1.1 Definisi
Luka bakar merupakan cedera paling berat yang mengakibatkan permasalahan yang kompleks,
tidak hanya menyebabkan kerusakan kulit namun juga seluruh sistem tubuh (Nina,2008). Luka
bakar adalah trauma yang diakibatkan oleh panas, bahan kimia, arus listrik, dan petir yang
mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam. Luas permukaan tubuh yang terbakar
akan mempengaruhi metabolisme dan fungsi sel tubuh dan mengganggu semua sistem terutama
sistem kardiovaskuler (Rahayuningsih, 2012).
Luka bakar merupakan respon kulit dan jaringan subkutan terhadap trauma termal. Terdapat
dua jenis luka bakar menurut ketebalannya. Luka bakar dengan ketebalan parsial adalah luka
bakar yang tidak merusak epitel atau merusak sebagian dari epitel, sedangkan luka bakar dengan
ketebalan penuh merusak semua sumber-sumber pertumbuhan kembali epitel kulit dan jika
permukaan kulit yang terluka luas akan membutuhkan eksisi dan cangkok kulit (Grace &
Borley,2006).
Luka bakar merupakan kondisi terjadinya luka akibat terbakar yang disebabkan oleh panas
yang tinggi, senyawa kimia, kistrik dan pemajanan sinar matahari yang berlebihan. Pengobatan
luka bakar harus dibedakan berdasarkan luasnya. Pada prinsip rule of nine luka bakar dibagi
menjadi beberapa bagian yakni bagian kepala 9%, dada 18%, punggung 18%, anggota gerak atas
18%, paha 18% dan anggota gerak bawah 18%, perineum dan genitalia 1% (Hidayat, 2008).
Adanya luka bakar pada tubuh akan merusak fungsi kulit yakni melindungi tubuh dari kotoran
dan infeksi. Apabila banyak permukaan tubuh yang terbakar, maka dapat mengancam jiwa
seseorang karena adanya kerusakan pembuluh darah, ketidakseimbangan elektrolit dan suhu
tubuh, gangguan pernapasan serta fungsi saraf (Adibah & Winasis,2014 dalam Sari,2015).
Luka bakar yang luas dapat menyebabkan shock. Hal ini terjadi karena cairan tubuh sebagian
besar dikirim ke daerah yang terbakar sehingga volume darah yang dialirkan ke otak dan jantung
berkurang. Shock pada anak-anak dapat terjadi jika luka bakar seluas 10%, sedangkan pada
orang dewasa seluas 20% (Mohamad,2005).
American College of Surgeon Health Policy Research Institute (2011) membagi luka bakar
menjadi tiga tingkatan, yakni :
1. First degree (partial thickness) : pada daerah superfisial, berwarna merah, terasa nyeri.
2. Second degree (Partial thickness) : kulit kemerahan, melepuh, bengkak, dan sangat nyeri.
3. Third degree (full thickness) : kulit berwarna keputihan, hangus, tembus hingga saraf, ada
sensasi seperti tusukan jarum di area yang terbakar.
Menurut Di Maio & Dana (1998), luka bakar dibedakan menjadi 4 derajat berdasarkan
kedalaman jaringan yang rusak, yaitu :
Terjadi kerusakan hanya di permukaan kulit, kulit kemerahan, tidak ada bulla, sedikit oedem dan
nyeri, dan tidak menimbulkan jaringan parut setelah sembuh.
TerjAdi kerusakan pada semua lapisan epidermis dan sebagian dermis. Terdapat bula, sedikit
oedema, dan nyeri berat.
Terjadi kerusakan pada semua lapisan kulit dan terdapat nekrosis, lesi tampak putih, hilang
sensasi rasa pada kulit dan akan menimbulkan jaringan parut setelah sembuh.
Kulit tampak hitam seperti arang akibat jaringan yang terbakar. Kerusakan terjadi pada seluruh
kulit, jaringan subkutan dan tulang akan hangus.
Menurut James (1990) dalam Dewi (2013), berdasarkan derajat dan luasnya kulit yang terkena
luka bakar dikategorikan menjadi 3 yakni ringan, sedang dan berat.
1. Luka bakar ringan jika ada luka bakar derajat I sebesar <15% atau derajat II sebesar
<2%.
2. Luka bakar sedang jika ada luka bakar derajat I sebesar 10-15% atau derajat II sebesar
5-10%.
3. Luka bakar sedang jika ada luka bakar derajat II sebesar >20% atau derajat III sebesar
>10% atau mengenai wajah, tangan-kaki, alat kelamin, persendian, sekitar ketiak atau
akibat listrik tegangan tinggi (>1000V) atau dengan komplikasi patah tulang maupun
kerusakan jaringan lunak/gangguan jalan napas.
1.3 Etiologi
Luka bakar thermal disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan atau gas
panas dan bahan padat (solid). Luka bakar paling sering disebabkan karena terpajan suhu panas
seperti terbakar api secara langsung atau terkena logam yang panas (Borley & Grace, 2006;
Rahayuningsih,2012).
Luka bakar kimia disebabkan oleh kontak jaringan kulit dengan asam atau basa kuat. Derajat
luka bakar karena bahan kimia berhubungan langsung dengan lama kontak, konsentrasi zat kimia
dan banyaknya jaringan yang terpapar. Semua pakaian yang terkena harus dilepas dan kulit
diperiksa untuk melihat daerah luka. Karena kedalaman luka juga ditentukan oleh konsentrasi
agen yang ada pada kulit, maka pengenceran dengan bilasan air yang banyak menjadi tahapan
dalam penatalaksanaan pasien luka bakar akibat basa kuat lebih merusak daripada akibat asam
kuat (Sabiston, 1995; Borley & Grace, 2006; Rahayuningsih,2012).
Luka bakar akibat listrik adalah kerusakan yang terjadi ketika arus listrik mengalir ke dalam
tubuh manusia dan membakar jaringan ataupun menyebabkan terganggunya fungsi suatu organ
dalam. Tubuh manusia merupakan penghantar listrik yang baik. Arus listrik yang mengalir ke
dalam tubuh manusia akan menghasilkan panas yang dapat membakar dan menghancurkan
jaringan tubuh. Meskipun luka bakar listrik tampak ringan, tetapi mungkin saja telah terjadi
kerusakan organ dalam yang serius, terutama pada jantung, otot atau otak. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage, dan cara gelombang listrik mengenai tubuh
(Borley & Grace, 2006; Rahayuningsih,2012).
Arus listrik bisa menyebabkan terjadinya cedera melalui 3 cara:
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Hal ini berhubungan
dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik
pada dunia kedokteran. Terpapar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga
merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi. Awalnya luka ini dengan kedalaman sebagian,
tetapi dapat berlanjut ke trauma yang lebih dalam (Borley & Grace, 2006; Rahayuningsih,2012).
1.4 Penentuan Luas Luka Bakar
Pada luka bakar dapat ditentukan luas lukanya dengan beberapa metode, diantaranya rule of
nine, Lund and Browder, dan Hand Palm. Ukuran luka bakar ditentukan dengan prosentase dari
permukaan tubuh yang terkena luka bakar.
1. Rule of Nine
Pada metode ini total area tubuh yang terkena dikalkulasikan berdasarkan lokasi dan usia.
Metode lund and browder merupakan modifikasi prosentase bagian tubuh menurut usia yang
memberikan perhitungan lebih akurat tentang luas luka bakar. (Hardisman,2014). Pada anak di
bawah usia 1 tahun kepala sebesar 19% dan setiap pertambahan usia satu tahun , prosentase
kepala tutun 1% hingga tercapai nilai dewasa.
Gambar 2.5 Penilaian Luka Bakar dengan Metode Lund and Browder
(Sumber : google.com)
3. Hand Palm
Pada metode permukaan telapak tangan (hand palm), area permukaan tangan pasien adalah
sekitar 1% dari total luas permukaan tubuh. Biasanya metode ini digunakan untuk luka bakar
kecil (Gurnida & Lilisari,2011).
1.5 Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut
mungkin dipindahkan melalui konduksi atau radiasi kulit dengan luka bakar akan mengalami
keusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung lamanya kulit kontak
dengan sumber panas (Effendi, 1999).
Cidera luka bakar mempengaruhi semua sistem organ. Besarnya respon patofisiologis ini
berkaitan erat dengan luasnya luka bakar dan mencapai masa stabil ketika terjadi luka bakar
kira0kira 60% seluruh permukaan tubuh (Hudak & Gall, 1996).
Tingkat keperawatan perubahan tergantung pada luas dan kedalaman luka bakar yang
menimbulkan kerusakan dimulai dari terjadinya luka bakar dan berlangsung 24 72 jam
pertama. Kondisi ditandai dengan pergeseran cairan dari komponen vaskuler ke ruang
interstisium. Bila jaringan terbakar, vasodilatsi meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul
perubahan permeabilitas sel pada luka bakar dan sel disekitarnya. Dampaknya jumlah cairan
yang banyak berada pada ekstra sel, sodium chloride dan protein lewat melalui daerah yang
tebakar dan membentuk gelembung-gelembung dan edema atau keluar melalui luka terbuka.
Akibat adanya edema luka bakar, lingkungan kulit mengalami kerusakan. Kulit sebagai barier
mekanik berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri yang penting dari organisme yang masuk.
Terjadinya kerusakan lingkugan kulit akan memungkinkan mikro organisme masuk dalma tubuh
dan menyebabkan infeksi luka yang dapat memperlambat proses penyembuhan luka. Dengan
adanya edema juga akan berpengaruh terhadap peningkatan peregangan pembuluh darah dan
saraf yang dapat menimbulkan rasa nyeri.
Ketika terjadi kehilangan cairan dalam sitem vaskuler, terjadi homo konsentrasi dan hematokrit
naik, cairan darah menjadi kurang lancar pada daerah luka bakar dan nutrisi kurang. Adanya
cidera luka bakar menyebabkan tahanan vaskuler perifer meningkat sebagai akibat respon stress
neurohomoral. Hal tersebut dapat meningkatkan afterload jantung dan mengakibatkan penurunan
curah jantung lebih lanjut. Akibat penuruna curah jantung, menyebabakan metabolisme anaerob
dan hasil akhir produk asam ditahan karena rusaknya fungsi ginjal. Selanjutnya timbul asidosis
metabolik yang menyebabkan perfusi jaringan terjadi tidak sempurna.
Mengikuti periode pergeseran cairan, pasien tetap dalam kondisi akut. Periode ini ditandai
dengan anemia dan malnutrisi. Anemia akan berkembang akibat banyak kehilangan eritrosit.
Keseimbangan nitrigen negatif mulai terjadi pada waktu terjadi luka bakar yang disebabkan
kerusakan jaringan kehilangan protein dan akibat respon stress. Hal ini akan berlangsung selama
periode akut karena terus menerus kehilangan protein melalui luka.
Gangguan respiratori timbu karena obstruksi saluran nafas bagian atas atau karena efek syok
hipovolemik. Obstruksi saluran nafas bagian atas disebabkan karena inhalasi bahan yang
merugikan atau udara yang terlalu panas, menimbulkan iritasi pada saluran nafas, edema laring
dan obstruksi potensial.
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau radiasi
elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa kerusakan bermakna,
kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat kenaikan temperatur. Saraf dan
pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan konduksi panas. Kerusakan
pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah,
dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif
dengan perubahan permeabilitas yang hampir menyelutruh, penimbunan jaringan masif di
intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit,
timbul ketidak mampuan menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal
dengan syok (Moenajat, 2001).
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan organ multi
sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem yaitu terjadinya kerusakan kulit yang
mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O,
elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan intraseluler
menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan hipopolemik dan
hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah
terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang
menyuplai sirkulasi orang organ organ penting seperti : otak, kardiovaskuler, hepar, traktus
gastrointestinal dan neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan organ multi sistem
Kedalaman dan
Bagian Kulit ya Penampila PerjalananKesembu
Penyebab Luka Gejala
ng Terkena n Luka han
Bakar
Memerah,
Kesemutan, menjadi
Derajat Satu
hiperestesia putih Kesembuhan lengkap
(Superfisial):
(supersensivita ketika dalam waktu satu
Tersengat matahari, Epidermis
s), rasa nyeri ditekan minggu, terjadi
terkena api dengan
mereda jika minimal pengelupasan kulit
intensitas rendah
didinginkan atau tanpa
edema
Nyeri, Melepuh, Kesembuhan dalam
Epidermis dan dasar luka
hiperestesia, waktu 2-3 minggu,
bagian dermis. berbintik-
Derajat Dua (Parti sensitif pembentukan parut
al- terhadap udara bintik dan depigmentasi,
Thickness): Tersira yang dingin. merah, infeksi dapat
m air mendidih, epidermis mengubahnya menjadi
terbakar oleh nyala retak, derajat-tiga.
api permukaan
luka basah,
terdapat
edema.
2a = Superficial
Epidermis dan Kulit
partial thickness Nyeri dan Akan sembuh dengan
lapisan atas dari tampak
sangat sensitif sendirinya dalam 3
dermis kemerahan
oleh tekanan. minggu (bila tidak
, oedem
terkena infeksi ), Tapi
dan rasa
warna kulit tidak akan
nyeri lebih
sama seperti
berat
sebelumnya.
daripada
luka bakar
grade I,
ditandai
dengan
bula yang
muncul
beberapa
jam setelah
terkena
luka, bila
bula
disingkirka
n akan
terlihat
luka
bewarna
merah
muda yang
basah,
Luka
sangat
sensitive
dan akan
menjadi
lebih pucat
bila
terkena
tekanan.
Disertai
juga
dengan
2b = Deep partial Epidermis dan Nyeri dan bula,
thickness lapisan dalam sensitif. permukaan
dari dermis luka Luka akan sembuh
berbecak dalam 3-9 minggu.
merah Organ-organ kulit
muda dan seperti folikel-folikel
putih rambut, kelenjar
karena keringat, kelenjar
variasi dari sebasea sebagian
vaskularisa besar masih utuh.
si
pembuluh
darah (
bagian
yang putih
punya
hanya
sedikit
pembuluh
darah dan
yang
merah
muda
mempunya
i beberapa
aliran
darah.
1.7 Komplikasi
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka
bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume
darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar.
Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan
obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
c. Adult Respiratory Distress Syndrome, akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan
ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka
bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi
sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh
darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan
tanda-tanda ulkus curling.
e. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang terjadi
sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan
mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada
tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang tidak adekuat
khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.
1.8 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan diagnostik pada luka bakar yaitu :
1. Laboratorium
2. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya cedera.
1. Pengkajian primer
1. Airway
Menurut Moenadjat (2009), membebaskan jalan nafas dari sumbatan yang terbentuk akibat
edema mukosa jalan nafas ditambah sekret yang diproduksi berlebihan (hiperekskresi) dan
mengalami pengentalan. Pada luka bakar kritis disertai trauma inhalasi, intubasi (pemasangan
pipa endotrakeal) dan atau krikotiroidektomi emergensi dikerjakan pada kesempatan pertama
sebelum dijumpai obstruksi jalan nafas yang dapat menyebabkan distres pernafasan. Pada luka
bakar akut dengan kecurigaan trauma inhalasi. Pemasangan pipa nasofaringeal, endotrakeal
merupakan prioritas pertama pada resusitasi, tanpa menunggu adanya distres nafas. Baik
pemasangan nasofaringeal, intubasi dan atau krikotiroidektomi merupakan sarana pembebasan
jalan nafas dari sekret yang diproduksi, memfasilitasi terapi inhalasi yang efektif dan
memungkinkan lavase bronkial dikerjakan. Namun pada kondisi sudah dijumpai obstruksi,
krikotiroidektomi merupakan indikasi dan pilihan.
2. Breathing
Adanya kesulitan bernafas, masalah pada pengembangan dada terkait keteraturan dan
frekuensinya. Adanya suara nafas tambahan ronkhi, wheezing atau stridor.
Moenadjat (2009), Pastikan pernafasan adekuat dengan :
a. Pemberian oksigen
Oksigen diberikan 2-4 L/menit adalah memadai. Bila sekret banyak, dapat ditambah menjadi 4-6
L/menit. Dosis ini sudah mencukupi, penderita trauma inhalasi mengalami gangguan aliran
masuk (input) oksigen karena patologi jalan nafas; bukan karena kekurangan oksigen. Hindari
pemberian oksigen tinggi (>10 L/mnt) atau dengan tekanan karena akan menyebabkan
hiperoksia (dan barotrauma) yang diikuti terjadinya stres oksidatif.
b. Humidifikasi
Oksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian uap air adalah untuk mengencerkan sekret
kental (agar mudah dikeluarkan) dan meredam proses inflamasi mukosa.
c. Terapi inhalasi
Terapi inhalasi menggunakan nebulizer efektif bila dihembuskan melalui pipa endotrakea atau
krikotiroidektomi. Prosedur ini dikerjakan pada kasus trauma inhalasi akibat uap gas atau sisa
pembakaran bahan kimia yang bersifat toksik terhadap mukosa. Dasarnya adalah untuk
mengatasi bronko konstriksi yang potensial terjadi akibat zat kimia. Gejala hipersekresi diatasi
dengan pemberian atropin sulfas dan mengatasi proses infalamasi akut menggunakan steroid.
d. Lavase bronkoalveolar
Prosedur lavase bronkoalveolar lebih dapat diandalkan untuk mengatasi permasalahan yang
timbul pada mukosa jalan nafas dibandingkan tindakan humidifier atau nebulizer. Sumbatan
oleh sekret yang melekat erat (mucusplug) dapat dilepas dan dikeluarkan. Prosedur ini
dikerjakan menggunakan metode endoskopik (bronkoskopik) dan merupakan gold
standart. Selain bertujuan terapeutik, tindakan ini merupakan prosedur diagnostik untuk
melakukan evaluasi jalan nafas.
e. Rehabilitasi pernafasan
Proses rehabilitasi sistem pernafasan dimulai seawal mungkin. Beberapa prosedur rehabilitasi
yang dapat dilakukan sejak fase akut antara lain:
a. Pengaturan posisi
b. Melatih reflek batuk
c. Melatih otot-otot pernafasan.
Prosedur ini awalnya dilakukan secara pasif kemudian dilakukan secara aktif saat hemodinamik
stabil dan pasien sudah lebih kooperatif
f. Penggunaan ventilator
3. Circulation
Warna kulit tergantung pada derajat luka bakar, melambatnya capillary refill time, hipotensi,
mukosa kering, nadi meningkat.
Menurut Djumhana (2011), penanganan sirkulasi dilakukan dengan pemasangan IV line dengan
kateter yang cukup besar, dianjurkan untuk pemasangan CVP untuk mempertahankan volume
sirkulasi
a. Pemasangan infus intravena atau IV line dengan 2 jalur menggunakan jarum atau
kateter yang besar minimal no 18, hal ini penting untuk keperluan resusitasi dan
tranfusi, dianjurkan pemasangan CVP
b. Pemasangan CVP (Central Venous Pressure)
Merupakan perangkat untuk memasukkan cairan, nutrisi parenteral dan merupakan parameter
dalam menggambarkan informasi volume cairan yang ada dalam sirkulasi. Secara sederhana,
penurunan CVP terjadi pada kondisi hipovolemia. Nilai CVP yang tidak meningkat pada
resusitasi cairan dihubungkan dengan adanya peningkatan permeabilitas kapiler. Di saat
permeabilitas kapiler membaik, pemberian cairan yang berlebihan atau penarikan cairan yang
berlebihan akibat pemberian koloid atau plasma akan menyebabkan hipervolemia yang ditandai
dengan terjadinya peningkatan CVP.
1. Penilaian keadaan umum pasien, perhatikan Airway (jalan nafas), Breathing (pernafasan),
Circulation (sirkulasi)
2. Penilaian luas dan kedalaman luka bakar
3. Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara dan edema saluran pernafasan
4. Kaji adanya faktor faktor lain yang memperberat luka bakar seperti adanya fraktur, riwayat
penyakit sebelumnya (seperti diabetes, hipertensi, gagal ginjal, dll)
5. Pasang infus (IV line), jika luka bakar >20% derajat II / III biasanya dipasang CVP
(kolaborasi dengan dokter) digunakan untuk mengetahui permeabilitas vaskular dengan
monitoring nilai CVP yang semakin meningkat
6. Pasang kateter urin, pasang NGT jika diperlukan, beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
7. Berikan suntikan ATS / toxoid
8. Perawatan luka :
1. Pantau keadaan pasien dan setting ventilator. Kaji apakah pasien mengadakan perlawanan
terhadap ventilator
2. Observasi tanda tanda vital; tekanan darah, nadi, pernafasan, setiap jam dan suhu setiap 4
jam
3. Pantau nilai CVP, amati neurologis pasien (GCS), pantau status hemodinamik, pantau
haluaran urin (minimal 1ml/kg BB/jam), pantau status oksigen, fisoterapi dada.
4. Auskultasi suara paru setiap pertukaran jaga
5. Cek asalisa gas darah setiap hari atau bila diperlukan
6. Penghisapan lendir (suction) minimal setiap 2jam dan jika perlu
7. Perawatan tiap 2 jam (beri boraq gliserin)
8. Perawatan mata dengan memberi salep atau tetes mata setiap 2 jam
9. Ganti posisi pasien setiap 3 jam (perhatikan posisi yang benar bagi pasien)
10. Perawatan daerah invasif seperti daerah pemasangan CVP, kateter dan tube setiap hari
11. Ganti kateter dan NGT setiap minggu
12. Observasi letak tube (ETT) setiap shift
13. Observasi setiap aspirasi cairan lambung
14. Periksa laboratorium darah : elektrolit, ureum/kreatinin, AGD, protein (albumin), dan gula
darah (kolaborasi dokter)
15. Perawatan luka bakar sesuai protokol rumah sakit
16. Pemberian medikasi sesuai dengan petunjuk dokter
1. Cuci / bersihkan luka dengan cairan savlon 1% dan cukur rambut yang tumbuh pada daerah
luka bakar seperti pada wajah, aksila, pubis, dll
2. Lakukan nekrotomi jaringan nekrosis
3. Lakukan escharotomy jika luka bakar melingkar (circumferential) dan eschar menekan
pembuluh darah. Eskartomi dilakukan oleh dokter
4. Bullae (lepuh) dibiarkan utuh sampai hari ke 5 post luka bakar, kecuali jika di daerah sendi /
pergerakan boleh dipecahkan dengan menggunakan spuit steril dan kemudian lakukan
nekrotomi
5. Mandikan pasien tiap hari jika mungkin
6. Jika banyak pus, bersihkan dengan betadin sol 2%
7. Perhatikan ekspresi wajah dan keadaan umum pasien selama merawat luka
8. Bilas savlon 1% dengan menggunakan cairan NaCl 0,9%
9. Keringkan menggunakan kasa steril
10. Beri salep silver sulfadiazine (SSD) setebal 0,5cm pada seluruh daerah luka bakar (kecuali
wajah hanya jika luka bakar dalam [derajat III] dan jika luka bakar pada wajah derajat I/II,
beri salep antibiotika)
11. Tutup dengan kasa steril (perawatan tertutup atau biarkan terbuka (gunakan cradle bed)
1. Luka bakar berat (luka bakar >20% pada dewasa, >10% pada anak)
a. Pantau nadi, TD, suhu, keluaran urin, berikan analgesia adekuat i.v., pertimbangan
selang nasogastric (nasogastric tube, NGT), berikan profilaksis tetanus.
b. Berikan cairan i.v. berdasarkan formula Muir-Barclay: %luka bakar x berat badan
dalam kg/2= satu aliquot cairan. Berikan 6 aliquot cairan selama 36 jam pertama
dengan urutan 4, 4, 4, 6, 6,12 jam dari waktu terjadinya luka bakar. Biasanya
menggunakan larutan koloid, albumin atau plasma.
c. Luka akibat terbakar diobati sebagai luka bakar ringan
d. Pertimbangkan untuk merujuk ke pusat luka bakar
2. Luka bakar ringan (luka bakar <20% pada dewasa, <10% pada anak)
a. Terapi terbuka-bersihkan luka dan biarkan terpapar pada lingkungan khusus yang
bersih
b. Terapi tertutup-tutup luka dengan kasa yang dibasahi dengan klorheksidin atau silver
sulfadiazine yang ditutup tipis
c. Debridemen eskar dan split skin graft.
Prognosis
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya permukaan
luka bakar dan penenganan syok hingga penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah terbakar,
usia, dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepetaan kesembuhan. Luka
bakar pada daerah perinium, ketiak, leher, dan tangan sulit dalam perawatannya, karena mudah
mengalami kontraktur.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Primary Survey
a. Airway
b. Breathing
Kaji pergerakan dinding thorax simetris atau tidak, ada atau tidaknya kelainan pada pernafasan
misalnya dispnea, takipnea, bradipnea, ataupun sesak. Kaji juga apakah ada suara nafas
tambahan seperti snoring, gargling, rhonki atau wheezing.Selain itu kaji juga kedalaman nafas
pasien.
c. Circulation
Kaji ada tidaknya peningkatan tekanan darah, kelainan detak jantung misalnya takikardi,
bradikardi. Kaji juga ada tidaknya sianosis dan capilar refil.Kaji juga kondisi akral dan nadi
pasien.
d. Disability
Kaji ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks, pupil anisokor dan nilai
GCS
e. Exposure
Pakaian pasien segera dievakuasi guna mengurangi pajanan berkelanjutan serta menilai luas dan
derajat luka bakar.
2. Secondary Survey
Secondary survey ini merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to
toe, dari depan hingga belakang.
a. Data demografi meliputi identitas pasien nama, usia, jenis kelamin, alamat, dll
b. Keluhan Utama: Luas cedera akibat dari intensitas panas (suhu) dan durasi
pemajanan, jika terdapat trauma inhalasi ditemukan keluhan stridor, takipnea,
dispnea, dan pernafasan seperti bunyi burung gagak (Kidd, 2010).
c. Riwayat Penyakit Sekarang: Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini
penting, apakah penderita terjebak dalam ruang tertutup, sehingga kecurigaan
terhadap trauma inhalasi yang dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas. Kapan
kejadiannya terjadi (Sjaifuddin, 2006).
d. Riwayat Penyakit Dahulu: Penting dikaji untuk menetukan apakah pasien
mempunyai penyakit yang tidak melemahkan kemampuan untuk mengatasi
perpindahan cairan dan melawan infeksi (misalnya diabetes mellitus, gagal
jantung kongestif, dan sirosis) atau bila terdapat masalah-masalah ginjal,
pernapasan atau gastro intestinal. Beberapa masalah seperti diabetes, gagal ginjal
dapat menjadi akut selama proses pembakaran. Jika terjadi cedera inhalasi pada
keadaan penyakit kardiopulmonal (misalnya gagal jantung kongestif, emfisema)
maka status pernapasan akan sangat terganggu (Hudak dan Gallo, 1996).
e. Riwayat Penyakit Keluarga: kaji riwayat penyakit keluarga yang kemungkinan
bisa ditularkan atau diturunkan secara genetik kepada pasien seperti penyakit
DM, hipertensi, asma, TBC dll.
f. Review of System
a. B1 : nafas20 x/menit, tidak ada sesak nafas, bentuk dada simetris,
penggunaan otot bantu nafas tidak ada, saat diperkusi sonor, suara nafas
normal.
b. B2 : Tidak ada peningkatan JVP, HR : 96x/ menit, BP : 170/100 mmHg
c. B3 : pupil normal, orientasi tempat-waktu-orang baik, reflek bicara baik,
pendengaran baik, penglihatan baik, penghidu baik, GCS : 15
d. B4 : urin pekat, Osmolaritas serum >450 mOsm/kg, Natrium serum = 170
mmol/L
e. B5 : kehausan dan penurunan nafsu makan
f. B6 : bola mata cekung, kelemahan otot, membran mukosa mulut kering
g. Pemeriksaan diagnostik
1. WBC 12,0 X 103/1
2. MCV 80,4 Fl
3. Limphosyt 11,2%
4. RDW 44,3 fL
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbon monoksida, inhalasi asap
dan obstruksi saluran nafas atas
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan edema dan efek dari inhalasi asap
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan
lewat evaporasi dari luka bakar
4. Gangguan perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran
darah arteri / vena
Manajemen nyeri :
Borley R. Neil danGrase A. Pierce. 2007. At a glance IlmuBedah. Edisi 3. Jakarta Erlangga
Dewi, Yulia Ratna Sintia. 2013. Luka Bakar : Konsep Umum dan Investigasi Berbasis Klinis
Luka Antemortem dan Postmortem. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Di Maio, V.J.M. & Dana, S.E. 1998. Fire and Thermal Injuries, in: Di Maio, V.J.M. & Dana,
S.E.(eds) Hand Book of Forensic Pathology. USA: Landes Bioscience
Grace, P.A & Borley, N.R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah edisi ketiga. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Gurnida, Dida dan Melisa Lilisari. 2011. Dukungan Nutrisi pada Penderita Luka Bakar. Bagian
Ilmu Kesehatann Anak,Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Rumah Sakit Hasan
Sadikin,Bandung.
Hardisman. 2014. Gawat Darurat Medis Praktis. Yogyakarta : Gosyen Publising.
Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta. Salemba Medika
Horne, M., Pamela L. 2000. Keseimbangan Cairan Elektrolit & Asam basa. EGC : Jakarta
Insley, J. 2000. Vade-Mecum Pediatri. EGC : Jakarta
Moenadjat Y. 2009. Luka bakar masalah dan tatalaksana. Jakarta : Balai penerbit FKUI
Mohamad, Kartono. 2005. Pertolongan Pertama. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Nina, R. 2008. Efek Penyembuhan Luka Bakar dalam Sediaan Gel Ekstrak Etanol 70% Daun
Lidah Buaya (Aloe Vera L) pada Kulit Punggung Kelinci New Zealand. Skripsi. Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Ortiz-Pujols SM, Thompson K, Sheldon GF, et al. 2011. Burn Care : Are There Sufficient
Prociders and Facilities?. Chapel Hill, North Carolina. American College of Surgeons Health
Policy Research Institute
Rahayuningsih. 2012. Penatalaksanaan Luka Bakar Combustio. Akademi Keperawatan Bhaki
Mulia.Sukoharjo
Sari, Suci Mustika. 2015. Pengalaman Prehospital Keluarga dalam Penanganan Luka Bakar di
RSUD Sukoharjo. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada. Surakarta.
Sari, Suci Mustika. 2015. Pengalaman Prehospital Keluarga Dalam Penanganan Luka Bakar Di
Rsud Sukoharjo. Skripsi. Surakarta : Stikes Kusuma Husada .
- See more at: http://sakinahkreatif.blogspot.co.id/2016/06/askep-luka-
bakar.html#sthash.okxHy6mH.dpuf
ASUHAN KEPERAWATAN
Pada Ny. N dengan TCR
Oleh :
Kelompok II
Alif Satria
Darmayanti
Muh. Aflah
Nuryasarah
Ismaniar R. Hasrif