovenan Hak Sipil dan Politik harus
menerapkan semua aturan hukum yang ada didalam Kovenan. Pertama, pemerintah harus
menetapkan sebuah peraturan hukum baru yang sesuai dengan aturan hukum di Kovenan.
Kedua, harus mengamandemen peraturan hukum yang bertentangan dengan Kovenan.
Ketiga, pemerintah Indonesia harus melaporkan semua jenis langkah-langkah pengamanan
yang telah diambil untuk tercapainya hak-hak yang diatur didalam Kovenan. Ketiga syarat
kepatuhan hukum diatas harus dijalankan semuanya karena menghilangkan satu saja berarti
sama halnya dengan melanggar ketentuan yang diatur didalam Kovenan.

Anda mungkin juga menyukai