Anda di halaman 1dari 6

NAMA: ALKINDY RAKHADIVA

NIM : F1D014019

1. Melihat kasus pilkada DKI Jakarta apakah agama dalam ranah


politik bisa menjadi alat pembangunan demokrasi yang konsolidatif
atau malah konservatif ?

Pada beberapa waktu lalu telah diselenggarakan pilkada DKI, yang


memiliki beberapa wajah baru dalam perpolitikan Indonesia dalam
memperebutkan kursi kepala daerah di Jakarta. Calon pada pilkada DKI kemarin
memiliki latar belakang yang berbeda-beda dan bahkan tidak ada yang sama
satusama lainya.

Calon nomor urut pertama yaitu Agus dan Sylvi, paslon tersebut
merupakan calon yang di usung oleh partai Demokrat dan jelas mencerminkan
kekuatan politik dari SBY yang merupakan ketua umum partai Demokrat,
mengingat SBY merupakan mantan Presiden RI yang menjabat selama 2 periode,
SBY memiliki pengaruh yang cukup besar dalam elit politik di Indonesia.

Calon nomer urut kedua yaitu, Ahok-Djarot, yang di usung oleh partai
PDIP yang merupakan partai berkuasa saat ini di Indonesia, yang secara tidak
langsung mencerminkan kekuatan politik dari Ahok. Ahok bukanlah wajah baru
dalam perpolitikan Indonesia karena sebelumnya dia adalah kepala daerah Jakarta
yang ingin melanjutkan kekuasaannya. Ahok mencerminkan orang minoritas yang
berbeda agamadan ras dengan mayoritas di Indonesia yang mana mampu menjadi
pemimpin Jakarta.

Calon nomor urut ketiga yaitu, Anis-Sandi, yang di usung oleh partai
Gerindra, yang mencerminkan kekuasaan dari Prabowo Subianto, Anis
merupakan pemain atau wajah baru dalam perpolitikan di Indonesia karena
sebelumnya dia merupakan Mentri Pendidikan dalam pemerintahan Jokowi
sebelum adanya re-shuffle, yang akhirnya mencalonkan diri pada pilkada DKI
kemarin.

Dalam pilkada DKI kemarin ada pengaruh agama sebagai alat politik
untuk memenangkan calon tertentu, sebagaimana kita tahu terdapat kasus
penistaan agama yang merugikan salah satu calon. Melihat agama sebagai alat
pembangunan konsolidatif atau malah konservatif demokrasi. Sebagaimana kita
tahu paham konsolidatif merupakan bentuk demokrasi yang mementingkan
presistensi dalam demokrasi dan mementingkan stabilitas demokrasi. Konsolidatif
demokrasi menekankan pada proses pencapaian legitimasi yang kuat dan dalam,
sehingga semua aktor yang terlibat baik itu dalam level massa maupun elit
percaya bahwa pemerintahan demokrasi merupakan metode pemerintahan yang
paling baik untuk Indonesia. Sedangkan dalam Konservatif lebih memiliki arti
paham terhadap tradisonal, menolak gagasan abstrak rasional dalam ranah politik
dianggapnya tidak konsisten jika diterapkan pada kenyataan, kemudian bertahan
dan menguatnya aktor-aktor tertentu dengan ungkapan-ungkapannya yang
kemudian dilembagakan.

Dalam pilkada DKI kemarin jelas terlihat isu Sara digunakan untuk
menjatuhkan lawan. Contohnya dalam kasus penistaan agama yang menimpa
Ahok. Dalam kasus tersebut agama menjadi suatu alat politik untuk menjatuhkan
lawan, jika dilihat ada dua pendapat terhadap kasus Ahok tersebut yang mana satu
sisi Ahok menistakan agama dan satu sisi Ahok sama sekali tidak melakukan hal
tersebut.

Pada kasus penistaan agama yang dilakukan Ahok sebenarnya berbeda


dalam menfafisrkan ayat dari surat Al Maidah dan jelas Ahok bukan dari kalangan
agama Islam, yang kemudian memicu terjadinya konflik, dan diperburuk dengan
ormas-ormas berlatar belakang agama yang meobilisasi orang-orang di Jakarta
dan bahkan dari luar DKI untuk menuntut Ahok dan melakukan aksi 212
misalnya. Paslon lain pun diuntungkan dengan adanya kasus tersebut.
Dari pemaparan tersebut saya melihat agama dalam ranah politik tidak
bisa menjadi alat pembangunan demokrasi konsolidatif melaikan konservatif,
pada dasarnya negara tidak bisa mengintervesi agama namun pada kenyataanya di
Indonesia hal itu terjadi. Umat Islam seolah mengintervensi negara untuk
membuat suatu peraturan atau kebijakan yang mementingkan kaumnya, seperti
halnya memilih pemimpin atau elit berdasarkan agama Islam saja, dan seolah
kurang mementingkan kompetensi dari aktor politik tersebut. Walaupun sampai
sekarang mungkin peraturan itu belum ada. Indonesia menurut saya bukanlah
negara Islam seperti halnya di timur tengah, Indonesia terdiri dari banyak suku
dan agama tentunya. Meskipun memang mayoritas beragama Islam tetapi bukan
seutuhnya negara Islam. Maka salah jika agama Islam menuntut kebijakan
memilih pemimpin hanya berlatarkan agama Islam saja, karna merugikan
kalangan lain, jikapun ada calon pemimpin atau elit politik dari non-islam
berkompeten dan mampu memimpin dengan baik mengapa harus disingkirkan
demi kepentingan politik kelompok tertentu.
2. Apakah negara yang bersikap netral atau bahkan keras terhadap
ormas anti negara itu dianggap sebagai sebuah langkah
pembangunan demokrasi yang konserfatif atau bahkan demokrasi
yang konsolidatif?

Sejak terlahir sebagai negara yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945,
Indonesia telah menetapkan untuk menganut paham dan ajaran demokrasi dalam
kehidupan bernegara. Paham demokrasi yang dianut negara Indonesia tidak hanya
berlaku pada bidang sosial atau hukum saja tapi juga bidang politik, yang
kemudian disebut dengan sistem politik demokrasi, demokrasi konon merupakan
sistem politik yang terbaik dari sistem politik lain yang ada, pada dasarnya
membangun sistem politik demokrasi seutuhnya, merupakan suatu hal yang
membutuhkan waktu tidak sebentar, terdapat banyak proses-proses yang harus
dilewati oleh pemerintah.

Demokrasi dianggap sebagai sistem politik yang cocok untuk diterapkan di


Indonesia, namun kembali kepada negara mengimplementasikan demokrasi
tersebut, keungulan dari sistem demokrasi, jelas pada kebebasan rakyat untuk ikut
dalam berpolitik, agama dan sosial. Termasuk halnya dalam kebebasan
berorganisasi, namun permasalahan demokrasi di Indonesia tidak bisa lepas dari
kepentingan kelompok tertentu dalam mencapai suatu tujuan.

Melihat bagaimana negara memperlakukan ormas-ormas anti negara, jika kita


lihat sistem demokrasi membebaskan orang untuk berorganisasi dan negara tidak
berhak ikut campur didalamnya, seperti halnya melarang atau bahkan
membubarkan suatu organisasi dengan alasan tidak sejalan dengan pemerintahan,
ini merupakan hal yang serba salah di satu sisi negara akan melanggar hak
demokrasi jika membubarkan atau melarang adanya organisasi di sisi lainya
negara akan tenang jika aktor yang ada didalamnya satu pemikiran atau sejalan
dengan negara.
Pada saat ini negara cenderung lebih keras terhadap ormas-ormas yang tidak
sejalan dengan ideologi negara, bahkan terdapat undang-undang yang mengatur
tentang ormas yaitu pada UU Nomor 17 Tahun 2013 yang didalamnya ormas
harus terdaftar di dalam badan hukum negara, dan yang tidak terdaftar akan
dibubarkan. Dalam konteks ini jika negara ikut campur terhadap ormas anti
negara, maka otomatis negara mengalami kemunduran dalam demokrasi, karena
pada dasarnya sistem demokrasi membebaskan adanya masyarakat yang
berorganiasi.

Konsolidasi demokrasi sebagai salah satu indikator menuju demokrasi yang


sukses, dalam konteks Indonesia dapat diartikan sebagai upaya untuk
mengamankan dan mempertahankan demokrasi, memperluas substansi dan nafas
demokrasi supaya berumur panjang, namun dalam konteks ini jika ada organiasi
yang mengancam keamanan bangsa dan negara, negara boleh ikut campur tangan
untuk membubarkan atau melakukan upaya untuk mempertahankan keamanan
bangsa dan negara. Karena jika ormas terlalu dibebaskan akan tercipta
pertentangan-pertentangan didalam masyarakat. Sebagai negara dengan tingkat
keragaman yang tinggi, baik dari segi agama, budaya, keragaman pertumbuhan
ekonomi, penegakan hukum maupun konflik antar komunal, Indonesia
dihadapkan berbagai tantangan menuju demokrasi yang berkualitas dan berkultur,
bukan sekedar demokrasi prosedural. Bentuk perwujudan hak dan wewenang
warga Indonesia dalam demokrasi ialah, menjadi anggota atau pengurus
organisasi masyarakat yang sesuai dengan pasal 28 UUD 1945 kemudian ikut
aktif dalam kegiatan koperasi dan kegiatan ekonomi sesuai dengan pasal 33 UUD
1945 dan juga memperoleh penidikan dan ikut menangani serta mengembangkan
pendidikan sesuai dengan pasal 31 UUD 1945.

Dari pemaparan diatas pemerintah bersikap keras terhadap ormas anti negara
karena pemerintah menganggap hal tersebut adalah sebagai sebuah langkah
pembangunan demokrasi yang konservatif, secara garis besar, konservatisme
memiliki pandangan, Masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang tertata baik.
Agar dapat tercipta masyarakat yang ideal, dibutuhkan suatu pemerintahan yang
memiliki kekuasaan yang mengikat. Peraturan kekuasaan yang tepat akan
menjamin terwujudnya perlakuan yang sama terhadap setiap individu. Namun
disamping itu, pemerintah harus bertanggung jawab terhadap masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai