Genesa Emas
Suhu relatif rendah (50-250C) dengan salinitas bervariasi antara 0-5 wt.%
Pembentukan endapan epitermal terjadi pada batuan sedimen atau batuan beku,
terutama yang berasosiasi dengan batuan intrusiv dekat permukaan atau ekstrusif,
biasanya disertai oleh sesar turun dan kekar.
Zona bijih berupa urat-urat yang simpel, beberapa tidak beraturan dengan
pembentukan kantong-kantong bijih, seringkali terdapat pada pipa dan stockwork.
Jarang terbentuk sepanjang permukaan lapisan, dan sedikit
kenampakan replacement (penggantian).
Logam mulia terdiri dari Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Cu, Se, Bi, U
Mineral bijih berupa Native Au, Ag, elektrum, Cu, Bi, Pirit, markasit, sfalerit,
galena, kalkopirit, Cinnabar, jamesonite, stibnite, realgar, orpiment, ruby silvers,
argentite, selenides, tellurides.
Mineral penyerta adalah kuarsa, chert, kalsedon, ametis, serisit, klorit rendah-Fe,
epidot, karbonat, fluorit, barite, adularia, alunit, dickite, rhodochrosite, zeolit
Tubuh bijih memiliki bentuk yang bervariasi yang disebabkan oleh kontrol dan
litologi dimana biasanya merefleksikan kondisi paleo-permeability pada kedalaman
yang dangkal dari sistem hidrotermal.
Sebagian besar tubuh bijih terdapat berupa sistem urat dengan dip yang terjal yang
terbentuk sepanjang zona regangan. Beberapa diantaranya terdapat bidang sesar
utama, tetapi biasanya pada sesar-sesar minor.
Pada suatu jaringan sesar dan kekar akan terbentuk bijih pada urat.
Mineral gangue yang utama adalah kuarsa sehingga menyebabkan bijih keras dan
realtif tahan terhadap pelapukan.
Kandungan sulfida pada urat relatif sedikit (<1 s/d 20%).
c. Interaksi Fluida
Epithermal Low Sulphidation terbentuk dalam suatu sistem geotermal yang
didominasi oleh air klorit dengan pH netral dan terdapat kontribusi dominan dari
sirkulasi air meteorik yang dalam dan mengandung CO2, NaCl, and H2S
2.1.1 Emas
Emas adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol Au (bahasa
Latin: 'aurum') dan nomor atom 79. Sebuah logam transisi (trivalen dan univalen) yang
lembek, mengkilap, kuning, berat, "malleable", dan "ductile". Emas tidak bereaksi
dengan zat kimia lainnya tapi terserang oleh klorin, fluorin dan aqua regia. Logam ini
banyak terdapat di nugget emas atau serbuk di bebatuan dan dideposit alluvial dan salah
satu logam coinage. Kode ISOnya adalah XAU. Emas melebur dalam bentuk cair pada
suhu sekitar 1000 derajat celcius.
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya
berkisar antara 2,5 3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan
kandungan logam lain yang berpadu dengannya. Mineral pembawa emas biasanya
berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut
umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam.
Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi.
Mineral pembawa emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan
dan senyawa emas dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium. Elektrum
sebenarnya jenis lain dari emas nativ, hanya kandungan perak di dalamnya >20%
(Sutarto, 2004).
Sebagian besar endapan emas di Indonesia dihasilkan jenis endapan epitermal.
Endapan emas tipe ini umumnya didapatkan dalam bentuk urat, baik dalam urat kuarsa
maupun dlam urat bentuk karbonat yang terbentuk dalam suhu 150-3000C dengan pH
sedikit asam atau mendekati netral Urat-urat tersebut terbentuk oleh hasil aktifitas
hidrotermal yang berada di sekitar endapan porfiri. Dimana emas, perak, tembaga,
wolfram, dan timah terdapat dalam endapan ini (Sukandarrumidi, 2007).
Kebanyakan emas epitermal terdapat dalam vein-vein yang berasosiasi dengan
Alterasi Quartz-Illite yang menunjukkan pengendapan dari fluida-fluida dengan pH
mendekati netral (Fluida-fluida Khlorida Netral) Dalam alterasi dan mineralisasi dengan
jenis fluida ini, emas dijumpai dalam vein, veinlet, breksi ekplosi atau breksi
hidrotermal, dan stockwork atau stringer Pyrite+Quartz yang berbentuk seperti rambut
(hairline)
Emas epitermal juga terdapat dalam Alterasi Advanced-Argillic dan alterasi-
alterasi sehubungan yang terbentuk dari Fluida-fluida Asam Sulfat. Dalam alterasi dan
mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam veinlet, batuan-batuan silika
masif, atau dalam rekahan-rekahan atau breksi-breksi dalam batuan.
Proses terbentuknya emas endapan epitermal dapat diuraikan sebagai berikut: emas
diangkut oleh larutan hidrotermal yang kaya akan ligand HS- dan OH-. Ligan ini
mengangkut emas hingga ke tempat pengendapannya. Kehadiran breksi hidrotermal
merupakan salah satu cirri adanya proses pendidihan pada larutan hidrotermal.
Pendidihan terjadi karena ada pertemuan antara larutan yang bersuhu tinggi (hidrotermal)
dengan larutan yang bersuhu rendah (larutan meteoric). Selama proses pendidihan ini
tekanan menjadi semakin besar sehingga mengancurkan dinding batuan yang dilalui
larutan hidrotermal. Akibat proses pendidihan tersebut, yaitu hilangnya gas H2S, terjadi
peningkatan pH dan penurunan suhu. Ketiga proses tersebut dapat mengantarkan emas
pada batuan sehingga kadar emas primer tinggi biasanya dijumpai di breksi hidrotermal
(Sukandarrumidi, 2007).
Dibawah ini contoh endapan emas epitermal dari sistem low sulfidation danhigh
sulfidation.
Endapan Au Umur
(ton)
Yanacocha/Peru 820 M/P
Pueblo Viejo 680 Cret
Pascua 640 M/P
Pienina/Peru 250 M/P
Lepanto 210 Quat
El Indio 190 M/P
Chinquashih 150 Quat
Summitville 20 M/P
Rodalquilar 10 N/P
2.1.2 Perak
Dijumpai sebagai unsur (perak murni) atau sebagai senyawa. Sebagai perak murni
(Ag) mempunyai sifat; Kristal-kristal berkelompok tersusun sejajar, menjarum, atau
menjaring, kadang berupa sisik, kilap logam. Dalam bentuk mineral didapatkan sebagai
argentite, cerrargirit, miagirit, dan proustit (Sukandarrumidi, 2007). Perak biasanya
berasosiasi dengan pirit, tembaga, emas, kalsit, dan nikel. Perak terbentuk dari reduksi
sulfide pada bagian bawah endapan Ag, Zn, dan Pb. Terkadang juga terbentuk sebagai
endapan primer urat epitermal berasosiasi dengan kalsit (temperature rendah) (Sutarto,
2004). Kandungan perak pada beberapa mineral dapat mencapai perak murni (100%),
argentite (87%), prousite (65%), miagrite (36%), dan dalam kandungan emas (28%).
Endapan perak yang dihasilkan dari endapan emas kurang lebih 75% didapatkan sebagai
hasil samping dari pengolahan bijih emas, nikel dan tembaga. Endapan perak dapat
berupa endapan pengisian dan endapan penggantian, serta pengayaan sulfide.
Kebanyakan endapan perak didunia dihasilkan dari dari hidrotermal tipe fissure
filling (Sukandarrumidi, 2007).
2.2 Pemanfaatan Hasil Endapan Epitermal
2.2.1 Emas
Emas digunakan sebagai standar keuangan di banyak negara dan juga digunakan
sebagai perhiasan, dan elektronik. Penggunaan emas dalam bidang moneter dan
keuangan berdasarkan nilai moneter absolut dari emas itu sendiri terhadap berbagai mata
uang di seluruh dunia, meskipun secara resmi di bursa komoditas dunia, harga emas
dicantumkan dalam mata uang dolar Amerika. Bentuk penggunaan emas dalam bidang
moneter lazimnya berupa bulion atau batangan emas dalam berbagai satuan berat gram
sampai kilogram.
Endapan nikel laterit merupakan bijih yang dihasilkan dari proses pelapukan batuan
ultrabasa yang ada di atas permukaan bumi. Istilah Laterit sendiri diambil dari bahasa
Latin later yang berarti batubata merah, yang dikemukakan oleh M. F. Buchanan
(1807), yang digunakan sebagai bahan bangunan di Mysore, Canara dan Malabr yang
merupakan wilayah India bagian selatan. Material tersebut sangat rapuh dan mudah
dipotong, tetapi apabila terlalu lama terekspos, maka akan cepat sekali mengeras dan
sangat kuat.
Smith (1992) mengemukakan bahwa laterit merupakan regolith atau tubuh batuan
yang mempunyai kandungan Fe yang tinggi dan telah mengalami pelapukan, termasuk
di dalamnya profil endapan material hasil transportasi yang masih tampak batuan
asalnya.
Sebagian besar endapan laterit mempunyai kandungan logam yang tinggi dan dapat
bernilai ekonomis tinggi, sebagai contoh endapan besi, nikel, mangan dan bauksit.
Dari beberapa pengertian bahwa laterit dapat disimpulkan merupakan suatu material
dengan kandungan besi dan aluminium sekunder sebagai hasil proses pelapukan yang
terjadi pada iklim tropis dengan intensitas pelapukan tinggi. Di dalam industri
pertambangan nikel laterit atau proses yang diakibatkan oleh adanya proses lateritisasi
sering disebut sebagai nikel sekunder.
Proses pembentukan nikel laterit diawali dari proses pelapukan batuan ultrabasa,
dalam hal ini adalah batuan harzburgit. Batuan ini banyak mengandung olivin,
piroksen, magnesium silikat dan besi, mineral-mineral tersebut tidak stabil dan mudah
mengalami proses pelapukan.
Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika
dari profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam, hangat dan lembab serta
membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr,
Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979 dalam Nushantara 2002).
Menurut Hasanudin, 1992, air permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfir dan
terkayakan kembali oleh material material organis di permukaan meresap ke bawah
permukaan tanah sampai pada zona pelindian, dimana fluktuasi air tanah berlangsung.
Akibat fluktuasi ini air tanah yang kaya CO2 akan kontak dengan zona saprolit yang
masih mengandung batuan asal dan melarutkan mineral mineral yang tidak stabil
seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si dan Ni akan larut dan terbawa sesuai
dengan aliran air tanah dan akan memberikan mineral mineral baru pada proses
pengendapan kembali .Endapan besi yang bersenyawa dengan oksida akan
terakumulasi dekat dengan permukaan tanah, sedangkan magnesium, nikel dan silika
akan tetap tertinggal di dalam larutan dan bergerak turun selama suplai air yang masuk
ke dalam tanah terus berlangsung. Rangkaian proses ini merupakan proses pelapukan
dan pelindihan/leaching.
Pada proses pelapukan lebih lanjut magnesium (Mg), Silika (Si), dan Nikel (Ni) akan
tertinggal di dalam larutan selama air masih bersifat asam . Tetapi jika dinetralisasi
karena adanya reaksi dengan batuan dan tanah, maka zat zat tersebut akan cenderung
mengendap sebagai mineral hidrosilikat (Ni-magnesium hidrosilicate) yang disebut
mineral garnierit [(Ni,Mg)6Si4O10(OH)8] atau mineral pembawa Ni (Boldt, 1967).
Adanya suplai air dan saluran untuk turunnya air, dalam hal berupa kekar, maka Ni
yang terbawa oleh air turun ke bawah, lambat laun akan terkumpul di zona air sudah
tidak dapat turun lagi dan tidak dapat menembus batuan dasar(bedrock). Ikatan dari Ni
yang berasosiasi dengan Mg, SiO dan H akan membentuk mineral garnierit dengan
rumus kimia (Ni, Mg) Si4O5(OH)4. Apabila proses ini berlangsung terus menerus, maka
yang akan terjadi adalah proses pengkayaan supergen/supergen enrichment. Zona
pengkayaan supergen ini terbentuk di zona Saprolit. Dalam satu penampang vertikal
profil laterit dapat juga terbentuk zona pengkayaan yang lebih dari satu, hal tersebut
dapat terjadi karena muka air tanah yang selalu berubah-ubah, terutama tergantung dari
perubahan musim.
Di bawah zona pengkayaan supergen terdapat zona mineralisasi primer yang tidak
terpengaruh oleh proses oksidasi maupun pelindihan, yang sering disebut sebagai zona
batuan dasar (bed rock). Biasanya berupa batuan ultramafik seperti Peridotit atau Dunit.
a. Batuan asal
Merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit, macam
batuan asalnya adalah batuan ultrabasa. Dalam hal ini pada batuan ultrabasa tersebut :
terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan lainnya, mempunyai mineral-
mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil, seperti olivin dan piroksin,
mempunyai komponen-komponen yang mudah larut dan memberikan lingkungan
pengendapan yang baik untuk nikel.
b. Iklim.
Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi kenaikan
dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses
pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan
membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-rekahan dalam
batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada batuan.
c. Reagen-reagen kimia dan vegetasi.
Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-
senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung
CO2 memegang peranan penting didalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus
menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat merubah pH larutan dan erat kaitannya
dengan vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan : penetrasi air
dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan,
akumulasi air hujan akan lebih banyak, humus akan lebih tebal Keadaan ini merupakan
suatu petunjuk, dimana hutannya lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat
endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi
dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis.
d. Struktur
Yang sangat dominan adalah struktur kekar (joint) dibandingkan terhadap
struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan beku mempunyai porositas dan
permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya
rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan berarti proses
pelapukan akan lebih intensif.
e. Topografi.
Setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta reagen-reagen lain. Untuk
daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan mempunyai
kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau
pori-pori batuan. Akumulasi andapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang
landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan
mengikuti bentuk topografi. Pada daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air yang
meluncur lebih banyak daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan
kurang intensif.
f. Waktu
Yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena
akumulasi unsur nikel cukup tinggi.
Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku ultrabasa. Komposisinya meliputi
oksida besi yang dominan, goethit, dan magnetit. Ketebalan lapisan ini rata-rata 8-15
m. Dalam limonit dapat dijumpai adanya akar tumbuhan, meskipun dalam persentase
yang sangat kecil. Kemunculan bongkah-bongkah batuan beku ultrabasa pada zona ini
tidak dominan atau hampir tidak ada, umumnya mineral-mineral di batuan beku basa-
ultrabasa telah terubah menjadi serpentin akibat hasil dari pelapukan yang belum
tuntas. fine grained, merah coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari limonit soil
menyelimuti seluruh area. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat hilang
karena erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam mineral manganese
oxide, lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc, tremolite, chromiferous, quartz,
gibsite, maghemite.
c. Silika Boxwork
Putih orange chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan sebagian menggantikan
zona terluar dari unserpentine fragmen peridotite, sebagian mengawetkan struktur dan
tekstur dari batuan asal. Terkadang terdapat mineral opal, magnesite. Akumulasi dari
garnierite-pimelite di dalam boxwork mungkin berasal dari nikel ore yang kaya silika.
Zona boxwork jarang terdapat pada bedrock yang serpentinized.
d. Saprolite
Zona ini merupakan zona pengayaan unsur Ni. Komposisinya berupa oksida besi,
serpentin sekitar <0,4% kuarsa magnetit dan tekstur batuan asal yang masih terlihat.
Ketebalan lapisan ini berkisar 5-18 m. Kemunculan bongkah-bongkah sangat sering
dan pada rekahan-rekahan batuan asal dijumpai magnesit, serpentin, krisopras dan
garnierit. Bongkah batuan asal yang muncul pada umumnya memiliki kadar SiO2 dan
MgO yang tinggi serta Ni dan Fe yang rendah. campuran dari sisa-sisa batuan, butiran
halus limonite, saprolitic rims, vein dari endapan garnierite, nickeliferous quartz,
mangan dan pada beberapa kasus terdapat silika boxwork, bentukan dari suatu zona
transisi dari limonite ke bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi
rekahan, mineral-mineral primer yang terlapukkan, chlorite. Garnierite di lapangan
biasanya diidentifikasi sebagai kolloidal talc dengan lebih atau kurang nickeliferous
serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.
e. Bedrock
Bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah yang lebih besar dari 75 cm
dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak mengandung mineral
ekonomis (kadar logam sudah mendekati atau sama dengan batuan dasar). Batuan dasar
merupakan batuan asal dari nikel laterit yang umumnya merupakan batuan beku
ultrabasa yaitu harzburgit dan dunit yang pada rekahannya telah terisi oleh oksida besi
5-10%, garnierit minor dan silika > 35%. Permeabilitas batuan dasar meningkat
sebanding dengan intensitas serpentinisasi.Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang
membuka, terisi oleh mineral garnierite dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi
penyebab adanya root zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya
tersembunyi.
Nikel digunakan untuk membuat campuran logam (non Ferros Alloy),missal alloy
nikel-besi dengan kandungan nikel antara 50-80% sisanya besi. Alloy alni yaitu
campuran alminium nikel dan besi,yang dalam penggunaanya sama dengan
penggunaan baja karbon,alloy Ferrid yang mengadung nikel oksida dan seng . Alloy
tersebut biasanya dimanfaatkan untuk peralatan elektronika. Disamping itu nikel
digunakan untuk pelapis logam dengan cara elekro pllating,baja tahan karat
,bahan campuran keramik .
Penambangan biji nikel laterit dilakukan dengan penambangan terbuka lapisan tanah
penutup dikupas dengan bulldozer, biji digali dengan power shovel biji nikel sulfida
ditambang dengan tambang terbuka atau dengan tambang dalam tergantung dari
keadaan endapanya. alur proses pengolahan laterit nikel yang diterapkan secara
komersial didasarkan pada kandungan magnesium (Mg) dan rasio nikel-besi (Ni/Fe).
Saat ini terdapat dua (2) pilihan jalur proses ekstraksi, yaitu pirometalurgi dan
hidrometalurgi. Jalur proses ekstraksi pirometalurgi menggunakan tipe laterit nikel
saprolit dengan produk nikel berupa ferro-nickel (FeNi), nickel pig iron, dan nickel
sulfide matte (nickel matte). Sedangkan proses hidrometalurgi paling umum diterapkan
untuk laterit limonit.
Kesimpulan
Endapan nikel laterit merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan ultramafik
pembawa Ni-Silikat. Umumnya terdapat pada daerah dengan iklim tropis sampai
dengan subtropis. Pengaruh iklim tropis di Indonesia mengakibatkan proses pelapukan
yang intensif, sehingga beberapa daerah di Indonesia bagian timur memiliki endapan
nikel laterit. Proses konsentrasi nikel pada endapan nikel laterit dikendalikan oleh
beberapa faktor yaitu, batuan dasar, iklim, topografi, airtanah, stabilitas mineral,
mobilitas unsur, dan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap tingkat kelarutan
mineral. Dengan kontrol tersebut akan didapatkan tiga tipe laterit yaitu oksida, lempung
silikat, dan hidrosilikat.
Untuk memperoleh nikel dari tipe deposit laterit terdapat beberapa jalur proses
pengolahan dan dapat diklasifikasikan seperti ditunjukkan pada Gambar 4 dan 5.
Komposisi deposit laterit nikel akan bergantung pada tipe batuan induk, iklim tempat
deposit terbentuk dan proses pelapukan. Hal ini memberikan hubungan yang spesifik
antara komponen deposit dan pilihan proses pengolahannnya disertai kendala
kendalanya.
A. SIFAT-SIFAT TEMBAGA
1. Sifat Fisika
2. Sifat Kimia
Tembaga merupakan unsur yang relatif tidak reaktif sehingga tahan terhadap
korosi.
Pada udara yang lembab, permukaan tembaga ditutupi oleh suatu lapisan yang
berwarna hijau yang menarik dari tembaga karbonat basa, Cu(OH)2CO3.
Pada suhu sekitar 300C tembaga dapat bereaksi dengan oksigen membentuk
CuO yang berwarna hitam. Sedangkan pada suhu yang lebih tinggi, sekitar
1000C, akan terbentuk tembaga (I) oksida (Cu2O) yang berwarna merah.
Tembaga tidak diserang oleh air atau uap air dan asam-asam non-oksidator
encer seperti HCl encer dan H2SO4 encer, tetapi HCl pekat dan mendidih
menyerang logam tembaga dan membebaskan gas hidrogen.
Tembaga tidak bereaksi dengan alkali, tetapi larut dalam amonia oleh adanya
udara membentuk larutan yang berwarna biru dari kompleks Cu(NH3)4+.
Tembaga panas dapat bereaksi dengan uap belerang dan halogen. Bereaksi
dengan belerang membentuk tembaga(I) sulfida dan tembaga(II) sulfida dan
untuk reaksi dengan halogen membentuk tembaga(I) klorida.
GENESIS TEMBAGA
Genesa endapan bijih tembaga secara garis besar dapat dibagi 2 (dua)
kelompok, yaitu genesa primer dan genesa sekunder.
1. Genesa Primer
Proses genesanya berada dalam lingkungan magmatik, yaitu suatu proses yang
berhubungan langsung dengan intrusi magma. Bila magma mengkristal maka
terbentuklah batuan beku atau produk-produk lain. Produk lain itu dapat berupa
mineral-mineral yang merupakan hasil suatu konsentrasi dari sejumlah elemen-
elemen minor yang terdapat dalam cairan sisa. Pada keadaan tertentu magma
dapat naik ke permukaan bumi melalui rekahan-rekahan (bagian lemah dari
batuan) membentuk terowongan (intrusi). Ketika mendekati permukaan bumii,
tekanan magma berkurang yang menyebabkan bahan volatile terlepas dan
temperatur yang turun menyebabkan bahan non volatile akan terinjeksi ke
permukaan lemah dari batuan samping (country rock) sehingga akan terbentuk
pegmatite dan hidrotermal.
Endapan porfiri adalah endapan mineral yang terjadi akibat suatu intrusi
memiliki kadar rendah namun tersebar merata, yang kemudian terjadi kontak
dengan batuan samping yang menyebabkan terjadinya mineralisasi, dan
merupakan endapan penghasil tembaga terbesar yaitu lebih dari 50%. Sifat
susunan mineral bijih endapan tembaga porfiri adalah:
2. Genesa Sekunder
Proses genesanya melalui proses ubahan (alteration) yang terjadi pada mineral-
mineral urat (vein) terutama tembaga yang bersifat tidak stabil bila terkena
pengaruh air dan udara. Mineral sulfida Mineral - Tembaga
Pada zona diantara permukaan tanah dan muka air tanah berlangsung sirkulasi
udara dan air yang aktif, akibatnya sulfida-sulfida akan teroksidasi menjadi
sulfat-sulfat dan logam-logam dibawa serta dalam bentuk larutan, kecuali unsur
besi. Larutan mengandung logam tidak berpindah jauh sebelum proses
pengendapan berlangsung. Karbon dioksit akan mengendapkan unsur Cu
sebagai malakit dan azurit. Disamping itu akan terbentuk mineral lain seperti
kuprit, gunative, hemimorfit dan angelesit. Sehingga terkonsentrasi kandungan
logam dan kandungan kaya bijih.
Apabila larutan mengandung logam terus bergerak ke bawah sampai zona air
tanah maka akan terjadi suatu proses perubahan dari proses oksidasi menjadi
proses reduksi, karena bahan air tanah pada umumnya kekurangan oksigen.
Dengan demikian terbentuklah suatu zona pengayaan sekunder yang dikontrol
oleh afinitas bermacam logam sulfida.
Keberadaan Tembaga
Tembaga dapat ditemukan baik sebagai tembaga asli atau sebagai bagian
dari mineral. Tetapi, mudah didapat dari mineral. Tembaga sangat langka dan
jarang sekali diperoleh dalam bentuk murni. Tembaga asli disebut polikristal.
Penggunaan tembaga yaitu dalam bentuk logam merupakan paduan penting
dalam bentuk kuningan, perunggu serta campuran emas dan perak. Ada banyak
contoh tembaga yang mengandung mineral, misalnya kalkopirit dan kalkosit,
tembaga sulfida, azurite dan perunggu, karbonat tembaga dan cuprite.
Sifat Tembaga
Tembaga merupakan logam yang berwarna kuning dan keras bila tidak
murni. Tembaga mudah ditempa dan bersifat elastis sehingga mudah dibentuk
menjadi pipa, lembaran tipis dan kawat. Tembaga juga merupakan onduktor
panas dan listrik yang baik, kedua setelah perak.
Pembuatan Tembaga
Tembaga adalah salah satu jenis mineral dari hasil suatu pertambangan.
Dari hasil tambang itulah dilakukan pemisahan antara tembaga dengan tanah
yang disebut bijih. Dari bijih Cu mulailah awal proses pembuatan
tembaga. Biasanya bijih yang paling banyak ditemukan di alam adalah bijih
tembaga-besi sulfida (CuFeS2).
Kegunaan Tembaga
Tembaga dapat digunakan sebagai bahan untuk kabel listrik dan kumparan
dinamo.Tembaga juga bisa dipadukan, paduan tembaga 70% dengan seng 30%
disebut kuningan, sedangkan paduan tembaga 80% dengan timah putih 20%
disebut perunggu. Perunggu yang mengandung sejumlah fosfor sering
digunakan dalam industri arloji dan galvanometer. Kuningan berwarna seperti
emas sehingga banyak digunakan sebagai perhiasan atau ornamen-ornamen.
Sedangkan perunggu banyak dijadikan sebagai perhiasan dan digunakan pada
seni patung. Tembaga juga digunakan sebagai bahan penahan untuk bangunan
dan beberapa bagian dari kapal. Dan, serbuk tembaga digunakan sebagai
katalisator untuk mengoksidasi metanol menjadi metanal.
D. Genesa Batubara
Akibat dari proses ini terjadi peningkatan persentase kandungan Karbon (C),
sedangkan kandungan Hidrogen (H) dan Oksigen (O) akan menjadi menurun, sehingga
dihasilkan batubara dalam berbagai tingkat mutu (Susilawati, 1992 dalam Sunarijanto,
2008: 5).
Secara berurutan, proses yang dilalui oleh endapan sisa-sisa tumbuhan sampai
menjadi batubara yang tertinggi kualitasnya adalah sebagai berikut:
1. Sisa-sisa tumbuhan mengalami proses biokimia berubah menjadi gambut
(peat);
2. Gambut mengalami proses diagenesis berubah menjadi batubara muda
(lignite) atau disebut juga batubara coklat (brown coal);
3. Batubara muda (lignite atau brown coal) menerima tekanan dari tanah yang
menutupinya dan mengalami peningkatan suhu secara terus menerus dalam
waktu jutaan tahun, akan berubah menjadi batubara subbituminus (sub-
bituminous coal);
4. Batubara subbituminus tetap mengalami peristiwa kimia dan fisika sebagai
akibat dari semakin tingginya tekanan dan temperatur dan dalam waktu yang
semakin panjang, berubah menjadi batubara bituminus (bitumninous coal);
5. Batubara bitumninus ini juga mengalami proses kimia dan fisika, sehingga
batubara itu semakin padat, kandungan karbon semakin tinggi, menyebabkan
warna semakin hitam mengkilat. Dalam fase ini terbentuk antrasit (anthracite);
6. Antrasit, juga mengalami peningkatan tekanan dan temperatur, berubah
menjadi meta antrasit (meta anthrasite);
7. Meta antrasit selanjutnya akan berubah menjadi grafit (graphite). Peristiwa
perubahan atrasit menjadi grafit disebut dengan penggrafitan (graphitization).
Dalam semua tingkatan pembentukan batubara itu terdapat berbagai unsur yang sangat
mempengaruhi peringkat mutu batubaranya dan sebagai dasar pembagian klas
penggunaannya. Secara garis besarnya dalam batubara terdapat unsur-unsur:
Kandungan air total (total moisture), yakni jumlah kandungan air yang ada pada fisik
batubara, yang terdiri dari air dalam batubara itu sendiri dan air yang terbawa waktu
melakukan penambangan.
Kandungan air bawaan (inheren moisture), yakni air yang ada dalam batubara itu
mulai saat awal pembentukannya. Kadar air itu pada dasarnya akan mempengaruhi
nilai batubara, artinya semakin tinggi kandungan air, maka semakin rendahlah mutu
batubara tersebut.
Kandungan zat terbang (volatile matter), adalah semua unsur yang akan menguap
(terbang) waktu batubara itu mengalami pemanasan. Volatile matter yang tinggi akan
menyebabkan mutu batubara jadi rendah, karena pada intinya volatile matter tidak
memberikan nilai kalor. Batubara dengan volatile matter tinggi, yang tertumpuk pada
stockpile, akan mudah mengalami swabakar, terutama pada udara lembab dan adanya
unsur pemicu oksidasi di dalamnya, seperti pirit dan sebagainya.
Total sulphur (belerang), adalah salah satu unsur yang dapat menurunkan mutu
batubara, karena unsur belerang yang banyak akan menyebabkan rendahnya nilai
kalor dan dapat menyebabkan kerusakan pada dapur pembakaran, serta juga
menyebabkan adanya gas beracun.
Kandungan abu (ash content), adalah sejumlah material yang didapat dari sisa
pembakaran batubara. Semakin tinggi kadar abu batubara, maka semakin rendahlah
mutu batubara tersebut. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, abu ini berasal dari
material yang tidak dapat dioksidasi oleh oksgen.
Kandungan karbon tertambat (fixed carbon), adalah persentase karbon yang ada pada
suatu satuan volume batubara. Semakin tinggi kadar karbon, maka semakin baguslah
kualitas batubara tersebut, karena yang paling berguna dari batubara itu adalah karbon
ini, karena karbonlah yang menghasilkan nilai kalori pada waktu dilakukan
pembakaran batubara.
Nilai kalori (CV), adalah jumlah kalori yang dihasilkan per kg batubara yang dibakar.
Semakin tinggi nilai kalorinya, semakin baguslah mutu batubaranya.
d. Genesa Batubara
Proses pembentukan Batubara berawal dari adanya penumpukan material pembentuk
Batubara yaitu tumbuh-tumbuhan sebagai bahan baku pembentukan yang tertumpuk pada
daerah rawa. Setelah mengalami penumpukan maka material tersebut mengalami proses
pembusukan dan tertimbun oleh material tanah. Proses ini disebut juga sebagai proses
humufication. Material yang telah mengalami proses pembusukan kemudian diuraikan oleh
bakteri anaerobic dan menjadi massa jelly. Akibat adanya pengaruh tekanan dari massa yang
tertumpuk diatas massa jelly menyebabkan massa ini mengalami pemadatan dan menjadi
gambut. Karena adanya pengaruh tekanan yang terus menerus dan disertai dengan pengaruh
temperatur massa gambut ini mengalami proses pembatubaraan atau coalification.
Ganesa Batubara
Batubara yang terbentuk dialam terbagi atas dua (2) jenis antara lain :
1. Batubara Insitu
Batubara jenis ini adalah Batubara yang terbentuk pada tempat dimana material
pembentukan tertumpuk dalam hal ini adalah daerah rawa. Barubara jenis Insitu
cenderung mempunayai lapisan yang tebal mempunyai warna yang sangat kilap dan
mempunyai mineral pengotor bawaan yang relatif sedikit.
2. Batubara Eksitu
Batubara jenis ini terbentuk setelah Batubara Insitu terbentuk. Dengan artian
bahwasanya Batubara jenis ini terbentuk akibat adanya proses Sedimentasi dari Batubara
Insitu. Batubara yang telah terbentuk pada daerah rawa akan mengalami pengangkatan.
Karena adanya proses alam maka Batubara Insitu mengalami perombakan dan
tertransportasi pada daerah cekungan. Batubara jenis ini cenderung mempunyai lapisan
yang tipis dan mempunayi material pengotor bawaan yang relatif banyak. Hal ini
disebabkan oleh adanya proses transportasi yang menyebabkan Batubara yang
tertransportasi tertumpuk bersamaan dengan mineral yang lain.
E. GANESA BIJIH BESI
Proses terjadinya cebakan bahan galian bijih besi berhubungan erat dengan adanya
peristiwa tektonik pra-mineralisasi. Akibat peristiwa tektonik, terbentuklah struktur sesar,
struktur sesar ini merupakan zona lemah yang memungkinkan terjadinya magmatisme, yaitu
intrusi magma menerobos batuan tua, dicirikan dengan penerobosan batuan granitan (Kgr)
terhadap Formasi Barisan (Pb,Pbl). Akibat adanya kontak magmatik ini, terjadilah proses
rekristalisasi, alterasi, mineralisasi, dan penggantian (replacement) pada bagian kontak
magma dengan batuan yang diterobosnya.
Perubahan ini disebabkan karena adanya panas dan bahan cair (fluida) yang berasal
dari aktivitas magma tersebut. Proses penerobosan magma pada zona lemah ini hingga
membeku umumnya disertai dengan kontak metamorfosa. Kontak metamorfosa juga
melibatkan batuan samping sehingga menimbulkan bahan cair (fluida) seperti cairan
magmatik dan metamorfik yang banyak mengandung bijih.
Proses terjadinya cebakan bijih besi didaerah penelitian berkaitan dengan proses-
proses tersebut diatas, dalam hal ini peristiwa tektonik, metamorfosa dan metasomatisme
kontak berperan untuk terjadinya cebakan bijih besi di daerah penelitian. Bila dikaitkan
dengan batuan yang tersingkap didaerah penelitian yaitu batuan metamorfosa seperti marmer
yang dulunya merupakan batugamping, maka dapat disimpulkan bahwa terbentuknya bijih
karena terjadinya proses metamorfosa pada batugamping. Kemudian akibat proses
magmatisme pada batugamping terjadi proses penggantian (replacement) sehingga larutan
yang mengandung mineral bijih terendapkan bersamaan dengan terbentuknya batuan
metamorfosa (marmer).
Setelah proses mineralisasi (pasca-mineralisasi), terjadi kembali peristiwa tektonik
setempat yang membentuk sesar mendatar dan sesar normal, struktur tersebut akan
membentuk kembali geometri dari cebakan mineral atau akan terjadi dislokasi.
Pembentukan Proses terbentuknya bijih sangatlah kompleks. Sering lebih dari satu proses
bekerja bersama-sama. Meskipun dari satu jenis bijih, apabila terbentuk oleh proses yang
berbeda-beda, maka akan menghasilkan tipe endapan yang berbeda-beda pula. Penggolongan
bijih menurut pembentukannya :
1. bijih primer (hipogen), yakni bijih yang diendapkan pada saat terjadinya proses pelogaman
2. bijih sekunder (supergen), yakni bijih yang diendapkan sebagai akibat alterasi dari bijih
primer, oleh proses pelapukan dari air permukaan yang meresap ke dalam tanah.
Proses pembentukan :
Sebaran deposit bijih besi di Indonesia mulai dari Sumatera (Aceh, Sumatera Barat
dan Lampung), Jawa (Cilacap, Blitar, Tulung Agung dan Daerah sekitar Kulon Proggo),
Kalimantan (Pelaihari, Tanah Bumbu,Kotabaru) Hingga kawasan timur Indonesia, di War
Akopi dan Was Isyow, Papua . Namun yang selama ini banyak dikembangkan adalah
endapan bijih besi.
Bijih besi sendiri diambil dari alam dalam wujud berupa oksida besi. Proses pengolahan
dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kadar oksigen yang terkandung di dalamnya.
Bijih besi yang ditambang di dalam tidak murni, melainkan masih tercampur batu pengering
seperti silikat dan aluminat. Oleh sebab itu, material tersebut perlu dicuci terlebih dahulu di
saluran goyang. Kemudian material yang telah bersih dipecahkan secara bertingkat sampai
ukurannya menjadi halus sekali. Dimulai dari proses breaking menggunakan mesin hammer
mill, lalu proses crushing memakai mesin gyratory mill, hingga proses grinding dengan mesin
ball mill.
Berikut ini penjelasan secara rinci mengenai langkah-langkah pengolahan bijih besi menjadi
besi kasar :
Setelah melewati tahap breaking menggunakan mesin hammer mill, bijih besi akan berwujud
batu atau pasir. Batu/pasir bijih besi ini kemudian dihancurkan memakai mesin gyratory mill
sehingga ukurannya menjadi mesh 10. Tujuan dari proses crushing ialah memperbesar luas
permukaan pada material tersebut sehingga dapat mempermudah pekerjaan berikutnya.
Langkah 2. Penghalusan (Grinding)
Maksud dari penghalusan bijih besi ialah memurnikan kandungan yang ada di dalamnya.
Bijih tersebut diproses menggunakan mesin ball mill supaya semakin banyak mineral-mineral
yang tidak diinginkan yang tercampur dengan butiran halus bijih besi. Pada tahap ini, bijih
besi akan dihaluskan sampai ukurannya menjadi 120 mesh.
Langkah ini dikerjakan untuk memisahkan antara butiran-butiran yang bersifat logam dan
non-logam. Seluruh proses pemisahannya dilakukan secara magnetik, di mana butiran bijih
besi dicuci memakai air di dalam silinder yang telah dilapisi bahan magnet. Jadi bijih yang
bersifat magnetit (Fe3O4) dan hematit (Fe2O3) akan terpisah secara otomatis. Dengan
begini, maka tingkat kemurnian pada bijih besi yang dihasilkan pun akan meningkat.
Bijih besi yang bersifat hematit mempunyai daya magnet yang rendah. Oleh sebab itu, bijih
tersebut harus dipanggang agar daya magnetnya bisa meningkat. Di dalam proses ini terjadi
pemisahan sekali lagi antara material yang memiliki kadar Fe hingga 65% dengan material
yang non-magnet.
Proses kalsinasi dilakukan untuk menurunkan kadar air yang terkandung di dalam bijih besi.
Prosesnya dilaksanakan memakai mesin rotary dryer, di mana material tersebut dimasukkan
ke dalam silinder yang berputar dengan arah yang berlawanan. Selanjutnya silinder tadi akan
dikenai uap panas yang bersuhu sekitar 200-300 derajat celsius dari burner.
Sebelum melewati proses ini, bijih besi dicampur dengan batubara dan binder bentonit
dengan komposisi tertentu. Batubara berguna untuk meningkatkan kadar besi melalui proses
reduksi dari internal. Sedangkan binder bentonit ditambahkan agar konsentrat besi oksida
yang halus bisa merekat membentuk gumpalan.
Kemudian bijih besi yang telah bercampur batubata dan binder bentonit dimasukkan ke
dalam mesin pelletizing secara bertahap. Mesin ini berbentuk bejana yang berputar dengan
kecepatan dan sudut kemiringan tertentu. Proses perputaran ini mengakibatkan timbulnya
gaya centrifugal sehingga partikel-partikel halus akan saling mendekat dan menekan satu
dengan yang lainnya. Lama-kelamaan semua partikel ini akan membentuk gumpalan pellet
basah. Green pellet ini biasanya berdiameter 12 mm serta mempunyai kuat tekan 5 kg/pellet
dan kuat jatuh hingga 5 kali.
Tujuan dari dilakukannya proses reduksi yakni memurnikan kandungan besi oksida menjadi
besi murni melalui rangkaian proses reduksi eksternal menggunakan gas alam (CO2) dan
proses reduksi internal memakai batubara. Seluruh rangkaian dari proses ini juga
dilaksanakan di suhu hingga mencapai 1700 derajat celsius. Akibatnya material oksida besi
akan terpisah sehingga terbentuklah besi murni yang mempunyai kadar Fe hingga 92%,
sedangkan kandungan oksidanya berubah bentuk menjadi gas CO2.
Setelah itu, material yang terbentuk didinginkan di dalam mesin coolet hingga suhunya
berubah menjadi 60 derajat celsius. Hasil dari proses pendinginan ini berupa pellet yang
memiliki kualitas sesuai standar, di mana diameternya berkisar antara 12-15 mm dengan kuat
tekan 250 mpa. Jadi material tersebut bisa dikemas dan disebut sebagai curah.
Green pellet selanjutnya bisa dibentuk menurut desain tertentu. Green pellet yang diperoleh
dari proses pelletizer kemudian dimasukkan ke dalam tungku blast furnace. Lalu masukkan
larutan kapur dan gas CO2 dengan komposisi tertentu sebagai zat pereduksi. Proses ini
dimulai dengan pelelehan (melting) untuk memisahkan kembali kandungan di dalam green
pellet antara logam besi dan kotoran karena perbedaan berat jenis. Adapun besi yang
dihasilkannya nanti mengandung kadar kemurnian Fe total 95%. Hasil dari proses ini
selanjutnya dialirkan menuju ke mesin casting untuk keperluan pencetakan bentuk sesuai
kebutuhan.
Seperti sudah diketahui sebelumnya, besi memiliki banyak sekali manfaat bagi kehidupan
sehari hari, terutama dalam bidang konstruksi, karena besi memiliki struktur yang kuat dan
tangguh. Berikut ini adalah beberapa pemanfaatan dari unsur besi yang sering kita temui
dalam kehidupan sehari hari :
Bijih besi murni yang dileburkan dan langsung dicetak tanpa campuran berbagai macam
unsur lainnya akan membentuk besi baja. Besi baja dinilai memiliki kekuatan yang dangat
baik dan sering digunakan sebagai penopang konstruksi konstruksi dari proyek proyek
bangunan. Berikut ini adalah beberapa manfaat dari besi baja :
2. Sebagai bahan dasar pembuatan tiang tiang rambu lalu lintas dan LPJ ( lampu
penerangan jalan )
Bjih besi yang dilebur dapat dicampur dengan unsur lain, seperti jenis alumunium untuk
membuat tiang tiang lampu jalanan dan rambu lalu yang kuat, namun ringan. Selain itu
campuran ini juga dinilai ekonomis dan mudah dalam perawatan, serta memiliki ketahan
terhadap korosi atau karat yang cukup bagus.
Besi tuang merupakan salah satu jenis logam ferro. Logam ferro merupakan jenis logam yang
dibuat dengan campuran antara besi dan karbon. Hasil campuran ini akan menciptakan logam
yang sangat kuat dan tahan lama. Biasanya jenis besi tuang ini diaplikaskan dan
dimanfaatkan untuk :
Alas mesin
Meja perata
Blok silinder pada mesin kendaraan dan mesin konstruksi
Cincin torak
4. Besi tempa
Beberapa bijih besi akan dicetak dengan ukuran ukran tertentu dan dibuat menjadi
lembaran lembaran. Hal ini diperuntukkan untuk keperluan besi tempa. Besi tempa
merupakan jenis besi yang mengandung 99% bijih besi, yang akan dibuat menjadi suatu
barang. Berikut ini adalah beberapa aplikasi dari besi tempa :
Berbeda dengan besi baja murni yang sangat kuat, terutama untuk pembuatan proyek
konstruksi, baja lunak merupakan campuran antara bijih besi dengan karbon, dengan
kandungan campuran karbon sebanyak 0.1 0.3%. biasanya jenis baja ini dapat ditempa, dan
mudah dipotong dengan menggunakan gergaji tangan. Berikut ini beberapa pemanfaatan dari
baja lunak :
6. Baja sedang
Merupakan jenis baja yang lebih keras dan kuat dibandingkan baja lunak. Baja sedang
memiliki kandungan campuran besi dan karbon, dengan kadar karbon sebanyak 0.4 0.6%.
Baja sedang ini sering dimanfaatkan sebagai alas dan poros dari peralatn berat. berikut ini
beberapa manfaat dari baja sedang :
7. Baja dengan campuran karbon yang tinggi dan tambahan campuran lainnya
Bijih besi yang dibuat menjadi baja jenis ini biasanya memiliki kandungan campuran karbon
sebanyak 0.7 1.5 % dan juga biasanya sering ditambahkan campuran unsur lain, seperti
nikel, kobalt, dan krom. Baja jenis ini memiliki kualitas yang baik dari segi kekuatan dan
ketahanan dan biasanya anti karat. Berikut ini adalah beberapa pemanfaatan dari baja jenis ini
Selain dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan peralatan konstrukis, bijih besi
juga dapat dimanfaatkan sebagai aksesoris dan peralatan rumah tangga. Banyak aksesoris dan
peralatan rumah tangga yang dapat dibuat dengan menggunakan bijih besi, yang tentunya
dicampur dengan unsur lain, seperti nikel, krom, tembaga dan lainnya. Berikut ini aksesoris
yang memiliki bahan dasar besi :
Bijih besi yang sudah menjadi besi juga dapat menjadi bahan baku pembuatan rangka
kendaraan, seperti sepeda, motor dan mobil. Dengan menggunakan rangka dari bahan besi,
kualitas kendaraan akan menjadi lebih baik, dan kuat, namun mudah mengalmi korosi alias
karat, sehingga harus dirawat dengan tepat.
Itulah beberapa manfaat bijih besi dalam kehidupan sehari hari yang sangat membantu dalam
berbagai industri kehidupan manusia. Semoga bermanfaat.