Anda di halaman 1dari 5

Nama : Arisa Nur Fadilah (1413206006)

SKENARIO B

APA YANG TERJADI PADA SENDI DAN LAMBUNGKU???

1.Mengetahui pengertian Rheumatoid Atrithis dan Ulkus Peptik.

Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang menyebabkan peradangan kronis pada
sendi. Penyakit autoimun adalah penyakit yang terjadi ketika jaringan-jaringan tubuh diserang oleh sistem
imunnya sendiri (Chabib dkk., 2016).

Ulkus peptik atau tukak lambung merupakan gangguan tukak pada saluran pencernaan bagian atas
yang pembentukannya memerlukan asam dan pepsin (Sukandar, 2013).

2.Mengetahui penyebab Rheumatoid Atrithis dan Ulkus Peptik.


Penyebab rheumatoid arthritis diakibatkan oleh stres, merokok, faktor lingkungan dan dapat pula
terjadi pada anak karena faktor keturunan (Brooke, 2014).
Penyebab dari ulkus peptikum adalah infeksi Helicobacter pylori, obat anti inflamasi non steroid
(NSAID), dan kerusakan mukosa lambung yang berhubungan dengan stress (ulcer stress) (Sukandar, 2013).

3.Mengetahui tanda dan gejala Rheumatoid Atrithis dan Ulkus Peptik.

Tanda dan gejala rheumatoid arthritis yang umum ditemukan adalah sendi terasa kaku pada pagi hari
dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat
bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri,
bila sudah tidak tertahan dapat menyebabkan demam dan terjadi berulang dapat terjadi berulang (Chabib
dkk., 2016).

Tanda dan gejala ulkus peptik adalah pasien dengan penyakit tukak duodenal mengalami kesakitan
pada malam hari sehingga dapat terbangunn dari tidur, kesakitan berlangsung selama 1 hingga 3 jam setelah
makan dan biasanya rasa sakit akan berkurang dengan makan.dan pasien dengan tukak sering mendapatkan
sindrom dispeptik seperti rasa panas dalam perut, perut gembung,mual muntah, anoreksia dan turun berat
badan (Sukandar, 2013).

4.Mengetahui faktor resiko Rheumatoid Atrithis dan Ulkus Peptik.

Faktor resiko ulkus peptik adalah umur lebih dari 65 tahun, mempunyai riwayat ulkus peptik
sebelumnya ,komplikasi GI atas sebelumnya terkait ulkus, penggunaan NSAID dengan dosis tinggi
,pemilihan NSAID yang kurang tepat, dispepsia terkait NSAID, penggunaan NSAID dan aspirin dengan
dosis rendah secara bersamaan, infeksi Helicobacter pylori, merokok dan mengkonsumsi alkohol (Dipiro et
al.,2015).
Faktor resiko dalam peningkatan terjadinya RA antara lain jenis kelamin perempuan, ada riwayat
keluarga yang menderita RA, umur lebih tua, paparan salisilat dan merokok. Resiko juga mungkin terjadi
akibat konsumsi kopi dan obesitas juga merupakan faktor resiko (Suioraoka 2012).

5.Mengetahui terapi farmakologi dan non farmakologi pada Rheumatoid Atrithis dan Ulkus Peptik.

Terapi non farmakologi rheumatoid arthritis


1. Istirahat yang cukup, mengurangi berat badan jika obesitas, terapi fisik dan penggunaan alat
pembantu dapat meningkatkan dan membantu menjaga fungsi sendi.
2. Pasien dengan penyakit yang parah dapat melakukan operasi seperti tenosinovektomi,
perbaikan tendon, dan pergantian sendi.
3. Penyuluhan terhadap pasien tentang pentingnya terapi obat (Sukandar, 2013).
Terapi farmakologi rheumatoid arthritis bertujuan tidak hanya mengontrol gejala penyakit, tetapi
juga penekanan aktivitas penyakit untuk mencegah kerusakan permanen.
1. Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARDs). Obat-obat DMARDs yang sering
digunakan pada pengobatan RA adalah metotreksat (MTX), sulfasalazin, leflunomide,
klorokuin, siklosporin dan azatioprin.
2. Agen Biologik yang sering digunakan untuk rheumatoid arthritis adalah etanercept,
infliximab, golimumab, rituximab, dan tocilizumab.
3. Kortikosteroid diberikan dalam jangka waktu sesingkat mungkin dan dosis serendah mungkin
yang dapat mencapai efek klinis (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2014).
Kortikosteroid oral (misalnya prednison dan metilprednisolon) dapat digunakan untuk
mengendalikan rasa sakit (Dipiro, 2015).
4. Obat Anti Inflamasi Non Steroid .OAINS yang digunakan meliputi, aspirin ,celecoxib ,
diclofenak, naproxen, piroxicam dan lain-lain (Dipiro, 2015).
Terapi non farmakologi ulkus peptik
1. Pasien dengan tukak harus mengurangi stress,merokok, dan menggunakan NSAID (termasuk
aspirin). Jika NSAID penggunaannya tidak dapat dihentikan maka harus dipertimbangkan
pemberian dosis rendah atau diganti dengan asetaminofen, COX 2 inhibitor relatif
selektif(nabumetofen, etodolak), COX 2 inhibitor selektif kuat (refecoxib, celecoxib).
2. Pasien menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan dispepsia atau tukak
misalnya makanan pedas,kafein, dan alkohol.
3. Antasida dapat digunakan dengan obat anti tukak lainnya untuk mengatasi untuk mengatasi
gejala tukak (Sukandar, 2013).
Terapi farmakologi ulkus peptik :
1. Antasida
2. Antagonis Reseptor H2. H2RA yang sering digunakan simetidin dan ranitidin, senyawa
yang lebih baru (famotidin dan nizatidin).
3. Antimuskarinik selektif
4. Kelator dan senyawa kompleks misalnya Trikalium distratobismutat dan Sukralfat.
5. Analog prostaglandin misalnya Misoprostol
6. PPI seperti omeprazol, lanzoprazol dan pantoprazol (Sukandar, 2013).

6.Terapi yang tepat untuk pasien Chandra

Data Pasien

Pasien Chandra ,umur 56 tahun,BB 78,tinggi 160 cm.


Riwayat penyakit : gangguan pencernaan ulkus peptik ,maag kronis
Riwayat pengobatan: Mylanta cair, Na Diklofenak, Dexamethason, Omeprazole, dan Amoxycilin.
Riwayat alergi : Antibiotik -laktam
FIR : Merokok, minum kopi, stress

Subyektif

Pasien mengalami nyeri persendian cenut-cenut, kaku.


Pasien mengalami nyeri perut,badan untuk tegak sakit, bau nafas agak masam.

Obyektif

Parameter Hasil Nilai Normal Keterangan


TD (mmHg) 150/95 120/80 Tidak normal
Nadi (x/menit) 90 60-100 Normal
H. Pylori Positif Negatif Tidak normal
Assesment

Pasien R.A yang ditandai dengan nyeri persendian cenut-cenut, kaku .


Pasien mengalami ulkus peptik ditandai dengan nyeri perut,badan untuk tegak sakit, bau nafas agak
masam.
Pasien mengalami stress.
Pasien mengalami hipertensi tingkat 1.
Pasien menggunakan mylanta untuk mengatasi nyeri perut.
DRP
Pasien hipertensi diberi dengan NSAID (Efek yang tidak diinginkan)
Pasien alergi antibiotik -laktam (kesalahan obat)
Pasien mengalami kegagalan terapi yaitu terapi mylanta cair selama 5th tetapi tidak menunjukkan hasil.
Planning

Sebaiknya untuk terapi rheumatoid artrithis diberi Methotrexate 7,5 per minggu karena Methotrexate
merupakan obat lini pertama untuk Reumatoid arthritis (Singh et al., 2015).
Sebaiknya penggunaan Na diklofenak untuk mengobati nyeri diganti dengan Paracetamol karena
lebih aman untuk pasien rheumatoid artrithis dengan dosis 650 mg diminum 1111 sesudah
makan (Crofford, 2013).
Sebaiknya untuk terapi H.pylori diberikan 3 kombinasi obat yaitu PPI (Omeprazole 20 mg 1 x sehari)
+ Clarythomycin 500 mg 2 x sehari + Metronidazole 500 mg 2 x sehari karena kombinasi dari obat
tersebut merupakan lini pertama dalam pengobatan ulkus peptik yang disebabkan oleh H.Pylori
(Dipiro, 2015).
Sebaiknya Omeprazole 20 mg diminum sebelum makan pada 1-0-0 (MIMS, 2017). Sebaiknya saat
minum obat ditelan langsung tidak boleh dikunyah atau dihancurkan.
Sebaiknya Clarithromycin 500 mg diminum bersama makan pada 101 (MIMS, 2017).
Sebaiknya Metronidazole 500 mg diminum bersama makan pada 101 (MIMS, 2017). Tidak
disarankan mengkonsumsi alkohol selama masa pengobatan karena dapat menyebabkan efek
samping seperti sakit kepala dan jantung berdebar-debar..
Sebaiknya pasien melakukan beberapa cek lab terkait RA, yaitu: menentukan aktivitas penyakit
(LED, CRP, sinovitis), status fungsional, masalah mekanik sendi, gejala ekstraartikular serta adanya
kerusakan radiologis pada sendi yang terlibat (Perhimpunan Rematologi Indonesia, 2014).
Sebaiknya pemberian dexamethasone dihentikan.
Sebaiknya pemakaian mylanta dihentikan.
Sebaiknya pasien menjalankan pola hidup sehat ,tidak merokok.
Sebaiknya pasien menjalani olahraga teratur
Sebaiknya pasien tidak boleh terlalu stress .

DAFTAR PUSTAKA

Brooke MP. 2014. Rheumalology. Med J Australia.160: 374-377.

Chabib dkk., 2016. Review Rheumatoid Arthritis: Terapi Farmakologi, Potensi Kurkumin dan Analognya,
serta Pengembangan Sistem Nanopartikel. Jurnal Pharmascience, Vol 3, No. 1,

Crofford, Leslie J. 2013. Use of NSAIDs in treating patients with arthritis. Crofford Arthritis Research &
Therapy. BioMed Central Ltd.

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. 2015. Pharmacotherapy A
Pathophysiologic Approach (9 th ed). New York: McGraw-Hill Companies.
Perhimpunan Rematologi Indonesia, 2014. Diagnosis dan Pengelolaan Artritis Reumatoid. Perhimpunan
Reumaologi Indonesia, Bandung.

Sukandar, E. Y ,Adnyana, I. K., Andrajati, R., Setiadi, A. P., Sigit, J. I.,. 2013. ISO Farmakoterapi. PT.
ISFI Penerbitan: Jakarta

Suiraoka.I.,Putu.2012. Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai