SKENARIO B
Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang menyebabkan peradangan kronis pada
sendi. Penyakit autoimun adalah penyakit yang terjadi ketika jaringan-jaringan tubuh diserang oleh sistem
imunnya sendiri (Chabib dkk., 2016).
Ulkus peptik atau tukak lambung merupakan gangguan tukak pada saluran pencernaan bagian atas
yang pembentukannya memerlukan asam dan pepsin (Sukandar, 2013).
Tanda dan gejala rheumatoid arthritis yang umum ditemukan adalah sendi terasa kaku pada pagi hari
dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat
bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri,
bila sudah tidak tertahan dapat menyebabkan demam dan terjadi berulang dapat terjadi berulang (Chabib
dkk., 2016).
Tanda dan gejala ulkus peptik adalah pasien dengan penyakit tukak duodenal mengalami kesakitan
pada malam hari sehingga dapat terbangunn dari tidur, kesakitan berlangsung selama 1 hingga 3 jam setelah
makan dan biasanya rasa sakit akan berkurang dengan makan.dan pasien dengan tukak sering mendapatkan
sindrom dispeptik seperti rasa panas dalam perut, perut gembung,mual muntah, anoreksia dan turun berat
badan (Sukandar, 2013).
Faktor resiko ulkus peptik adalah umur lebih dari 65 tahun, mempunyai riwayat ulkus peptik
sebelumnya ,komplikasi GI atas sebelumnya terkait ulkus, penggunaan NSAID dengan dosis tinggi
,pemilihan NSAID yang kurang tepat, dispepsia terkait NSAID, penggunaan NSAID dan aspirin dengan
dosis rendah secara bersamaan, infeksi Helicobacter pylori, merokok dan mengkonsumsi alkohol (Dipiro et
al.,2015).
Faktor resiko dalam peningkatan terjadinya RA antara lain jenis kelamin perempuan, ada riwayat
keluarga yang menderita RA, umur lebih tua, paparan salisilat dan merokok. Resiko juga mungkin terjadi
akibat konsumsi kopi dan obesitas juga merupakan faktor resiko (Suioraoka 2012).
5.Mengetahui terapi farmakologi dan non farmakologi pada Rheumatoid Atrithis dan Ulkus Peptik.
Data Pasien
Subyektif
Obyektif
Sebaiknya untuk terapi rheumatoid artrithis diberi Methotrexate 7,5 per minggu karena Methotrexate
merupakan obat lini pertama untuk Reumatoid arthritis (Singh et al., 2015).
Sebaiknya penggunaan Na diklofenak untuk mengobati nyeri diganti dengan Paracetamol karena
lebih aman untuk pasien rheumatoid artrithis dengan dosis 650 mg diminum 1111 sesudah
makan (Crofford, 2013).
Sebaiknya untuk terapi H.pylori diberikan 3 kombinasi obat yaitu PPI (Omeprazole 20 mg 1 x sehari)
+ Clarythomycin 500 mg 2 x sehari + Metronidazole 500 mg 2 x sehari karena kombinasi dari obat
tersebut merupakan lini pertama dalam pengobatan ulkus peptik yang disebabkan oleh H.Pylori
(Dipiro, 2015).
Sebaiknya Omeprazole 20 mg diminum sebelum makan pada 1-0-0 (MIMS, 2017). Sebaiknya saat
minum obat ditelan langsung tidak boleh dikunyah atau dihancurkan.
Sebaiknya Clarithromycin 500 mg diminum bersama makan pada 101 (MIMS, 2017).
Sebaiknya Metronidazole 500 mg diminum bersama makan pada 101 (MIMS, 2017). Tidak
disarankan mengkonsumsi alkohol selama masa pengobatan karena dapat menyebabkan efek
samping seperti sakit kepala dan jantung berdebar-debar..
Sebaiknya pasien melakukan beberapa cek lab terkait RA, yaitu: menentukan aktivitas penyakit
(LED, CRP, sinovitis), status fungsional, masalah mekanik sendi, gejala ekstraartikular serta adanya
kerusakan radiologis pada sendi yang terlibat (Perhimpunan Rematologi Indonesia, 2014).
Sebaiknya pemberian dexamethasone dihentikan.
Sebaiknya pemakaian mylanta dihentikan.
Sebaiknya pasien menjalankan pola hidup sehat ,tidak merokok.
Sebaiknya pasien menjalani olahraga teratur
Sebaiknya pasien tidak boleh terlalu stress .
DAFTAR PUSTAKA
Chabib dkk., 2016. Review Rheumatoid Arthritis: Terapi Farmakologi, Potensi Kurkumin dan Analognya,
serta Pengembangan Sistem Nanopartikel. Jurnal Pharmascience, Vol 3, No. 1,
Crofford, Leslie J. 2013. Use of NSAIDs in treating patients with arthritis. Crofford Arthritis Research &
Therapy. BioMed Central Ltd.
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G., & Posey, L.M. 2015. Pharmacotherapy A
Pathophysiologic Approach (9 th ed). New York: McGraw-Hill Companies.
Perhimpunan Rematologi Indonesia, 2014. Diagnosis dan Pengelolaan Artritis Reumatoid. Perhimpunan
Reumaologi Indonesia, Bandung.
Sukandar, E. Y ,Adnyana, I. K., Andrajati, R., Setiadi, A. P., Sigit, J. I.,. 2013. ISO Farmakoterapi. PT.
ISFI Penerbitan: Jakarta