Anda di halaman 1dari 18

CASSAVA VALUE CHAIN MAPPING

Tugas Mata Kuliah Rantai Nilai dalam Sektor Pertanian

Dosen
Dr. Ir. Sukardi, MS

Oleh
Kelompok 2
Adetiya Prananda Putra (P056111693.10EK)
Saleh Assagaf (P056111893.10EK)
Tantri Wijayanti (P056111953.10EK)
Uri Anjarwati (P056111973.10EK)

PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN DAN BISNIS


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Singkong (Manihot utilissima) disebut juga ubi kayu atau ketela pohon.
Singkong merupakan bahan baku berbagai produk industri seperti industri
makanan, farmasi, tekstil dan lain-lain. Industri makanan dari singkong
cukup beragam mulai dari makanan tradisional seperti getuk, timus, keripik,
gemblong, dan berbagai jenis makanan lain yang memerlukan proses lebih lanjut.
Dalam industri makanan, pengolahan singkong, dapat digolongkan menjadi tiga
yaitu hasil fermentasi singkong (tape/peuyem), singkong yang dikeringkan
(gaplek) dan tepung singkong atau tepung tapioka.
Singkong merupakan komoditas tanaman pangan ketiga setelah padi dan
jagung (Ginting 2002). Singkong dapat digunakan sebagai bahan makanan, bahan
pakan, bahan baku industri, dan komoditi ekspor. Menurut Hafsah (2003)
sebagian besar produksi singkong di Indonesia digunakan untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri (8590 %), sedangkan sisanya diekspor dalam bentuk
gaplek, chips, dan tepung tapioka.
Sebagai bahan makanan, singkong mempunyai peranan dalam pemenuhan
bahan pangan langsung, tetapi tidak memberikan peranan yang besar terhadap
perekonomian Indonesia. singkong mempunyai peranan yang lebih besar sebagai
bahan baku industri dan ekspor non migas. Beberapa produk olahan singkong
yang utama di Indonesia meliputi gaplek, pellet, dan tapioka. Produk olahan ubi
kayu memiliki potensi permintaan yang cukup tinggi dan cenderung meningkat
karena selain dapat dikonsumsi secara langsung oleh rumah tangga, produk
olahan tersebut dapat dijadikan sebagai bahan baku industri dan sebagai bahan
dasar industri lanjutan, seperti industri tekstil, kertas, dan farmasi.
Pada industri tepung tapioka, teknologi yang digunakan dapat
dikelompokkan menjadi tiga yaitu: pertama; tradisional yaitu industri
pengolahan tapioka yang masih mengandalkan sinar matahari dan
produksinya sangat tergantung pada musim, kedua; semi modern yaitu
industri pengolahan tapioka yang menggunakan mesin pengering (oven) dalam
melakukan proses pengeringan dan yang ketiga; full otomate yaitu industri
pengolahan tapioka yang menggunakan mesin dari proses awal sampai
produk jadi. Industri tapioka yang menggunakan peralatan full otomate ini
memiliki efisiensi tinggi, karena proses produksi memerlukan tenaga kerja
yang sedikit, waktu lebih pendek dan menghasilkan tapioka berkualitas.
Selain menghasilkan tepung, pengolahan tapioka juga menghasilkan
limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Limbah padat seperti kulit
singkong dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak dan pupuk, sedangkan onggok
(ampas) dapat digunakan sebagai sebagai bahan baku pada industri
pembuatan saus, campuran kerupuk, obat nyamuk bakar dan pakan ternak.
Limbah cair dapat dimanfaatkan untuk pengairan sawah dan ladang, selain itu
limbah cair pengolahan tapioka dapat diolah menjadi minuman nata de cassava.
Peluang pasar untuk tapioka cukup potensial baik pasar dalam
negeri maupun luar negeri. Permintaan dalam negeri terutama berasal dari
wilayah Pulau Jawa seperti Bogor, Tasikmalaya, Indramayu. Sementara
permintaan pasar luar negeri berasal dari beberapa negara ASEAN dan Eropa.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana pemetaan proses inti dalam rantai nilai singkong?
2. Bagaimana pemetaan kegiatan yang spesifik yang dilakukan oleh para pelaku
dari proses inti dalam rantai nilai singkong?
3. Bagaimana pemetaan para pelaku yang terlibat dalam rantai nilai singkong ?
4. Bagaimana pemetaan arus produk dalam rantai nilai singkong?
5. Bagaimana pemetaan volume arus produk dalam rantai nilai singkong?
6. Bagaimana pemetaan aliran nilai dan keuntungan dalam rantai nilai singkong?
7. Bagaimana Peta matriks dalam rantai nilai singkong?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan penulisan ini adalah :
1. Mengetahui pemetaan proses inti rantai nilai singkong.
2. Mengetahui pemetaan para pelaku dalam rantai nilai singkong.
3. Mengetahui pemetaan kegiatan yang spesifik yang dilakukan oleh para pelaku
dari proses inti dalam rantai nilai singkong.
4. Mengetahui pemetaan arus produk dalam rantai nilai singkong.
5. Mengetahui volume pemetaan arus produk dalam rantai nilai singkong.
6. Mengetahui pemetaan aliran nilai dan keuntungan dalam rantai nilai singkong
7. Mengetahui Peta matriks dalam rantai nilai singkong.
BAB 2. TINJUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian rantai nilai (Value Chain)


Menurut Shank dan Govindarajan dalam Widarsono (2004), Value chain
analysis merupakan alat untuk memahami rantai nilai yang membentuk suatu
produk. Rantai nilai ini berasal dari aktifitas-aktifitas yang dilakukan, mulai dari
penyedian bahan baku sampai distribusi produk akhir ke konsumen, termasuk
juga pelayanan purna jual.
Selanjutnya Porter (1985) menjelaskan, analisis value chain merupakan
alat analisis yang digunakan untuk memahami keunggulan kompetitif, untuk
mengidentifikasi aspek peningkatan value pelanggan atau penurunan biaya, dan
untuk memahami secara lebih baik hubungan perusahaan dengan
pemasok/supplier, pelanggan, dan perusahaan lain dalam industri. Tujuan dari
analisis value chain adalah untuk mengidentifikasi tahap-tahap value chain di
mana perusahaan dapat meningkatkan value untuk pelanggan atau untuk
menurunkan biaya. Penurunan biaya atau peningkatan nilai tambah (Value added)
dapat membuat perusahaan lebih kompetitif.

2.2 Rantai Nilai Porter (Porterss Value Chain)


Gagasan dari rantai nilai berdasarkan pada proses yang dilakukan suatu
organisasi dalam menghasilkan suatu produk/jasa sebagai satu sistem, yang terdiri
dari beberapa subsistem, dimana setiap subsistem mempunyai input, proses
transformasi dan output. Semua bagian-bagian ini meliputi perolehan dan
pemakaian/pemanfaatan dari berbagai sumber daya. Berbagai aktivitas-aktivitas
dari rantai nilai ini dilaksanakan oleh suatu perusahaan akan sangat menentukan
biaya dan keuntungan dari perusahaan tersebut.
Kebanyakan organisasi mempunyai ratusan bahkan ribuan aktivitas dalam
memproses input menjadi output tetapi aktivitas-aktivitas ini secara umum dapat
diklasifikasikan menjadi dua aktivitas, yaitu aktivitas utama (primary activities)
dan aktivitas sekunder/pendukung (supporting activities).
Gambar 2.1. Rantai Nilai Porter (Porters Value Chain)

Menurut Porter (1985), primary activities terdiri dari :


1. Inbound logistics, adalah semua aktivitas yang diperlukan untuk memerima,
menyimpan, dan mendistribusikan input, dan termasuk pula hubungan dengan
para pemasok (suppliers).
2. Operation, adalah semua aktivitas yang diperlukan untuk
mentransformasikan semua input menjadi output (produk dan/atau jasa).
3. Outbound logistics, adalah semua aktivitas yang diperlukan untuk
mengumpulkan, menyimpan dan mendistribusikan output (produk dan/atau
jasa).
4. Marketing and sales, adalah semua kegiatan mulai dari menginformasikan
para calon pembeli mengenai produk dan/atau jasa, mempengaruhi mereka
agar membelinya dan memfasilitasi pemebelian mereka.
5. Services, meliputi semua aktivitas yang diperlukan agar produk dan/atau jasa
telah dibeli oleh konsumen tetap berfungsi dengan baik setelah produk
dan/atau jasa tersebut terjual dan sampai kepada konsumen.
Supporting activities terdiri dari :
1. Procurement, adalah pengadaan berbagai masukan atau sumber daya untuk
suatu perusahaan/organisasi.
2. Manajemen sumber daya manusia, meliputi segala aktivitas yang menyangkut
perekrutan, pemecatan, pemberhentian, penetuan upah dan kompensasi,
pengelolaan, pelatihan, dan pengembangan sumber daya manusia.
3. Pengembangan teknologi, menyangkut masalah perlatan, perangkat keras
(hardware), perangkat lunak (software), prosedur dan pengetahuan teknis
yang digunakan dalam proses transformasi dari input menjadi output dalam
suatu perusahaa/organisasi.
4. Infrastruktur, diperlukan untuk mendukung keperluan-keperluan suatu
perusahaan dan menyelaraskan kepentingan dari berbagai bagian yang terdiri
dari bagian-bagian atau departemen-departemen seperti bagian akutansi,
hukum, keuaangan, perencanaan, bagian umum, quality assurance, dan
manajemen umum.

2.3 Singkong
Singkong yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, dalam
bahasa inggris bernama cassava, adalah pohon dari keluarga Euphorbiaceae dan
merupakan tanaman tahunan dari negara tropis dan subtropis (Wikipedia
Indonesia).

Gambar 2.1 Singkong atau ubi kayu


Ketela pohon (Manihot utillisima) mempunyai kemampuan untuk
membentuk gel melalui proses pemanasan (90 oC atau lebih) sebagai akibat
pecahnya struktur amilosa dan amilopektin. Dengan terbentuknya gel ini, ketela
mampu menjebak udara dan air bebas. Pemecahan ikatan amilosa dan
amolopektin akan menyebabkan terjadinya perubahan lebih lanjut seperti
peningkatan molekul air sehingga terjadi penggelembungan molekul, pelelehan
kristal, dan terjadi peningkatan viskositas (M.J. Deman, 1993).
BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Pemetaan Rantai Nilai


Pemetaan rantai nilai adalah proses mengembangkan gambaran visual dari
struktur dasar dari rantai nilai. Sebuah peta rantai nilai menggambarkan cara
produk mengalir dari bahan baku ke pasar akhir dan menunjukkan bagaimana
fungsi industri. Pemetaan ini merupakan diagram visual yang terkompresi dari
data yang dikumpulkan pada tahapan yang berbeda dari analisis rantai nilai dan
mendukung deskripsi narasi rantai.
Tahapan proses pemetaan rantai nilai yang disarankan:
a. Dasar Pemetaan awal berdasarkan informasi yang diperoleh dari penelitian
dan pengetahuan pada awal analisis, dan
b. Penyesuaian pemetaan yang mencakup revisi berdasarkan wawancara dan
umpan balik dari perusahaan dan individu yang dimasukkan ke dalam proses
analisis

3.2 Pemetaan Proses Inti Dalam Rantai Nilai Singkong


Pertanyaan pertama yang perlu diajukan di setiap analisis rantai nilai ialah
apa saja proses (inti) yang berbeda yang terdapat dalam rantai nilai. Dengan kata
lain, proses apa saja yang terjadi mulai dari input/sarana produksi untuk bahan
baku hingga konsumsi akhir produk akhir?
Langkah pertama ialah mencari tahu proses inti dalam rantai nilai. Sebagai
pedoman umum, coba pilah maksimal enam atau tujuh proses utama yang harus
dilalui bahan baku sebelum dapat mencapai tahap konsumsi akhir, termasuk
penyediaan input/sarana produksi untuk menghasikan bahan baku. Proses inti ini
akan berbeda-beda, tergantung pada karakteristik rantai yang dipetakan: fase yang
dilalui produk-produk industrial berbeda dibandingkan dengan produk atau
layanan pertanian.
Gambar berikut merupakan proses inti rantai nilai yang sederhana dari
singkong (tepung Tapioka) :

Input Domestic
Production Trading Processing Consumtion/ekspor
Supply

3.3 Pemetaan Para Pelaku Dalam Rantai Nilai Singkong


Setelah proses utama terpetakan, kita dapat lanjutkan dengan memetakan
para pelaku -mereka yang terlibat dalam rantai nilai. Bagaimana para pelaku ini
dibedakan akan tergantung pada seberapa lengkap peta yang ingin dihasilkan.
Pembedaan yang paling lugas ialah dalam bentuk kategorisasi pelaku berdasarkan
pekerjaan utama mereka. Misalnya, para pengepul yang terlibat dalam
pengumpulan, dan para produsen yang memproduksi. Pembedaan seperti ini bisa
menjadi titik awal, akan tetapi tidak memberi informasi yang memadai.
Gambar berikut merupakan pemetaan para pelaku dari rantai nilai
singkong (tepung tapioka :

Input Domestic
Production Trading Processing Consumtion/ekspor
Supply

Pengepul Pabrik Industri


Makanan
Petani
Petani Tengkulak Home Industri Rumah Tangga
Hotel dan
Pedagang restaurant
besar Eksportir
3.4 Pemetaan Kegiatan Dalam Rantai Nilai Singkong
Tiap rantai nilai memiliki proses utama dan kegiatan spesifik masing-
masing. Peneliti, berdasarkan penilaiannya, akan menentukan seberapa jauh
rantai nilai tersebut akan diperinci menjadi kegiatan-kegiatan yang spesifik.
Pada ujungnya, rantai nilai yang diperinci ini akan menghasilkan pemahaman
adanya jarak atau kegiatan yang tumpang tindih, apakah terdapat potensi
peningkatan (upgrading), atau sekedar memberikan pemahaman lebih baik atas
situasi yang ada.
Gambar berikut merupakan pemetaan kegiatan dari rantai nilai singkong
(tepung tapioka) :

Input Domestic
Production Trading Processing Consumtion/ekspor
Supply

Budidaya Pengumpulan Konsumsi


Pengupasan Domestik
Singkong Singkong Penympanan
Pencucian
Ekspor
Menanam mengangkut Pemarutan

Memanen Distribusi Pemerasan


Pengendapan
Pengeringan
Penggilingan
Tepung tapioka

3.5 pemetaan arus produk dalam rantai nilai singkong.


Kegiatan ini mencakup identifikasi produk di tiap tahapan proses ketika
produk tersebut mengalami transformasi dari input/sarana produksi menjadi bahan
baku, menjadi bahan-antara, dan menjadi produk akhir. Pemetaan alur seperti ini
akan menghasilkan gambaran yang jelas tentang bentuk produk apa yang
ditangani, diubah, dan diangkut di setiap tahapan proses dalam rantai nilai.
Apabila dilakukan terhadap produk, kegiatan pemetaan ini cukup sederhana: kita
hanya perlu mengikuti tahapan-tahapan yang dilalui produk tersebut, mulai dari
bahan baku hingga produk akhir. Hal ini akan berguna bila seorang peneliti ingin
mengetahui tahap-tahap apa saja yang digunakan untuk menghasilkan produk
akhir.
Gambar berikut merupakan pemetaan arus produk dari rantai nilai
singkong:
3.6 Pemetaan Volume Arus Produk Dalam Rantai Nilai Singkong
Beberapa dimensi dalam pemetaapa volume produk rantai nilai dapat
dikuantifikasi. Misalnya, berapa volume produk, jumlah pelaku, dan jumlah
lapangan kerja? Volume produk erat terkait dengan pemetaan alur produk.
Dimensi volume ditambahkan pada saat kita mengikuti alur produk di sepanjang
rantai nilai. Pengetahuan akan volume produk memungkinkan kita memeilki
gambaran umum etntang ukuran berbagai saluran yang ada dalam rantai nilai.
Gambar berikut merupakan pemetaan arus produk dari rantai nilai
singkong (tepung tapioka) :

Produsen

75%
100 %
100 %
30% 50%
Distributor
25% Industri
Rumah Tangga

35 %
25% 15%
45%

Pedagang Kecil Pedagang Besar

16% 22% 39%

Agen pembelian
23%

54% 12%
34%
63% 37%

Konsumsi dalam Ekspor ke negara lain


negri
3.7 Pemetaan Aliran Nilai dan Keuntungan Dalam Rantai Nilai Singkong
Elemen inti pemetaan rantai nilai ialah memetakan nilai uang yang terdapat
di sepanjang rantai. Hal ini tercakup dalam pertanyaan utama: Bagaimana nilai
mengalami perubahan di sepanjang rantai? Nilai ialah sesuatu yang dapat diukur
dengan berbagai cara. Gambaran paling lugas tentang alur nilai uang ini dapat
diperoleh dengan melihat nilai yang ditambahkan pada setiap langkah di dalam
rantai, yang memberikan gambaran umum tentang perolehan yang didapat di tiap
tahap yang berbeda. Parameter ekonomi lainnya ialah, antara lain, pendapatan,
struktur biaya, laba, dan imbal hasil investasi.
Pada tahap pemetaan analisis rantai nilai, penting untuk diingat bahwa
boleh jadi hanya sedikit sekali informasi akurat yang diketahui tentang biaya,
margin, dan laba di berbagai tingkatan proses dalam rantai nilai. Pada tahap analisis
ini, kemungkinan hanya informasi harga saja yang diketahui untuk tiap tingkatan
proses.
Tabel berikut merupakan pemetaan nilai dan keuntungan dari rantai nilai
singkong (tepung tapioka) :
Cost and Margin of Actors Involved in a Market Channel Selling
Tapioka Flour to Supermarket
Ukuran 1 Kg Distributor Small
tepung tapioka Pabrik Retail Industri Supermarket
Trader
kualitas A
Selling Price
4.500 7.200 6.500 9.000 9.100

Marketing
Cost 300 200 500 1.000

Marketing
Margin 2.700 2.000 1.800 1.900

Net Margin
2.400 1.800 1.300 900

Producers
share of final 49,5 %
Price (%)
3.8 Peta Matriks Dalam Rantai Nilai Singkong
Apabila pemetaan berbagai dimensi rantai nilai telah dirampungkan, suatu
matriks peta rantai nilai dapat disusun dengan memasukkan rangkuman berbagai
informasi utama dari peta yang telah dibuat sebelumnya ke dalam suatu tabel.
Matriks ini dapat digunakan sebagai dasar penyusunan kuesioner, menentukan
kelompok pelaku mana yang perlu diwawancara, serta lokasi geografis mana
yang akan dijadikan pusat kerja lapangan. Matriks ini juga dapat memuat
rangkuman sektor yang dapat dengan mudah ditafsirkan dari perspektif rantai
nilai.
Hambatan terjadi hampir di semua tingkatan proses di rantai nilai
manapun. Misalnya, hambatan efisiensi, hambatan peningkatan (upgrading),
atau hambatan meningkatkan keterlibatan masyarakat miskin. Identifikasi awal
atas hambatan-hambatan ini harus dilakukan di seluruh tingkatan proses, dan
selain itu, potensi solusi juga dapat diidentifikasi.
Tabel berikut merupakan peta matriks dari rantai nilai singkong (tepung
tapioka) :
VALUE CHAIN MAP MATRIX
CORE INPUT DOMESTIC
PRODUCTION TRADING PROCESSING
PROCESS SUPPLY COMPSUMTION/EXPORT

Activities Singkong Budidaya Pengumpulan Pemarutan Konsumsi domestik


Singkong Distribusi Pemerasan Ekspor
Penyaringan
Pengemasan
Aktor Petani Petani Tengkulak Home Industri makanan
Pengepul Industri Rumah Tangga
Pedagang Pabrik Hotel dan restaurant
besar eksportir
Input Tanaman Singkong
singkong
Output Singkong Tepung Tapioka

Location Kab. Jember Jember Jember- Surabaya Dalam negri


Surabaya Korea Selatan
China
Jepang
dll
Challenges Bukan Produksi yang Rent seeker Ketidak Beluim memenuhui
produk tidak activities yang konsistenan permintaan ekspor
pertanian konsisten (dari panjang mutu tepung
utama kualitas
maupun
kuantitas)
Possible Intensifikasi Penyuluhan Memperpendek Menerapkan Peningkatan produksi
Solution pertanian keopada para jalur distribusi SNI dan tepung tapioka
petani tentang produk HACCP, agar
Value added mutu produk
dari singkong konsisten dan
terjamin
BAB 4. KESIMPULAN

Penyusunan peta awal rantai nilai dan matriks peta memberikan landasan
yang kuat untuk melakukan analisis rantai nilai secara menyeluruh. Setelah
kegiatan pemetaan dirampungkan, para praktisi seharusnya dapat menentukan
pelaku rantai nilai mana saja yang harus diwawancara, informasi apa saja yang
perlu dikumpulkan, kesenjangan informasi apa yang terjadi dan signifikan, serta
lokasi geografis untuk kegiatan lapangan.
DAFTAR PUSTAKA

Australian Centre for International Agricultural Reserach. 2012. Membuat Rantai


Nilai Lebih Berpihak Pada Kaum Miskin : Buku Pegangan Bagi Praktisi
Analisis Rantai Nilai.
http://aciar.gov.au/files/node/14578/mn148_membuat_rantai_nilai_lebih_b
erpihak_pada_ka_16415.pdf (diakses 4 Juni 2013).

Rizki Rosyanni pohan. 2011. Analisis Pendapatan Usahatani, Pemasaran dan


Nilai Tambah Ubi Kayu.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/51974/H11rrp.pdf
(diakses 3 Juni 2013).

Subagio, Achmad. Tanpa Tahun. Teknologi Pengolahan dan Pengembangan


Produk Pangan.
http://www.promedia.co.id/p2kp/downlot.php?file=Teknologi%20Pengola
han%20dan%20Pengembangan%20Produk%20Pangan%20PROF%20SU
BAGIO.pdf. (diakses 4 Juni 2013)

Valeria D, C. Muslimin, Andi Askin. 2009. Analisa Usaha Tani dan Pemasarang
Ubi kayu Serta eknologi Pengolahan Tapioka di Kabupaten Pati Jawa
tengah. Seminar Nasional.
http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/MKP_A6.pdf (diakses 4 Juni
2013).

http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/6CF6DF79-7A5E-4162-9BB1-
CB709987FE3C/16058/PengolahanTepungTapioka.pdf

Anda mungkin juga menyukai