Anda di halaman 1dari 17

SINTESIS DAN KARAKTERISASI LEMPUNG TERPILAR TITANIA DENGAN DOPING Ni2+ DAN Co2+

UNTUK DEGRADASI FOTOKATALIS ZAT WARNA RHODAMIN

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan


memperoleh gelar sarjana

Oleh:

xxxxxxxxxxxxx
NIM. xxxxxxxxxxxxxxxx

Departemen Kimia
Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Diponegoro
2016

HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Sintesis dan Karakterisasi Lempung Terpilar Titania dengan
doping Ni2+ dan Co2+ untuk Degradasi Fotokalitik Zat Warna Rhodamin
Nama Lengkap : xxxxxxxxxxxxxxxx
NIM : xxxxxxxxxxxxxxxx
Telah diuji dan dinyatakan lulus pada ujian sarjana tanggal
Semarang, November 2016

Pembimbing I

xxxxxxxxxxxxxxx
NIP xxxxxxxxxxxxxxx

Ketua Departemen Kimia

xxxxxxxxxxxxxxx
NIP xxxxxxxxxxxxxxxxx

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi dengan judul
Sintesis dan Karakterisasi Lempung Terpilar Titana dengan doping Ni2+ dan Co2+
untuk Degradasi Fotokalitik Zat Warna Rhodamin
Banyak tantangan, hambatan dan kesulitan yang setiap saat dihadapi penulis baik
dalam persiapan, pelaksanaan, penyusunan maupun penulisan skripsi ini. Berkat
bantuan dan bimbingan serta motivasi yang tulus dari berbagai pihak akhirnya
penulisan skripsi terselesaikan dengan baik.
Berkenaan dengan seluruh kegiatan tersebut di atas penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
Dosen Pembimbing yang telah memberikan saran, bimbingan, arahan, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Bapak, ibu, adik, dan seluruh keluarga atas doa dan motivasi yang telah diberikan.
Bapak dan Ibu Dosen serta staff Departemen Kimia Fakultas Sains dan Matematika
Undip yang telah membekali penulis dengan ilmu yang bermanfaat.
Seluruh sahabat Laboratorium Kimia
Serta seluruh pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyusunan laporan skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan skripsi ini masih banyak kekurangan
dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak, untuk kemajuan di masa yang akan datang. Semoga
laporan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Semarang, November 2016

Penulis

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

RINGKASAN
Limbah tekstil yang dihasilkan industri pencelupan sangat berpotensi mencemari
lingkungan salah satu jenis limbahya yaitu Rhodamin. Upaya yang dilakukan untuk
degradasi zat warna Rhodamin adalah dikembangkannya metode fotodegradasi dengan
bahan fotokatalis dan radiasi sinar ultraviolet pada permukaan TiO2. Untuk
memaksimalkan kinerja dari proses fotokatalitik, maka diimpregnasikan pada
pengemban lempung alam dan dilakukan penyisipan (doping) logam transisi berupa
nikel dan kobalt.
Langkah pembuatan lempung terpilar titania, lempung terpilar titania di-doping
nikel dan lempung terpilar titania di-doping kobalt dilakukan dengan
menginterkalasikan TiO2 ke dalam daerah antar lapis lempung alam dengan ditambahkan
doping nikel dan kobalt. Agen pemilar TiO2 disintesis dengan mereaksikan larutan
TiCl4 dengan etanol selanjutnya dikalsinasi pada suhu 300C selama 2 jam. Sedangkan
larutan pemilar di-doping nikel dan kobalt disintesis dengan mereaksikan larutan
TiCl4 dengan etanol lalu ditambahkan dengan larutan Ni(NO3)2 dan Co(NO3)2
selanjutnya dikalsinaksi pada suhu 300C selama 2 jam. Lempung terpilar titania di-
doping nikel dan kobalt yang dihasilkan dikarakterisasi dengan FTIR untuk
mengetahui gugus fungsi yang terkandung dalam sampel, Surface Area Analyzer (SAA)
bertujuan untuk mengetahui karakter permukaan seperti luas permukaan, volume pori,
dan rata-rata diameter pori, Thermogravimetric Analyzer (TGA) digunakan untuk
mengetahui stabilitas termal lempung terpilar. . Lempung alam dan lempung pilar
titania di-doping nikel dan kobalt digunakan sebagai fotokatalis untuk degradasi
rhodamin dengan variasi waktu kontak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lempung terpilar titania di-doping dengan nikel
dan kobalt berhasil dilakukan. Berdasarkan analisis gugus fungsi , pembentukan
pilar pada antarlapis tidak menghasilkan perbedaan struktur yang signifikan. Dari
hasil TGA diperoleh bahwa lempung terpilar titania di-doping nikel dan kobalt
stabil pada suhu 650C. Dari hasil SAA diperoleh bahwa keberadaan agen pemilar TiO2
kurang memberikan pengaruh terhadap lempung alam. Namun setelah adanya doping logam
nikel dan kobalt dapat memberikan pengaruh terhadap lempung terpilar titania berupa
peningkatan volume pori yang cukup signifikan. Sedangkan berdasarkan analisis UV-
Vis, lempung terpilar titania di-doping nikel dan kobalt memliki waktu optimum
dalam aktivitas fotokatalitik pada menit ke-40 dan adanya sinar UV memiliki
kemampuan aktivitas fotokatalitik yang lebih baik dari pada tanpa menggunakan sinar
UV
Kata kunci: rhodamin, lempung terpilar, doping nikel dan kobalt

SUMMARY
The result of textile waste dyeing industry has the potential to pollute the
environment. One of waste dyeing is Rhodamine. The effort to degrade the Rhodamine
dye is develop the methodologies of photodegradation with photCatalyst materials
and ultraviolet radiation on the surface of TiO2. To maximize the performance of
the photCatalytic prCess, be impregnated on a natural clay and doped with
transition metals such as nickel and cobalt.
The step to synthesis of titania pillared clay, titania pillared clays doped by
nickel and titania pillared clay doped by cobalt is intercalating the TiO2 into the
interlayer of natural clay with added by nickel and cobalt. Pillared agent of TiO2
is synthesized by reacting TiCl4 solution with ethanol, then be calcined at a
temperature of 300C for 2 hours. While the pillared solution with doped by nickel
and cobalt is synthesized by reacting TiCl4 solution with the ethanol and then
added with a solution of Ni(NO3)2 and C (NO3)2 then calcined at a temperature of
300C for 2 hours. The result of titania pillared clay doped by nickel and cobalt,
be characterized by FTIR to determine the functional groups that contained in the
sample, Surface Area Analyzer (SAA) to determine the character of the surface such
as surface area, pore volume, and average pore diameter, Thermogravimetric Analyzer
(TGA) to determine the thermal stability of the pillared clay. Natural clay and
titania pillared clay doped by nickel and cobalt is used as a photCatalyst for the
degradation of rhodamine with a variation of contact time.
The results of synthesist titania pillared clay doped by nickel and cobalt is
successful. Based on the analysis of functional groups, the formation of the
interlayer pillar does not produce significant structural differences. From the TGA
show that titania pillared clay doped by nickel and cobalt is stable at temperature
of 650 C. From the SAA show that the presence of the pillared agent of TiO2 not
influence on natural clay. However, after doped by nickel and cobalt can increasw
the pore volume significantly. While based on the analysis of UV-Vis, titania
pillared clay dopied by nickel and cobalt have optimum time in the photCatalytic
activity at 40 minutes and the use of UV rays have the ability photCatalytic
activity better than without use of UV rays.
Keywords: rhodamine, pillared clay, nickel and cobalt doping

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Limbah tekstil yang dihasilkan industri pencelupan sangat berpotensi mencemari
lingkungan. Hal ini disebabkan karena air limbah tekstil tersebut mengandung bahan-
bahan pencemar yang sangat kompleks dan intensitas warnanya tinggi. Nilai
biological oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD) untuk limbah
tekstil berkisar antara 80-6.000 mg/L dan 150-12.000 mg/L. Nilai tersebut memlebihi
ambang batas baku mutu limbah cair industri tekstil jika ditinjau dari KepMen LH
No.51/MENLH/10/1995. Keberadaan limbah tekstil dalam perairan dapat mengganggu
penetrasi sinar matahari, akibatnya kehidupan organisme dalam perairan akan
terganggu dan sekaligus dapat mengancam kelestarian ekosistem akuatik (Azbar dkk.,
2004)
Dalam industri tekstil, Rhodamin B termasuk salah satu zat warna yang sering
digunakan. Hal ini dikarenakan harga Rhodamin B yang ekonomis dan mudah diperoleh.
Zat warna Rhodamin B merupakan zat warna dasar yang penting dalam proses pewarnaan
pada industri tekstil dan kertas. Namun Rhodamin B menjadi perhatian tersendiri
karena struktur aromatik pada zat warna rhodamin sulit terdegradasi. Dampak akibat
paparan yang terjadi dapat berupa iritasi pada kulit, iritasi pada mata, iritasi
saluran pencernaan dan bahaya kanker hati (Fiolida, 2016).
Upaya yang pernah dilakukan untuk degradasi zat warna Rhodamin adalah
dikembangkannya metode fotodegradasi dengan bahan fotokatalis dan radiasi sinar
ultraviolet pada permukaan TiO2. Kelebihan dari senyawa TiO2 yaitu memiliki
aktivitas fotokatalis yang tinggi, stabil dan tidak beracun. Secara komersial
serbuk TiO2 juga mudah didapat dan diproduksi dalam jumlah besar (Slamet dkk.,
2006).
Penggunaan serbuk TiO2 yang disebar secara langsung ke dalam air limbah masih
memiliki kekurangan. Hal ini disebabkan karena ketika proses pembersihan polutan
organik telah selesai dilakukan, air menjadi tercemar oleh serbuk TiO2 dan sukar
untuk dipisahkan (Zainal dkk., 2009). Kekurangan yang ada dapat diselesaikan dengan
mengimpregnasikannya pada pengemban lempung alam. Keuntungan yang diharapkan dari
pengembanan TiO2 pada lempung alam antara lain adalah potensi lempung yang melimpah
di Indonesia, serta stabilitasnya yang tinggi pada kondisi asam (Chong dkk., 2009).
Pemilaran TiO2 pada lempung alam juga memiliki keuntungan lain. Struktur antar
lapis yang tidak stabil pada lempung alam dan hilangnya porositas karena pemanasan
pada suhu tinggi dapat dapat diatasi dengan melakukan proses penyisipan ion atau
molekul ke dalam interlayer yang dikenal dengan proses interkalasi. Pemanasan
interkalat akan menghasilkan pilar, sehingga proses ini lebih dikenal dengan
sebutan proses pilarisasi. Dengan membuat lempung terpilar, daerah antar lapis akan
menjadi lebih stabil karena adanya logam oksida yang menjadi pilar pada daerah
antar lapis (Cool dan Vansant, 1998)
Namun demikian, penggunaan TiO2 sebagai fotokatalis memiliki kelemahan lain yaitu
energi celah pitanya yang lebar sebesar 3, 23 eV. Sehingga diperlukan adanya
pemikiran baru untuk mengurangi kelemahan tersebut. Beberapa pemikiran mengenai
pengembangan fotokatalis TiO2 dilakukan dengan mempersempit Eg atau energi celah
pita (Segne dkk., 2011)
Salah satu cara untuk mempersempit energi celah pita dari TiO2 adalah melalui
penyisipan (doping) logam maupun nonlogam. Sejauh ini modifikasi TiO2 dilakukan
dengan doping menggunkan logam transisi. Beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa doping menggunakan logam transisi seperti Fe, Co, Ni, Au, Ag dapat menurunkan
nilai Eg dan meningkatkan aktivitas fotokatalitik. Dopan logam transisi ke TiO2
dapat bertindak sebagai electron trapper yang dapat meningkatkan pemisahan pasangan
elektron-hole sehingga meningkatkan efisiensi fotokatalitik TO2 (Nainani dkk.,
2012).
Di antara beberapa logam transisi, nikel dan kobalt merupakan salah satu logam
transisi yang dapat digunkan sebagai dopan ke TiO2. Logam nikel dan kobalt memiliki
energi celah pita yang lebih kecil dari TiO2 yaitu sebesar 2,4 eV dan 3 eV. Dengan
adanya doping ion logam nikel dan kobalt, diharapkan dapat memperpanjang fotorespon
TiO2 ke daerah visibel sehingga dapat digunakan untuk degradasi kontaminan organik
berwarna dan polutan organik lainnya (Linsebigler dkk., 1995).
Berdasarkan uraian di atas, pada penelitian ini disintesis lempung terpilar TiO2
dan dikaji pengaruh penambahan dopan Ni dan Co untuk aplikasi degradasi
fotokalatilitik zat warna Rhodamin.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai penelitian ini adalah:
Mensintesis lempung terpilar titania yang di-doping nikel dan kobalt dari lempung
alam
Merumuskan hubungan variabel sintesis terhadap karakter lempung terpilar titania
dan lempung terpilar titania yang diembankan Ni2+ dan Co2+
Merumuskan hubungan antara variabel sintesis terhadap kinerja degradasi
fotokatalitik zat warna Rhodamin
Mengkaji peran penyinaran terhadap kemampuan degradasi zat warna Rhodamin
Menentukan pengaruh waktu penyinaran UV terhadap aktivitas degradasi fotokatalitik
zat warna Rhodamin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II.1. Lempung
Lempung adalah bagian dari tanah yang merupakan polimer anorganik dan berada dalam
bentuk keloidal. Bagian lain dari tanah yang juga berbentuk keloidal adalah humus
yang merupakan polimer organik (Stamires dkk., 2001).
Lempung merupakan material yang mempunyai sifat plastis pada keadaan basah, ukuran
butirannya sangat halus (< 0,002 mm). Sebagian besar tersusun atas alumina dan
magnesium silikat. Struktur lempung berbentuk lapisan berupa jaringan dua dimensi
(Ohtsuka, 1997). Mineral lempung disusun oleh kepingan-kepingan tetrahedral silika
dan oktahedral alumina membentuk satu lapisan. Penyusunan lapisan-lapisan itu
menghasilkan ruang yang di dalamnya diisi oleh molekul air dan ion. Banyaknya
molekul air dan jenis ion yang ada, tergantung kepada perbandingan jumlah kepingan
penyusun lempung tersebut. Struktur lempung alam dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar II.1 Struktur atom lempung alam (Supeno dkk., 2007)


Berdasarkan strukturnya lempung terbagi menjadi tiga kategori yaitu dalam bentuk
kristalin (crystalline mineral), struktur tidak teratur (amorphous), dan campuran
(mixed layered). Sedangkan berdasarkan komposisinya, mineral lempung
diklasifikasikan berdasarkan kation oktahedralnya. Apabila kation oktahedralnya
Mg2+, dikelompokkan sebagai SiO-MgO. Apabila kation oktahedralnya Al3+, maka
komposisi mineralnya adalah SiO-Al2O3 (Theng, 2012)
II.2. Lempung Terpilar TiO2
Lempung antarlapis terpilar atau lempung terpilar merupakan material berpori yang
mempuyai luas permukaan tinggi dan merupakan material tiga dimensi yang telah
banyak digunakan untuk berbagai macam aplikasi, di antaranya digunakan sebagai
katalis dan adsorben (Boudali dkk., 2005)
Pembuatan lempung terpilar didasarkan pada fenomena mengembang yang merupakan sifat
khusus dari lempung. Pengembangan mungkin terjadi karena lapisan parallel pada
struktur ini terikat antara satu dengan yang lain hanya oleh gaya elektristatik,
sehingga dapat diperbesar dengan pemasukan spesiasi polar di antara lapisan. Kation
terhidrat menjadi lebih besar volumenya, ketika didehidrasi pada suhu pertengahan
300-400 C sehingga kisi menjadi rusak (collaps) (Boudali dkk., 2005).
Lempung terpilar umumnya dibuat dengan pertukaran kation yang terdapat dalam daerah
antarlapis lempung dengan kation alkaliamonium, polihidroksi kation logam, atau
partikel koloid bermuatan positif yang berperan sebagai pemilar yag menyebabkan
struktur tetap terbuka. Dengan kalsinasi, spesies anorganik yang terinterkalasi
diubah menjadi kelompok oksida logam, menghasilkan struktur mikropori yang stabil
dan luas permukaan yang tinggi, ketabilan termal tinggi dan aktivitas katalitik
yang baik (Larbot dkk., 1987)
II.2.1. Prinsip Pilarisasi Lempung Terpilar
Meskipun lempung sangat luas penggunaannya dalam berbagai macam aplikasi (sebagai
katalis, adsorbsi, dan pertukaran ion), kekurangannya adalah mempunyai porositas
yang tetap. Lempung akan mengembang pada saat terjadi hidrasi namun pada saat
terjadinya dehidrasi layer akan terbuka dan pada permukaan antar lapis tidak akan
memungkinkan terjadinya proses kimia (Lubis, 2007)
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dilakukan suatu cara yaitu dengan
memasukkan pemilar ke dalam daerah antar lapis lempung alam agar lapisan-lapisan
dapat terbuka. Dengan pemilaran, volume pori lempung akan bertambah besar.
Konsep pilarisasi pada dasarnya sederhana dan terdiri atas dua langkah utama.
Langkah pertama, kation-kation kecil antar lapisan digantikan dengan ion-ion yang
lebih besar. Langkah kedua (langkah kalsinasi), yakni menempatkan prekursor kation
polioksida anorganik ke dalam lapisan antar lapisan lempung, stabilisasi terhadap
pilar logam oksida, serta mengikatnya secara kuat ke dalam layer lempung (Figueras,
1988). Skema pilarisasi dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini:

Gambar II.2 Prinsip pilarisasi pada lempung terpilar (Figueras, 1988)


II.2.2 Preparasi Lempung Terpilar
Menurut (Fatimah dkk., 2014), prosedur preparasi lempung terpilar secara umum
terdiri atas 4 langkah utama, yaitu:
Pemurnian dan penjenuhan lempung
Preparasi larutan pemilar
Reaksi pertukaran antara ion-ion antar lapisan lempung dengan kation-kation
polioksida yang terdapat dalam larutan pemilar.
Kalsinasi untuk pembentukan Lempung terpilar yang stabil
II.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sifat Lempung Terpilar
Sifat-sifat dari lempung terpilar yang dihasilkan dipengaruhi oleh banyak faktor.
Tahap-tahap pada preparasi seperti pencucian, pemeraman, dan pengeringan
mempengaruhi sifat dari lempung yang dihasilkan (Supeno dkk., 2007).
Secara umum, lempung terpilar mempunyai luas permukaan spesifik yang tinggi dan
volume pori yang meningkat dibandingkan material induknya dengan distribusi ukuran
pori berada pada daerah mikroporos. Identitas dari spesifik pilar, lempung induk
dan kondisi preparasi mempunyai pengaruh penting terhadap stabilitas termal,
tekstur, sifat asam, luas permukaan dari lempung terpilar yang diperoleh (Ohtsuka,
1997)
II.3. Fotokatalis
Fotokatalis merupakan suatu gabungan proses antara proses fotokimia dan katalis.
Fotokimia sendiri merupakan suatu proses transformasi kimia dengan bantuan cahaya
sebagai pemicunya. Sedangkan katalis merupakan suatu substansi yang dapat
mempercepat laju reaksi tetapi tidak ikut bereaksi selama proses berlangsung dan
pada awal sampai akhir reaksi jumlah katalis tetap sama. Hal ini disebabkan katalis
memiliki kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan minimal satu molekul reaktan
untuk menghasilkan senyawa antara yang lebih reaktif. Katalis dalam proses ini
disebut fotokatalis karena karena memiliki kemampuan dalam menyerap foton
(Richardson dkk., 1991)
Suatu substansi dapat dikatakan fotokatalis jika substansi tersebut memiliki daerah
energi yang kosong yang disebut celah pita energi. Sehingga fotokatalitik merupakan
suatu proses transformasi kimia yang melibatkan unsur cahaya dan katalis sekaligus
dalam melangsungkan dan mempercepat proses transformasi yang terjadi.
Secara umum, fenomena fotokatalitik pada permukaan semikonduktor dapat dipahami
dengan penjelasan seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.3. Jika suatu semikondutor tipe
n dikenai cahaya (h?) dengan energi yang sesuai, maka elektron (e-) pada pita
valensi akan pindah ke pita konduksi, dan meninggalkan lubang positif (hole,
disingkat sebagai h+) pada pita valensi. Sebagian besar pasangan e- dan h+ ini
akan berekombinasi kembali, baik di permukaan atau di dalam bulk partikel.
Sementara itu sebagian pasangan e- dan h+ dapat bertahan sampai pada permukaan
semikondutor. Di mana h+ dapat menginisiasi reaksi oksidasi dan di lain pihak e-
akan menginisiasi reaksi reduksi zat kimia yang ada disekitar permukaan
semikonduktor (Wisnugroho, 2015)

Gambar II.3. Skema fotoeksitasi yang diikuti oleh deeksitasi pada permukaan
semikonduktor (Wisnugroho, 2015)
II.4. Titanium Dioksida
Titanium dioksida merupakan padatan berwarna putih, dengan berat molekul 79,90
g/mol dengan titik lebur 1885 C dan mengalami dekomposisi pada suhu 1640 C
sebelum meleleh. Senyawa ini tidak larut dalam air, asam klorida, dan asam nitrat
tetapi larut dalam sulfat pekat. Titanium dioksida mempunyai tiga bentuk polimorfik
yang sering ditemukan yaitu: anatase, rutil dan brokit akan tetapi hanya anatase
dan rutil saja yang mempunyai peran penting dalam aktivitas fotokatalitik (Wang
dkk., 2006)

Gambar II.4 Struktur anatase titanium dioksida

Gambar II.5 Struktur rutil titanium dioksida


Jenis struktur yang berbeda tentunya berpengaruh pada perbedaan dalam massa jenis
(massa jenis anatase 3,9 g/mL dan rutil 4,2 g/mL) dan hal ini dapat mempengaruhi
pada luas permukaan dan sisi aktif dari TiO2. Selain itu juga mempengaruhi
perbedaan tingkat energi pita elektroniknya. Tingkat energi hasil hibridisasi yang
berasal dari kulit 3d titanium bertindak sebagai pita konduksi, sedangkan tingkat
energi hasil hibridisasi dari kulit 2p oksigen bertindak sebagai pita valensi.
Sebagai konsekuensinya posisi tingkat energi pita valensi, pita konduksi, dan
besarnya band gap di antara keduannya akan berbeda jika lingkungan dan/ atau
penyusunan atom Ti dan O dalam Kristal TiO2 berbeda, seperti pada anatase (Eg = 3,2
eV) dan rutil (Eg = 3,0 eV) (Arutanti dkk., 2014).
Titanium dioksida (TiO2) merupakan semikonduktor yang paling stabil terhadap
fotokorosi dalam hampir semua pelarut kecuali dalam larutan yang sangat asam atau
mengandung fluoride. Titanium dioksida telah digunakan untuk memecahkan berbagai
masalah lingkungan antara lain untuk pemurnian air dan udara, destruksi bakteri,
degradasi zat warna dan senyawa kimia beracun, serta pembuatan gas hidrogen dari
air (Yang dkk., 2007).
Titanium dioksida merupakan semikonduktor yang banyak diteliti sebagai fotokatalis
karena memiliki fotoaktivitas yang tinggi dan stabilitas termal kimia yang baik.
Sifatnya yang anorganik menjadikannya tidak cepat rusak sehingga proses yang
diinginkan dapat lebih lama dan relatif menekan biaya operasional (Xu dkk., 1999).
II.5. Doping Logam Nikel dan Kobalt
Doping adalah salah satu teknik yang digunakan untuk menambahkan sejumlah kecil
atom ke dalam struktur kristal semikonduktor. Tujuan pen-doping-an adalah untuk
mengoptimalkan sifat dari suatu material. Nikel(II) monoksida/ kobalt(II) monoksida
merupakan material semikonduktor yang pada umumnya berbentuk oksida logam NiO/ CoO
dipadukan dengan TiO2 akan menghasilkan komposit TiO2-NiO2/ TiO2-CoO2 yang dapat
menguraikan senyawa organik ketika dikenai cahaya. Kestabilan struktur TiO2 anatase
ditingkatkan oleh adanya NiO/ CoO (Riyas dkk., 2008)
Lama waktu terperangkapnya elektron akan berhubungna dengan aktivitas
fotokatalisis. Semakin lama ion terperangkap maka akan meningkatkan aktivitas
fotokatalisis. Kehadiran ion metal akan membuat elektron terperangkap lebih lama
dan juga akan mempengaruhi laju rekombinasi serta laju transfer elektron pada antar
muka, sehingga kehadiran metal ion doping ini akan meningkatkan aktivitas
fotokatalisis dari material semikonduktor. Penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa dengan men-doping semikonduktor dengan logm transisi dapat
mengubah energi celah pita (Wang, 2004)
II.6 Rhodamin
Industri tekstil merupakan salah satu bidang industri yang sangat berkembang di
Indonesia. Dampak negatif dari perkembangan industri tekstil tersebut terutama
berasal dari limbah cair proses pencelupan (dyeing) yang dapat mencemari
lingkungan. Warna limbah muncul karena ada gugus kromofor dalam zat warna tekstil
yang digunakan pada proses pencelupan. Rhodamin Bmerupakan suatu senyawa dengan
gugus kromofor yang bersifat nonbiodegradable, sulit diuraikan oleh panas dan
bakteri. Oleh karena itu penanggulangan limbah zat warna dengan cara praktis dan
ekonomis sangat perlu dikembangkan agar industri tekstil mampu mengelola limbahnya
dengan baik. (Azbar dkk., 2004)
Rumus molekul rhodamin B adalah C28H31N2O3Cl dengan berat molekul sebesar 479,02
g/mol. Kelarutan rhodamin B dalam air mencapai 50 g/L. Apabila rhodamin B
dilarutkan dalam asam asetat maka memiliki kelarutan sebesar 400 g/L. Rhodamin B
berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk
terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah
(Barka dkk., 2008)
Rhodamine B memiliki berbagai nama lain, yaitu: Tetra ethyl rhodamin, Rheonine B, D
& C Red No. 19, C.I. Basic Violet 10, C.I. No 45179, Food Red 15, ADC Rhodamine B,
Aizan Rhodamone dan Briliant Pink B. Sedangkan nama kimianya adalah N[9-
(carboxyphenyl)6-(diethylamino)-3Hxanten3-ylidene]N-ethyleyhanaminium clorida.
Rumus molekul dari rhodamine B adalah C28H31N2O3Cl dengan berat molekul sebesar 479
g/mol. Sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan
berfluorensi kuat (Purnamasari dan Saebani, 2013)

Gambar II.6. Rumus molekul rhodamin (Purnamasari dan Saebani, 2013)


Rhodamine B adalah salah satu zat warna golongan basa yang sudah banyak dikenal di
dan merupakan suatu kromofor dari kelompok senyawa xanten. Rhodamine B adalah zat
warna sintetik berbentuk serbuk kristal bewarna kehijauan, bewarna merah keunguan
dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi dan bewarna merah terang pada
konsentrasi rendah. Rhodamine B dibuat dari meta-dietilaminofenol dan ftalik
anhidrid (Ardiani, 2010)
II.7. Metode Analisis
Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu dilakukan
pengujian dan analisis. Beberapa jenis pengujian dan analisis yang dibahas untuk
keperluan penelitian ini antara lain: analisa FTIR (Fourier Transform Infrared
Spectroscopy), TGA (Thermogravimetric analyzer), BET (BRUNAEUR-EMMET-TELLER)
(Brunaeur-Emmet-Teller)
II.7.1 FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy)
Spektrofotometer infra merah merupakan suatu metode analisis yang didasarkan pada
penyerapan (adsorpsi) energi pada suatu molekul cuplikan yang dilewatkan radiasi
infra merah. Hal ini disebabkan karena transisi antara tingkat vibrasi dasar
(ground state) dan tingkat vibrasi tereksitasi (excited state). Pengadsorpsian
energi pada berbagai frekuensi dapat dideteksi oleh spektrofotometer infra merah,
yang memplot jumlah radiasi infra merah yang diteruskan melalui cuplikan sebagai
fungsi frekuensi (panjang gelombang) radiasi. Spektrofotometer infra merah atau IR
adalah suatu instrumen yang digunakan untuk mengukur serapan radiasi infra merah
pada berbagai panjang gelombang antara 1400 4000 cm-1 (2,3 7,1 ?m).
Spektrofotometer infra merah mempunyai sistem optik yang serupa dengan
Spektrofotometer sinar laser. Sinar IR mempunyai energi yang rendah, maka tebal
selang dipakai pada Spektrofotometer IR lebih tipis dari pada untuk
Spektrofotometer lainnya (Gunawan dan Azhari, 2010)
Fungsi utama IR adalah untuk mengidentifikasi struktur molekul khususnya gugus
fungsional. Prinsip FTIR adalah serapan dari senyawa dengan tingkat energi vibrasi
dan rotasi pada ikatan kovalen yang mengalami perubahan momen dipol dalam suatu
molekul (Gunawan dan Azhari, 2010)
II.7.2 Thermogravimetric Analyzer (TGA)
Thermogravimetric analyzer (TGA) adalah analisis untuk mengetahui stabiltas dan
perilaku dekomposisi termal dari suatu bahan (misalnya membran) menggunakan suatu
alat analisis termogravimetri dalam gas nitrogen dengan laju pemanasan 10C/menit
atau 20C/menit. TGA merupakan teknik pengukuran variasi berat sampel materi
sebagai fungsi temperatur pemanasan dalam atmosfer yang terkontrol. Variasi massa
ini dapat berupa hilangnya berat ataupun bertambahnya berat sampel materi,sehingga
titik fokus analisis adalah perubahan berat sampel materi terhadap pemanasan.
Teknik ini dapat digunakan untuk menentukan kemurnian sampel,perilaku dekomposisi,
degradasi termal, stabilitas termal, reaksi kimia yang melibatkan perubahan berat
materi akibat absorpsi, desorpsi, dan kinetika kimia.
II.7.3 SAA (Surface Area Analyzer)
SAA digunakan untuk mengetahui luas permukaan, volume pori, distribusi sampel.
Analisis dengan SAA menggunakan metode BET ((Brunaeur-Emmet-Teller). Adsorpsi
isotermal BET (Brunaeur-Emmet-Teller) diturunkan oleh S. Brunauer, P. Emmett, dan
E.Teller. Persamaan BET (Brunaeur-Emmet-Teller) merupakan pengembangan dari teori
Langmuir. Teori BET (Brunaeur-Emmet-Teller) menfokuskan pada gaya ikatan gas
terapan pada permukaan penyerap, yang tidak hanya terbatas pada lapisan tunggal
saja . Gas yang digunakan sebagai bahan terserap pada isotermal BET (Brunaeur-
Emmet-Teller) biasanya adalah N2. Gas nitrogen ini terserap secara monolayer pada
suhu 77K, suhu Di mana N2 dalam keadaan cair yang memberikan ? (penampang lintang)
= 0,162 nm2
II.7.4 Spektrometer UV-Vis
Spektrofotometri UV-Visible merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan
Visible. Alat ini menggunakan dua buah sumber cahaya yang berbeda, yaitu sumber
cahaya UV dan sumber cahaya Visible. Konsentrasi larutan yang dianalisis akan
sebanding dengan jumlah sinar yang diserap oleh zat yang terapat dalam larutan
tersebut. Warna yang diserap oleh suatu senyawa merupakan warna komplementer dari
warna yang teramati (Wang dkk., 2011)
Sinar dari sumber cahaya akan dibagi menjadi dua berkas oleh cermin yang berputar
pada bagian dalam spektrofotometer. Berkas pertama akan melewati kuvet berisi
blanko, sementara berkas kedua akan melewati kuvet berisi sampel. Blanko dan sampel
akan diperiksa secara bersamaan. Adanya blanko,berguna untuk menstabilkan absorbsi
akibat perubahan voltase dari sumber cahaya (Wang dkk., 2011)
Radiasi elektromagnetik, yang mana sinar ultraviolet dan sinar tampak merupakan
salah satunya, dapat dianggap sebagai energi yang merambat dalam bentuk gelombang.
Beberapa istilah yang digunakan untuk menggambarkan gelombang ini. Panjang
gelombang merupakan jarak linier dari suatu titik pada satu gelombang ke titik yang
bersebelahan pada gelombang yang bersebelahan. Dimensi panjang gelombang adalah
panjang (L) yang dapat dinyatakan dalam centimeter (cm)

BAB III METODE PERCOBAAN


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia FSM
Universitas Diponegoro. Penelitian didahulukan melalui studi literatur yang terkait
dengan topik penelitian. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dan dibandingkan
dengan mengacu pada literatur.
III.1. Variabel Penelitian
Pada variabel penelitian terdiri dari beberapa variabel, yaitu variabel tetap,
variabel berubah, dan variabel terukur.
III.1.1 Variabel Tetap
Variabel yang tatap pada penelitian ini adalah massa lempung, konsentrasi TiCl4,
konsentrasi Ni(NO3), konsentrasi Co(NO3), temperatur, konsentrasi Rhodamin, volume
Rhodamin
III.1.2 Variabel Berubah
Variabel yang divariasikan adalah perbedaan jenis sampel dari lempung alam. Sampel
pertama adalah lempung alam murni, sampel kedua adalah lempung alam dengan
penambahan pelarut etanol, sampel ketiga adalah lempung alam dengan penambahan
pilar TiO2, sampel keempat adalah lempung alam dengan penambahan pilar TiO2 di-
doping Nikel, dan sampel kelima adalah lempung alam dengan penambahan pilar TiO2
di-doping Kobalt III.1.3 Variabel yang Diukur
Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah (1) hasil karakterisasi berupa
gugus fungsi, stabilitas termal, sifat marfologi yang terdiri dari luas area,
volume pori dan jari-jari pori. (2) Hasil kinerja fotodegradasi dari sampel berupa
prosentase degradasi zat warna Rhodamin
III.2. Bahan dan Alat
Pada penelitian yang dilakukan ada beberapa bahan dan alat yang diperlukan untuk
menunjang keberhasilan penelitian.
III.2.1. Bahan
Lempung alam, TiCl4, Ethanol absolut, Akuades, zat warna Rhodamin, Ni(NO3), Co(NO3)
III.2.2. Alat
Peralatan gelas, magnetic stirrer/hot plat, pipet tetes, cawan porselen, spatula,
Furnace VulcanTM 3-1300, ayakan 100 mesh, timbangan listrik, lampu ultraviolet
EVACO T8 20 watt, Spektrometer UV-Vis, Fourier Transform Infra Red (FTIR) Shimadzu
Prestige 21, Thermogravimetric Analyzer (TGA) STA PT 1600 linseis, SAA (Surface
Area Analyzer) NOVA 3200e Quantachrome
III.3. Prosedur Penelitian
Pada penelitian ini ada beberapa tahapan yang dilalui diantaranya preparasi
lempung, penambahan pelarut etanol pada lempung alam, pembuatan larutan pemilar
titania, pembuatan larutan pemilar titania di-doping Nikel, pembuatan larutan
pemilar titania di-doping Kobalt, proses pemilaran titania pada lempung alam,
proses pemilaran titania di-doping Nikel pada lempung alam, proses pemilaran
titania di-doping Kobalt pada lempung alam, karakterisasi sampel dengan analisis
FTIR, TGA dan SAA (Surface Area Analyzer), aplikasi aktivitas fotokatalis dan
analisis dengan Spektrometer UV-Vis.
III.3.1. Preparasi lempung
Lempung dicuci dan dibersihkan dari kerikil, pasir, dan pengotor lain. Dikeringkan
untuk menghilangkan kandungan air, kemudian digerus dan diayak dengan ayakan 170
mesh agar didapatkan ukran lempung alam yang halus. Lempung inilah yang digunakan
sebagai sampel pertama atau lempung alam murni yang untuk selanjutnya disebut
dengan LA.
III.3.2. Penambahan Pelarut Etanol pada Lempung Alam
Lempung alam murni sebanyak 10 gram ditambahakan ke dalam etanol sebanyak 44 ml.
Lempung ini selanjutnya disebut dengan LA/Ethanol
III.3.3. Pembuatan Larutan Pemilar Titania
Melarutkan 10 ml larutan TiCl4 ke dalam 44 ml ethanol dengan cara penetesan. Diaduk
menggunakan magnetic stirrer hingga homogen.
III.3.4. Pembuatan Larutan Pemilar Titania di-doping Ni2+
Melarutkan 10 ml larutan TiCl4 ke dalam 44 ml ethanol dengan cara penetesan. Diaduk
mengunakan magnetic stirrer hingga homogen Kemudian penambahan 2.9 gram serbuk
Ni(NO3)2 ke dalam larutan pemilar. Diaduk mengunakan magnetic stirrer selama 24 jam
hingga homogen.
III.3.5. Pembuatan Larutan Pemilar Titania di-doping Co2+
Melarutkan 10 ml larutan TiCl4 ke dalam 44 ml ethanol dengan cara penetesan. Diaduk
mengunakan magnetic stirrer hingga homogen. Kemudian penambahan 2.9 gram serbuk
Co(NO3)2 ke dalam larutan pemilar. Diaduk mengunakan magnetic stirrer selama 24 jam
hingga homogen.
III.3.6 Proses Pemilaran Titania pada Lempung Alam
Sebanyak 10 gram lempung dituangkan dalam lautan pemilar titania, dilakukan secara
berangsur-angsur sambil diaduk dengan magnetic stirrer pada suhu kamar selama 24
jam sampa homogen. Lempung dicuci dengan menggunakan etanol. Dikeringkan, digerus
dan diayak dengan ayakan 170 mesh, kemudian dikalsinasi pada suhu 300 C selama 2
jam. Sampel ini selanjutnya disebut dengan LA/Ti
III.3.7 Proses Pemilaran Titania di-doping Ni2+
Sebanyak 10 gram lempung dituangkan dalam lautan pemilar titania di-doping Ni2+ ,
dilakukan secara berangsur-angsur sambil diaduk dengan magnetic stirrer pada suhu
kamar selama 24 jam sampai homogen. Lempung dicuci dengan menggunakan etanol.
Dikeringkan, digerus dan diayak dengan ayakan 170 mesh, kemudian dikalsinasi pada
suhu 300 C selama 2 jam. Lempung terpilar ini selanjutnya disebut dengan LA/Ti-Ni
III.3.8 Proses Pemilaran Titania di-doping Co2+
Sebanyak 10 gram lempung dituangkan dalam lautan pemilar titania di-doping Co2+ ,
dilakukan secara berangsur-angsur sambil diaduk dengan magnetic stirrer pada suhu
kamar selama 24 jam sampai homogen. Lempung dicuci dengan menggunakan etanol.
Dikeringkan, digerus dan diayak dengan ayakan 170 mesh, kemudian dikalsinasi pada
suhu 300 C selama 2 jam. Lempung terpilar ini selanjutnya disebut dengan LA/Ti-Co
II.3.9 Karakterisasi Sampel
Karakterisasi dilakukan untuk menentukan gugus fungsi yang terdapat dalam kelima
sampel yaitu lempung alam murni, lempung alam dengan penambahan pelarut etanol,
lempung alam dengan penambahan pilar TiO2, lempung alam dengan penambahan pilar
TiO2 di-doping nikel, dan lempung alam dengan penambahan pilar TiO2 di-doping
kobalt menggunakan FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy). TGA
(Thermogravimetric Analyzer) digunakan untuk menentukan stabilitas termal dan
kemurnian dari sampel. SAA (Surface Area Analyzer) digunakan untuk menentukan luas
permukaan, distribusi pori dan volume pori dari sampel.
II.3.10 Aplikasi Degradasi Fotokatalitik Zat Warna Rhodamin
Degradasi fotokatalitik dilakukan dengan menggunakan sampel dengan massa 0,1 gram,
volume zat warna rhodamin 50 mL dengan konsentrasi larutan 40 ppm. Variasi waktu
kontak dilakukan pada 2,5; 5; 10; 15; 20; 40 menit. Proses penyinaran menggunakan
lampu UV sebesar 15 watt. Perlakuan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi waktu
kontak optimum fotokatalis rhodamin untuk masing-masing sampel, yaitu lempung alam
murni, lempung alam dengan penambahan pelarut etanol, lempung alam dengan
penambahan pilar TiO2, lempung alam dengan penambahan pilar TiO2 di-doping nikel,
dan lempung alam dengan penambahan pilar TiO2 di-doping kobalt. Setelah proses
fotokatalis selesai, larutan kemudian disaring untuk memisahkan produk dengan
katalis lempung. Produk yang terbentuk kemudian dianalisis dengan menggunakan
Spektrometer UV-Vis dan diukur nilai absorbansinya. Perlakuan yang sama tanpa
meggunakan penyinaran sinar UV dilakukan sebagai pembanding.

Gambar III.1 Rangkaian alat aplikasi fotokatalis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


Dalam bab ini akan dibahas mengenai pengaruh penambahan agen pemilar titania dan
pengaruh penambahan doping ion logam nikel dan kobalt terhadap kinerja degradasi
fotokatalitik zat warna Rhodamin. Lempung terpilar yang dihasilkan, dikarakterisasi
dengan FTIR (Fourier Transform Infra Red), TGA (Thermogravimetric Analyzer) dan SAA
(Surface Area Analyzer). Zat warna Rhodamin yang telah didegradasi kemudian diuji
absorbansinya menggunakan Spektrometer Uv-Vis
IV.1. Lempung Terpilar Titania di-doping Ni2+ dan Co2+
Lempung alam yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Desa Banyusir,
Kecamatan Wonosego Boyolali. Lempung alam (LA), lempung alam dengan penambahan
etanol (LA/ethanol), lempung terpilar titania (LA/Ti), lempung terpilar titania di-
doping Ni2+ (LA/Ti-Ni) dan lempung terpilar titania di-doping Co2+ (LA/Ti-Co)
dikarakterisasi menggunakan FTIR, SAA dan TGA. FTIR untuk mengetahui gugus fungsi
yang terkandung dalam sampel. Surface Area Analyzer (SAA) bertujuan untuk
mengetahui karakter permukaan seperti luas permukaan, volume pori, dan rata-rata
diameter pori. Thermogravimetric Analyzer (TGA) digunakan untuk mengetahui
stabilitas termal lempung terpilar. Hasil analisis tersebut saling dibandingkan
untuk mengetahui pengaruh pemilaran pada lempung terpilar titania (LA/Ti), lempung
terpilar titania di-doping Ni2+ (LA/Ti-Ni) dan lempung terpilar titania di-doping
Co2+ (LA/Ti-Co) hasil sintesis.
IV.2 Analisis Gugus Fungsi
Hasil analisis dengan FTIR disajikan dalam gambar IV.1 berikut:

Gambar IV.1 Spektra FTIR Lempung Terpilar Titania


Menurut Sumerta dkk. (2002), lempung alam dan lempung terpilar titania akan
teramati pada bilangan gelombang 1039-1051 cm-1 karena adanya serapan Si-O-Si
(stretching) dan bilangan gelombang 473 cm-1 karena adanya serapan Si-O-Al
(stretching). Gambar IV.1 menunjukkan adanya puncak pada daerah sekitar bilangan
gelombang 1050 cm-1 yang menandakan adanya gugus Si(Al)-O-Si (stretching) pada
lempung alam (LA), lempung alam dengan penambahan etanol (LA/etanol), lempung alam
terpilar titania (LA/Ti), maupun lempung terpilar titania di-doping Ni2+ (LA/Ti-Ni)
dan lempung terpilar titania di-doping Co2+ (LA/Ti-Co). Pada puncak bilangan
gelombang 1050 cm-1 tersebut LA, LA/etanol, LA/Ti, LA/Ti-Ni dan LA/Ti-Co sama-sama
memiliki puncak yang tajam. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan pilar pada
antarlapis tidak menghasilkan perbedaan struktur yang signifikan. Puncak pada
bilangan gelombang 473 cm-1 yang menunjukkan serapan Si-O-Al (bending) juga muncul
pada semua sampel baik pada LA, LA/etanol, LA/Ti, LA/Ti-Ni mapun LA/Ti-Co. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa pembentukan pilar pada antarlapis tidak menghasilkan
perubahan struktur yang signifikan.
Dari spektra di atas dapat dilihat bahwa, puncak kecil yang ada pada lempung alam
di bilangan gelombang 900-920 cm-1 berkurang setalah adanya pemilaran TiO2 (Rokici?
ska dkk., 2016). Diduga puncak pada bilangan gelombang 920 cm-1 adalah gugus OH-
pada ikatan Al-OH (Djomgoue dan Njopwouo, 2013). Ikatan OH- ini merupakan jenis
vibrasi stretching dalam ikatan Al-OH. Diasumsikan bahwa dengan pemilaran TiO2
mengurangi gugus OH pada ikatan Al-OH.
Bilangan gelombang sekitar 1410 cm-1 merupakan vibrasi tekuk dari hidroksil dan
molekul air dalam interlayer. Dalam gambar IV.1 dapat dilihat bahwa pada bilangan
gelombang tersebut puncak menghilang setelah adanya pemilaran TiO2. Hilangnya
puncak ini disebabkan karena adanya dehidrasi dan kondensasi pada saat proses
pilarisasi (Vercellone dkk., 2015). Reaksi dehidrasi adalah reaksi di mana H2O
disingkirkan dari lempung alam, sedangkan kondensasi adalah reaksi dimana satu
molekul terbentuk dan satu molekul kecil (biasanya air) hilang. Dalam hal ini
molekul yang dimaksud adalah silanol (Si-OH).
IV.3 Analisis Termal
Analisis kestabilan termal dilakukan dengan TGA-DSC. Hasil analisis ditunjukkan
pada Gambar IV.2.

Gambar IV.2 Grafik TGA pada lempung terpilar titania di-doping Ni2+ dan Co2+
Berdasarkan Gambar IV.2. dapat diketahui bahwa terjadi reaksi penguraian yang
terdapat pada pengujian TGA ini, yang dijelaskan melalui 3 tahap yaitu pada suhu
(a) 50C-150C, (b) 150C-650C (c) 650C hingga 1000C
Rentang pertama yaitu pada suhu 50C-150C terjadi pengurangan massa baik pada LA,
LA/etanol, LA/Ti, LA/Ti-Ni maupun LA/Ti-Co yang ditandai dengan penurunan massa
relatif. Sampel LA/etanol memiliki presentase kehilangan berat lebih besar dari
pada sampel LA. Hal ini karena pada sampel LA/etanol, senyawa yang menguap berupa
air dan etanol sedangkan pada sampel LA senyawa yang menguap hanyalah air. Sampel
LA/Ti memiliki presentase kehilangan massa yang lebih besar dari pada LA/etanol dan
LA. Hal ini karena pada sanpel LA/Ti senyawa yang menguap adalah air, etanol, dan
ion Cl- di mana ion Cl- berasal dari senyawa TiCl4. Sampel LA/Ti-Co memiliki
presentase kehilangan massa yang paling besar. Hal ini karena selain menguapnya
air, etanol dan ion Cl- juga terjadi proses dekomposisi air dari Co(NO3)2.6H2O
menjadi Co(NO3)2.3H2O. Namun demikian, penurunan pada LA/Ti-Ni tidak sebesar LA/Ti-
Co karena Ni(NO3)2.6H2O tidak mengalami dekomposisi. Persentase kehilangan massa
pada LA/Ti-Co adalah yang terbesar yaitu sekitar 7,01%, selanjutnya 2,28% pada
LA/Ti-Ni, 1,67% pada LA/Ti, 1,51% untuk LA/etanol dan 1,43% untuk LA.
Rentang kedua yaitu suhu 150C - 650C. Pada rentang kedua terlihat bahwa 4 sampel
tidak mengalami penurunan massa yang tajam karena hanya terjadi proses dehidrasi
atau hilangnya air. Proses hilangnya air ini membutuhkkan suhu di atas 100 C
karena air berada di daerah antar lapis lempung (Ahmad dkk., 2013). Presentase
kehilangan massa pada LA/Ti-Co sebesar 6,21 %, pada LA/Ti-Ni sebesar 0,84 %, pada
LA/Ti sebesar 0.04%, pada LA/etanol sebesar 0,17% dan pada LA sebesar 0,26%.
Penurunan yang tajam pada sampel LA/Ti-Co dikarenakan terjadinya dekomposisi
nitrat. Nitrat ini berasal dari sampel Co(NO3)2 di mana gugus nitrat ini tidak ikut
beraeaksi pada proses pen-doping-an sehingga akan terdekomposisi saat proses
kalsinasi (Kumar dkk., 2016). Namun demikian proses dekomposisi nitrat pada
Ni(NO3)2 tidak sebesar dekomposisi nitrat pada Co(NO3)2. Hal ini disebabkan karena
ikatan nitrat pada nikel lebih kuat dari pada ada kobalt.
Rentang ketiga yaitu temperatur di atas 650C. Pada tahap ini terjadi kenaikan
berat pada semua sampel yang ditandai dengan bertambahnya massa relatif. Kenaikan
massa ini mungkin disebabkan adanya reaksi antara sampel dengan gas oksigen yang
terkandung dalam sweeping gas selama proses analisis TGA berlangsung. Sampel yang
bereaksi dengan oksigen akan menghasilkan oksida senyawa yang secara stoikiometrik
memberikan hasil yang lebih berat. Reaksi dengan oksigen ini terjadi karena
penggunaan udara sebagai sweeping gas (Hermintoyo dkk., 2010).
Analisis TGA ini didukung dengan data DSC yang terlihat pada gambar IV.3.

Gambar IV.4 Grafik DSC pada lempung terpilar titania di-doping nikel dan kobalt
Gambar IV.4 menunjukkan grafik hubungan antara temperatur dengan aliran panas. Sama
halnya dengan grafik TGA, pada grafik DSC ini juga menjelaskan terjadinya perubahan
reaksi yang di jelaskan dalam 4 tahap yaitu pada suhu (a) 30C-150C, (b) 150C
-500C (c) 500C-700C d) 700C-800C
Pada tahap pertama yaitu suhu 30C-150C terjadi reaksi endotermik atau proses
penyerapan kalor pada semua sampel. Hal ini dapat dilihar dari grafik yang semakin
menurun. Reaksi endotermik ini terjadi karena adanya proses penguapan air dan
etanol yang terkandung di dalam lempung (Bahranowski dkk., 2015). Besarnya nilai
penyerapan panas yaitu 164,72 J/g, 200,13 J/g, 158,44 J/g, 112,27 J/g dan 118,19
J/g berturut-turut untuk sampel LA, LA/etanol, LA/Ti, LA/Ti-Ni dan LA/Ti-Co.
Pada tahap kedua yaitu suhu 150C -500C terjadi reaksi eksotermik atau proses
pelepasan kalor pada semua sampel yang ditandai dengan naiknya grafik. Reaksi
eksotermik ini terjadi karena lempung mengalami penyusutan atau shringkage.
Besarnya nilai pelepasan panas yaitu 1339, 95 J/g, 259,12 J/g, 93,28 J/g, 122,77
J/g, 60,09 J/g berturut-turut untuk LA, LA/etanol, LA/Ti, LA/Ti-Ni dan LA/Ti-Co.
Pada tahap ketiga yaitu 500C - 700C terjadi reaksi endotermik yang terjadi pada
LA, LA/etanol, LA/Ti, LA/TI-Ni, LA/Ti-Co. Reaksi ini terjadi karena terjadi proses
peyusutan lebih lanjut dari lempung. Penyusutan (shringkage) terjadi karena
pembakaran dengan yang suhu tinggi (Sukamto dan Murwani, 2016). Pada sampel LA
terjadi penyerapan panas sebesar 189,07 J/g, sedangkan pada sampel LA/etanol
terjadi penyerapan panas sebesar 153,22 J/g, pada LA/Ti sebesar 245,05 J/g, pada
LA/Ti-Ni sebesar 127,11 J/g dan pada LA/Ti-Co sebesar 80,57 J/g.
Pada temperatur antara 700-800 C terlihat jelas antara sampel LA sebelum dan
setelah dipilar dengan TiO2. Pada sampel LA dan LA/etanol terdapat cekungan. Namun
setelah adanya pemilaran dengan logam TiO2 cekungan tersebut hilang. Hal ini sesuai
dengan pernyataan (Bahranowski dkk., 2015) bahwa dalam kurva DSC akan muncul puncak
pada temperature 800 C yang menandakan adanya logam Ti. Sehingga dapat diasumsikan
bahwa hilangnya cekungan menandakan adanya logam Ti.
Dari data TGA-DSC ini dapat diketahui bahwa lempung terpilar titania stabil pada
650C. Karena suhu kalsinasi di atas suhu 650C akan menyebabkan lempung menjadi
kolaps. Namun suhu kalsinasi di bawah 650C akan membuat sifat lempung kurang baik
karena masih adanya pengotor organik yang mengganggu.
IV.4 Karakter Permukaan
Analisis isotermis digunakan untuk menentukan volume pori, luas permukaan pori dan
distribusi pori dalam skala mikro atau meso. Dalam penelitian ini, karakter
permukaan dari sampel diukur menggunakan metode perhitungan BJH dari hasil kurva
isotherm. Hasil analisis ditunjukkan pada gambar IV.5.

Gambar IV.5 kurva adsorpsi-desorpsi


Dari gambar IV.5, dapat diketahui bahwa kurva adsopsi-desorpsi dari semua sampel
mendekati tipe IV yang mencirikan material mesopori. Kurva histeresis dari semua
sampel mendekati tipe H4 yang menandakan sampel memiliki pori dengan celah yang
sempit. Jika saling dibandingkan, sampel LA, LA/Ti-Ni dan LA/TI-Co memiliki kurva
hysteresis yang lebih lebar yang mengindikasikan bahwa volume mesopori meningkat.
Selain itu, hasil pengujian BET dapat dilihat dalam tabel IV.1.
Tabel IV.1 Tabel luas permukaan spesifik (SBET), volume pori (Vt) dan diameter pori
(d)

Dari tabel IV.1, dapat diketahui bahwa lempung alam memiliki luas permukaan sebesar
23,58 m2/g, volume pori 0,01 mL/g dan diameter pori 34, 54 . Hasil ini berbeda
dengan penelitian yang dilkakukan oleh (Li dkk., 2014) bahwa lempung alam memiliki
luas permukaan, volume pori dan diameter pori berturut-turut sebesar 41,22 m2/g,
0,08 mL/g dan 78,54 . Sedangkan menurut (Auta dan Hameed, 2013), lempung alam
memiliki luas permukaan, volume pori dan diameter pori berturut-turut sebesar 19,32
m2/g, 0,01 mL/g dan 22 . Perbedaan hasil ini kemungkinan karena perbedaan cara
preparasi lempung dan komposisi unsur yang berbeda.
Dari grafik di atas juga dapat diketahui bahwa luas area dari LA/etanol, LA/Ti,
LA/Ti-Ni dan LA/Ti-Co lebih kecil dari LA. Hal ini menunjukkan bahwa pemilaran TiO2
dan pen-doping-an dengan nikel atau kobalt tidak meningkatkan porositas dari
permukaan lempung alam secara signifikan. Berkurangnya luas permukaan dan volume
pori pada lempung terpilar TiO2 disebabkan karena masih tersisanya zat organik yang
belum sepenuhnya hilang saat proses kalsinasi (Chen dkk., 2012). Selain itu
berkurangnya luas permukaan dari LA/Ti-Co karena ion kobalt atau CoO menghambat
mengalirnya gas N2 (Hernndez-Huesca dkk., 2002)
Namun demikian, dengan adanya doping nikel dan kobalt dapat meningkatkan volume
pori dari 0,1 mL/g (LA) menjadi 0,46 mL/g (lempung/Ti-Ni) dan dari 0,1 mL/g (LA)
menjadi 0,28 mL/g (lempung/Ti-Co). Sehingga keberadaan dopan nikel dan kobalt dapat
memperluas volume pori dari lempung alam terpilar TiO2.
Adapun untuk distribusi pori dari semua sampel dapat dilihat dari gambar berikut:

Gambar IV.6 Grafik distribusi pori sampel


Dari gambar IV.6 dapat dilihat bahwa distribusi pori dari LA, LA/etanol, LA/Ti,
LA/Ti-Ni dan LA/Ti-Co tidaklah seragam. Hal ini disebabkan karena pada saat
pemilaraan, distribusi logam Ti tidak merata ke seluruh lempung. Dari semua sampel
baik LA, LA/etanol, LA/Ti, LA/Ti-Ni maupun LA/Ti-Co terdapat peak pada diameter
pori 30 - 34 . Ukuran pori ini jumlahnya tinggi namun terus mengalami penurunan.
Munculnya peak pada daerah 30 - 34 menandakan bahwa terjadi agregasi dari
lempung alam (Chen dkk., 2012). Pada sampel LA/Ti-Ni dan LA/Ti-Co muncul peak pada
38 . Hal ini menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki struktur mesopori yang
baik yang ditandai dengan volume yang lebih besar dari LA (Zuo dkk., 2015).
Hasil analisis karakter permukaan menunjukkan bahwa keberadaan agen pemilar TiO2
kurang memberikan pengaruh terhadap lempung alam. Namun setelah adanya doping logam
nikel dan kobalt dapat memberikan pengaruh terhadap lempung terpilar titania berupa
peningkatan volume pori yang cukup signifikan.
IV.5 Degradasi Fotokatalitik Rhodamin
Uji aplikasi dilakukan dengan menggunakan larutan Rhodamin 40 ppm sebagai zat warna
di mana lempung terpilar titania di-doping nikel dan kobalt didispersikan ke dalam
larutan Rhodamin yang disinari dengan lampu UV. Setelah waktu tertentu jumlah
alikuot disampling untuk ditentukan absorbansinya. Hasil analisi ditujnjukkan pada
gambar IV.7 dan IV.8.

Gambar IV.7 Kurva Fotodegradasi Rhodamin oleh sampel yang disinari lampu UV

Gambar IV.8 Kurva Fotodegradasi Rhodamin oleh sampel yang tidak disinari lampu UV
Gambar IV. 7 dan Gambar IV.8 menunjukkan semakin bertambahnya waktu degradasi
fotokatalitik, maka konsentrasi Rhodamin akan semakin kecil. Waktu optimum
degradasi fotokatalitik Rhodamin terjadi pada menit ke 40 karena semakin
bertambahnya waktu di atas 40 menit hasil perbedaannya tidak begitu signifikan.
Proses degradasi fotokatalitik Rhodamin terjadi signifikan pada menit ke 15. Hal
ini terlihat pada saat menit ke 15, konsentrasi Rhodamin dengan lempung terpilar
titania lebih kecil dibandingkan konsentrasi Rhodamin dengan lempung alam dan
lempung dengan penambahan etanol.
Gambar IV. 7 dan Gambar IV. 8 juga memperlihatkan kurva fotodegradasi dari larutan
Rhodamin menggunakan sampel LA, LA/etanol, LA/Ti, LA/Ti-Ni dan LA/Ti-Co. Dari kurva
tersebut menunjukkan bahwa penurunan konsentrasi dari larutan Rhodamin yang
menggunakan LA/Ti-Ni dan LA/Ti-Co yang disinari oleh lampu lampu UV lebih besar
dibandingkan dengan LA/Ti-Ni dan LA/Ti-Co yang tanpa disinari oleh lampu UV. Hal
ini mengindikasikan bahwa LA/Ti-Ni dan LA/Ti-Co dapat berperan sebagai fotokatalis.
Namun pada LA/Ti-Ni dan LA/Ti-Co yang tidak disinari lampu UV terjadi penurunan
konsentrasi pada Rhodamin. Hal ini diduga lebih disebabkan karena adanya kemampuan
absorpsi lempung alam. Perbedaan yang kecil penurunan konsentrasi Rhodamin dengan
penggunaan lampu UV dan non-UV disebabkan karena masih banyak sisi sorpsi yang
masih belum ditempati oleh TiO, NiO dan CoO. Sementara jumlah TiO, NiO dan CoO yang
ada dalam lempung relatif sedikit sehingga secara keseluruhan penurunan konsentrasi
larutan Rhodamin lebih didominasi oleh daya absorpsi.
Dalam gambar IV. 8 menunjukkan bahwa penurunan konsentrasi Rhodamin dengan LA/Ti-Ni
dan LA/Ti-Co lebih besar dari pada penurunan konsentrasi Rhodamin dengan lempung
terpilar titania tanpa di-doping nikel dan kobalt. Hal ini dikarena dengan adanya
doping nikel atau kobalt, energi celah pita pada fotokatalis semakin kecil. Semakin
kecil energi celah pita, kemampuan untuk mentransfer energi dari pita valensi ke
pita konduksi menjadi lebih mudah. Hal ini akan membuat absorbsi cahaya dari sampel
yang telah di-doping akan menjadi besar.
BAB V KESIMPULAN
Kesimpulan
1. Telah berhasil disintesis lempung terpilar titania dan diembankan dengan nikel
dan kobalt.
2. Berdasarkan analisis gugus fungsi, pembentukan pilar pada antarlapis tidak
menghasilkan perbedaan struktur yang signifakan. Berdasarkan analisis kestabilan
termal, sampel lempung terpilar titania di-doping nikel dan kobalt stabil pada suhu
650C. Berdasarkan analisis karakter permukaan, lempung terpilar titania kurang
memberikan pengaruh terhadap lempung alam, namun setelah di-doping dengan dapat
memberikan pengaruh terhadap lempung terpilar titania berupa peningkatan volume
pori yang cukup signifikan.
3. Pemilaran dengan TiO2 pada lempung alam dapat meningkatkan aktivitas degradasi
fotokatalitik, sedangkan pen-doping-an dengan nikel dan kobalt lebih meningkatkan
aktivitas degradasi fotokatalitik dari pada lempung terpilar TiO2
4. Lempung terpilar titania di-doping nikel dan kobalt dengan menggunakan sinar UV
memiliki kemampuan aktivitas fotokatalitik yang lebih baik dari pada lempung
terpilar titania di-doping nikel dan kobalt tanpa menggunakan sinar UV
5. Lempung terpilar titania di-doping nikel dan kobalt memliki waktu optimum dalam
aktivitas fotokatalitik pada menit ke-4
Saran
Diperlukan proses aktivasi sebelum pemilaran dan pen-doping-an agar agen pemilar
dan dopan dapat lebih mudah masuk dalam interlayer lempung alam
Digunakan alat ruang penyinaran sinar UV yang terbebas dari cahaya tampak agar
tidak ada pengaruh cahaya tampak

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, N., Hussain, S. T., Muhammad, B., Ali, N., Abbas, S. M. dan Ali, Z., 2013,
Zr-Pillared Montmorillonite Supported Cobalt Nanoparticles for FischerTropsch
Synthesis. Progress in Natural Science: Materials International 23(4): 374-381.
Ardiani, P., 2010, Efektivitas Katalis Tio 2 Dengan Pengemban Mg (Oh) 2. 5h 2 O
Pada Fotodegradasi Zat Warna Rhodamine B, Universitas Sebelas Maret.
Arutanti, O., Nandiyanto, A. B. D., Ogi, T., Iskandar, F., Kim, T. O. dan Okuyama,
K., 2014, Synthesis of Composite Wo 3/Tio 2 Nanoparticles by Flame-Assisted Spray
Pyrolysis and Their PhotCatalytic Activity. Journal of Alloys and Compounds 591:
121-126.
Auta, M. dan Hameed, B., 2013, Acid Modified LCal Clay Beads as Effective Low-Cost
Adsorbent for Dynamic Adsorption of Methylene Blue. Journal of Industrial and
Engineering Chemistry 19(4): 1153-1161.
Azbar, N., Yonar, T. dan Kestioglu, K., 2004, Comparison of Various Advanced
Oxidation PrCesses and Chemical Treatment Methods for Cod and Color Removal from a
Polyester and Acetate Fiber Dyeing Effluent. Chemosphere 55(1): 35-43.
Bahranowski, K., W?odarczyk, W., Wis?a-Walsh, E., Gawe?, A., Matusik, J., Klimek,
A., Gil, B., Michalik-Zym, A., Dula, R. dan SCha, R., 2015, [Ti, Zr]-Pillared
Montmorillonitea New Quality with Respect to Ti-and Zr-Pillared Clays. Microporous
and mesoporous materials 202: 155-164.
Barka, N., Qourzal, S., Assabbane, A., Nounah, A. dan Ait-Ichou, Y., 2008, Factors
Influencing the PhotCatalytic Degradation of Rhodamine B by Tio 2-Coated Non-Woven
Paper. Journal of PhotChemistry and Photobiology A: Chemistry 195(2): 346-351.
Boudali, L. K., Ghorbel, A., Grange, P. dan Figueras, F., 2005, Selective Catalytic
Reduction of No with Ammonia over V 2 O 5 Supported Sulfated Titanium-Pillared Clay
Catalysts: Influence of V 2 O 5 Content. Applied Catalysis B: Environmental 59(1):
105-111.
Chen, D., Zhu, Q., Zhou, F., Deng, X. dan Li, F., 2012, Synthesis and
PhotCatalytic Performances of the Tio2 Pillared Montmorillonite. Journal of
hazardous materials 235236: 186-193.
Chong, M. N., Vimonses, V., Lei, S., Jin, B., Chow, C. dan Saint, C., 2009,
Synthesis and Characterisation of Novel Titania Impregnated Kaolinite Nano-
PhotCatalyst. Microporous and mesoporous materials 117(1): 233-242.
Cool, P. dan Vansant, E., 1998, Pillared Clays: Preparation, Characterization and
Applications. Synthesis, Springer: 265-288.
Djomgoue, P. dan Njopwouo, D., 2013, Ft-Ir Spectroscopy Applied for Surface Clays
Characterization. Journal of Surface Engineered Materials and Advanced Technology
3(04): 275.
Fatimah, I., Alawiyah, T. dan Sumarlan, I., 2014, Preparasi Fe3+/Tio2-
Montmorillonit Sebagai Katalis Pada Degradasi Zat Warna Azo. REAKTOR 14(4): 255-
260.
Figueras, F., 1988, Pillared Clays as Catalysts. Catalysis Reviews Science and
Engineering 30(3): 457-499.
Fiolida, I. A. S., 2016, Preparasi Dan Karakterisasi Komposit Cuo-Zeolit Alam Untuk
Fotodegradasi Zat Warna Rhodamin B Dengan Sinar Ultraviolet, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam UNY.
Gunawan, B. dan Azhari, C. D., 2010, Karakterisasi Spektrofotometri Ir Dan Scanning
Electron Microscopy (Sem) Sensor Gas Dari Bahan Polimer Poly Ethelyn Glycol (Peg).
Jurnal Sains dan Teknologi 3(2).
Hermintoyo, S., Fatimah, S. S. dan Kusrijadi, A., 2010, Sintesis Dan Uji
Konduktifitas Material Konduktor Ionik Berbasis Magnesium Melalui Reaksi Padat
Padat. stk 159.
Hernndez-Huesca, R., Braos-Garc?a, P., Mrida-Robles, J., Maireles-Torres, P.,
Rodr??guez-Castelln, E. dan Jimnez-Lpez, A., 2002, Cobalt-Based Alumina Pillared
Zirconium Phosphate Catalysts for the Selective Catalytic Reduction of No by
Propane. Chemosphere 48(4): 467-474.
Kumar, J., Mariappan, C. R., Kumar, V., Murugavel, S. dan Prakash, G. V., 2016,
Study of Spinel-Type Znnixco2?Xo4 Nano-Particles, Synthesised by Thermal
Decomposition of Ternary Metal Nitrate Solutions. Materials Research Bulletin 83:
632-639.
Larbot, A., Alary, J., Guizard, C., Cot, L. dan Gillot, J., 1987, New Inorganic
Ultrafiltration Membranes: Preparation and Characterisation. International journal
of high technology ceramics 3(2): 143-151.
Li, Y., Zeng, L., Zhou, Y., Wang, T. dan Zhang, Y., 2014, Preparation and
Characterization of Montmorillonite Intercalation Compounds with Quaternary
Ammonium Surfactant: Adsorption Effect of Zearalenone. Journal of Nanomaterials
2014: 1.
Linsebigler, A. L., Lu, G. dan Yates Jr, J. T., 1995, PhotCatalysis on Tio2
Surfaces: Principles, Mechanisms, and Selected Results. Chemical reviews 95(3):
735-758.
Lubis, S., 2007, Preparasi Bentonit Terpilar Alumina Dari Bentonit Alam Dan
Pemanfaatannya Sebagai Katalis Pada Reaksi Dehidrasi Etanol, 1-Propanol Serta 2-
Propanol. Jurnal Rekayasa Kimia & Lingkungan 6(2): 77-81.
Nainani, R., Thakur, P. dan Chaskar, M., 2012, Synthesis of Silver Doped Tio2
Nanoparticles for the Improved PhotCatalytic Degradation of Methyl Orange. Journal
of Materials Science and Engineering B 2(1): 52-58.
Ohtsuka, K., 1997, Preparation and Properties of Two-Dimensional Microporous
Pillared Interlayered Solids. Chemistry of materials 9(10): 2039-2050.
Purnamasari, D. S. dan Saebani, S., 2013, Pengaruh Rhodamine B Peroral Dosis
Bertingkat Selama 12 Minggu Terhadap Gambaran Histomorfometri Limpa: Studi Pada
Diameter Folikel Pulpa Putih, Diameter Centrumgerminativum Dan Jarak Zona
Marginalis Limpa Tikus Wistar, Diponegoro University.
Richardson, W., Machida, S. dan Yamamoto, Y., 1991, Squeezed Photon-Number Noise
and Sub-Poissonian Electrical Partition Noise in a Semiconductor Laser. Physical
review letters 66(22): 2867.
Riyas, S., Krishnan, G. dan Mohan Das, P., 2008, Liquid Phase Photooxidation of
Toluene in the Presence of Transition Metal Oxide Doped Titania. Journal of the
Brazilian Chemical SCiety 19(5): 1023-1032.
Rokici?ska, A., Natka?ski, P., Dudek, B., Drozdek, M., Lity?ska-Dobrzy?ska, L. dan
Ku?trowski, P., 2016, Co3o4-Pillared Montmorillonite Catalysts Synthesized by
Hydrogel-Assisted Route for Total Oxidation of Toluene. Applied Catalysis B:
Environmental 195: 59-68.
Segne, T. A., Tirukkovalluri, S. R. dan Challapalli, S., 2011, Studies on
Characterization and PhotCatalytic Activities of Visible Light Sensitive Tio2 Nano
Catalysts Co-Doped with Magnesium and Copper. International Research Journal of
Pure and Applied Chemistry 1(3): 84.
Slamet, S. B., Rita, A. dan Zulaina, S., 2006, Penyisihan Fenol Dengan Kombinasi
Proses Absorpsi Dan Fotokatalisis Menggunakan Karbon Aktif Dan Tio2. Jurnal
Teknologi: 303-313.
Stamires, D., Brady, M. F., Jones, W. dan Kooli, F., 2001, PrCess for Producing an
Anionic Clay-Containing Composition, Google Patents.
Sukamto, M. dan Murwani, I. K., 2016, Kajian Penggunaan Lempung Nagara Dalam Sistem
Badan Keramik Sesuai Sni. Quantum 2(2).
Sumerta, I. K., Wijaya, K. dan Tahir, I., 2002, Fotodegradasi Metilen Biru
Menggunakan Katalis Tio2-Montmorilonit Dan Sinar Uv. Makalah pada Seminar Nasional
Pendidikan Kimia, Jurusan Kimia FMIPA.
Supeno, M., Sembiring, S. B., Basuki, W. dan Brahmana, H., 2007, Pengetsaan Sio2
Bentonit Alam Terpilar Sebagai Katalis Gas Hidrogen Dari Air, J. Sains Kimia 11(1):
31-36.
Theng, B. K. G., 2012, Formation and Properties of Clay-Polymer Complexes,
Elsevier.
Vercellone, S. Z., Sham, E. dan Torres, E. M. F., 2015, Measure of Zeta Potential
of Titanium Pillared Clays. PrCedia Materials Science 8: 599-607.
Wang, G., Tsai, D.-S., Huang, Y.-S., Korotcov, A., Yeh, W.-C. dan Susanti, D.,
2006, Selective Growth of Iro2 Nanorods Using Metalorganic Chemical Vapor
Deposition. J. Mater. Chem. 16(8): 780-786.
Wang, X., Catt, S., Pangestu, M. dan Temple-Smith, P., 2011, Successful in Vitro
Culture of Pre-Antral Follicles Derived from Vitrified Murine Ovarian Tissue:
OCyte Maturation, Fertilization, and Live Births. Reproduction 141(2): 183-191.
Wang, Z. L., 2004, Zinc Oxide Nanostructures: Growth, Properties and Applications.
Journal of Physics: Condensed Matter 16(25): R829.
Wisnugroho, A., 2015, Pengaruh Potensial Dan Laju Alir Terhadap Degradasi Zat Warna
Remazol Yellow Fg Menggunakan Komposit Tio2-Nio Dalam Foto Elektrodegradasi Dengan
Metode Alir (Flow), FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM.
Xu, N., Shi, Z., Fan, Y., Dong, J., Shi, J. dan Hu, M. Z.-C., 1999, Effects of
Particle Size of Tio2 on PhotCatalytic Degradation of Methylene Blue in Aqueous
Suspensions. Industrial & Engineering Chemistry Research 38(2): 373-379.
Yang, S.-y., CHEN, Y.-y., ZHENG, J.-g. dan CUI, Y.-j., 2007, Enhanced
PhotCatalytic Activity of Tio 2 by Surface Fluorination in Degradation of Organic
Cationic Compound. Journal of Environmental Sciences 19(1): 86-89.
Zainal, Z., Hui, L. K., Hussein, M. Z. dan Abdullah, A. H., 2009, Characterization
of Tio 2Chitosan/Glass PhotCatalyst for the Removal of a Monoazo Dye Via
PhotodegradationAdsorption PrCess. Journal of hazardous materials 164(1): 138-
145.
Zuo, S., Ding, M., Tong, J., Feng, L. dan Qi, C., 2015, Study on the Preparation
and Characterization of a Titanium-Pillared Clay-Supported Crce Catalyst and Its
Application to the Degradation of a Low Concentration of Chlorobenzene. Applied
Clay Science 105: 118-123.

Anda mungkin juga menyukai