Anda di halaman 1dari 27

PRESENTASI KASUS DIPERSIAPKAN

MENINGOENSEFALITIS TB

Pembimbing:
dr.Ika Yulieta Margaretha S, Sp.S

Disusun oleh:
Damar Mugni Muharam (1113103000012)

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul Meningoensefalitis TB.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di
stase Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada :

1. dr. Ika Yulieta, Sp.S selaku pembimbing presentasi kasus ini.


2. Semua dokter dan staf pengajar di SMF Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Jakarta.

Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan,
oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan makalah ini
sangat kami harapkan.

Demikian, semoga makalah presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
bisa membuka wawasan serta ilmu pengetahuan kita,terutama dalam bidang neurologi.

Jakarta, 07 September 2017

Penyusun

2
BAB I
STATUS PASIEN

1.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 23 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jl.Lebak Bulus 1 No.83 Cilandak Jakarta Selatan
Suku : Jawa
Pendidikan : Tamat SLTA
Status Menikah : Belum menikah
No. RM : 01519442

1.2. ANAMNESIS

Pasien masuk ruang rawat inap HCU pada tanggal 06 September 2017. Dilakukan
autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 07 September 2014.

a. Keluhan Utama
Kejang disertai penurunan kesadaran 1 jam SMRS
Keluhan Tambahan
Tidak ada.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan kejang dan


penurunan kesadaran sejak 1 Jam SMRS. Menurut keluarga pasien sebelumnya sedang
nonton TV dan tiba-tiba kejang diseuruh tubuh, mata mendelik atas dan pasien tidak
sadar. Setelah itu pasien sepat sadar 15 menit kemudian pasien kejang kembali dan
tiak sadar lalu dilarikan Ke rumah sakit. Dalam perjalanan ke rumah sakit pasien
mengalami kejang sebanyak 2 kali sehingga totalnya adalah 5 kali. Sebelumnya pada
bulan juni pasien pernah juga dirawat di HCUlantai 5 dengan diagnosis ME TB. Pada
waktu tersebut awal mulanya pasien hanya pengeluhkan sakit kepala dan demam
tinggi tanpa disertai kejang dan penurunan kesadaran. Setelah beberapa hari dirawat
lalu pasien mngelami kejang. Sebelumnya pasien juga ssering mengeluarkan banyak

3
keringat di malaam hari. Setelah itu pasien juga didiagnosis hidrosefalus dan dilukan
tindakan operasi. Setelah sebulan lebih lamanya akhirnya pasien pulang pada bulan
juli. 1 minggu kemudian pasien datang kembali ke RS untuk kontrol. Akan tetapi
menurut keluarga dokter mendiagnosis ada gangguan hati dan mengharuskan untuk
dirawat kembali di bangsal teratai lantai 4 . Lalu pasien berangsur-angsur membaik
dan akhirnya dipulangkan. Selama pulang pasien hanya tinggal dirumah dan tidak
beraktivitas Pasca operasi pasien sering mual dan muntah. Pasien juga mengeluhkan
pandangannya buram. Setelah itu keluhan kembali muncul seperti pemaparan diatas
Pasien sebelumnya mengalamai demam ringan. Pasien tidak memiliki riwayat batuk2
sebelumnya.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat ME TB dalam pengobatan OAT. Riwayat sakit stroke,
darah tinggi, kencing manis, kolesterol tinggi, asam urat, sakit jantung, trauma kepala,
dan al baergi obat disangkal oleh keluarga.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa dengan pasien. Riwayat
sakit darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis, alergi dan stroke dalam keluarga
disangkal. Riwayat sakit paru di keluarga disangkal.

e. Riwayat Sosial dan Kebiasaan


Pasien makan tidak teratur dan nafsu makan menurun. Pasien tidak memiliki
kebiasaan merokok. Konsumsi alkohol dan penggunaan narkoba disangkal. Pasien
jarang berolahraga. Riwayat hubungan seks bebas disangkal. Pasien memiliki
lingkungan rumah yang bersih akan tetapi kamar pasien tidak memiliki jendela.

1.3. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik di ruangan HCU RSUP Fatmawati tanggal 7 September2017.
I. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : E2M5V1
Tanda Vital
4
Tekanan darah : 108/70
Nadi : 102x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup
Napas : 18x/menit, reguler
Suhu : 36,5 oC
Berat badan :-
Tinggi badan :-
BMI : Kesan Underweight
Mata
- Inspeksi :
alis mata cukup, warna hitam, enoftalmus (-)/(-), eksoftalmus(-)/(-),
nistagmus (-)/(-), ptosis (-)/(-), lagoftalmus (-)/(-), edema palpebra
(-)/(-), bulu mata lentik, Konjungtiva Anemis(-)/(-), Sklera Ikterik
(-)/(-), sekret (-)/(-), tampak berair, pterigium (-)/(-), ulkus kornea
(-)/(-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, RCL (-)/(-),
RCTL (-)/(-), kekeruhan lensa (-)/(-), arkus senilis (-)/(-)
- Palpasi : tekanan bola mata secara manual normal

Leher
- Inspeksi : bentuk simetris, warna normal, penonjolan vena jugularis
(-), tumor (-), retraksi suprasternal (-), tidak tampak perbesaran
KGB
- Palpasi : pulsasi arteri carotis normal, perbesaran thyroid (-), posisi
trakea ditengah, KGB tidak teraba membesar
- Auskultasi : bruit (-),
Thoraks Depan
- Inspeksi : Penggunaan otot bantuan nafas (-)/(-), Retraksi sela iga
(-/-), bentuk dada normal, barrel chest (-), pectus carinatum (-)/(-),
pectus ekskavatum (-)/(-), pelebaran sela iga (-)/(-), tumor (-)/(-),
scar (-), emfisema subkutis (-)/(-), pergerakan kedua paru simetris
statis dan dinamis, pola pernapasan normal.
- Palpasi : massa (-)/(-), emfisema subkutis(-)/(-), ekspansi dada
simetris, vocal fremitus melemah di paru kanan, pelebaran sela iga
(-)/(-)
- Perkusi :
- Redup di paru kanan dan sonor di paru kiri
5
- Batas paru hati : pada garis midklavikula kanan sela iga 6,
peranjakan hati sebesar 2 jari
- Batas paru lambung : pada garis aksilaris anterior kiri sela iga
8
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+ melemah /+), wheezing (-
/-), ronki (-/-)

Thoraks Belakang
- Inspeksi : Penggunaan otot bantuan nafas (-)/(-), Retraksi sela iga (-
/-), pelebaran sela iga (-)/(-), tumor (-)/(-), emfisema subkutis (-)/(-),
Pergerakan kedua paru simetris statis dan dinamis, pola pernapas
normal, scar (-), luka operasi (-), massa (-), gibus (-), kelainan
tulang belakang (-)
- Palpasi : massa (-)/(-), emfisema subkutis(-)/(-), ekspansi dada
simetris,vocal fremitus melemah di paru kanan.
- Perkusi : redup di paru kanan dan sonor di paru kiri
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+ melemah /+), wheezing (-/-),
ronki (-/-)

Jantung
- Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terihat
- Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba 2 jari medial dari linea
midklavikulasinistra ICS V, thrill (-), heaving (-), lifting (-), tapping
(-)
- Perkusi : batas jantung kanan pada ICS IV 1 jari medial linea
parasternal dekstra, batas jantung kiri pada ICS V 2 jari medial
linea midklavikula sinistra. Pinggang jantung ICS II linea
parasternalis sinistra
- Auskultasi : BJ I-II reguler normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : massa (-),striae (-), scar (-), bekas operasi (-)
- Auskultasi : BU (+) normal
- Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (-), massa (-)
- Hepar dan lien tidak teraba
- Ginjal : Ballotemen (-)/(-)
6
- Perkusi : timpani, shifting dullnes (-)
Ekstremitas
Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 3 detik, edema (-)/(-), jari
tabuh (-), deformitas (-).

1.4 PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

GCS E3M6V4 Kesadaran Somnolen

A. Rangsang Selaput Otak Kanan Kiri


Kaku Kuduk : (+)
Laseque : > 70 <>70
Kernig : > 135 > 135
Brudzinski I : (-) (-)
Brudzinski II : (-) (-)

B. Peningkatan Tekanan Intrakranial (-)


C. Saraf-saraf Kranialis
N. I : TVD

N.II Kanan Kiri


Acies Visus : TVD TVD
Visus Campus : TVD TVD
Melihat Warna : TVD TVD
Funduskopi : tidak dilakukan tidak dilakukan

N. III, IV, VI Kanan Kiri


Kedudukan Bola Mata : Ortoposisi Ortoposisi
Pergerakan Bola Mata
Ke Nasal : TVD TVD
Ke Temporal : TVD TVD
Ke Nasal Atas : TVD TVD
Ke Nasal Bawah : TVD TVD
Ke Temporal Atas : TVD TVD
Ke Temporal Bawah : TVD TVD

7
Eksopthalmus : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
Pupil : Isokhor Isokhor
Bentuk : Bulat, 3mm Bulat, 3mm
Refleks Cahaya Langsung : (-) (-)
Refleks Cahaya Konsensual : (-) (-)
Akomodasi : TVD TVD
Konvergensi : ` TVD TVD

N. V Kanan Kiri
Cabang Motorik : TVD TVD
Cabang Sensorik
Optahalmik : TVD TVD
Maxilla : TVD TVD
Mandibularis : TVD TVD

N. VII Kanan Kiri


Motorik
M.Frontalis : Baik Baik
M.Orbicularis oculi : TVD TVD
M.Buccinator : TVD TVD
M.Orbicularis oris : Baik Baik
Pengecap Lidah : TVD TVD

N. VIII
Vestibular
Vertigo : (-)
Nistagmus : (-)
Cochlear
Tuli Konduktif : TVD
Tuli Perspeptif : TVD

N. IX, X
Motorik : TVD
Sensorik : TVD
8
N. XI Kanan Kiri
Mengangkat bahu : TVD TVD
Menoleh : TVD TVD

N. XII
Pergerakan Lidah : tidak ada deviasi

Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Tremor : (-)

D. Sistem Motorik : kesan tetraparese (-)


E. Gerakan Involunter
Tremor : (-)
Chorea : (-)
Atetose : (-)
Mioklonik : (-)
Tics : (-)
F. Trofik : eutrofi
G. Tonus : Normotonus
H. Sistem Sensorik
Proprioseptif : TVD
Eksteroseptif : TVD
I. Fungsi Cerebellar dan Koordinasi
Ataxia : TVD
Tes Rhomberg : Tidak dilakukan
Disdiadokinesia : TVD
Jari-Jari : TVD
Jari-Hidung : TVD
Tumit-Lutut : TVD
Rebound Pheomenon : TVD
Hipotoni : (-)
J. Fungsi Luhur

9
Astereognosia : TVD
Apraksia : TVD
Afasia : TVD
K. Fungsi Otonom
Miksi : on DC
Defekasi : Baik
Sekresi Keringat : Baik

L. Refleks-refleks Fisiologis Kanan Kiri


Bisep : (+1) (+1)
Trisep : (+1) (+1)
Patella : (+1) (+1)
Sfingter Ani : Tidak diperiksa

M. Refleks-refleks Patologis Kanan Kiri


Hoffman Tromner : (-) (-)
Babinsky : (+) (+)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Gonda : (-) (-)
Schaeffer : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Tumit : (-) (-)

N. Keadaan Psikis
Intelegensia : TVD
Tanda regresi : TVD
Demensi a : TVD

1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Patella : (+2) (+2)


Achilles : (+2) (+2)

10
Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Hematologi

Hemoglobin 15,2 g/dl 13.2-17.3

Hematokrit 47 % 33-45

Lekosit 16,2 Ribu/ul 5.0-10.0

Trombosit 415 Ribu/ul 150-440

Eritrosit 5,11 Juta/ul 4.40-5.90

VER/HER/KHER/RDW

VER 92.1 fl 80.0-100.0

HER 29,7 pg 26.0-34.0

KHER 32,3 g/dl 32.0-36.0

RDW 12,8 % 11.5-14.5

Kimia Klinik

Fungsi Hati

SGOT 42 U/l 0-34

SGPT 22 U.l 0-40

Bilirubin total 2.00 0.10.1.0

Bilirubin Direct 1.40 <0.20

Bilirubun Indirek 0.60 <0.60

Fungsi Ginjal

Ureum Darah 17 mg/dl 20-40

Kreatinin Darah 0.8 mg/dl 0.6-1.5

11
Diabetes

Gula Darah Sewaktu 156 Mg/dl 70-140

Elektrolit Darah

Natrium 135 mmol/l 135-147

Kalium 4.11 mmol/l 3.10-5.10

Klorida 100 mmol/l 95-108

Pemeriksaan Radiologi
1. Foto toraks AP

Kesan:
Dibandingkan radiogrfi thorax 27/07/2017 saat ini :
-Pneumothorax kanan
-Pneumomediastinum relatif stqa
-Tidak tampak lagi emfisema dub kutis
-cor dan pulmo dalam batas normal

12
2. CT-scan
CT Scan kepala tanpa pemberian kontras, potongan axial, mulai setinggi garis
orbitomeatal, tebal irisan 3-10 mm.

\\\\\
Kesan:

Dibandingkan CT scan kepala tanggal 27 juli 2017 saat ini


- subdural hygroma di regio frontotemporoarietal kanan relatif stqa
- sistem ventrikel saat ini taampak terbuka
VP shunt dengan akses melalui os parietal kanan dengan tip pada
ventrikel lateral kiri cornu anterior stqa
1.6. RESUME

Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan kejang dan penurunan
kesadaran sejak 1 Jam SMRS. Pasien mengalami kejang sebanyak 2 kali sehingga
totalnya adalah 5 kali. Sebelumnya pasien pernah diagnosis ME TB pada 3 bulan yg
lalu. Pada waktu tersebut awal mulanya pasien hanya pengeluhkan sakit kepala dan
demam tinggi tanpa disertai kejang dan penurunan kesadaran. Setelah beberapa hari
dirawat lalu pasien mngelami kejang. Sebelumnya pasien juga ssering mengeluarkan
banyak keringat di malaam hari. pasien juga mempunyai iwayat rhidrosefalus dan
dilukan tindakan operasi. Pasien juga mempunyai riwayat gangguan hati dan
13
mengharuskan untuk dirawat kembali di bangsal teratai lantai 4 . Pasca operasi pasien
sering mual kejanga dan muntah. Pasien juga mengeluhkan pandangannya buram..
Pasien tidak memiliki riwayat batuk2 sebelumnya.. Riiwayat Hipertensi, Diabetes
disangkal. Riwayat kejang sebelumnya disangkal.

Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 108/70 mmHg, HR 102x/menit,


RR 18x/menit, suhu 36,50 C. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan GCS E2iM3V1
pupil bulat isokor diameter 3 mm/3mm, RCL (-/-), RCTL (-/-), TRM: kaku kuduk (+),
laseque <70o/<70o. terdapat kesan parese nervus cranialis Ier . apat kesan tetra parese
pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan leukosit,hematokrit,SGOT,GDS,
dan Asidosis metabolik.Pada pemeriksaan Foto Thorax didapatkan pneumothrax
dextra,pneumomediastinum relatif stqa, jantung dan paru dalam batas normal. serta
CT-scan didapatkan subdural hygroma di regio frontotemporal kanan. Sistem ventrikel
terbuka, vp shunt dengan akses melalui os parietal kanan..

1.7 DIAGNOSIS

- Diagnosis klinis :

Kejang, Penurunan kesadaran, , tanda rangsang meningeal (+)

-Diagnosis patologis : pneomothorax dextra, pneumomediastinum, subdural


hygroma.Tb on OAT

- Diagnosis etiologi : infeksi intrakranial


- Diagnosis topis : Meningen, parenkim otak, Pulmo

- Diagnosis Kerja : Suspek Meningoensefalitis TB

Suspek TB paru

1.8 Tata Laksana


Medikamentosa
IVFD NaCl 0,9% 500 cc per 12 jam
Dexamethason 4x 5 mg IV
Ranitidin 2x1 amp IV
14
Streptomicyn 1x 750 mg IM
Rifampisin 1x450 mg PO
Isoniazid 1x 300 mg PO
Pirazinamid 1x1000 mg PO
Ethambutol 1x 750 mg PO
Parasetamol 3x500 mg PO
Vitamin B6 3x10 mg PO

Non medikamentosa
Tirah baring & Posisikan kepala 300
Asupan nutrisi cukup

1.9 Rencana pemeriksaan

Pemeriksaan sputum BTA, lumbal pungsi, skrining anti HIV dan VCT

1.10Prognosis

Ad vitam : dubia ad malam


Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI ORGAN TERKAIT (MENINGENS DAN ENCEPHALON)


Dalam pembahasan anatomi meningoencephalitis akan dibahas dua bagian anatomi
yaitu meningens dan encephalon. Meningens merupakan selaput atau membran yang
15
terdiri atas jaringan ikat yang melapisi dan melindungi otak. Selaput otak atau meningens
terdiri dari tiga bagian yaitu:
1. Durameter
Durameter dibentuk dari jaringan ikat fibrous. Secara konvensional durameter ini
terdiri atas dua lapis, yaitu endosteal dan lapisan meningeal. Kedua lapisan ini melekat
dengan rapat, kecuali sepanjang tempat-tempat tertentu, terpisah dan membentuk
sinus-sinus venosus. Lapisan endosteal sebenarnya merupakan lapisan periosteum
yang menutupi permukaan dalam tulang cranium. Lapisan meningeal merupakan
lapisan durameter yang sebenarnya, sering disebut dengan cranial durameter. Lapisan
meningeal ini terdiri atas jaringan fibrous padat dan kuat yang membungkus otak dan
melanjutkan menjadi durameter spinalis setelah melewati foramen magnum yang
berakhit sampai segmen kedua dari os sacrum.
Lapisan meningeal membentuk septum ke dalam, membagi rongga cranium menjadi
ruang-ruang yang saling berhubungan dengan bebas dan menampung bagian-bagian
otak. Fungsi septum ini adalah untuk menahan pergeseran otak. Adapun empat septum
itu antara lain:
Falx cerebri adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang terletak pada
garis tengah diantara kedua hemisfer cerebri. Ujung bagian anterior melekat pada
crista galli. Bagian posterior melebar, menyatu dengan permukaan atas tentorium
cerebelli.
Tentorium cerebelli adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang menutupi
fossa crania posterior. Septum ini menutupi permukaan atas cerebellum dan
menopang lobus occipitalis cerebri.
Falx cerebelli adalah lipatan durameter yang melekat pada protuberantia occipitalis
interna.
Diapharma sellae adalah lipatan sirkuler kecil dari durameter, yang mmenutupi
sella turcica dan fossa pituitary pada os sphenoidalis. Diafragma ini memisahkan
pituitary gland dari hypothalamus dan chiasma opticum. Pada bagian tengah
terdapat lubang yang dilalui oleh tangkai hypophyse.

Pada pemisahan dua lapisan durameter ini, terdapat sinus duramatris yang berisi
darah vena. Sinus venosus/duramatris ini menerima darah dari drainase vena pada otak
dan mengalir menuju vena jugularis interna. Dinding dari sinus-sinus ini dibatasi oleh
endothelium. Sinus pada calvaria yaitu sinus sagitalis superior. Sinus sagitalis inferior,

16
sinus transverses dan sinus sigmoidea. Sinus pada basis crania antara lain: sinus
occipitalis, sinus sphenoidalis, sinus cavernosus, dan sinus petrosus.
Pada lapisan durameter ini terdapat banyak cabang-cabang pembuluh darah yang
berasal dari arteri carotis interna, a. maxilaris, a.pharyngeus ascendens,a.occipitalis
dan a.vertebralis. Dari sudut klinis, yang terpenting adalah a. meningea media (cabang
dari a.maxillaris) karena arteri ini umumnya sering pecah pada keadaan trauma capitis.
Pada durameter terdapat banyak ujung-ujung saraf sensorik, dan peka terhadapa
rgangan sehingga jika terjadi stimulasi pada ujung saraf ini dapat menimbulkan sakit
kepala yang hebat.

2. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus, yang menutupi
otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Mebran ini dipisahkan dari
durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale dan dari piameter oleh cavum
subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid. Cavum subarachnoid (subarachnoid
space) merupakan suatu rongga/ruangan yang dibatasi oleh arachnoid dibagian luar
dan piameter pada bagian dalam. Dinding subarachnoid space ini ditutupi oleh
mesothelial cell yang pipih. Pada daerah tertentu arachnoid menonjol ke dalam sinus
venosus membentuk villi arachnoidales. Agregasi ini berfungsi sebagai tempat
perembesan cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah.
Arachnodi berhubungan dengan piameter melalui untaian jaringan fibrosa halus
yang melintasi cairan dalam cavum subarachnoid. Struktur yang berjalan dari dan ke
otak menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum subarachnoid.

3. Piameter
Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang belakang,
mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan dengan banyak
pembuluh darah dan terdiri atas jaringan penyambung yang halus serta dilalui
pemmbuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.
Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir sebagai end
feet dalam piameter untuk membentuk selaput pia-glia Selaput ini berfungsi untuk
mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan ke dalam susunan saraf pusat.

17
Piameter membentuk tela choroidea, atap ventriculus tertius dan quartus dan
menyatu dengan ependyma membentuk plexus choroideus dalam ventriculus lateralis,
tertius dan quartus.

Gambar 1. Penampang melintang lapisan

pembungkus jaringan otak

Sedangkan encephalon adalah bagian sistem saraf pusat yang terdapat di dalam
cranium; terdiri atas proencephalon (disebut juga forebrain yaitu bagian dari otak yang
berkembang dari anterior tiga vesikel primer terdiri atas diensefalon dan telensefalon);
mesencephalon (disebut juga brainstem yaitu bagian dari otak yang berkembang dari
bagian tengah tiga vesikel primer, terdiri atas tektum dan pedunculus); dan
rhombencephalon (disebut juga hindbrain,terdiri atas metensefalon (serebelum dan pons)
dan mielensefalon (medulla oblongata).

Gambar 2. Skema pembagian jaringan otak (encephalon)


18
Gambar 3. jaringan otak (encephalon)

II. DEFINISI

Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piamater yang dapat terjadi
secara akut dan kronis. Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak. Meningoensefalitis
tuberkulosis adalah peradangan pada meningen dan otak yang disebabkan oleh
Mikobakterium tuberkulosis (TB). Penderita dengan meningoensefalitis dapat menunjukkan
kombinasi gejala meningitis dan ensefalitis.

III.EPIDEMIOLOGI

Sebelum era antibiotik, penyakit susunan saraf pusat (SSP) karena TB sering
ditemukan terutama pada anak-anak. Ditemukan 1000 anak dengan TB aktif di kota New
York diantara tahun 1930 sampai tahun 1940. Hampir 15% diantaranya menderita meningitis
TB dan meninggal. Setelah perang dunia kedua, terutama pada negara berkembang, terdapat
prevalensi yang luas infeksi TB. Pada awal tahun 2003, WHO memperkirakan terdapat sekitar
1/3 penduduk dunia menderita TB aktif dan 70.000 diantaranya meningitis TB.

III.PATOLOGI

19
Figure. Axial Section of a Brain from a Patient with Tuberculous Meningitis. Ventricular
dilatation is present (asterisks), as well as inflammatory exudate in the ambient cistern (black
arrows) and multiple foci of vasculitis-associated subacute, ischemic necrosis (white arrows).

Meningitis TB tak hanya mengenai meningen tapi juga parenkim dan vaskularisasi
otak. Bentuk patologis primernya adalah tuberkel subarakhnoid yang berisi eksudat
gelatinous. Pada ventrikel lateral seringkali eksudat menyelubungi pleksus koroidalis. Secara
mikroskopik, eksudat tersebut merupakan kumpulan dari sel polimorfonuklear (PMN),
leukosit, sel darah merah, makrofag, limfosit di antara benang benang fibrin. Selain itu
peradangan juga mengenai pembuluh darah sekitarnya, pembuluh darah ikut meradang dan
lapisan intima pembuluh darah akan mengalami degenerasi fibrinoid hialin. Hal ini
merangsang terjadinya proliferasi sel sel subendotel yang berakhir pada tersumbatnya lumen
pembuluh darah dan menyebabkan infark serebral karena iskemia. Gangguan sirkulasi cairan
serebrospinal (CSS) mengakibatkan hidrosefalus obstruktif (karena eksudat yang menyumbat
akuaduktus spinalis atau foramen luschka, ditambah lagi dengan edema yang terjadi pada
parenkim otak yang akan semakin menyumbat. Adanya eksudat, vaskulitis, dan hidrosefalus
merupakan karakteristik dari menigoensefalitis yang disebabkan oleh TB. Efek yang
ditimbulkan dari kemoterapi meningoensefalitis memiliki peran yang sangat penting karena
akan menekan angka kematian dan kecacatan. Setelah 2 tahun, eksudat akan berubah menjadi
jaringan ikat hialin dan lapisan intima akan mengalami fibrosis.(4)

20
I. ETIOLOGI
Penyebab meningitis/ meningoensefalitis serosa yang paling banyak ditemukan
adalah kuman Tuberculosis dan virus. Mycobacteria adalah bakteri basil tahan asam
yang tidak motil, tidak berspora, dan bersifat Gram positif lemah yang tampak
sebagai bakteri berbentuk batang yang lurus atau sedikit bengkok di bawah
mikroskop, memiliki panjang kurang lebih 1-4 mm dan lebar 0.3-0.6 mm.

Gambar 2. Kuman Mycobacterium tuberculosis yang terlihat sebagai bakteri berbentuk batang
berwarna merah dalam pewarnaan Ziehl Neelsen (Pewarnaan tahan asam)

Mycobacteria berasal dari ordo Actinomycetales, yang merupakan ordo yang


sama dari bakteri-bakteri lain seperti Corynebacterium, Nocardia, dan Rhodococcus.

21
Bakteri-bakteri ini mengekspresikan asam-asam mikolat unik dalam pembungkus sel
mereka dan memiliki peran penting dalam struktur dan fungsi dari dinding sel.
Dinding sel yang memiliki lapisan lilin ini berperan dalam membentuk karakteristik
unik dari genus ini: ketahanan terhadap asam, sifat hidrofobik yang ekstrim, resisten
terhadap kekeringan, keasaman dan kebasaan, dan banyak antibiotik, serta sifat
menstimulasi sistem imun.

PATOFISIOLOGI
Meningitis Tuberkulosa adalah peradangan selaput otak akibat komplikasi dari
infeksi tuberkulosa primer. Proses inisial dari infeksi TB adalah masuknya basil TB ke
dalam paru melalui inhalasi droplet yang infeksius yang kemudian difagositosis oleh
makrofag alveolar. Makrofag kemudian mengaktivasi kaskade inflamasi yang
menghasilkan perlindungan imunitas dan pembentukan dari kompleks primer. Pada
saat yang bersamaan, terjadinya bakteremia yang dapat menyebabkan diseminasi M.
tuberculosis ke daerah yang lain yang jauh dari paru. Target penyebaran
hematogenous terjadi paling sering pada daerah tubuh dengan kadar oksigen yang
tinggi, termasuk otak, interaksi kompleks antara factor kekebalan penjamu dan factor
virulensi M. tuberculosismerupakan hal yang menentukan apakah diseminasi trsebut
menyebabkan penyakit klinis atau tidak. Kemudian, diseminasi tersebut menyebabkan
pembentukan fokus tuberkuloma (rich fokus) di parenkin otak maupun meningen.
Ruptur dari fokus inilah yang menyebabkan diseminasi basil TB ke dalam rongga
subarachnoid sehingga terjadi peradangan difus pada meningen. Mekanisme
bagaimana M.tuberculosis dapat menginvasi sawar darah otak (Blood Brain
Barrier/BBB) masih belum diketahui secara pasti. Kemudian, eksudat inflamasi dapat
terbentuk dan menyebabkan hambatan sirkulasi dan reabsorpsi dari liquor
cerebrospinalis (LCS) dan sehingga menyebabkan hidrosefalus, iskemia, dan infark.
Selain itu pula, juga terjadi vasikulitis yang dapat menyebabkan infark dan berujung
pada kerusakan neurologis yang permanen. Berbeda dengan meningitis bakterialis
dimana proses penyakitnya terjadi di rongga subarachnoid, proses penyakit pada TBM
sering juga menginvasi pia mater, jaringan ependymal, dan parenkim otak sehingga
terjadi meningoensefalitis.
.

22
V. MANIFESTASI KLINIS

Stadium meningitis TB telah diperkenalkan sejak tahun 1947 dan sejak itu banyak
kalangan yang menerapkannya untuk penanganan awal sekaligus menentukan prognosis.
Penderita dengan stadium pertama hanya memiliki manifestasi klinis yang tidak khas karena
tanpa disertai dengan gejala dan tanda neurologis. Sedangkan penderita dengan stadium kedua
(intermediet) telah menunjukkan gejala iritasi meningeal disertai dengan kelumpuhan saraf
kranial namun tak ada defek kerusakan lain serta tidak ada penurunan kesadaran. Pada
stadium tiga, penderita mengalami kerusakan neurologis yang besar, stupor, dan koma.
Penyakit ini lebih samar pada penderita dewasa, anamnesis tentang riwayat pernah mengalami
penyakit TB biasanya jarang. Lamanya gejala biasanya tidak berhubungan dengan derajat
klinis. Sakit kepala biasanya menonjol pada penderita dewasa, perubahan tingkah laku seperti
apatis, bingung sering ditemukan. Kejang biasanya tak terjadi pada tahap awal penyakit,
hanya pada 10% sampai 15% pasien.

VI. DIAGNOSIS

Dari gejala klinis biasanya penderita mengalami panas tinggi dan sakit kepala yang
hebat yang diikuti dengan mual dan muntah. Gejala ensefalitis adalah demam, sakit kepala,
muntah, penglihatan sensitif terhadap cahaya, kaku kuduk dan punggung, pusing, cara
berjalan tak stabil, iritabilitas kehilangan kesadaran, kurang berespons, kejang, kelemahan
otot, demensia berat mendadak dan kehilangan memori juga dapat ditemukan. Jika gejala dan
tanda (kaku kuduk, tanda kernig dan tanda laseque) ditemukan maka dianjurkan untuk
pemeriksaan Computer Tomography beserta pungsi lumbal (bila tidak ada tanda edema otak).

23
Kemungkinan ensefalitis harus dipikirkan pada penderita dengan panas dan disertai dengan
perubahan status mental, gejala neurologis fokal dan pola kebiasaan yang tiba tiba menjadi
abnormal. Dilihat dari patologinya, inflamasi akut pada pia arahnoid menyebabkan pelebaran
ruangan subarakhnoid karena eksudat yang dihasilkan dari inflamasi tersebut. Selanjutnya
saat korteks subpia dan jaringan ependim yang menyelimuti ventrikel juga ikut meradang
maka akan menyebabkan terjadinya serebritis dan atau ventrikulitis. Pembuluh darah yang
terpapar dengan dengan eksudat inflamasi subarakhnoid mengalami spasme dan atau
trombosis yang selanjutnya akan menyebabkan iskemia dan akhirnya infark. Pada CT scan
kepala penderita dengan meningitis kronik yang berat akan ditemukan gambaran
hiperdensitas ruangan subarakhnoid yang lebih terlihat pada fisura hemisfer serebri.
Selanjutnya gambaran CT tanpa kontras akan menunjukkan peningkatan densitas pada
sisterna basalis dan fisura hemisfer serebri, serta menghilangnya kecembungan sulkus. Pada
pemeriksaan foto roentgen dada, jarang ditemukan pembesaran hilus, adenopati dan bayangan
inflitrat. Gambaran radiologi dapat berkisar dari bayangan samar pada apeks sampai adanya
kalsifikasi. Tes tuberkulin tidak bermanfaat pada penderita dewasa karena jarang
menunjukkan hasil yang positif, sekitar 35% sampai 60% penderita meningitis TB tidak
bereaksi pada tes tuberkulin, faktor yang dapat menjelaskan hal tersebut adalah karena adanya
malnutrisi, imunosupresi, debilitasi, dan imunosupresi umum karena penyakit sistemik.

Telah diketahui bahwa pemeriksaan CSS memiliki peran yang sangat penting dalam
menegakkan diagnosis meningoensefalitis. Pungsi lumbal tidak perlu dilakukan bila penderita
dengan meningitis bakterialis berespons baik terhadap pengobatan. Pungsi lumbal dilakukan
dengan cara menusukkan jarum ke dalam kanalis spinalis. Dinamakan pungsi lumbal karena
jarum memasuki daerah lumbal (tulang punggung bagian bawah). Dalam pemeriksaan
serebrospinal. Dalam pemeriksaan biokimia dan sitologi maka CSS pada penderita dengan
meningoensefalitis akan ditemukan cairan yang jernih dan agak pekat, jaringan protein akan
terlihat setelah proses pengendapan. CSS hemoragik dapat ditemukan pada meningitis TB
yang mengalami vaskulitis. Adanya gambaran yang khas yang disebut dengan pelikel ,
yakni hasil dari tingginya konsentrasi fibrinogen dalam cairan disertai dengan sel sel
proinflamatori. Tekanan pembuka pada waktu memasukkan jarum spinal meningkat sampai
50%, pada meningitis TB kadar glukosa dalam CSS rendah namun mengandung protein yang
tinggi nilai glukosa mendekati 40 mg/dl., protein dapat berkisar antara 150-200 mg/dl.

24
VII.PENATALAKSANAAN

Prinsip penanganan meningitis TB mirip dengan penanganan TB lain dengan syarat


obat harus dapat mencapai sawar darah otak dengan konsentrasi yang cukup untuk
mengeliminasi basil intraselular maupun ekstraselular. Untuk dapat menembus cairan
serebrospinal maka tergantung pada tingkat kelarutannya dalam lemak, ukuran molekul,
kemampuan berikatan dengan protein, dan keadaan meningitisnya. Keterlambatan dalam
pemberian terapi pada penderita dengan meningitis bakterial dapat menyebabkan morbiditas
dan mortalitas. Selain itu perlu dilakukan pengawasan terhadap toksisitas obat selama terapi
(pengawasan terhadap hitung jenis darah dan fungsi hati dan ginjal). Penderita yang dicurigai
meningitis pada gambaran CT scan kepala sebelum dilakukan pungsi lumbal sebaiknya
dilakukan pemeriksan kultur CSS dan pemberian terapi antibiotik dan kortikosteroid. Panduat
obat antituberkulosis dapat diberikan selama 9 12 bulan, panduan tersebut adalah 2RHZE /
7-10 RH. Pemberian kortikosteroid dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari selama 3 6 minggu
untuk menurunkan gejala sisa neurologis.

Tabel 2. Penetrasi obat antimikobakterium dalam CSS 9


Kisaran konsentrasi puncak rata rata (microgram/ml)

25
VIII.KOMPLIKASI

Komplikasi meningoensefalitis terdiri dari komplikasi akut, intermediet dan kronis.


Komplikasi akut meliputi edema otak, hipertensi intrakranial, SIADH (syndrome of
Inappropriate Antidiuretic Hormone Release), Kejang, ventrikulitis. meningkatnya tekanan
intrakrania (TIK). Patofisiologi dari TIK rumit dan melibatkan banyak peran molekul
proinflamatorik. Edema intersisial merupakan akibat sekunder dari obstruksi aliran
serebrospinal seperti pada hidrosefalus, edema sitotoksik (pembengkakan elemen selular otak)
disebabkan oleh pelepasan toksin bakteri dan neutrofil, dan edema vasogenik (peningkatan
permeabilitas sawar darah otak). 4 Komplikasi intermediet terdiri atas efusi subdural, demam,
abses otak, hidrosefalus. Sedangkan komplikasi kronik adalah memburuknya fungsi kognitif,
ketulian, kecacatan motorik.

Pola infeksi oportunistik di Indonesia.

Infeksi oportunistik Frekuensi

Kandidiasis mulut-esofagus 80,8 %

Tuberkulosis 40,1%

CMV 28,8%

Ensefalitis toxoplasma 17,3%

Pneumonia Pneumocystis carinii (PCP) 13,4%

26
Herpes simplex 9,6%

Mycobacterium avium complex (MAC) 4,0%

Kriptosporodiosis 2,0%

Histoplasma paru 2,0%

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, A. Meningitis Tuberkulosis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga.


Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 2000.
2. Balentine, J. Encephalitis and Meningitis. 2010. Available in : http://www.emedicine.com
3. Tunkel, A. Practice Guidelines for the Management of Bacterial Meningitis. Clinical
Infectious Disease. Infectious Disease Society of America. Phyladelpia. 2004.
4. Razonable, R. Meningitis Overview. Mayo Clinic College of Medicine. 2009. available in :
http://www.medscapeemedicine.com/meningitis.
5. Schossberg, D. Infections of the Nervous System. Springer Verlag. Philladelphia,
Pennsylvania. 2006.
6. Tsumoto, S. Guide to Meningoencephalitis Diagnosis. JSAI KKD Chalenge 2001.
7. Van de beek, D. Clinical Features and Prognostic Factors in Adult with Bacterial
Meningitis.NEJM.2004.
8. Scheld, M. Infection of the Central Nervous System third edition. Lippincot William and
Wilkins. 2004.h.443.
9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta. 2006. h. 53.

27

Anda mungkin juga menyukai