Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya alam ini
merupakan sebuah kelebihan yang dapat dimanfaatkan demi kesejahteraan rakyat dan
sebuah kekayaan yang kelestariannya harus dijaga. Pemanfaatan dan pengelolaan
sumber daya alam akan menjadi faktor penentu kelestarian lingkungan hidup di masa
mendatang.

Salah satu sumber daya alam yang terdapat di Indonesia adalah bahan galian dalam
tanah seperti logam emas (Au). Penambangan emas terdapat di banyak daerah di
Indonesia, salah satunya berada di Kabupaten Mandailing Natal, Propinsi Sumatera
Utara. Sektor penambangan emas di Kabupaten Mandailing Natal berada di enam
kecamatan yakni Muarasipongi, Batang Natal, Batahan, Kotanopan, Nagajuang, dan
Hutabargot (Hapni, 2016). Seiring ditemukannya prospek emas di daerah tersebut,
semakin meningkat pula aktifitas penambangan yang dilakukan. Kegiatan penambangan
umumnya menimbulkan kerusakan lingkungan bila tidak ditangani dengan baik.

Kegiatan penambangan emas dilakukan oleh penambang Kabupaten Mandailing Natal


secara tradisional yakni menggunakan teknik yang sederhana dan relatif murah. Untuk
penggalian, digunakan alat-alat seperti cangkul, linggis, palu, dan alat tradisional
lainnya. Batuan yang mengandung emas hasil penambangan kemudian ditumbuk hingga
berukuran kira-kira 1 cm. Selanjutnya, hasil tumbukan tersebut akan digiling dengan
alat gelondong yang memiliki panjang 50-60 cm dan diameter 30 cm dengan alat
penggiling 4-5 batang besi. Bijih dimasukkan dalam mesin gelondong, bersama dengan
merkuri dan diputar selama beberapa jam untuk membentuk amalgam (Campuran antar
logam; sering disebut alloy). Setelah proses penggilingan, amalgam dikeluarkan dan
disaring menggunakan kain parasut. Pada proses penyaringan, emas yang masih
diselimuti oleh merkuri tertinggal kemudian dilanjutkan dengan proses pembakaran
untuk mendapatkan emas. Lumpur dan air yang masih mengandung merkuri yang lolos
dari penyaringan dibuang langsung ke sungai sehingga menyebabkan pencemaran
(Rangkuti, 2013).

I-1
Untuk mencegah dan menanggulangi sungai yang tercemar akibat merkuri perlu
dilaksanakan tindakan pengolahan dan pengelolaan. Proses pengelolaan air yang sering
dilakukan saat ini adalah dengan teknik adsorbsi dengan karbon aktif yang merupakan
metode untuk menghilangkan polutan. Adsorben yang biasa digunakan dalam
pengolahan air limbah menjadi air baku adalah karbon aktif, senyawa alam yang banyak
terdapat dalam limbah pertanian atau buangan industri merupakan potensi adsorben
murah (Zikra dkk, 2015). Karbon aktif merupakan suatu jenis karbon yang dapat
dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang
diperlakukan dengan cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas
(Mujizah, 2010). Bahan baku yang berasal dari hewan, tumbuhan, limbah atau mineral
yang mengandung karbon dapat dibuat menjadi karbon aktif, antara lain tulang, kayu,
sekam, tongkol jagung, tempurung kelapa, sabut kelapa, ampas penggilingan tebu,
ampas pembuatan kertas, serbuk gergaji, dan batu bara (Sembiring dan Sinaga, 2003).

Salah satu material yang berpotensi digunakan sebagai adsorben adalah kulit durian.
Kulit durian dipilih sebagai bahan baku dalam penelitian ini sebab kulit durian banyak
terdapat di sekitar kita dan merupakan limbah dari buah durian yang banyak dikonsumsi
oleh masyarakat Indonesia. Secara kimiawi, komponen utama penyusun kulit durian
adalah serat yang di dalamnya terkandung gugus selulosa, poliosa seperti hemiselulosa,
lignoselulosa dan lignin (Santosa dkk., 2003). Kulit durian memiliki kandungan karbon
yang cukup tinggi, sekitar 60% (Chandra dkk, 2009) sehingga dapat dijadikan bahan
pembuatan karbon aktif untuk digunakan sebagai absorben. Menurut Apriani dkk
(2013), kulit durian mengandung bahan yang tersusun dari selulosa yang tinggi (5060
%) carboxymethylcellulose dan lignin (5%). Selulosa ini dapat digunakan sebagai
pengikat bahan logam. Pada kulit durian terdapat tiga gugus hidroksil yang reaktif dan
memiliki unit berulang-ulang yang membentuk ikatan hidrogen intramolekul dan antar
molekul. Ikatan ini memiliki pengaruh yang besar pada kereaktifan selulosa terhadap
gugus-gugus lain.. Dengan melihat struktur dan karakteristik dari kulit durian tersebut,
memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif
sebagai adsorben logam Hg.

Berikut adalah beberapa penelitian yang memanfaatkan kulit durian sebagai bahan baku
karbon aktif ataupun yang menggunakan logam Hg sebagai sampel:

I-2
Tabel 1.1 Penelitian yang memanfaatkan kulit durian dan logam Hg

Variasi
No Peneliti Judul Penelitian Hasil
Tetap Berubah
Mercury removal from
Sampel: Hg(NO3)2 Karbon aktif yang diaktivasi
Zhang Fu-Shen, water using activated
Bahan baku: Organic Aktivator: H2SO4, H3PO4, dan menggunakan ZnCl2
1 Jerome O. Nriagu, carbons derived
Sewage Sludge ZnCl2 memiliki efektifitas sebesar
Hideaki Itoh (2005) from organic sewage
Suhu: 650 0C (1 jam) 83,4%
sludge
Thio Christine
Chandra, Magdalena Impregnation Ratio (IR):
Activated carbon from IR sebesar 0, 5 dan suhu 500
Maria Mirna, Jaka Aktivator: KOH 0,25, 0,5, 1 0
2 durian shell: Preparation C menghasilkan luas
Sunarso, Yohanes Bahan baku: Kulit durian Suhu: 400, 450, 500, 550,
and characterization penampang 849 m2/g
Sudaryanto, Suryadi 600, 650 0C
Ismadji (2009)
Pengaruh Konsentrasi
Aktivator Kalium
Aktivator: KOH
Ririn Apriani, Irfana Hidroksida (KOH) Konsentrasi aktivator
Sampel: Air gambut Konsentrasi aktivator: 5%,
3 Diah Faryuni, Dwiria terhadap Kualitas Karbon sebesar 25% memiliki
Bahan baku: Kulit durian 10%, 15%, 20%, 25%
Wahyuni (2013) Aktif Kulit Durian sebagai efektifitas sebesar 85,38%
Suhu: 400 0C (2 jam)
Adsorben Logam Fe pada
Air Gambut
Aktivator: KOH
M. Azmier Ahmad, Modified durian seed as
Sampel: Methyl red
Norhidayah Ahmad, adsorbent for the removal Adsorbsi maksimal pada
4 Bahan baku: Kulit durian pH: 2 s/d 12
Olugbenga Solomon of methyl red dye from pH 6 sebesar 92,52 %
Suhu: 800 0C (Kenaikan 10
Bello (2014) aqueous solutions 0
C per menit)
Desilikasi Karbon Aktif
Penurunan silika dengan
Sekam Padi sebagai Aktivator: ZnCl2 Desilikasi: NaOH 2,5 M, 5
Nasir La Hasan, NaOH 10 M hingga 68,24%
Adsorben Hg pada Sampel: Hg(NO3)2.H2O M, 10 M
5 Muhammad Zakir, Logam Hg yang teradsorpsi
Limbah Pengolahan Emas Bahan baku: Sekam padi Waktu kontak: 5, 10,
Prastawa Budi (2014) selama 100 menit sebesar
di Kabupaten Buru Suhu: 400 0C (2 jam) 20, 40, 60, 80, 100, 120 menit
99,5%
Propinsi Maluku
6 Abdurrahman Adsorbsi Logam Fe Aktivator: KOH Suhu kalsinasi: 800 dan 900 Efektivitas pada suhu

I-3
0
Bahtiar, Irfana Diah Menggunakan Adsorben Sampel baku: Air Sungai C kalsinasi 800C dan 900C
Faryuni, M. Ishak Karbon Kulit Durian Menyuke masing-masing sebesar
Jumarang (2015) Teraktivasi Larutan Bahan: Kulit durian 93,06% dan 93,95%
Kalium Hidroksida Suhu: 400 0C (2 jam)
Aktivator: KOH 0,1N Massa karbon aktif: 1; 1,5; 2; Massa karbon aktif sebesar
Beni Febriansyah, Pembuatan Karbon Aktif
Sampel: Fe2O3 2,5; 3 gr 3 gr dan waku kontak
7 Chairul, Silvia Reni dari Kulit Durian sebagai
Bahan baku: Kulit durian Waktu kontak: 30, 60, 90, selama 120 menit memiliki
Yenti (2015) Adsorbent Logam Fe
Suhu: 320 0C (2 jam) 120 menit efektifitas hingga 96,75%
Nuvicha Rizqi Adsorpsi Ion Logam Pb Aktivator: KOH 0,1N Ukuran saringan: 60, 80, 100 Ukuran saringan 100 mesh
Yuniva Zikra, dengan Menggunakan Sampel: Pb(NO3)2 mesh dan waktu kontak 120 menit
8
Chairul, Silvia Reni Karbon Aktif Kulit Durian Bahan baku: Kulit durian Waktu kontak: 60, 90, 120 menghasilkan efektifitas
Yenti (2016) yang Teraktivasi Suhu: 320 0C (2 jam) menit 90,68%

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti kedua yaitu Chandra dkk (2009), aktivator KOH dan suhu aktivasi sebesar 500 0C
menghasilkan luas penampang yang paling banyak sehingga untuk memaksimalkan potensial karbon aktif yang akan digunakan pada
penelitian ini, kedua parameter tersebut akan diterapkan.

I-4
1.2 Rumusan Masalah

Air limbah hasil proses amalgamasi (pencampuran logam) yang masih mengandung
merkuri (Hg) jika dibuang secara langsung ke badan air dapat mencemari lingkungan
sehingga berdampak pada keseimbangan ekosistem air dan kesehatan penduduk sekitar
yang menggunakan air tersebut. Dari uraian di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sejauh mana karbon aktif berbahan baku kulit durian dapat
mengadsorpsi logam berat Hg pada air limbah pengolahan emas.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dari rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut:


1. Untuk mempelajari pengaruh aktivator KOH terhadap karakteristik adsorben dari
kulit durian
2. Untuk mempelajari pengaruh variasi waktu kontak terhadap kinerja proses adsorbsi
dalam pengolahan limbah cair yang mengandung Hg
3. Untuk mempelajari parameter kinetika adsorbsi ion logam Hg

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Percobaan ini dilakukan dengan beberapa variabel yaitu:


Variabel tetap, antara lain:
1. Suhu karbonisasi adalah 500 0C selama 2 jam (Chandra, 2009)
2. Parameter yang akan diteliti adalah merkuri (HgCl2)
3. Limbah yang digunakan dalam penelitian ini adalah air limbah pada pengolahan
emas di Kabupaten Mandailing Natal yang mengandung merkuri
4. Ayakan yang digunakan adalah ayakan 100 mesh
5. Aktivator yang digunakan adalah KOH

Variabel tidak tetap, antara lain:


1. Lama pengadukan adalah 0, 10, 30, 60, 90, dan 120 menit
2. Konsentrasi Hg pada uji penentuan kapasitas adsorbsi adalah 0; 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5;
dan 3 g/l

I-5
1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain sebagai berikut:


1. Memberikan informasi tentang kapasitas adsorbsi merkuri oleh karbon aktif
berbahan kulit durian.
2. Memberikan informasi terhadap pengaruh variasi zat aktivator dan waktu kontak
terhadap kemampuan adsorbsi karbon aktif berbahan kulit durian.

I-6

Anda mungkin juga menyukai