13010117120019
Sastra Indonesia, SMT I
Kelompok A
Novel Rumah Tanpa Jendela ini menceritakan tentang kisah hidup seorang gadis kecil
yang berumur 8 tahun, namanya Rara. Ia tinggal di sebuah rumah kecil yang berdinding tripleks
bekas di perkampungan kumuh tempat para pemulung tinggal. Selama hidupnya ia selalu
memimpikan sebuah jendela di rumahnya. Ia ingin melalui jendela menikmati sinar mentari pagi
sambil melihat burung-burung yang berkicau di pagi hari. Ia hidup bersama Si Mbok dan
Bapaknya yang bernama Raga. Bapaknya bekerja sebagai tukang sol sepatu dan penjual ikan
hias. Rara juga mempunyai Bude yang bernama Asih. Namun, Si Mbok dan Bapaknya tidak
suka dengan Bude Asih karena pekerjaannya yang tidak halal, yaitu sebagai PSK. Maka dari itu,
Bapaknya tidak mengizinkan Bude Asih tinggal bersamanya. Rara sekolah di tempat yang sangat
sederhana. Bangunan sekolah tersebut hanya berdinding tepas setinggi 1,5 meter dan beratap
seng bekas. Di sana ia dan teman-temannya, anak-anak pemulung diajar oleh seorang guru
pengajar bernama Bu Alya yang dengan sukarela membimbing dan membinanya dengan penuh
kasih sayang. Di samping bersekolah, Rara memiliki pekerjaan sampingan yaitu sebagai ojek
payung. Pada suatu hari turun hujan, Rara bersama teman-temannya mulai mengojek payung.
Saat itu mereka sedang menngojek payung di sebuah sanggar lukis tempat Aldo belajar. Aldo
adalah seorang anak lelaki yang berusia 10 tahun, ia agak sedikit terbelakang mental, dan ia juga
merindukan seorang teman di tengah keluarganya yang selalu sibuk dengan urusannya masing-
masing. Aldo tinggal di perumahan mewah kota Jakarta, ia anak bungsu dari pengusaha kaya
raya bernama Pak Syahri dan Nyonya Ratna. Kakak tertuanya bernama Adam, seorang vokalis
band yang berusia 23 tahun. Dan kakak kedua Aldo adalah Andini, seorang gadis cantik yang
berusia 17 tahun. Akan tetapi, ia agak malu memiliki adik seperti Aldo. Aldo juga memiliki
nenek bernama Aisyah yang baru pindah dari Medan dan kini menetap di rumahnya. Semenjak
ada Nek Aisyah sekarang Aldo menjadi terhibur dan tidak kesepian lagi karena Nek Aisyah
sangat menyayanginya. Dalam suatu peristiwa di sanggar lukis, Aldo berkenalan dengan Rara
yang saat itu tengah mengojek payung dan tidak sengaja terserempet mobil Aldo. Sejak saat itu
mereka menjadi akrab, bahkan Rara dan teman-temannya sering bermain di rumah Aldo.
Meskipun Ibu dan kakaknya Andini merasa terganggu dengan teman-teman barunya, namun
Suatu hari Andini merayakan ulang tahunnya yang ke-17, ia mendapat kejutan berupa
pertunjukan tari dan nyanyi dari Aldo, Nek Aisyah, Rara serta teman-temannya. Bukannya
senang, justru Andini marah besar karena ia merasa Aldo telah mempermalukannya di depan
umum. Andini tidak suka karena semua orang jadi tahu kalau ia punya adik yang cacat.
Sementara itu,di perkampungan kumuh tempat Rara tinggal terjadi kebakaran. Kejadian itu
mengakibatkan Si Mbok dan Bapaknya koma. Gara-gara ulah Andini, Aldo kabur dari rumah.
Aldo merasa kecewa dengan sikap kakaknya yang merasa malu memiliki adik sepertinya. Aldo
kabur ke rumah sakit. Tapi karena Aldo melihat kakaknya Adam mencarinya di rumah sakit,
Aldo akhirnya pergi dari rumah sakit ditemani Rara. Semuanya sibuk mencari, Aldo tetap tidak
mau pulang walau Rara sudah berusaha membujuknya. Hari semakin larut dan hujan mulai
turun. Mereka kelaparan, karena tidak memiliki uang akhirnya Rara dan Aldo mengojek payung
untuk membeli makanan. Mereka bingung mau tinggal di mana, akhirnya Rara mengajak Aldo
untuk pergi ke Sanggar Lukis. Saat penjaga sanggarnya mengetahui kalau Aldo dan Rara
beradadi sana, ia langsung menelpon keluarga Aldo. Begitu tahu keberadaan Aldo dan Rara
mereka langsung menjenguk Aldo dan Rara. Aldo menggambar orang-orang, tetapi Aldo hanya
menggambar Rara, dirinya, Nenek, Bik Siti dan Mas Tarjo (kedua pembantunya). Saat penjaga
sanggar (Mas Teddy) memperhatikan Aldo, ia bertanya mengapa keluarga lainnya tidak
digambar? Aldo hanya berkata yang lain sibuk. Setibanya keluarga Aldo di sanggar, saat
melihat Aldo Nenek langsung memeluk Aldo, disusul Ibunya dan Andini dengan rasa bersalah.
Aldo kemudian kembali ke rumahnya dan Rara kembali ke rumah sakit, ternyata bapaknya telah
meninggal duania dan neneknya telah siuman. Karena Rara dan Neneknya sudah tidak memiliki
tempat tinggal, akhirnya Ayah Aldo menyuruh mereka tinggal di sebuah Villa milik keluarga
Aldo, Rara dan teman-teman pemulungnya disekolahkan. Sesekali Aldo bermain ke sana,
sekarang Rara hidup bahagia karena impiannya untuk memiliki jendela telah terpenuhi. Bahkan
di Villa tersebut banyak sekali jendela dan dapat memandangi lingkungan sekitar yang indah.
Ketika Bude Asih tahu bahwa ayah Rara telah meninggal, akhirnya ia memutuskan untuk
berhenti bekerja sebagai PSK dan menemani Rara juga Si Mbok untuk tinggal di Villa bersama.
Sinopsis Novel Laskar Pelangi
Muhammadiyah yang merupakan SD tertua di Belitung. Saat itu menjadi saat yang paling
menegangkan bagi anak-anak yang ingin bersekolah di SD Muhammadiyah, karena jika jumlah
anak yang bersekolah di sana tidak genap sepuluh orang maka sekolah itu akan ditutup, dan saat
itu hanya berjumlah sembilan anak. Pak Harfan, Bu Muslimah, dan anak-anak serta orang tua
sangat gelisah. Namun, di tengah kegelisahan itu datanglah Harun, seorang yang
keterbelakangan mental. Meski begitu, tetapi kedatangannya itu anak-anak menjadi ada harapan
genap sepuluh orang, diantaranya: Ikal, Lintang, Mahar, Kucai, A Kiong, Sahara, Syahdan,
Trapani, Borek, dan Harun. Dari sanalah dimulai cerita mereka. Mulai dari penempatan tempat
duduk, pertemuan mereka dengan Pak Harfan, perkenalan mereka yang luar biasa, ketika A
Kiong yang malah cengar-cengir saat Bu Mus sebagai guru mereka bertanya siapa namanya,
tingkah bodoh yang dilakukan oleh Borek, pemilihan ketua kelas yang akhirnya Kucai yang
dipilih sebagai ketua kelasnya, kejadian ditemukannya bakat luar biasa Mahar yang begitu
pandai dalam bidang seni, pengalaman cinta pertama Ikal kepada A Ling, sampai perjuangan
Lintang yang mengayuh sepeda 80 kilometer pulang pergi dari rumahnya ke sekolah dan
melewati sebuah danau yang terdapat buaya di dalamnya. Semua kejadian tersebut sangat
menghiasi kehidupan kesepuluh anak itu. Karena mereka begitu menyukai pelangi, maka Bu
Mus sebagai guru terbaik yang mereka miliki memberi mereka julukan Laskar Pelangi. Saat
susah maupun senang mereka lalui dalam kelas, meskipun kelas tersebut yang menurut cerita
pada malam harinya digunakan sebagai kandang bagi hewan ternak. Di SD Muhammad itulah
Ikal dan kawan-kawannya memiliki berjuta kenangan yang menarik. Pada suatu hari Bu Mus
menyuruh Ikal membeli kapur di toko milik keluarga A Ling. Di sinilah dimulai percintaan
mereka yang awalnya Ikal jatuh cinta dengan kuku A Ling yang sangat indah. Ia tidak pernah
menjumpai kuku seindah itu, ketika tahu bahwa pemilik kuku yang indah tersebut adalah A Ling
yang ternyata adalah sepupu A Kiong, Ikal langsung jatuh cinta padanya. Namun, akhirnya A
Ling pindah ke Prancis untuk menemani Bibinya, sehingga mereka tidak lagi bisa berjumpa.
mengatur ide karnaval tersebut, karena Mahar merupakan anak yang kreatif dan nilai
keseniannya pun juga bagus. Pada akhirnya Mahar menemukan ide untuk menari dalam acara
tersebut. Mereka para laskar pelangi menari seperti orang kesetanan karena mereka mengenakan
kalung dari buah langka yang hanya ada di Balithong, yang bisa membuat seluruh badan menjadi
gatal. Namun, berkat semua itu akhirnya SD Muhammadiyah dapat memenangkan perlombaan
karnaval. Flo seorang anak kaya dari SD PN tertarik dengan tarian ketika karnaval hingga
pelangi. Kedatangan Flo membawa pengaruh buruk bagi teman-temannya terutama Mahar yang
duduk sebangku dengannya. Sejak saat itu nilai Mahar seringkali jatuh dan jelek sehingga
membuat Bu Mus marah dan kecewa. Pada suatu ketika diadakan lomba cerdas cermat, seorang
murid bernama Lintang yang dikenal sangat cerdas dalam hal hitung-menghitung ikut dalam
lomba tersebut bersama Ikal dan juga Mahar. Dalam lomba tersebut, Lintang menjawab sebuah
soal yang ternyata jawabannya dibilang salah oleh juri. Namun Lintang dapat menantang dan
mengalahkan Drs. Zulfikar, guru sekolah kaya PN yang berijazah dan terkenal, dengan
jawabannya yang membuat ia memenangkan lomba cerdas cermat. Lintang dan kawan-kawan
membuktikan bahwa bukan karena fasilitas yang menunjang kepintaran dan kesuksesan
seseorang, namun kemauan dan kerja keraslah yang dapat mengabulkan setiap impian. Beberapa
hari kemudian usai perlombaan Lintang tidak lagi tampak di sekolah. Bu Mus dan teman-
temannya begitu risau, akhirnya Bu Mus mendapat surat dari Lintang, dan ternyata Lintang tidak
dapat melanjutkan sekolahnya kembali karena ayahnya meninggal dunia. Semua kisah indah
laskar pelangi harus diakhiri dengan perpisahan seorang Lintang yang jenius itu. Tentu saja hal
tersebut menjadi sebuah kesedihan yang mendalam bagi anggota laskar pelangi. Beberapa tahun
kemudian, saat mereka telah beranjak dewasa, mereka semua banyak mendapat pengalaman
yang berharga dari setiap cerita di masa lalunya, yaitu SD Muhammadiyah. Tentang sebuah
persahabatan, ketulusan yang diperlihatkan dan diajarkan oleh Bu Mus, serta sebuah mimpi yang
harus mereka wujudkan. Ikal akhirnya bersekolah di Paris, sedangkan Mahar dan teman-
Dalam kehidupan sehari-hari mereka bekerja sebagai penderas nira kelapa untuk dibuat gula
merah. Oleh karena itu, mayoritas mereka adalah masyarakat kalangan bawah yang masih belum
bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk makan saja masih susah. Pasangan suami istri
bernama Darsa dan Lasiah harus menjalani kehidupan yang cukup berat. Darsa yang penderes,
yang memiliki istri yang cantik, berkulit putih, dan memiliki nilai fisik yang di atas rata-rata dari
istri-istri para penyadap lain. Ternyata Lasi adalah keturunan campuran dari seorang tentara
Jepang yang meninggalkan ibunya, Mbok Wiryaji usai pernikahan yang kabarnya ditahan
Belanda. Kemiskinan penduduk sangat tergambar di dalam novel ini. Pemahaman kondisi sosial
masyarakat yang miskin, yang begitu berkaitan dengan struktur perdagangan gula yang tidak
pernah adil. Dalam mencari nira, masyarakat Karangsonga harus bertaruh nyawa ketika
memanjat pohon kelapa. Begitu pula dengan nasib Darsa yang jatuh atau dalam kebiasaan
masyarakat disebut sebagai kodok melompat. Darsa juga sempat menderita kelainan di sekitar
alat reproduksinya atau lemah pucuk. Karena hidupnya yang miskin, maka ia hanya dirawat oleh
seorang dukun bayi atau Brunek. Meski kondisi suaminya lemah dan selalu ngompol, akan tetapi
Lasi tetap setia menemani. Karena pengobatan Brunek dilakukan secara intensif terutama pada
bagian selakangan Darsa, akhirnya Darsa kini bisa pulih kembali. Pada malam kebangkitan
kembali Darsa, Bunek meminta agar dicoba kepada Sipah, perawan tua anak Bunek sendiri.
Darsa akhirnya mau menerima tawaran tersebut meskipun itu merupakan pilihan yang cukup
sulit baginya. Hingga berujung pada kepergian Lasipah ke kota untuk meninggalkannya ia pun
menikah dengan Sipah, anak Bunek. Cerita yang lalu telah banyak membedah batin Lasi, sebagai
perempuan desa yang cantik yang sudah terbiasa hidup dalam kemiskinan selama dua puluh
empat tahun, tiba-tiba dia dihadapkan dengan norma-norma pada kehidupan di perkotaan yang
begitu asing baginya. Dia ditampung sementara oleh Ibu Koneng, pengelola warung tempat para
sopir truk mampir yang biasa digunakan untuk tempat pangkalan para perempuan atau pacar para
sopir truk. Lasi sebagai seorang perempuan desa sederhana dengan tingkat pendidikan yang
rendah merasa sulit menyaksikan nilai-nilai sosial di lingkungan sana. Keintiman lelaki dan
perempuan yang selama ini dipahami sebagai perilaku yang didasari oleh percikan jiwa dan
cinta, di warung tersebut bisa terjadi dengan mudahnya. Oleh siapa saja hanya dengan iming-
Lasi yang mempunyai bentuk tubuh dan wajah yang indah dijadikan sebagai barang
dagangan baru yang langka dan sangat berharga bagi Ibu Koneng, yang kemudian diserahkan
kepada Ibu Lanting, mucikari tingkat tinggi yang melayani para pejabat yang kemudian
mendapat imbalan berupa cincin berlian. Para pejabat pemerintahan saat itu mempunyai
kebiasaan mencari pacar atau istri kesekian yang mempunyai wajah mirip dengan orang Jepang.
Hal ini sebagai akibat dari perilaku latah birokrat karena pemimpin besarnya yang memasukkan
seorang geisha ke istana yang akhirnya menjadi ibu negara. Begitu klop dengan Lasi yang
mempunyai wajah layaknya perempuan Jepang hingga menjadi incaran para pejabat. Lasi lalu
ditukar dengan sebuah mobil Mercedes dan beberapa puluh juta rupiah oleh Ibu Lanting kepada
Pak Handarbeni, seorang overste purnawira yang menjadi pejabat yang sudah berumur hampir
enam puluh lima tahun, berbadan gemuk, dan sudah memiliki dua istri. Hidup Lasi bak seekor
bekisar yang menjadi pajangan di rumahnya yang baru dan mewah di Slipi. Bekisar adalah
peranakan ayam hutan dan ayam kampung yang mempunyai keindahan bentuk, bulu, dan
kokoknya. Biasanya jenis ayam ini digunakan untuk hiasan dalam kandang yang indah oleh para
orang kaya. Lasi akhirnya dikawini oleh Pak Handarbeni yang menurut pemikiran Lasi
pernikahannya hanyalah main-main. Dia menikmati segala kemewahan materi yang tidak pernah
terbayangkan olehnya, yang hanya bekas seorang istri penderes nira dari desa Karangsonga.
Namun dibalik segala kemewahan materi tersebut, Lasi merasakan penderitaan batin yang begitu
berat. Dia merindukan desanya, emaknya, dan Kanjat, teman sepermainannya waktu sekolah
yang sekarang sudah menjadi mahasiswa dan hampir lulus. Lasi menjadi semakin linglung
karena adanya pertemuan-pertemuan dengan tokoh-tokoh lama dalam hidupnya. Dia berdiri
diantara dua nilai kehidupan yang dipisahkan oleh jurang yang teramat dalam.
Sinopsis Novel Para Priyayi
Wage tinggal di desa Wanalawas yang letaknya hanya beberapa kilometer dari
Wanagalih. Ia diberi nama Wage sebab ia lahir pada hari Sabtu Wage. Sejak dalam kandungan ia
telah menjadi anak yatim. Kehidupan di desa Wandawas yang diliputi dengan kemiskinan,
apalagi Emboknya yang hanya berprofesi sebagai penjual tempe yang setiap hari menjual
tempenya ke kota Wanagalih sehingga membentuk kepribadian Wage yang lugu dan penurut.
Ketika berusia enam tahun, karena himpitan ekonomi yang mungkin tidak dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya, akhirnya Wage dititipkan oleh Emboknya kepada keluarga Sastrodarsono,
salah satu langganan tempe Embok Wage yang tinggal di jalan Setenon, kota Wanagalih. Embah
Sastrodarsono adalah seorang guru yang merupakan keluarga priyayi. Priyayi adalah golongan
menengah ke atas yang dinilai tinggi pendidikannya dan santun. Semenjak tinggal di sana, Wage
mengalami kenaikan status, yaitu sebagai keluarga priyayi. Meskipun Wage hanyalah anak
Sastrodarsono mengganti nama Wage menjadi Lantip, karena dipandang lebih bermakna dan
lebih pantas di kalangan priyayi. Di dalam keluarga Sastrodarsono, Lantip banyak merasakan
peristiwa suka dan duka. Apalagi ketika mengingat kenyataan pahit ketika Emboknya dikabarkan
meninggal karena keracunan jamur, ia mengetahui bahwa ayahnya mempunyai hubungan dengan
meninggal dengan membawa nama buruk, yang merupakan gembong perampok. Lantip sangat
bahagia hidup di keluarga Sastrodarsono, dimana keluarga tersebut dikenal dengan keluarga
yang saling menghormati. Embah Sastrodarsono memiliki tiga orang anak, anak pertama adalah
Nugroho yang dikenal sangat patuh kepada orang tuanya dan dia juga telah menyelesaikan
sekolah dan menjadi seorang guru. Nugroho mempunyai dua orang anak, kemelut yang terjadi
pada masa kekuasaan Jepang telah merubah garis hidup Nugroho. Ia diangkat menjadi opsir
tentara Republik yang ikut andil secara langsung pada setiap peperangan, dan pada masa itulah
Nugroho menerima nasib yang tragis karena kematian anaknya yang pertama. Anak kedua
Embah Sastrodarsono adalah Hardjo yang juga berhasil menyelesaikan sekolahnya dan menjadi
seorang guru, ia tinggal di desa Wonogiri. Hardjo menikah dengan Sumarti, muridnya sendiri
dan ia dikaruniai seorang anak yang diberi nama Harimurti. Anak ketiga Embah Sastrodarsono
adalah Sumini, seperti halnya yang lain, ia juga telah berhasil menyelesaikan sekolahnya dan
menjadi seorang guru. Sebagai seorang priyayi, Embah Sastrodarsono merawat dan memelihara
anak-anaknya juga merawat anak-anak saudaranya. Lantip terkadang merasa terasingkan karena
derajatnya yang dulunya bukan dari keluarga priyayi, sehingga sering kali ia diremehkan oleh
pusat pembantaian orang-orang kanan pemerintah. Namun pasukan Angkatan Darat segera bisa
meredamkan pembantaian itu. Harimurti, anak dari Hardjo pun turut ditangkap, ia dicurigai
sebagai bagian dari PKI karena pandangannya tentang kesenian dipengaruhi oleh ajaran
Marxisme. Dan salah satu anak Embah Sastrodarsosno yaitu Nugroho juga sering memberikan
kesan negatif kepada Lantip, namun seiring berjalannya waktu Nugroho pun dibuat terkesima.
Dan pada akhirnya Lantiplah yang berhasil menjadi priyayi karena keahliannya yang dapat
begitu bersemangat untuk ikut serta dalam mempertahankan Indonesia. Di depan rumah jalan
Setenan yang awalnya terdapat pohon nangka besar kini telah ditebang. Embah Sastrodarsono
berpesan bahwa hasil penebangan itu dibagikan kepada banyak orang. Usai pembagian tersebut
beliau pingsan dan keadaannya semakin rapuh dan akhirnya meninggal dunia, Lantip dipercaya
oleh keluarga sastrodarsono untuk memberikan pidato pada saat pemakaman berlangsung.
Angkatan Sebelum Kemerdekaan
Sukartono adalah seorang dokter yang menikahi seorang perempuan bernama Sumartini.
Tapi sayang, pernikahan mereka itu tidak didasari oleh cinta, melainkan karena Sumartini itu
adalah wanita yang cantik dan cerdas. Tidak lain dengan Sumartini yang menurutnya menikah
dengan seorang dokter akan besar kemungkinannya untuk melupakan masa lalunya yang begitu
kelam. Sukartono dan Sumartini jarang sekali bicara dan bertukar pikiran, itu sebabnya mereka
tidak saling akrab yang akhirnya keluarga mereka menjadi tidak harmonis, sering salah paham
dan bertengkar. Keadaan rumah tangga mereka menjadi semakin buruk. Apalagi dokter
Sukartono yang terlalu sayang pada pekerjaannya, terlalu sibuk merawat pasiennya, sehingga ia
tidak pernah punya waktu untuk bersama istrinya di rumah. Karena sikap Sukartono yang seperti
itu, akhirnya Sumartini menjadi lebih aktif pada kegiatan sosial dan tidak mengurus rumah
tangganya. Hal ini membuat Sukartono semakin menjauh, sebab dia menginginkan istri
tradisional yang bersedia menyiapkan makan dan menunggunya di rumah. Tetapi mereka
memiliki argumen masing-masing, menurut Sukartono, dia melakukan tugas dengan tulus,
menolong banyak orang, tidak peduli siang maupun malam, dan bahkan tidak dibayar sekalipun.
Tapi menurut Sumartini, Sukartono begitu egois, tidak pernah memperhatikan istrinya dan selalu
sibuk dengan pasien-pasiennya. Ia merasa tidak dihargai dan haknya sebagai istri tidak dipenuhi
oleh Sukartono. Alhasil mereka menjadi sering bertengkar, masing-masing tidak ada yang mau
mengalah karena merasa paling benar. Suatu hari ada pangggilan untuk dokter Sukartono,
seorang wanita yang mengaku sakit keras, ia meminta dokter Sukartono untuk datang ke hotel
tempatnya menginap. Setibanya di hotel, Sukartono merasa terkejut karena pasien yang
memanggilnya itu ternyata adalah Rohayah atau Yah, wanita yang ia kenal sejak kecil saat masih
sekolah di Sekolah Rakyat. Mereka saling bercerita pengalaman hidup masing-masing, Yah
mengatakan bahwa ia sudah janda, korban kawin paksa, dan melarikan diri ke Jakarta karena
sudah tak tahan hidup di Palembang bersama suami pilihan orang tuanya. Selama di Jakarta ia
terjun ke dunia nista, menjadi wanita panggilan simpanan pria Belanda. Sukartono juga bercerita
mencintai dokter Sukartono sejak kecil, ia sering menghayal dokter Sukartono menjadi
suaminya, itu sebabnya ia mencari alamat dokter Sukartono. Setelah ketemu, ia menghubungi
dokter Sukartono dengan berpura-pura sakit. Karena sangat rindu, Yah menggodanya saat itu
juga. Ia sangat ahli menggoda dan merayu laki-laki karena pekerjaan itulah yang ia jalani selama
di Jakarta. Sukartono dan Rohayah mulai bertemu secara diam-diam. Sukartono pun mulai
tergoda dengan rayuannya, karena Yah sering memintanya untuk diobati, maka Sukartono pun
sering mengunjungi Yah. Ia mulai merasa hotel tempat Yah menginap menjadi rumah keduanya.
Yah mampu memberikan banyak kasih sayang yang dibutuhkan Sukartono yang selama ini tiada
pernah ia dapatkan dari istrinya. Melihat tingkah laku Yah yang sopan santun, Sukartono jadi
semakin cinta dan beranggapan bahwa Yah adalah istri yang tepat baginya, karena Sukartono
Lama-kelamaan hubungan mereka berdua diketahui oleh Sumartini. Betapa panas hatinya
ketika mengetahui hubungan gelap suaminya dengan wanita benama Yah. Ia ingin melabrak
wanita tersebut, secara diam-diam ia mendatangi hotel tempat Yah menginap. Ia hendak
memaki-maki Yah karena telah merebut suami orang. Akan tetapi, setelah bertatap muka dengan
Yah, perasaan dendamnya menjadi luluh, kebencian dan segala amarahnya tiba-tiba lenyap. Yah
yang sebelumnya dianggap sebagai wanita jalang ternyata adalah seorang wanita yang lembut
dan ramah. Yang mengejutkan lagi, ternyata Yah juga mengetahui kehidupan gelap Sumartini
dahulu sebelum menikah dengan Sukartono. Sumartini begitu tertegun kalau Yah ternyata tahu
tentang masa lalunya yang kelam. Sumartini merasa malu kepada Yah. Sumartini merasa bahwa
selama ini ia telah salah kepada suaminya. Ia tidak dapat menjadi seperti yang didambakan oleh
suaminya selama ini. Usai bertemu dengan Yah, ia mulai berpikir kembali tentang dirinya, ia
merasa malu kepada suaminya karena belum pernah memberi kasih sayang yang tulus pada
suaminya. Selama ini ia selalu kasar pada suaminya, ia merasa telah gagal menjadi istri.
Akhirnya Sumartini memutuskan untuk berpisah dengan suaminya. Permintaan tersebut dengan
berat hati dipenuhi oleh Sukartono. Walau bagaimanapun juga ia tidak mengharapkan adanya
perceraian. Sukartono meminta maaf kepada istrinya dan berjanji untuk merubah sikapnya,
namun keputusan Sumartini sudah bulat dan akhirnya mereka pun bercerai. Sumartini lalu
pindah ke Surabaya dan mengabdi di sebuah panti asuhan yatim piatu. Hati Sukartono menjadi
tambah sedih karena ternyata Ruhoyah juga ikut-ikutan pindah ke Kaledonia Baru dengan
meninggalkan sepucuk surat dan sebuah piring hitam sebagai bukti bahwa Yah sebenarnya
Novel Azab dan Sengsara menceritakan tentang kisah hidup seorang yang gadis bernama
Mariamin. Ia gadis miskin yang tinggal di kota Sipirok dengan rumahnya yang terbuat dari
bambu dan beratapkan ijuk dekat sungai. Ayah Mariamin, Sutan Baringin (almarhum)
sebenarnya adalah seorang bangsawan, namun semua kekayaannya habis karena beliau semasa
hidupnya hidup boros dan serakah, akhirnya ia jatuh miskin dan meninggal dunia. Sejak kecil
Mariamin sering bermain dengan Aminuddin, putra Baginda Diatas, kepala kampung yang
terkenal dengan kedermawanan dan kekayaannya. Karena selalu bersama hingga dewasa, tidak
terasa mereka pun saling jatuh cinta. Pada suatu hari Aminuddin mendatangi rumah Mariamin
untuk berpamitan, ia ingin pergi ke Medan untuk mencari pekerjaan dan ia juga berjanji untuk
melamar Mariamin jika sudah memperoleh pekerjaan agar bisa mngeluarkan Mariamin dan
keluarganya dari kesengsaraan. Niat Aminuddin juga disampaikan kepada kedua orang tuanya.
Ibu Aminuddin sangat mendukung keinginan anaknya tersebut. Lagipula almarhum ayah
Mariamin itu adalah kakak adik dengan ayah Aminuddin sendiri, maka jika Aminuddin menikah
dengan Mariamin itu dapat menolong keluarga Mariamin agar tidak lagi hidup dalam
kemiskinan. Akan tetapi tidak dengan ayahnya. Ayahnya justru tidak setuju dengan hal itu,
karena menurutnya Aminuddin lebih pantas menikah dengan wanita dari keluarga yang
terhormat. Beliau menganggap jika putranya menikah dengan keluarga miskin akan menurunkan
Setelah tiga bulan berada di Medan, Aminuddin mengirim surat kepada Mariamin untuk
memberitahu bahwa ia sudah mendapatkan pekerjaan. Mariamin sangat bahagia menerima surat
dari Aminuddin. Dalam surat itu ia disuruh untuk berkemas karena Aminuddin telah mengirim
surat kepada orang tuanya untuk datang ke rumahnya dan menjemputnya, karena ia akan
dijadikan istri serta mengantarkannya ke Medan. Namun ayah Aminuddin tidak setuju dengan
permintaan putranya tersebut meskipun ia telah dibujuk oleh istrinya sekalipun. Dengan cara
halus beliau berusaha menggagalkan rencana putranya, beliaupun akhirnya mengajak istrinya
untuk menemui seorang peramal. Sebenarnya itu hanyalah tipu daya Baginda Diatas yang
sebelumnya sudah bersekongkol dengan dukun tersebut, yaitu dengan memberi ramalan bahwa
Aminuddin akan mengalami nasib buruk jika menikah dengan Mariamin. Istrinya pun percaya
dengan ramalan tersebut yang akhirnya ia sependapat dengan suaminya. Mariamin sudah
mempersiapkan jamuan untuk menyambut kedatangan orang tua Aminuddin. Akan tetapi semua
itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Justru yang datang adalah surat permintaan maaf
dari Aminuddin yang memberitahukan bahwa orang tuanya sudah sampai ke Medan bersama
seorang wanita pilihan ayahnya sebagai calon istrinya. Aminuddin sangat kecewa dan hatinya
hancur, tetapi ia tidak dapat menolaknya karena tidak ingin menjadi anak yang durhaka.
Mariamin begitu terguncang mendapati kabar seperti itu, ia pingsan dan jatuh sakit, sekarang
harapannya untuk keluar dari kesengsaraan sudah tiada lagi. Setelah dua tahun berlalu ada
seorang pria datang melamarnya, namanya Kasibun. Akhirnya Mariamin menikah dengan orang
yang belum pernah dikenalnya. Mariamin diboyong ke Medan oleh Kasibun, sesampainya di
sana terbuktilah siapa sebenarnya Kasibun. Kasibun yang awalnya mengaku belum pernah
menikah ternyata telah mempunyai istri yang diceraikannya ketika akan meniikahi Mariamin.
Mariamin hidup sangat menderita, perlakuan kasar suaminya semakin hari semakin menjadi.
dengan alasan karena Kasibun mengidap penyakit mematikan yang bisa menular kepada
pasangannya. Suatu hari Aminuddin mengunjungi rumah Mariamin. Kejadian ini membuat
Kasibun marah besar karena kecemburuannya yang terlalu berlebihan. Hari-hari kehidupan
Mariamin dibalut dengan penderitaan, kerap kali mendapatkan tamparan, pukulan, dan
penyiksaan lainnya. Mariamin pun sudah tak sanggup lagi menjalani kehidupan yang seperti itu,
akhirnya ia melaporkan suaminya kepada polisi dan mereka pun bercerai. Setelah resmi bercerai
dengan Kasibun, Mariamin pun kembali ke kampung halamannya dengan penuh kehancuran.
Penderitaan dan kesengsaraan yang ia alami lengkaplah sudah, baik itu dari segi batin maupun