0
BAGIAN PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMILPADANG
2017
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tuan SM
Jenis Kelamin : Laki-laki
MR : 97.79.10
Umur : 30 tahun
Tempat Lahir : Jambi
Status Perkawinan : Belum Kawin
Agama : Islam
Pekerjaan/Pendidikan : -/ SMA
Warga Negara : Indonesia
Suku Bangsa : Melayu
Alamat :Desa Muaro Panco Timur, Kec. Renah Pembarap, Kab.
Merangin, Jambi
Pasien datang ke IGD RSUP M Djamil pada tanggal 6 Mei 2017 pukul 20.45 WIB
diantar oleh orang tua dan kakak ipar.
1
Pasien tidak mau makan dan membuka mulut sejak 1 minggu sebelum masuk RS.
Ketika keluarga hendak menyuapi pasien, pasien mengeraskan rahangnya sehingga
makanan tidak dapat dimasukkan ke mulut pasien. Pasien hanya mendapat asupan dari
makanan cair dan minuman yang disuapi oleh keluarganya setiap hari.
Keluhan muncul secara tiba-tiba karena satu hari sebelumnya pasien masih mau
melakukan aktivitas seperti biasa, bahkan bisa shalat Jumat di Masjid. Keluhan dimulai
dengan pasien tidak mau turun dari tempat tidur dan keluar kamar, tidak mau mandi
ketika disuruh oleh keluarga. Pasien hanya tidur telentang di atas tempat tidur. Ketika di
ajak berkomunikasi oleh keluarga, pasien hanya menjawab dengan suara-suara yang
tidak jelas. Kadang pasien tampak bersedih dan menangis tanpa diketahui penyebabnya.
Satu hari sebelum masuk RS keluhan pasien semakin berat. Pasien mematung di
atas tempat tidur, kaki dan tangan pasien ikut sulit digerakkan. Rahang pasien sangat
keras untuk dibuka, bahkan minuman yang disuapi keluarga sulit untuk masuk. Pasien
tidak mempunyai keluhan dalam menelan, karena makanan ataupun minuman yang
masuk ke dalam tenggorokan pasien dapat pasien telan.
Menurut keluarga, sebelum keluhan muncul, pasien sempat didatangi oleh
seorang perempuan yang mengaku menyukai pasien, tetapi pasien tidak mempunyai
perasaan terhadap perempuan tersebut. Perempuan tersebut memang sering mengunjungi
rumah pasien. Saat terakhir kali berkunjung, perempuan tersebut sempat memberikan
makanan dan dimakan oleh pasien.
3
Kewarganegaraan Indonesia Indonesia
Suku bangsa Melayu Melayu
Agama Islam Islam
Pendidikan SMA SMA
Umur 80 tahun 75 tahun
Alamat Jambi Jambi
Hubungan Biasa Akrab
Dan lain-lain
Skema Pedegree
4. Masa remaja
5
Pasien merasa rendah diri dan pendiam
5. Masa dewasa
a. Riwayat pendidikan
Pasien kuliah di Universitas Muaro Bungo jurusan Sastra Indonesia semester
akhir. Pasien memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliahnya karena
bermasalah dengan pembuatan skripsi.
b. Riwayat pekerjaan
Pasien tidak memiliki pekerjaan
c. Riwayat perkawinan dan rumah tangga
Pasien belum menikah
d. Situasi sosial saat ini :
1. Tempat tinggal : rumah orang tua (+)
2. Polusi lingkunga : bising (-), kotor (-), bau (-), ramai (-), nyaman (+)
e. Ciri kepribadian sebelumnya / gangguan kepribadian (untuk aksis II)
6
Siklotimik Ambisi berlebihan (-), optimis berlebihan (-), aktivitas seksual
berlebihan tanpa menghiraukan akibat yang merugikan (-),
melibatkan dirinya secara berlebihan dalam aktivitas yang
menyenangkan tanpa menghiraukan kemungkinan yang
merugikan dirinya (-), melucu berlebihan (-), kurangnya
kebutuhan tidur (-), pesimis (-), putus asa (-), insomnia (-),
hipersomnia (-), kurang bersemangat (+) rasa rendah diri (+),
penurunan aktivitas (+), mudah merasa sedih dan menangis
(+) dan lain-lain
7
Anankastik Perasaan ragu-ragu yang hati-hati dan berlebihan (-),
preokupasi pada hal-hal yang rinci (details), peraturan daftar,
urutan, organisasi dan jadwal (-), perfeksionisme (-),
ketelitian yang berlebihan (-), kaku dan keras kepala (-),
pengabdian yang berlebihan terhadap pekerjaan sehingga
menyampingkan kesenangan dan nilai-nilai hubungan
interpersonal (-), pemaksaan yang berlebihan agar orang lain
mengikuti persis caranya melakukan sesuatu (-), keterpakuan
yang berlebihan pada kebiasaan sosial (-), dan lain-lain
8
STATUS INTERNUS
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan Darah : 123/78 mmHg
Nadi : Teraba kuat, teratur, frekuensi 104x/menit
Nafas : Abdominalthorakal, teratur, frekuensi 22x/menit
Suhu : 36,20 C
Tinggi Badan : 173 cm
Berat Badan : 60 kg
Bentuk Badan : Normal
Status Gizi : Gizi sedang
Sistem respiratorik : Inspeksi : simetris kiri dan kanan, statis dan dinamis
Palpasi : sukar dinilai
Perkusi : sonor kiri dan kanan
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
Sistem kardiovaskular : Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 2 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : suaru jantung normal, bising (-)
Abdomen : Inspeksi : tidak ada kelainan
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Kelainan Khusus : tidak ditemukan kelainan khusus
A. Keadaan Umum
terkabut (-), koma (-), delirium (-), kesadaran berubah (-), dan lain-lain.
2. Penampilan :
Sikap tubuh: biasa (-), diam (+), aneh (-), sikap tegang (-), kaku (+), gelisah
(-), kelihatan seperti tua (-), kelihatan seperti muda (-), berpakaian sesuai
gender (+)
cara berpakaian : rapi (-), biasa (+), tak menentu (-), sesuai dengan situasi
kesehatan fisik : sehat (+), pucat (-), lemas (-), apatis (-), telapak tangan
3. Kontak psikis : Dapat dilakukan (+), tidak dapat dilakukan (-), wajar (-), kurang
3. Sikap :Kooperatif (+), penuh perhatian (+), berterus terang (-), menggoda (-),
bermusuhan (-), suka main-main (-), berusaha supaya disayang (-), selalu menghindar
(-), berhati-hati (-), dependen (-), infantil (-), curiga (-), pasif (+), dan lain-lain
10
Cara berjalan : biasa (+), sempoyongan (-), kaku (-), dan lain-lain
Ekhopraksia (-), katalepsi (-), luapan katatonik (-), stupor katatonik (-),
Agresi (-), acting out (-), abulia (-), tremor (-), ataksia (-), chorea (-),
distonia (-), bradikinesia (-), rigiditas otot (-), diskinesia (-), konvulsi (-),
Perbendaharaan* : sedikit
Logorrhea (- ), poverty of speech (-), diprosodi (-), disatria (-), gagap (-), afasia
C. Emosi
1. Afek
11
Afek appropriate/ serasi(-), afek inappropriate/ tidak serasi(-), afek tumpul
(-), afek yang terbatas (-), afek datar (+), afek yang labil (-).
2. Mood
mood eutimik (-), mood disforik (-), mood yang meluap-luap (expansive mood)
(-), mood yang iritabel (-), mood yang labil (swing mood)(-), mood meninggi
(elevated mood/ hipertim) (-), euforia (-), ectasy (-), mooddepresi (hipotim)
(+), anhedonia (-), dukacita (-), aleksitimia (-), elasi (-), hipomania (-),
3. Emosi lainnya
Ansietas (-), free floating anxiety (-), ketakutan (-), agitasi (-), tension
(ketegangan) (-), panic (-), apati (+), ambivalensi (-), abreaksional (-), rasa
Anoreksia (-), hiperfagia (-), insomnia (-), hipersomnia (-), variasi diurnal (-),
penurunan libido (-), konstispasi (-), fatigue (-), pica (-), pseudocyesis (-),
bulimia (-)
Gangguan mental (-), psikosis (-), tes realitas ( terganggu/ tidak ), gangguan
pikiran formal (-), berpikir tidak logis (-), pikiran autistik (-), dereisme (-),
12
Neologisme (-), word salad (-), sirkumstansialitas (-), tangensialitas (-),
inkohenrensia (-), perseverasi (-), verbigerasi (-), ekolalia (-), kondensasi (-),
jawaban yang tidak relevan (-), pengenduran asosiasi (-), derailment (-), flight
Delusi/ waham
waham bizarre (-), waham tersistematisasi (-), waham yang sejalan dengan
mood (-), waham yang tidak sejalan dengan mood (-), waham nihilistik (-),
waham kemiskinan (-), waham somatik (-), waham persekutorik (-), waham
Idea of reference.....
Preokupasi pikiran (-), egomania (-), hipokondria (-), obsesi (-), kompulsi (-),
koprolalia (-), hipokondria (-), obsesi (-), koprolalia (-), fobia (-)..,
E. Persepsi
Halusinasi
halusinasi gustatorik (-), halusinasi taktil (-), halusinasi somatik (-), halusinasi
liliput (-), halusinasi sejalan dengan mood (-), halusinasi yang tidak sejalan
13
dengan mood (-), halusinosis (-), sinestesia (-), halusinasi perintah (command
Ilusi (-)
Mimpi : -
Fantasi :-
2. Atensi (perhatian) (+), distractibilty (-), inatensi selektif (-), hipervigilance (-),
dan lain-lain
4. Memori (daya ingat) : gangguan memori jangka lama/ remote (-), gangguan
memori jangka menengah/ recent past (-), gangguan memori jangka pendek/ baru
saja/ recent (-), gangguan memori segera/ immediate (-).Amnesia (-), konfabulasi
pseudodemensia (-).
H. DI / DJ
14
II. Discriminative Judgment : judgment tes : baik, judgment sosial : baik
karena tidak mau makan dan membuka mulut . Saat dilakukan anamnesis di RSUP Dr.
M. Djamil Padang, pasien mengatakan bahwa tidak mempunyai keluhan saat dibawa ke
IGD M. Djamil
Menurut keluarga, keluhan dimulai dengan pasien tidak mau turun dari tempat
tidur dan keluar kamar, tidak mau mandi ketika disuruh oleh keluarga. Pasien hanya tidur
telentang di atas tempat tidur. Ketika di ajak berkomunikasi oleh keluarga, pasien hanya
menjawab dengan suara-suara yang tidak jelas. Kadang pasien tampak bersedih dan
menangis tanpa diketahui penyebabnya.
Keluhan semakin berat, pasien hanya mematung di atas tempat tidur, kaki dan
tangan pasien ikut sulit digerakkan. Rahang pasien sangat keras untuk dibuka, bahkan
minuman yang disuapi keluarga sulit untuk masuk. Menurut keluarga, sebelum keluhan
muncul, pasien sempat didatangi oleh seorang perempuan yang mengaku menyukai
pasien, tetapi pasien tidak mempunyai perasaan terhadap perempuan tersebut.
Perempuan tersebut memang sering mengunjungi rumah pasien.
Keluhan yang dirasakan pasien sudah berulang sejak tahun 2015 sebanyak tiga kali.
Diantara bangkitan keluhan, pasien sehat dan normal, dan sempat kembali melakukan
aktivitas seperti biasa. Keluhan pertama kali muncul karena pasien gagal dalam
15
Berdasarkan anamnesis riwayat penyakit medis, pasien tidak pernah mengalami
riwayat gangguan medis sehingga pada kasus ini, gangguan mental organik dapat
disingkirkan (F00-09).
Pada pasien tidak ditemukan riwayat pemakaian NAPZA, maka pada pasien ini
tidak terdapat diagnosis Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Zat Psikoaktif bisa
disangkal (F10-19).
Pada pasien ditemukan adanya gejala-gejala perubahan suasana alam perasaan
seperti sedih, menangis tanpa sebab, tidak mau makan, sering menyendiri , tidak mau
melakukan aktivitas apapun. Gejala tersebut telah berlangsung sekitar satu minggu yang
lalu dan juga gejala-gejala tersebut telah berulang sebanyak tiga kali, dimana antara
munculan gejala-gejala tersebut pasien dalam keadaan normal. Maka dari itu diagnosis
pasien ini adalah gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala psikotik
(F33.2).
Dari riwayat kepribadian pasien, ditemukan sifat pasien pemalu, kurang berteman,
dan suka melakukan aktivitas yang dilakukan sendiri. Maka dari itu didapatkan
gangguan kepribadian, sehingga aksis II pada pasien ini adalah gangguan kepribadian
skizoid (F60.1)
Pada pasien ini tidak ditemukan suatu kondisi medis umum yang cukup bermakna,
sehingga aksis III pada pasien ini tidak ada diagnosis.
Pasien memiliki masalah dalam pendidikannya, yaitu pasien gagal dalam
menyelesaikan skripsinya. Selain itu pasien juga merasa tertekan dengan perempuan
yang selalu mengunjungi pasien. Perempuan tersebut menyukai pasien sedangkan pasien
tidak memiliki perasaan terhadap perempuan tersebut. Oleh karena itu, ditemukan
masalah pendidikan dan masalah yang berkaitan dengan lingkungan sosial untuk aksis
IV pada pasien.
Pada aksis V berdasarkan penilaian GAF (Global Assessment of Functional Scale)
saat ini pasien berada pada nilai 70-61, beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas
ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.
VII. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I : F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala
psikotik
Aksis II : F60.1 gangguan kepribadian skizoid
16
Aksis III : Tidak ada diagnosa
Aksis IV : masalah pendidikan dan masalah yang berkaitan dengan lingkungan
sosial
AksisV : GAF 70-61
Differensial Diagnosis:
F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan gejala psikotik
VIII. DAFTAR MASALAH
A. Organobiologik : tidak ada
B. Psikologis
Mood : hipotim
Afek : datar
Halusinasi : tida ada
Waham : tidak ada
RENCANA PENATALAKSANAAN
A. Farmakoterapi :
Risperidon 2x1 tab @2 mg
Fluoxetine 1x1 tab @10mg
B. Non Farmakoterapi
1. Kepada pasien
Psikoterapi supportif
terarah.
2. Kepada keluarga
pasien
17
Terapi kepatuhan minum obat pada pasien.
I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
XI. DISKUSI
Telah diperiksa seorang pasien Tn. MS umur 30 tahun di RSUP Dr. M. Djamil Padang
pada tanggal 6 Mei 2017. Pasien dengan diagnosis Gangguan depresif berulang, episode
kini berat tanpa gejala psikotik. Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaaan
fisik dan pemeriksaaan psikiatri.
Pasien datang diantar keluarga karena pasien tidak mau makan dan membuka
mulut. Menurut keluarga, keluhan dimulai dengan pasien tidak mau turun dari tempat
tidur dan keluar kamar, tidak mau mandi ketika disuruh oleh keluarga. Pasien hanya tidur
telentang di atas tempat tidur. Ketika di ajak berkomunikasi oleh keluarga, pasien hanya
menjawab dengan suara-suara yang tidak jelas. Kadang pasien tampak bersedih dan
Keluhan semakin berat, pasien hanya mematung di atas tempat tidur, kaki dan
tangan pasien ikut sulit digerakkan. Rahang pasien sangat keras untuk dibuka, bahkan
minuman yang disuapi keluarga sulit untuk masuk. Keluhan sudah berulang sebanyak
tiga kali semenjak tahun 2015.
Berdasarkan PPDGJ III dapat disimpulkan diagnosis axis I pada pasien ini adalah
F33.2 gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala psikotik. Terdapat
gangguan kepribadian pada pasien ini dan diagnosa axis II adalah F60.1 gangguan
kepribadian skizoid. Pada pasien ini tidak ditemukan gangguan medis umum sehingga
aksis III pada pasien ini tidak ada diagnosis. Pada pasien ini ditemukan adanya masalah
pendidikan dan masalah berkaitan dengan lingkungan sosial sehingga menjadi diagnosa
18
axis IV. Pada aksis V, pasien mengalami gejala gejala ringan dan menetap, disabilitas
ringan dalam fungsi, secara umum masih bk yaitu GAF 70-61. Pasien harus rutin minum
19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
EPISODE DEPRESIF
a. Definisi
b. Etiologi Depresi
- Faktor biologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada
aminbiogenik, seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid),
MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan cairan
serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait dengan patologi
depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi,
dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien memiliki serotonin yang rendah. Pada terapi
despiran mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi
(Kaplan, 2010). Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal tersebut
tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti Respirin, dan
penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti parkinson, adalah disertai gejala
depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine,
dan bupropion, menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010).
Disregulasi neuroendokrin.
Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin, menerima input
neuron yang mengandung neurotransmiter amin biogenik. Pada pasien depresi
ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi akibat kelainan
fungsi neuron yang mengandung amin biogenik. Sebaliknya, stres kronik yang
mengaktivasi aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) dapat menimbulkan
perubahan pada amin biogenik sentral. Aksis neuroendokrin yang paling sering
terganggu yaitu adrenal, tiroid, dan aksis hormon pertumbuhan. Aksis HPA merupakan
aksis yang paling banyak diteliti (Landefeld et al, 2004). Hipersekresi CRH merupakan
gangguan aksis HPA yang sangat fundamental pada pasien depresi. Hipersekresi yang
terjadi diduga akibat adanya defek pada sistem umpan balik kortisol di sistem limpik
atau adanya kelainan pada sistem monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur
CRH (Kaplan, 2010). Sekresi CRH dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut
dan marah berhubungan dengan Paraventriculer nucleus (PVN), yang merupakan organ
utama pada sistem endokrin dan fungsinya diatur oleh sistem limbik. Emosi
mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan peningkatan sekresi CRH (Landefeld,
14
2004). Pada orang lanjut usia terjadi penurunan produksi hormon estrogen. Estrogen
berfungsi melindungi sistem dopaminergik negrostriatal terhadap neurotoksin seperti
MPTP, 6 OHDA dan methamphetamin. Estrogen bersama dengan antioksidan juga
merusak monoamine oxidase (Unutzer dkk, 2002).
Kehilangan saraf atau penurunan neurotransmiter
Sistem saraf pusat mengalami kehilangan secara selektif pada sel sel saraf selama
proses menua. Walaupun ada kehilangan sel saraf yang konstan pada seluruh otak selama
rentang hidup, degenerasi neuronal korteks dan kehilangan yang lebih besar pada sel-sel
di dalam lokus seroleus, substansia nigra, serebelum dan bulbus olfaktorius (Lesler,
2001). Bukti menunjukkan bahwa ada ketergantungan dengan umur tentang penurunan
aktivitas dari noradrenergik, serotonergik, dan dopaminergik di dalam otak. Khususnya
untuk fungsi aktivitas menurun menjadi setengah pada umur 80-an tahun dibandingkan
dengan umur 60-an tahun (Kane dkk, 1999).
2. Faktor Genetik
Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara anggota
keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar)
diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum. Angka keselarasan
sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada kembar monozigot (Davies, 1999).
Oleh Lesler (2001), Pengaruh genetik terhadap depresi tidak disebutkan secara
khusus, hanya disebutkan bahwa terdapat penurunan dalam ketahanan dan kemampuan
dalam menanggapi stres. Proses menua bersifat individual, sehingga dipikirkan kepekaan
seseorang terhadap penyakit adalah genetik.
3. Faktor Psikososial
Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah kehilangan
objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Ada sejumlah faktor psikososial yang diprediksi
sebagai penyebab gangguan mental pada lanjut usia yang pada umumnya berhubungan
dengan kehilangan. Faktor psikososial tersebut adalah hilangnya peranan sosial,
hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan,
peningkatan isolasi diri, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif (Kaplan,
2010) Sedangkan menurut Kane, faktor psikososial meliputi penurunan percaya diri,
kemampuan untuk mengadakan hubungan intim, penurunan jaringan sosial, kesepian,
perpisahan, kemiskinan dan penyakit fisik (Kane, 1999).
Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa kehidupan dan
stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif
dan dukungan sosial (Kaplan, 2010).
Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan
Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode
pertama gangguan mood dari episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa
peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam depresi, klinisi lain menyatakan
bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi.
Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah
kehilangan pasangan (Kaplan, 2010). Stressor psikososial yang bersifat akut, seperti
kehilangan orang yang dicintai, atau stressor kronis misalnya kekurangan finansial yang
berlangsung lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan dapat
menimbulkan depresi (hardywinoto, 1999).
Faktor kepribadian
15
Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada individu, seperti kepribadian
dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya
depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan paranoid (kepribadian yang memakai
proyeksi sebagai mekanisme defensif) mempunyai resiko yang rendah (Kaplan, 2010).
Faktor psikodinamika
Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan bahwa kehilangan objek yang
dicintai dapat menimbulkan depresi (Kaplan, 2010). Dalam upaya untuk mengerti
depresi, Sigmud Freud sebagaimana dikutip Kaplan (2010) mendalilkan suatu hubungan
antara kehilangan objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan
pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang.
Freud percaya bahwa introjeksi mungkin merupakan cara satu-satunya bagi ego untuk
melepaskan suatu objek, ia membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas
dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam
hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan orang yang
berkabung tidak demikian.
Kegagalan yang berulang
Dalam percobaan binatang yang dipapari kejutan listrik yang tidak bisa dihindari,
secara berulang-ulang, binatang akhirnya menyerah tidak melakukan usaha lagi untuk
menghindari. Disini terjadi proses belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada manusia
yang menderita depresi juga ditemukan ketidakberdayaan yang mirip (Kaplan, 2010).
Faktor kognitif
Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan distorsi pikiran
menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme dan
keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut menyebabkan perasaan depresi (Kaplan,
2010).
c. Kriteria diagnosis:
Gejala lainnya:
a) Konsentrasi dan perhatian berkurang
b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f) Tidak terganggu
g) Nafsu makan berkurang
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode
lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat
16
EPISODE DEPRESIF BERAT (F32.2)
1) Semua 3 gejala utama depresi harus ada
2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya
harus berintensitas berat.
3) Bila ada gejala penting (misalnya retardasi psikomotor) yang menyolok, maka
pasien mungkin tidak mau dan tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya
secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode
depresif berat masih dapat dibenarkan.
4) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial ,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat dengan Gejala Psikotik (F33.3)
Untuk diagnosis pasti
17
1) Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus dipenuhi, dan episode
sekarang harus memenuh kriteria untuk episode depresif berat dengan
gejaa psikotik.
2) Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing
selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna.
3)
d. Tatalaksana
1. Farmakoterapi
Penggolongan Antidepresan:
1. Antidepresan Klasik (Trisiklik & Tetrasiklik)
Mekanisme kerja : Obatobat ini menghambat resorpsi dari serotonin dan
noradrenalin dari sela sinaps di ujung-ujung saraf.
Obat-obat yang termasuk antidepresan klasik :
Imipramin
Dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai maksimum 250-
300 mg sehari.
Kontra Indikasi : Infark miokard akut
Klomipramin
Dosis lazim : 10 mg dapat ditingkatkan sampai dengan maksimum dosis 250 mg
sehari.
Kontra Indikasi : Infark miokard, pemberian bersamaan dengan MAO, gagal
jantung, kerusakan hati yang berat, glaukoma sudut sempit.
Amitriptilin
Dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis maksimum
150-300 mg sehari.
Kontra Indikasi : penderita koma, diskrasia darah, gangguan depresif sumsum
tulang, kerusakan hati, penggunaan bersama dengan MAO.
Lithium karbonat
Dosis lazim : 400-1200 mg dosis tunggal pada pagi hari atau sebelum tidur
malam.
Kontra Indikasi : kehamilan, laktasi, gagal ginjal, hati dan jantung.
2. Antidepresan Generasi ke2
Mekanisme kerja :
1. SSRI ( Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor ) : Obat-obat ini menghambat
resorpsi dari serotonin.
2. NaSA ( Noradrenalin and Serotonin Antidepressants ): Obat-obat ini tidak
berkhasiat selektif, menghambat re-uptake dari serotonin dan noradrenalin.
Terdapat beberapa indikasi bahwa obat-obat ini lebih efektif daripada SSRI.
Obat-obat yang termasuk antidepresan generasi ke-2 :
Fluoxetin
Dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari dalam dosis
tunggal atau terbagi.
18
Kontra Indikasi : hipersensitif terhadap fluoxetin, gagal ginjal yang berat,
penggunaan bersama MAO.
Sertralin
Dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200
mg/hr. Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap sertralin.
Interaksi Obat : MAO, Alkohol, Lithium, obat seretogenik.
Citalopram
Dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari.
Kontra indikasi : hipersensitif terhadap obat ini.
Fluvoxamine
Dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam hari,
maksimum dosis 300 mg.
Mianserin
Dosis lazim : 30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90 mg/
hari Kontra Indikasi : mania, gangguan fungsi hati.
Mirtazapin
Dosis lazim : 15-45 mg / hari menjelang tidur.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap mitrazapin.
Venlafaxine
Dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150-250 mg
1x/hari. Kontra Indikasi : penggunaan bersama MAO, hamil dan laktasi, anak < 18
tahun.
3. Antidepresan MAO (Inhibitor Monoamin Oksidase)
Mekanisme kerja:Monoamin oksidase merupakan suatu sistem enzim kompleks yang
terdistribusi luas dalam tubuh, berperan dalam dekomposisi amin biogenik, seperti
norepinefrin, epinefrin, dopamine, serotonin. MAOI menghambat sistem enzim ini,
sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi amin endogen.
Moclobemid
Dosis lazim : 300 mg/ hari terbagi dalam 2-3 dosis dapat dinaikkan sampai dengan
600 mg/ hari .
Untuk Episode Depresi berat dengan gejala psikotik: Regimen antidepresi ditambah
antipsikotik per oral, yaitu golongan antipsikotik atipikal, Risperidon dengan dosis
anjuran 2-6 mg/h.
2. Non Farmakoterapi
1. Terapi Fisik dan Terapi Perubahan Perilaku
19
4. Apabila tidak menunjukan kemajuan stelah 10 hari pengobatan
psikofarmaka
2. Psikoterapi
Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau
mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola
perilaku maladaptif. Terapi dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan profesional
antara terapis dengan penderita. Psikoterapi pada penderita gangguan depresif dapat
diberikan secara individu, kelompok, atau pasangan disesuaikan dengan gangguan
psikologik yang mendasarinya. Psikoterapi dilakukan dengan memberikan kehangatan,
empati, pengertian dan optimisme. Dalam pengambilan keputusan untuk melakukan
psikoterapi sangat dipengaruhi oleh penilaian dari dokter atau penderitanya.
DAFTAR PUSTAKA
20
Depkes RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa diIndonesia III. Jakarta. Departemen Kesehatan.1993.
DSM-IV-TR, 2000. Diagnostic and statistical manual of mental disorders, Fourth
edition. American Psyciatric association.
Kaplan HI, SadockBJ, GrebbJA. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis Jilid Satu. Jakarta. Binarupa Aksara.2010.
Kaplan HI, SadockBJ, GrebbJA. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis Jilid Dua. Jakarta. BinarupaAksara. 2010.
21
22