Disusun Oleh :
M. Gusdanu 200110120183
M. Zaenudin 200110120228
Kelas D
Kelompok
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2014
I
PENDAHULUAN
penyedia pakan. Salah satu alternatif dalam mejaga kelangsungan hidup ternak
merupakan salah satu faktor kelemahan sistem produksi peternakan, hal ini dapat
Pakan adalah makanan atau asupan yang diberikan kepada hewan ternak
(peliharaan). Istilah ini diadopsi dari bahasa Jawa. Pakan merupakan sumber
energi dan materi bagi pertumbuhan dan dan kehidupan makhluk hidup. Zat yang
terpenting dalam pakan adalah protein. Pakan berkualitas adalah pakan yang
dan hijauan yang sangat di butuh untuk ternak ruminansia maupun non
penyedian pakan seperti pembuatan silase, hay, dan amoniasi jerami dan
jangka waktu satu tahun. Dengan dibuatnya makalah ini dapat mengetahui upaya
PEMBAHASAN
Bahan pakan yang juga disebut bahan makanan ternak adalah segala
sesuatu yang dapat dimakan hewan atau ternak, dapat dicerna sebagian atau
al., 1998; Lubis, 1992). Menurut Lubis (1992), berdasarkan asalnya bahan pakan
dapat dibedakan menjadi dua: 1. bahan pakan yang berasal dari tanaman
misalnya: hijauan pakan (forages), hasil sisa tanaman pertanian (jerami), bebijian,
dan hasil samping industri pertanian. 2. bahan pakan yang berasal dari hewan dan
ikan. Kualitas bahan pakan ditentukan oleh kandungan nutriennya atau komposisi
kimianya, disamping dipengaruhi pula ada tidak atau besar kecilnya anti kualitas
atau anti nutrisi pada bahan pakan tersebut (Soejono et al., 2002)Ketersediaan
bahan pakan di Indonesia (daerah tropik) terutama untuk ternak ruminansia yang
hijauan dan konsentrat. Pakan hijauan berasal dari bahan pakan klas 1, 2, dan 3,
yang dapat berupa hasil sisa tanaman pertanian, rumput, daun legume (kacang-
kacangan), dan hijaun lain yang semua dapat diberikan dalam keadaan segar,
rumput lapangan (native grass) dan rumput budidaya (culture). Rumput lapangan
diambil dari pematang sawah, pinggir jalan, atau kebun yang tidak diusahakan
Rumput budidaya dipotong dari rumput yang dibudidayakan atau dikelola khusus
sebagai penghasil pakan hijauan (rumput kolonjono, rumput gajah, rumput raja,
dll). Selain berupa rumput dapat juga berupa legume menjalar (centro, siratro,
unggas dapat berupa pakan siap saji (complete feed) atau pakan konsentrat. Pada
pakan konsentrat protein masih harus ditambahkan bahan pakan lain sumber
energi (jagung dan dedak halus misalnya) agar diperoleh ransum yang serasi.
Pakan untuk ternak ruminansia pada umumnya berupa konsentrat yang diberikan
ternak disamping pakan basalnya. Pakan basal diberikan dalam keadaan segar atau
kering, sedangkan konsentrat diberikan dalam keadaan kering atau dicampur air.
Disamping itu dikenal pakan dalam bentuk pakan komplit atau pakan siap saji
yang merupakan pakan yang cukup mengandung nutrien untuk hewan tertentu
dalam tingkat fisiologi tertentu. Pakan siap saji dibuat untuk diberikan sebagai
satu-satunya pakan yang mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi
tanpa tambahan substansi lain kecuali air (Hartadi et al., 1980), semua bahan
pakan dicampur baik hijauan maupun konsentrat dalam satu bentuk pakan
pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah. Sehingga sapi yang sedang
tumbuh ataupun yang sedang dalam periode penggemukan harus diberikan pakan
penguat yang cukup, sedangkan sapi yang digemukan dengan sistem dry lot
fattening diberikan justru sebagian besar pakan berupa pakan berbutir atau
kehidupannya tanpa adanya asupan pakan. Produktivitas ternak tinggi jika asupan
pakannya seimbang yakni tercukupi baik dari segi kualitas maupun kuantitas
pakan. Pakan memiliki peran yang penting bagi ternak, baik bagi pemenuhan
kebutuhan hidup pokok, bunting, laktasi, produksi (telur, daging dan susu)
jika salah diberi pakan juga dapat menimbulkan penyakit yang merugikan bagi
ternak dan peternak. Jenis pakan yang umumnya diberikan pada ternak adalah
leguminosa. Hijauan pakan atau disebut forage merupakan tanaman pakan yang
berasal dari rumput dan kacang-kacangan yang diambil hijauannya sebagai bahan
pakan (Purbajanti, 2012). Pakan hijauan tidak terjamin sepanjang tahun secara
kuantitatif dan kualitatif, pada saat musim hujan hijauan yang tersedia sangan
melimpah sedangkan saat tiba musim kemarau atau panas hijauan pakan sangat
ruminansia. Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan atau pengawetan hijauan
agar supaya hijaua pakan selalu tersedia untuk memenuhi kebutuhan ternak
tersebut. Tujuan utama dalam pengawetan hijauan adalah untuk memelihara atau
kehilangan pada saat pemanenan dan penyimpanan (Rotzdan Muck, 1994 dalam
fisik atau mekanik, kimiawi, biologis dan kobinasinya. Perlakuan secara fisik
amoniasi. Amoniasi merupakan salah satu perlakuan bahan pakan secara kimiawi
ikatan atara lignin dan selulosa atau emiselulosa (Klopfenstein, 1987 dalam
Pprastyawan at al., 2012). Perlakuan secara biologis dapat dilskukan dengan cara
Pemberian pakan secara individu pada sapi laktasi di kandang atau milking
metode yang lebih barutidak seefektif pemberian secara individual, sistem ini
lebih ekonomis daripada semua sapidiberi sejumlah konsentrat yang sama tanpa
susu, persentase lemak susu,konsumsi pakan, dan bobot badan. Fase 1, laktasi awal (early
beranak. Pada saat ini konsumsi pakan tidak dapat memenuhikebutuhan zat-zat
BKpuncak, 10 minggu kedua setelah beranak. Selama fase ini, sapi diberi makan
mendekati maksimal sehingga dapat me-nyediakan zat-zat makanan yang dibutuhkan. Fase 3,
pertengahan laktasi akhir, 140-305 hari setelah beranak. Fase ini merupakan fase
yangtermudah untuk me-manage. Selama periode ini produksi susu menurun, sapi
dalam keadaanbunting, dan konsumsi zat makanan dengan mudah dapat dipenuhi
Program pemberian pakan sapi kering yang baik dapat meminimalkan problem
selama laktasi berikutnya. Sapi kering harus diberi makanterpisah dari sapi
Pada musim hujan hijauan pakan sebagai pakan utama ternak ruminansia
melimpah sedangkan pada musim kemarau sangat terbatas sampai tidak ada
produksi pangan daripada pakan dan keperluan lain. Lahan subur dengan irigrasi
untuk produksi hijauan pakan digunakan tanah yang tidak subur (margin). Akibat
dari kebijakan ini padang rumput semakin berkurang, produksi pakan hijauan
Indonesia masih tersedia cukup luas lahan yang dapat digunakan untuk
pembibitan ternak (sumber bakalan), sehingga jumlah sapi impor dapat dikurangi
yang berkualitas untuk ruminansia terutama pada musim kemarau dapat dilakukan
tanaman yang tahan terhadap kekeringan yakni sorghum baik sebagai hijauan
ataupun diambil hasil utama dan sisa tanamannya (jeraminya). Potensi jerami padi
masih cukup besar sebagai sumber pakan basal. Fermentasi jerami padi hasil
pakan untuk ternak ruminansia besar, karena disamping pengawetan juga terjadi
fermentasi dari jerami padi segar, sekaligus sebagai pendukung program lumbung
pakan. Daya tampung lumbung pakan dan daya simpan dapat dinaikkan dengan
mesin pres jerami. Untuk pakan ternak perah, sebaiknya dibuat konsentrat dengan
tiga tingkat kandungan nutrien yang disesuaikan dengan tingkat produksi susu
yakni: rendah (di bawah 15 l), sedang ((15-25 l), dan tinggi (di atas 25 l). Hal ini
semakin tinggi tingkat produksi sapi dibutuhkan protein energi, mineral, dan
vitamin yang lebih tinggi sehingga dibutuhkan kualitas konsentrat yang lebih baik.
Kerugian peternak dapat disebabkan turunnya produksi (telur, berat badan, dan
susu) atau di bawah harapan akibat salah pemberian pakan yang disebabkan
negatif pemalsuan bahan pakan atau adanya anti kualitas (anti nutrisi) dalam
bahan pakan. Keadaan ini dapat dicegah dengan jalan mengupayakan jaminan
kualitas bahan baku pakan lewat standarisasi bahan pakan. Dalam waktu
berbahan dasar jerami padi fermentasi untuk memanfaatkan jeramipadi pada saat
Hay merupakan hijauan berupa daunan jenis rumputan atau bijian yang
sengaja dipanen menjelang berbunga yang dikeringkan baik dengan cara diangin-
langsung. Hay merupakan hijauan makanan ternak yang sengaja dipotong dan
lain. Tujuan dari pembuatan hay ini yaitu hay adalah untuk mengurangi tingkat
kandungan air dari hijauan hingga pada suatu level dimana menghambat aksi dari
enzim-enzim baik yang dihasilkan oleh tanaman maupun mikrobial (Mc Donald et
al., 2002 dalam Mansyur et al., 2007), untuk dapat menyediakan hijauan pakan
untuk ternak pada saat-saat tertentu, seperti dimasa paceklik atau musim
kemarau, untuk dapat memanfaatkan hijauan pada saat pertumbuhan terbaik tetapi
pada saat itu belum dimanfaatkan. Sedangkan prinsip dari proses pembuatan hay
ini adalah menurunkan kadar air menjadi 15-20% dalam waktu yang singkat, baik
memotong- motongnya baik dengan cara manual dengan pisau atau sabit maupun
selama 1-2 hari agar kadar air menjadi 20-25% dan perlu dilakukan penimbangan
setiap 5 jam untuk mengetahui kadar airnya. Jika pengeringan sudah merata
selanjutnya hijauan diikat dan hay disimpan digudang. Ciri-ciri hay yang baik
adalah warna hijau kekuningan, tidak banyak daun yang rusak, bentuk daun masih
utuh atau jelas dan tidak kotor atau berjamur, serta tidak mudah patah bila batang
sebagai pakan ternak dapat berlangsung secara merata sepanjang tahun, untuk
Pengawetan tersebut akan berdampak pada keadaan fisik serta komposisi kimia
hijauan tersebut antara lain dengan kehilangan sebagian dari zat makanan (gizi
tersebut. Kualitas dan nilai nutrisi silase dipengaruhi sejumlah faktor seperti
spesies tanaman yang dibuat silase, fase pertumbuhan dan kandungan bahan
kering saat panen, mikroorganisme yang terlibat dalam proses dan penggunaan
mengurangi kehilangan zat makanan suatu hijauan untuk dimanfaatkan pada masa
mendatang. Silase dibuat jika produksi hijauan dalam jumlah yang banyak atau
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Mansyur, Tidi Dhalika, U. Hidayat Tanuwiria Dan Harun Djuned. 2007. Proses
Pengeringan Dalam Pembuatan Hay Rumput Signal (Brachiaria decumbens)
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner : 714-720.
Subekti, Endah. 2009. Ketahanan Pakan Ternak Indonesia. Mediagro Vol. 5 No. 2 : 63
71.
Subekti, G., Suwarno dan Nur Hidayat. 2013. Penggunaan Beberapa Aditif Dan Bakteri
Asam Laktat Terhadap Karakteristik Fisik Silase Rumput Gajah Pada Hari Ke-
14. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 835841.