Anda di halaman 1dari 55

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

komponen bangsa dalam rangka meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

diusahakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat

diterima serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Upaya-upaya kesehatan

tersebut sesuai dengan bab IV pasal 47 undang-undang nomor 36 tahun 2009

tentang kesehatan meliputi pencegahan penyakit (preventif), peningkatan kesehatan

(promotif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan

(rehabilitative) (Kemenkes RI, 2015).

Tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia adalah untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk dapat hidup sehat dan

mewujudkan kesehatan masyarakat, bangsa, dan negara yang optimal beserta

derajat kesehatannya. Hal itu ditandai dengan penduduk yang hidup dalam

lingkungan yang sehat, dan juga perilaku yang sepadan dengan kesehatannya itu

sendiri. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan, diperlukan

dukungan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang tangguh. Subsistem pertama

SKN adalah upaya kesehatan. Salah satu upaya kesehatan yang dilakukan adalah

dengan membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan langsung dengan

peningkatan upaya kesehatan, salah satunya adalah kebijakan dalam pemberantasan


2

penyakit menular. Salah satu penyakit menular yang cepat penyebarannya yaitu

penyakit Dengue Hemoragic Fever (DHF) (Kemenkes RI, 2015).

Demam berdarah atau biasa dikenal dengan DHF merupakan suatu penyakit

yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

Aegypti. Nyamuk ini merupakan spesies nyamuk tropis dan subtropis, dan bisa

hidup pada daerah yang ketinggiannya mencapai 2200 m diatas permukaan laut

(Price & Wilson. 2007). Nyamuk ini merupakan vektor bagi virus demam berdarah,

karena nyamuk Aedes ini sangat antropolitik dan hidup dekat manusia dan sering

hidup didalam rumah (Soedarmo, 2010). Keistimewaan lain dari DHF menurut

Hidra (2011) yaitu nyamuk betina cenderung menggigit manusia pada pagi hari

antara jam 09.00 10.00 dan sore hari antara jam 16.00 17.00.

Karakteristik masyarakat yang terkena DHF biasanya masyarakat yang

kurang aktif dalam menjaga sanitasi lingkungan tempat tinggalnya seperti jarang

menguras bak mandi, membiarkan adanya bak-bak penampungan air dan lain-lain.

Penyakit ini termasuk salah satu penyakit yang butuh perhatian karena vector dari

penyakit ini hidup didaerah tropis dan Indonesia merupakan negara tropis yang

memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Indonesia juga merupakan salah satu

negara yang ditetapkan sebagai negara endemik demam berdarah. Secara nasional

kejadian luar biasa (KLB) DHF terjadi setiap tahun dibeberapa provinsi di

Indonesia. (Depkes RI, 2015).


3

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2016 populasi di

dunia diperkirakan beresiko terhadap penyakit DHF mencapai 2,5-3 miliar

penduduk terutama yang tinggal didaerah tropis. WHO mencatat tahun 2016 negara

Indonesia sebagai negara dengan kasus DHF tertinggi di Asia Tenggara.

Kementerian Kesehatan RI mencatat jumlah kasus DHF di Indonesia pada bulan

Januari-Februari 2016 sebanyak 8.487 kasus DHF dengan jumlah kematian 108

jiwa. Golongan yang mengalami DHF di Indonesia pada usia 15-44 tahun mencapai

33,25% (http://www.kemenkes.go.id diakses pada tanggal 07 Maret 2016). Pada

tahun 2016 Jawa Barat menempati urutan ke 5 dengan kasus DHF tertinggi dengan

angka kesakitan sebesar 58,23% per 100.000 penduduk dari 33 Provinsi yang ada

di Indonesia. Dari 9 kota di Jawa Barat, pada tahun 2016 kota Sukabumi sendiri

menempati urutan ke 4 dengan kasus DHF tertinggi dengan angka kesakitan sebesar

331 jiwa (http://www.depkes.go.id diakses pada tanggal 31 januari 2017).

Berdasarkan data statistic dari rekam medic ruangan Korpri Melati di RSUD

R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi Bulan Desember 2016 Februari 2017.


4

Table 1.1
Distribusi Pasien Rawat Inap Diruang Korpri Melati RSUD R.Syamsudin S.H
Kota Sukabumi periode Desember 2016 Sampai Februari 2017

NO DIAGNOSA JUMLAH PRESENTASI

1 GEA 18 13,1%

2 CKD 16 11,7%

3 DHF 16 11,7%

4 OBS FEBRIS 15 11%

5 GASTRITIS 15 11%

6 ANEMIA 13 9,5%

7 OF 12 8,8%

8 MELENA 12 8,8%

9 CKD ON HD 10 7,2%

10 CHF 10 7,2%

Jumlah 137 100%

sumber : Rekam medic ruangan Korpri Melati di RSUD R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi

Berdasarkan tabel di atas penyakit DHF menempati urutan ke 3 dari 10

kasus penyakit yang terdapat Di Ruang Korpri Melati RSUD R.Syamsudin S.H

Kota Sukabumi periode Desember 2016 Februari 2017 yaitu dengan jumlah kasus

16 (11,7%) dari 137 kasus.

Menurut data yang didapatkan dari rekam medic RSUD R Syamsudin SH

Kota Sukabumi, selama periode tahun 2016 jumlah pasien rawat inap diruang korpri

melati sebanyak 1.720 pasien dengan angka kematian setelah 48 jam dirawat atau
5

NDR sebesar 38,36%. Angka tersebut merupakan angka kematian tertinggi dari

semua ruang penyakit dalam di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi.

Dengue Hemoragic Fever (DHF) yang berat akan menimbulkan terjadinya

syok hipovolemik, Dengue Syok Syndrom (DSS), kejang, sampai menurunnya

tingkat kesadaran. Masalah utama yang sering terjadi pada penderita DHF adalah

terjadinya kekurangan cairan tubuh yang diakibatkan oleh penurunan kadar

trombosit, demam dan terjadinya perdarahan sehingga jika keadaan tidak tertangani

dan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh tidak terjaga, maka dapat terjadi

komplikasi berupa terjadinya DSS sampai terjadinya kematian (Mubarak, 2009).

Mengingat banyaknya permasalahan yang ditimbulkan pada klien demam

berdarah dengue dalam hal ini perawat sebagai petugas kesehatan harus dapat

memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif dari aspek bio, psiko, social,

spiritual dan kultural. Untuk melaksanakan pelayanan keperawatan, perawat harus

memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehingga dapat membantu proses

pencapaian tingkat kesehatan pasien yang optimal dengan menggunakan metode

pemecahan dengan memberikan asuhan keperawatan melalui proses keperawatan

yaitu pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Peran perawat dalam menjalankan Asuhan Keperawatan khususnya aspek

promotif dan preventif sangat diperlukan terutama dalam membantu pemenuhan

Kebutuhan Dasar Manusia (KDM) klien yang terganggu, sehingga klien

mendapatkan perawatan yang benar-benar dibutuhkan oleh klien. Perawat

diharapkan dapat menjalankan perannya sebagai salah satu tenaga kesehatan yang
6

paling dekat dengan klien dimana peran perawat yang pertama sebagai peran

pelaksana atau care giver yaitu sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung

kepada klien dengan memberikan kenyamanan dan rasa aman pada klien dan

mengawasi dalam pemberian cairan elektrolit, membantu klien untuk memenuhi

kebutuhan nutrisi dan lain-lain. selain itu perawat juga sebagai pendidik atau health

educator dituntut untuk dapat meningkatkan pengetahuan klien dan masyarakat

dengan memberikan pendidikan kesehatan dalam mengenal penyakit DHF,

pencegahan dengan memutuskan rantai penularan serta sebagai pengelola perawat

berperan dalam menjamin kualitas asuhan atau pelayanan keperawatan seperti

mempertahankan lingkungan yang bersih sebagai salah satu cara penting untuk

mencegah terjadinya infeksi atau penyakit lain (Perry Potter, 2009).

Dengan melihat fenomena diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat

kasus dalam Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Klien

dengan Dengue Hemoragic Fever (DHF) Di Ruang Korpri Melati Bawah

RSUD R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah untuk

karya ilmiah ini adalah bagaimana melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada klien

dengan Dengue Hemorgic Fever (DHF) Diruang Korpri Melati Bawah RSUD

R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi.


7

1.3 Tujuan penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Penulis memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan proses

keperawatan dan mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung

dan komprehensif pada pasien dengan Dengue Hemoragic Fever (DHF)

dengan menggunakan proses keperawatan meliputi aspek Bio-psiko-sosial-

spiritual-kultural.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mampu melaksanakan pengkajian keperawatan secara komprehensif

serta menganalisa data dari hasil pengkajian.

2) Mampu menegakan diagnose keperwatan serta menentukan prioritas

masalah.

3) Mampu menyusun perencanaan keperawatan yang akan dilakukan pada

pasien dengan Dengue Hemoragic Fever.

4) Mampu melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan prioritas

masalah pada pasien dengan Dengue Hemoragic Fever.

5) Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada

pasien dengan Dengue Hemoragic Fever.

6) Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang diberikan pada

pasien dengan Dengue Hemoragic fever.

7) Mampu mengidentifikasi kesenjangan antara teori dengan kenyataan

yang ada dilapangan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada

klien dengan Dengue Hemoragic Fever.


8

1.4 Manfaat

Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan bermanfaat bagi :

1.4.1 Bagi Penulis

Karya tulis ilmiah ini dapat menambah pengetahuan dan informasi penulis

tentang Dengue Hemoragic Fever (DHF) secara teori maupun praktek dan

juga menambah kemampuan penulis dalam melaksanakan Asuhan

Keperawatan pada klien dengan Dengue Hemoragic Fever (DHF).

1.4.2 Bagi Institusi

Hasil karya tulis ilmiah ini dapat menambah keilmuan keperawatan ilmu

medical bedah terutama berhubungan dengan pemberian asuhan

keperawatan pada pasien dengan gangguan system hematologi akibat

Dengue Hemoragic Fever (DHF) terutama untuk institusi Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Sukabumi sehingga dapat menambah referensi mahasiswa

di Sekolah Tinggil Ilmu Kesehatan Sukabumi.

1.4.3 Bagi Rumah Sakit

Hasil karya tulis ilmiah ini dapat memberikan informasi tentang bagaimana

Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan system hematologi

akibat Dengue Hemoragic Fever (DHF) terutama bagi RSUD R.Syamsudin

SH Kota Sukabumi sehingga dapat menjadi bahan dalam perencanaan awal

asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system hematologi akibat

Dengue Hemoragic Fever (DHF).


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Darah

Darah adalah suatu jaringan cairan yang terdiri atas plasma dan di dalamnya

terdapat sel darah. Kandungan yang ada di dalam darah yaitu Air 91%, Protein 3%

(albumin, globulin, protombin, dan fibrinigen), Mineral 0,9% (natrium klorida,

natrium bikarbonat, garam fosfat, magnesium, kalsium dan zat besi), Bahan

Organik 0.1% (glukosa, lemak, asam urat, keratinin, kolesterol, dan asam amino).

Sel darah terdiri dari eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), trombosit

(sel pembekuan darah).

Fungsi Darah yaitu mengambil oksigen/zat pembakaran dari paru-paru

untuk diedarkan keseluruh jaringan tubuh, mengangkut karbondioksida dari

jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru. mengambil zat-zat makanan dari

usus halus untuk diedarkan dan dibagikan keseluruh jaringan/alat tubuh,

mengangkat/mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk

dikeluarkan melalui ginjal dan kulit, sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan

penyakit dan racun dalam tubuh dengan perantaraan leukosit dan antibodi/zat-zat

anti racun, dan menjaga keseimbangan asam basa jaringan tubuh untuk

menghindari kerusakan.
10

2.1.1 Eritrosit (sel darah merah)

Merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti, ukurannya 0.007 mm,

tidak bergerak, banyaknya kira-kira 4,5-5 juta/mm, warnanya kuning

kemerah-merahan karena didalamnya mengandung hemoglobin (hemoglobin

adalah protein pigmen yang memberi warna merah pada darah. Hemoglobin

terdiri atas protein yang disebut globin dan pigmen non-protein yang disebut

hemo). Setiap eritrosit mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin,

sifatnya kenyal sehingga dapat berubah bentuk sesuai dengan pembuluh darah

yang dilalui.

Fungsi dari eritrosit yaitu mengikat oksigen dari paru-paru untuk

diedarkan keseluruh jaringan tubuh dan mengikat karbon dioksida dari

jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru / melalui jalan

pernafasan.

2.1.2 Leukosit (sel darah putih)

Berbentuk bening, tidak bewarna, memiliki inti, lebih besar dari sel

darah merah (eritrosit), dalam keadaan normalnya terkandung 4x109 hingga

11x109 sel darah putih di dalam seliter darah manusia dewasa yang sehat,

sekitar 7000-25000 sel per tetes. Dalam setiap milimeter kubil darah terdapat

6000 sampai 10000 (rata-rata 8000) sel darah putih. Leukosit selain berada di

dalam pembuluh darah juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia.


11

Fungsi dari leukosit yaitu sebagai pertahanan tubuh yaitu membunuh

dan memakan bibit penyakit / bakteri yang masuk kedalam jaringan RES

(sistem retikuloendotel), tempat pembiakannya didalam limpa dan kelenjar

limfe, sebagai pengangkut yaitu mengangkut membawa zat lemak dari

dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh darah. Macam-Macam Sel

Darah Putih (Leukosit), meliputi :

1) Agranulosit

Sel leukosit yang tidak mempunyai granula di dalamnya, yang terdiri dari:

a) Limfosit

yaitu leukosit yang dihasilkan dari jaringan reticulum

endoplasma sistema (RES) dan kelenjar limfe, bentuknya ada yang

besar dan kecil, didalam sitoplasmanya tidak terdapat glandula dan

intinya besar, banyaknya kira-kira 15%-20%. rentang hidupnya dapat

mencapai beberapa tahun. Limfosit mengandung nukleus bulat

berwarna biru gelap yang dikelilingi lapisan tipis sitoplasma.

Ukurannya bervariasi ukuran kecil 5 m 8 m, ukuran terbesar 15

m.

fungsinya yaitu membunuh dan memakan bakteri yang masuk

kedalam jaringan tubuh dan berfungsi juga dalam reaksi imunologis.

b) Monosit

Terbanyak dibuat di sumsum merah, lebih besar dari limfosit,

mencapai 3%-8% jumlah total. merupakan sel darah terbesar. Memiliki

protoplasma yang lebar, berwarna biru abu-abu mempunyai bintik-


12

bintik sedikit kemerahan, inti selnya bulat dan panjang, warnanya

orange muda.

Fungsinya yaitu sebagai makrofag sangat fagositik dan sangat

aktif. Sel ini siap bermigrasi melalui pembuluh darah. Jika monosit

telah meninggalkan aliran darah, maka sel ini menjadi hitosit jaringan

(makrofag tetap).

2) Granulosit

Disebut juga leukosit granular yang terdiri dari :

a) Neutrofil

Disebut juga polimorfonuklear leukosit banyaknya mencapai

50%-60%. neutrofil memiliki granula kecil berwarna merah muda

dalam sitoplasmanya dan banyak bintik-bintik halus / glandula.

Nukleusnya memiliki 3-5 lobus yang terhubungkan dengan benang

kromatin tipis. Diameternya mencapai 9 m 12 m.

Fungsinya yaitu sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi

bakteri serta proses peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga

yang memberikan tanggapan pertama terhadap infeksi bakteri,

aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak

menyebabkan adanya nanah.

b) Eusinofil

Mencapai 1%-3% jumlah sel darah putih. memiliki granula

sitoplasma yang kasar dan besar, dengan pewarnaan oranye


13

kemerahan. Sel ini memiliki nukleus berlobus dua, dan berdiameter

12 m 15 m.

fungsinya yaitu sebagai fagosit lemah, jumlahnya akan mengikat

saat terjadi alergi atau penyakit parasit, tetapi akan berkurang selama

stres berkepanjangan. Sel ini berfungsi dalam detoksifikasi histamin

dan jaringan yang cedera saat inflamasi berlangsung.

c) Basofil

Mencapai kurang dari 1% jumlah leukosit. Memiliki sejumlah

granula sitoplasma besar yang bentuknya tidak beraturan dan akan

bewarna keunguan sampai hitam serta memperlihatkan nukleus

berbentuk S. Diameternya 12 m 15 m.

fungsinya yaitu bertanggung jawab untuk memberi reaksi

alergi dan antigen dengan jalan mengeluarkan histamin kimia yang

menyebabkan peradangan.

2.1.3 Trombosit (sel pembeku darah)

Trombosit merupakan benda-benda kecil yang mati yang bentuk dan

ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat dan lonjong, warnanya putih,

normal pada orang dewasa 200.000-300.000/mm. Bagian inti yang

merupakan fragmen sel tanpa nukleus yang berasal dari sumsum tulang.

Ukuran trombosit mencapai setengah ukuran sel darah merah. Sitoplasmanya

terbungkus suatu membran plasma dan mengandung berbagai jenis granula

yang berhubungan dengan proses koagulasi darah. Trombosit lebih dari


14

300.000 disebut trombositosis. Trombosit yang kurang dari 200.000 disebut

trombositopenia. Trombosit memiliki masa hidup dalam darah antara 5-9 hari.

Fungsinya membawa peranan penting didalam pembekuan darah,

merupakan partikel kecil terdapat 300.000 trombosit setiap mm. Jika

banyaknya kurang dari normal, maka kalau ada luka darah tidak lekas

membeku sehingga timbul perdarahan yang terus-menerus. Terdapat suatu zat

yang turut membantu terjadinya peristiwa pembekuan darah, yaitu Ca+ dan

fibrinogen. Fibrinogen bekerja bila tubuh mendapatkan luka, trombokinase

ini akan bertemu dengan fibrin yang merupakan benang-benang halus akan

menahan sel darah, maka terjadilah pembekuan.

2.2 Konsep Keseimbangan Cairan

2.2.1 Pengertian Cairan

Cairan tubuh adalah cairan yang terdiri dari air dan zat terlarut (Price,

2009). Cairan tubuh adalah air larutan pelarut, substansi terlarut / zat terlarut

(Home,2011). Cairan yang beredar di dalam tubuh baik intrasel maupun

ekstrasel mengandung elektrolit, mineral dan sel. Elektrolit adalah unsur atau

senyawa yang jika melebur kedalam air atau pelarut lain akan pecah dan

mampu membawa muatan listrik.

Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel

bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan (Price, Sylvia,

2010) Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena
15

metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon

terhadap stressor fisiologis dan lingkungan. ( Guyton & Hall, 2010).

2.2.2 Distribusi cairan

Cairan tubuh didistribusi dalam dua kompertemen yang berbeda yaitu

cairan ekstrasel dan cairan intrasel. (Guyton & Hall, 2010).

1) Cairan Intraselular (CIS)

Adalah cairan yang terkandung di dalam sel, 40% dari BB total

Adalah cairan yang terkandung di dalam sel. Pada orang dewasa kira-kira

2/3 dari cairan tubuh adalah intraselular, sama kira-kira 25 L pada rata-

rata pria dewasa (70 kg). Sebaliknya, hanya dari cairan tubuh bayi

adalah cairan intraselular.

2) Cairan Ekstraselular (CES)

Adalah cairan diluar sel, 20% dari BB total Adalah cairan diluar sel.

Ukuran relatif dari (CES) menurun dengan peningkatan usia. Pada bayi

baru lahir, kira-kira cairan tubuh terkandung didalam (CES). Setelah 1

tahun, volume relatif dari (CES) menurun sampai kira-kira 1/3 dari

volume total. Ini hampir sebanding dengan 15 L dalam rata-rata pria

dewasa (70 kg). Lebih jauh (CES) dibagi menjadi :

a) Cairan intertisial (CIT) adalah cairan yang terletak diantara sel

jumlahnya sekitar 15% dari cairan ekstrasel.

b) Cairan intravaskuler (Plasma) adalah cairan didalam system vaskuler

jumlahnya sekitar 5% dari cairan ekstrasel.


16

2.2.3 Fungsi Cairan Tubuh :

1) Mempertahankan panas tubuh dan pengaturan temperature tubuh.

2) Transport nutrient ke sel.

3) Transport hasil sisa metabolisme.

4) Transport hormone.

5) Mempertahankan tekanan hidrostatik dalam system kardiiovaskuler.

2.2.4 Pergerakan Cairan dan Elektrolit

Perpindahan cairan tubuh dan elektrolit tergantung pada permiabilitas

membran sel atau kemampuan membran untuk di tembus cairan dan

elektrolit. Cara perpindahan itu adalah:

1) Difusi, merupakan perpindahan materi padat, partikel, seperti gula pada

cairan, berpindah dari konsentasi tinggi ke konsentrasi rendah.

2) Osmosis, adalah perpindahan pelarut murni seperti air, melalui membran

semipermiabel dari larutan yang memiliki konsentrasi solut rendah ke

larutan yang memiliki konsentrasi solut tinggi. Hal ini untuk menyamakan

konsentrasi larutan kedua sisi membran. Suatu larutan yang

osmolalitasnya sama dengan plasma darah disebut isotonic.

3) Filtrasi, merupakan suatu proses perpindahan zat dan substansi yang dapat

larut secara bersamaan sebagai respon terhadap adanya tekanan cairan.

Proses ini aktif di dalam bantalan kapiler, tempat perbedaan tekanan

hidrostatik atau gradient yang menentukan perpindahan air, elektrolit dan


17

substansi terlarut lain yang berada diantara cairan kapiler dan cairan

interstisial.

4) Transport aktif, berbeda dengan difusi dan osmosis. Transport aktif

memerlukan aktivitas metabolik dan pengeluaran energi untuk

menggerakkan berbagai materi guna menembus membran sel.

2.3 Konsep Dasar Penyakit

2.3.1 Pengertian Dengue Hemoragic Fever (DHF)

DHF atau adalah penyakit infeksi virus dengue akut yang

disebabkan oleh virus dengue, virus dengue ditularkan oleh nyamuk aedes

aegypti yang masuk kedalam tubuh melalui gigitannya. (Ronald H Sitorus,

2009). Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut

yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi

mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer

dan Suprohaita, 2007).

Penyakit Demam Berdarah Dengue (secara medis disebut Dengue

Hemerragic Fever/DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue

yang di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan aedes albopictus.

(Dwi Sunar Prasetyo, 2012).

Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit

DHF adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan

ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, yang ditandai dengan demam

mendadak tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, perdarahan, lebam/ruam.


18

Kadang-kadang mimisan, bercak darah, muntah darah, dan kesadaran

menurun atau shock.

2.3.2 Etiologi DHF

Penyakit DHF disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok

B Arthopod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai

Flavivirus, family flaviviricae, dan mempunyai 4 jenis serotype yaitu DEN-1,

DEN-2, DEN-3, DEN-4 yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegifty. Infeksi

salah satu serotype akan menimbulkan antibody terhadap serotype yang

bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype lain

sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai

terhadap serotype lain. Serotipe DEN-3 merupakan serotype yang dominan

dan diasumsikan banyak yang menunjukan manifestasi klinik yang berat

(Hadinegoro, 2010).

1) Ciri-ciri nyamuk Aedes Aegifty

Menurut (Soedarto, 2015) dan (Nadezul 2007) antara lain :

a) Badannya kecil berwarna hitam dengan bintik-bintik putih

b) Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter

c) Badannya mendatar saat hinggap

d) Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan

e) Menghisap darah pada pagi hari sekitar pukul 09.00-10.00 dan sore

hari pukul 16.00-17.00


19

f) Gemar hidup di tempat-tempat yang gelap (terhindar dari sinar

matahari)

g) Hidup di genangan air bersih bukan di got atau comberan

h) Di dalam rumah dapat hidup di bak mandi, tempayan, vas bunga, dan

tempat air minum burung

i) Di luar rumah dapat hidup ditampungan air yang ada di dalam drum,

dan ban bekas.

2) Tempat perkembangbiakan nyamuk

Tempat perkembangbiakan nyamuk adalah tempat-tempat

penampungan air di dalam atau di sekitar rumah atau tempat-tempat

umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah (Depkes RI,

2015). Jenis-jenis perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti

dikelompokan sebagai berikut :

a) Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari, seperti drum,

tangki, bak mandi, ember.

b) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti

tempat minum burung, perangkap semut, dan barang-barang bekas

yang dapat menampung air.

c) Tempat penampungan alamiah, seperti lubang pohon, lubang batu,

pelepah daun, dan potongan bambu.


20

2.3.3 Klasifikasi

Klasifikasi DHF menurut WHO (2009) berdasarkan beratnya penyakit:

1) Derajat 1 (ringan)

Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya uji perdarahan yaitu

uji tourniquet positif.

2) Derajat 2 (sedang)

Seperti derajat 1 disertai dengan perdarahan spontan pada kulit dan atau

perdarahan lainnya.

3) Derajat 3

Ditemukannya kegagalan sirkulasi seperti nadi cepat dan lemah, tekanan

darah menurun

4) Derajat 4

Terdapat DSS dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur

2.3.4 Patofisiologi

Virus dengue yang pertama kali masuk kedalam tubuh manusia

melalui gigitan nyamuk aedes dan menginfeksi pertama kali memberi gejala

DF. Pasien akan mengalami gejala viremia seperti demam, sakit kepala, mual,

nyeri otot, pegal seluruh badan, hyperemia ditenggorokan, timbulnya ruam

dan kelainan yang mungkin terjadi pada Retikulo-endotelial sistema (RES)

seperti pembesaran kelenjar getah bening, hati, dan limfa.


21

Reaksi yang berbeda nampak bila seseorang mendapatkan infeksi

berulang dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan hal itu timbulah the

secondary heterologous infection atau the sequential infection of hypothesis.

Re-infeksi akan menyebabkan suatu reaksi anamnetik antibody, sehingga

menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibody (kompleks virus

antibody) yang tinggi. Sebelum seorang terkena DHF, didalam tubuhnya telah

ada satu jenis serotype virus dengue (serangan pertama kali). Biasanya,

serangan pertama kali ini menimbulkan demam dengue. Ia akan kebal seumur

hidup terhadap serotype yang menyerang pertama kali itu. Namun, hanya

akan kebal maksimal 6 bulan-5 tahun terhadap serotype virus dengue lainnya.

Misalnya, seseorang terinfeksi DEN-1. Ia akan kebal seumur hidup terhadap

serotype itu dan hanya maksimal 6 bulan-5 tahun ia kebal terhadap DEN-2,

DEN-3, dan DEN-4.

Serangan virus dengue kedua kali inilah yang mengakibatkan Dengue

Hemoragic Fever. Masa inkubasi DHF dimulai dari gigitan sampai timbul

gejala, berlangsung selama dua minggu. Darah penderita sudah mengandung

virus, yaitu sekitar 1-2 hari sebelum terserang demam. Virus tersebut berada

dalam darah selama 5-8 hari. Jika daya tahan tubuh tidak cukup kuat melawan

virus dengue maka orang tersebut akan mengalami berbagai gejala DHF.
22

Bagan 2.1
Pathway DHF

Gigitan Nyamuk aedes aegepty

Masuknya Virus dengue kedalam tubuh

Kontak dengan antibodi

Aktivasi system
kompelen inflamasi

Pelepasan Menstimulasi
mediator- medulla vomiting Aktivasi
Membentuk dan
mediator kimia interleukin 1 di
melepaskan zat
hipotalamus
C3a dan C5a Mual muntah
Peningkatan Menekan
permeabilitas free nerve Pengeluaran
Peningkatan dinding ending prostaglandin
permeabilitas anoreksia
pembuluh darah
membran
Sakit Intake nutrisi Peningkatan
Menghilangnya pada otot/ kurang kerja thermostat
Agregasi plasma melalui sendi
trombosit endotel dinding Kurang
pembuluh darah V Ketidakseimbangan Peningkatan informasi
Nyeri nutrisi kurang dari suhu tubuh tentang
Melepaskan kebutuhan tubuh peyakit dan
adenosine Kebocoran perawatan
diphospat (ADP) plasma (ke hipertermi
ekstravaskuler) Energy berkurang
V
Trombosit Kurang
V Hospitalisasi
mengalami Kekurangan volume Kelemahan fisik pengetahuan
kerusakan cairan
metamorfosis Cemas
Intoleransi aktifitas
trombositopenia

Resiko perdarahan perdarahan Resiko perfusi Hipoksia Asidosis


jaringan tidak jaringan metabolik
efektif

Resiko Syok
Sumber : Nurarif, Amin Huda & Hardi Kusuma. 2015. (Hipovolemik)
23

2.3.5 Manifestasi Klinis

Masa inkubasi penyakit DHF adalah 3-15 hari sejak seseorang

terserang virus dengue. Selanjutnya, penderita akan menampakan berbagai

tanda dan gejala demam berdarah, seperti berikut (Wijaya, Andra 2012)

1) Demam tinggi secara mendadak selama 2-7 hari (38-40C).

2) Pada pemeriksaan uji Torniquet, tampak adanya jentik (puspura)

perdarahan.

3) Adanya bentuk perdarahan di kelopak mata bagian dalam (konjungtiva),

mimisan (epitaksis).

4) BAB bercampur dengan kotoran berupa lender bercampur darah (melena),

dan lain-lainnya.

5) Terjadi pembesaran hati (hepatomegali).

6) Tekanan darah menurun, sehingga menyebabkan shock.

7) Pada pemeriksaan laboratorium (darah), hari ke 3-7 terjadi trombosit di

bawah 100.000 per mm (trombositopenia) dan terjadi peningkatan nilai

hematokrit di atas 20% dari nilai normal (hemokonsentrasi).

8) Timbulnya beberapa gejala klinis yang menyertai, seperti mual, muntah,

penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang,

dan sakit kepala.

9) Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.

10) Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada

persendian.
24

11) Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh

darah.

2.3.6 Dampak DHF terhadap system tubuh

Menurut Mansjoer dan Soegeng (2013) dampak masalah yang akan

ditimbulkan penyakit DHF terhadap system tubuh adalah :

1) System Kardiovaskuler

Nadi mula-mula cepat kemudian menjadi normal atau lebih lambat, kulit

terasa lembab dan dingin, sianosis ferifer ujung-ujung tangan dan kaki,

tekanan darah menurun akibat penurunan volume plasma, CRT > 3 detik

merupakan tanda adanya syok hivopolemik.

2) System Pernafasan

Respirasi nafas menjadi cepat, terjadinya distress pernafasan disebabkan

oleh efusi pleura atau asidosis. Respon tirah baring dapat menimbulkan

penumpukan lendir pada broncheolus.

3) System Pencernaan

Lidah kotor, anoreksia, muntah, kesulitan buang air besar, penurunan

nafsu makan, gejala lain yang ditemukan yaitu nyeri abdomen, nyeri

epigastrium, diare kadang-kadang terjadi hematemesis.

4) System Persyarafan

Peningkatan suhu tubuh akan mengakibatkan sakit kepala, pusing, terjadi

penurunan kesadaran bila terjadi renjatan atau terjadi syok hipovolemik.


25

5) System Endokrin

Pembesaran kelenjar getah bening akibat perlawanan daya tahan tubuh

terhadap virus dengue.

6) System Penglihatan

Dapat terjadi infeksi konjungtiva, konjungtiva merah akibat pelebaran

pembuluh darah dikonjungtiva, lakrimasi dan fotofobia.

7) System Integumen

Pada kulit terdapat petekie, purpura, ekimosis dan peningkatan suhu

tubuh, pada suhu tubuh normal ruam berkurang dan cepat hilang. bekas-

bekasnya kadang-kadang gatal.

8) System Muskuloskeletal

Nyeri dibagian otot terutama dirasakan bila tendon dan otot perut ditekan,

otot-otot disekitar mata terasa pegal akibat viremia.

9) System Perkemihan

Terjadi penurunan produksi urine bila terjadi syok hipovolemik.

2.3.7 Komplikasi DHF

Komplikasi dari penyakit DHF menurut (dr. Widoyono, MPH 2011) yaitu :

1) Perdarahan luas

2) Shock atau renjatan

3) Penurunan kesadaran
26

2.3.8 Pemeriksaan Diagnostik DHF

Untuk mendiagnosis Dengue Hemoragic Fever (DHF) dapat dilakukan

beberapa pemeriksaan menurut WHO (2007) sebagai berikut :

1) Pemerikasaan laboratorium

a) Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui

limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit

plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase

syok akan emningkat.

b) Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia (penurunan kadar

trombosit <100.000)

c) Hematocrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya

peningkatan hematocrit > 20%

d) Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran

plasma

e) Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan

2) Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks

kanan tetapi apabila terjadi pembesaran plasma hebat, efusi pleura dapat

dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada

sebaiknya dalam posisi lateral decubitus kanan (pasien tidur pada sisi

badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan

pemeriksaan USG.
27

2.3.9 Penatalaksaan DHF

Menurut Mubarak (2009), penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah

sebagai berikut :

1) Tirah baring

2) Diet makan lunak

3) Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : air putih, susu, teh

manis. Pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi

penderita DHF.

4) Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCL) merupakan

cairan yang paling sering digunakan.

5) Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika

kondisi pasien memburuk observasi ketat tiap jam.

6) Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.

7) Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.

8) Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam.

9) Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan

segera di pasang infuse sebagai penngganti cairan yang hilang dan bila

tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau

dekstran sebanyak 20-30 ml/kg bb/jam

10) Pemberian cairan intra vena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan

12-48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan sudah teratasi nadi

sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg

kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10ml/kg bb/jam.


28

11) Transfusi darah diberikan pada pada pasien dengan perdarahan

gastrointestinal hebat. Indikasi pemberian transfuse pada penderita DHF

yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen semakin

tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.

12) Pada pasien tanpa renjatan hanya diberi banyak minum 1 -2 liter dalam

24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan keluarga.

Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila pasien terus

menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga memicu

terjadinya dehidrasi.

2.3.10 Pencegahan Penyakit DHF

Pencegahan penyakit demam berdarah, pencegahan dilakukan

dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai sore. Misalnya

hindari tempat yang banyak nyamuknya pada pagi dan sore hari, terutama

didaerah yang ada penderita DHF nya (Hidayat, 2007). Menurut (Effendi,

2007) ada beberapa cara yang paling efektif dalam mencegahan penyakit

DHF melalui metode pengontrolan dan pengendalian faktornya, antara lain

1) Pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,

modifikasi tempat.

2) Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ ikan cupang)pada tempat

air / kolam, dan bakteri.

3) Pengasapan/ fogging (dengan menggunakan malathion dan penthion).


29

4) Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat

penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.

2.4 Konsep Dasar Proses Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan menggunakan pendekatan proses keperawatan sebagai

cara untuk mengatasi masalah klien. Menurut Carpenito dan Moyet (2008) Proses

keperawatan adalah teknik pemecahan masalah yang meliputi: pengkajian,

diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

2.4.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang

bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat

mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan

keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Effendy, 2008).

Fase dari pengkajian meliputi pengumpulan data dan analisa data. Dalam

memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal

penting yang dilakukan oleh perawat. Metode atau cara pengumpulan data

yang dilakukan yaitu : wawancara, pemeriksaan fisik, laboratorium, rontgen,

observasi, dan konsultasi. Ada 2 jenis data yaitu data subjektif dan data

objektif. Data subjektif adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan

pasien atau keluarga pada pasien DHF. Data objektif adalah data yang

diperoleh berdasarkan pengamatan perawat kondisi pasien.


30

1) Pengumpulan Data

a) Identitas

Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,

pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, status, tanggal masuk, tanggal

pengkajian, ruang rawat, momor rekam medic, diagnose medis, dan

alamat. Selain identitas pasien juga mencakup identitas penanggung

jawab dalam hal ini : nama, usia, jenis kelamin. Pendidikan, agama,

pekerjaan, serta hubungan dengan pasien seperti ayah, ibu atau anak

ataupun hubungan lainnya.

b) Riwayat kesehatan

(1) Keluhan utama

Merupakan keluhan pada saat dikaji dan bersifat subjektif. Pada

pasien Dengue Hemoragic Fever keluhan utama biasanya muncul

demam tinggi, sakit kepala, nyeri punggung, tulang dan

persendian, anoreksia, mual serta malaise (Mansjoer 2010).

(2) Riwayat kesehatan sekarang

Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang dirasakan

klien melalui metode PQRST yaitu paliatif, Qualitatif, Region,

Skala dan Time dalam bentuk narasi.

Demam pada DHF terjadi mendadak yang disertai menggigil dan

saat demam kesadaran composmentis. Demam dirasakan terus

menerus dan dapat menurun dengan pemberian antipiretik.

Turunnya demam dapat terjadi antara hari ke-4 dan hari ke-5.
31

Demam dirasakan diseluruh tubuh klien dan rentang suhu antara

38 C 39,9 C peningkatan suhu terjadi pada malam dan pagi hari.

(3) Riwayat masa lalu

Pada kasus ini dikaji riwayat kesehatan masa lalu pasien apakah

punya riwayat penyakit yang sama sebelumnya atau penyakit lain

yang pernah diderita.

c) Riwayat kesehatan keluarga

Kaji apakah ada kebiasaan-kebiasaan keluarga yang mempengaruhi

kesehatan seperti bagaimana kondisi pencahayaan dirumah,

kebersihan rumah, kelembaban rumah, apakah ada ventilasi udara,

dan tanyakan apakah dalam keluarganya ada yang mempunyai riwayat

penyakit yang sama dengan klien, atau penyakit keturunan. Riwayat

adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat

menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang biasa di

tularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti.

d) Data Biologis

(1) Pola nutrisi

Kaji kebiasaan makan, minum sehari-hari, adakah makanan

pantangan, frekuensi makan, jumlah minuman, kaji adakah

keluhan mual dan muntah serta sakit dalam menelan. Pada klien

DHF biasanya akan ditemukan penurunan nafsu makan karna

klien mengeluhkan mual.


32

(2) Pola eliminasi

Pada pola eliminasi BAB dan BAK yang perlu ditanyakan adalah

jumlah defekasi perhari, ada atau tidaknya konstifasi, diare,

kebiasaan berkemih, ada tidaknya disuria, melena, hematuri,

retensi dan inkontenensia. Pada klien DHF biasanya akan

ditemukan gangguan pola eliminasi BAB, diare, konstipasi atau

melena.

(3) Pola istirahat / tidur

Kaji kebiasaan tidur sehari-hari, lamanya tidur siang dan malam

Apakah klien merasa tenang sebelum tidur dan masalah selama

tidur. Pada klien DHF akan ditemukan gangguan pola tidur akibat

dari manifestasi DHF seperti nyeri otot, demam dan lain-lain.

(4) Pola personal hygiene

Dalam pengumpulan data ini yang perlu ditanyakan adalah berapa

kali klien mandi, menyikat gigi, keramas, dan memotong kuku.

Pada klien DHF akan dianjurkan untuk tirah baring sehingga

memerlukan bantuan dalam kebersihan diri.

(5) Pola aktivitas

Pada pengumpulan data ini yang perlu ditanyakan adalah

kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari apakah klien

mampu melakukannya secara mandiri atau bantuan keluarga. Pada

klien DHF akan dianjurkan untuk tirah baring sehingga

memerlukan bantuan ADL.


33

e) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Fisik yaitu melakukan pemeriksaan fisik klien untuk

menentukan masalah kesehatan pada klien, pemeriksaan fisik dapat

dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya : inspeksi, palpasi,

auskultasi, dan perkusi. Pemeriksaan Fisik Secara Persistem Menurut

Soemarno, (2009).

(1) System hematologi

Pasien dengan DHF disertai renjatan yang berlangsung lama akan

mengalami perdarahan hebat yang dihubungkan dengan

trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan system

koagulasi. Akibatnya akan ditemukan perdarahan sehingga dapat

menyebabkan syok hipovolemik.

(2) System kardiovaskuler

Akan ditemukan nadi lemah, cepat. tekanan darah menurun

(sistolik sampai 80 mmHg atau kurang), akral teraba dingin,

sianosis, Capillary refill time (CRT) lambat (lebih dari 3 detik) ,

merupakan respon karena adanya syok hipovolemik akibat adanya

perdarahan hebat.

(3) System pernafasan

Sesak, adanya perdarahan dari hidung (epistaksis), pernafasam

dangkal, tachypnea, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada

auskultasi terdengar ronchi, effuse pleura (crackles).


34

(4) System pencernaan

Perdarahan pada gusi, selaput mukosa kering, kesulitan menelan,

nyeri tekan pada epigastrik, pembesaran limpa, pembesaran pada

hati (hepatomegali) disertai nyeri tekan tanpa disertai dengan

ikterus, abdomen tegang, penurunan nafsu makan, mual, muntah,

dapat muntah darah (hematemesis) dan berak darah (melena).

(5) System persyarafan

Akan ditemukan nyeri yang terjadi pada otot atau persendian,

perubahan kesadaran sampai timbulnya kejang. Sehingga pada

klien DHF yang disertai renjatan akan ditemukan perubahan

kesadaran.

(6) System integumen

Kebocoran plasma dari ruang intra vascular ke ruang ekstra

vascular salah satunya akan berdampak pada perdarahan dibawah

kulit berupa petekie, purpura, ruam, ekimosis, kulit kering serta

akan terjadi peningkatan suhu tubuh (demam).

(7) System musculoskeletal

Biasanya akan ditemukan keluhan nyeri otot dan persendian

terutama bila sendi dan otot perut ditekan. Nyeri kepala dan pegal-

pegal seluruh tubuh. Serta akan ditemukan adanya edema pada

area ekstremitas karena adanya kebocoran plasma dari ruang intra

vascular ke ruang ekstra vascular sehingga cairan masuk salah

satunya ke ekstremitas.
35

(8) System perkemihan

Dipalpasi bagaimana keadaan blasnya serta apakah terdapat

pembesaran ginjal dan diperkusi apakah pasien merasa sakit serta

tanyakan apakah ada gangguan saat BAK. Karena mungkin saja

akan ditemukan gejala-gejala lain dari DHF seperti perubahan pola

eliminasi BAK.

f) Data psikologis

(1) Harga Diri

Pada klien dengan DHF, harga diri klien biasanya akan terganggu

tergantung dari beratnya penyakit, apabila klien dengan DHF

derajat 1 biasanya harga diri klien tidak akan terganggu karena

tidak menimbulkan gejala yang mengganggu fisik klien.

(2) Ideal Diri

Harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas / peran dan harapan

terhadap penyakitnya. Pada klien DHF biasanya klien berharap

segera sembuh dari penyakitnya dan ingin segera pulang untuk

melakukan aktivitas seperti sebelum klien sakit.

(3) Identitas diri

Status dan kepuasan klien terhadap statusnya. Pada klien dengan

DHF biasanya identitas diri klien tidak terganggu klien tetap

merasa menjadi seorang laki-laki / perempuan, tetapi kepuasan

klien terhadap statusnya tergantung dari koping klien masing-

masing.
36

(4) Peran diri

Peran yang diemban dalam keluarga atau kelompok masyarakat

dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas / peran tersebut.

Pada klien DHF klien merasa perannya menjadi berubah atau

berkurang karena klien harus bed rest di tempat tidur dan istirahat

tanpa melakukan kegiatan.

(5) Body image

Mencakup persepsi dengan perasaan terhadap tubuhnya, bagian

tubuh yang disukai dan tidak disukai. Pada klien DHF biasanya

klien tidak menyukai salah satu bagian tubuhnya seperti pada kulit

karena terdapat ruam kemerahan atau petekie.

g) Data social

Pada aspek ini perlu dikaji pola komunikasi dan interaksi

interpersonal, gaya hidup, factor sosiokultural serta keadaan

lingkungan sekitar dan rumah. Kaji ventilasi rumah, kebersihan

rumah, kelembaban rumah dan pencahayaan. Kebiasaan menggantung

pakaian serta kebiasaan membuang sampah terutama kaleng bekas dan

kebiasaan menguras bak mandi.

h) Data spiritual

Mengenai keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penerimaan

terhadap penyakitnya, keyakinan akan kesembuhan dan pelaksanaan

sebelum atau selama dirawat.


37

i) Data penunjang

Pemeriksaan Penunjang yaitu sebuah proses dari seorang ahli medis

memeriksa tubuh klien untuk menemukan tanda klinis penyakit.

(1) Darah

(a) Leukositopenia (N : 5000-10.000 ul)

(b) Trombositopenia (N : 150.000-400.000 ul)

(c) Hematocrit meningkat (N : laki-laki 40-54%, perempuan 36-

46%)

(d) Hb menurun (N : laki-laki 14-16 gr/dl, perempuan 12-16 gr/dl)

(e) Hiponatremia (135-147 meq/l)

(f) Hipokloremia (N : 100-106 meq/l)

(g) SGPT/SGOT, ureum dan pH darah meningkat

N : SGPT/SGOT < 12 U/l

N : ureum 20-40 mg/dl

N : Ph 7,38-7,44

(2) Urin

Albuminuria ringan (N : 4-5,2 g/dl)

2) Analisa Data

Menurut Carpenito dan Moyet (2008) tahap terakhir dari pengkajian

adalah analisa data untuk menentukan diagnose keperawatan. Proses

analisa adalah menghubungkan data yang diperoleh dengan konsep, teori,

prinsip asuhan keperawatan yang relevan dengan kondisi klien.


38

2.4.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau

masalah kesehatan actual atau potensial. Berdasarkan sifat masalah klien,

diagnose keperawatan dibedakan atas diagnose keperawatan actual,

menggambarkan masalah yang sudah ada saat ini. Dan diagnose keperawatan

potensial menggambarkan bahwa masalah yang nyata akan terjadi bila tidak

dilakukan intervensi keperawatan.

Adapun diagnose keperawatan Dengue Hemoragic Fever (DHF) menurut

Doenges (2009) adalah sebagai berikut :

1) Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan

permeabilitas dinding plasma.

2) Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses

penyakit (viremia).

3) Gangguan rasa nyaman:nyeri berhubungan dengan proses patologis

penyakit.

4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mual, muntah, anoreksia.

5) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik

6) Resiko terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang

berlebihan, pindahnya cairan intravascular ke ekstravaskuler

7) Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan penurunan

kadar trombosit dalam darah.


39

8) Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang memburuk dan

perdarahan yang dialami klien.

9) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi

2.4.3 Perencanaan

Setelah merumuskan diagnose keperawatan maka perlu dibuat

perencanaan intervensi keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk

mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien

Adapun rencana keperawatan berdasarkan diagnose keperawatan menurut

Doengoes (2009) adalah :

1) Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan

permeabilitas dinding plasma.

Hasil yang diharapkan :

Volume cairan terpenuhi

Intervensi Rasional

1. Kaji keadaan umum 1. Menetapkan data dasar


klien (lemah, pucat, pasien, untuk mengetahui
takikardi) serta tanda- dengan cepat penyimpangan
tanda vital. dari keadaan normalnya

2. Observasi adanya 2. Agar dapat segera dilakukan


tanda-tanda syok tindakan untuk menangani
syok yang dialami pasien

3. Anjurkan klien untuk 3. meningkatkan intake cairan


banyak minum.

4. Catat intake dan output 4. untuk mengetahui


keseimbangan cairan
40

Kolaborasi :
5. Berikan cairan 5. pemberian cairan IV sangat
intravena sesuai penting bagi pasien yang
program dokter. mengalami defisit volume
cairan dengan keadaan
umum yang buruk karena
cairan langsung masuk
kedalam pembuluh darah.
Pemberian sesuai dengan
program dokter karena
merupakan wewenang
dokter

2) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).

Hasil yang diharapkan :

Suhu tubuh normal (36,5C 37,5C)

Intervensi Rasional

1. Kaji saat timbulnya 1. Untuk mengidentifikasi pola


demam demam pasien

2. Observasi tanda-tanda 2. Tanda-tanda vital merupakan


vital (suhu, nadi, acuan untuk mengetahui
pernapasan, tekanan keadaan umum pasien
darah)

3. Berikan kompres 3. Kompres dingin akan


dingin membantu menurunkan suhu
tubuh

4. Anjurkan pasien untuk 4. Peningkatan suhu tubuh


banyak minum 2,5 l/ mengakibatkan penguapan
24 jam dan jelaskan tubuh meningkat sehingga
manfaatnya bagi perlu diimbangi dengan
pasien asupan cairan yang banyak

5. Anjurkan untuk tidak 5. Pakaian yang tipis akan


memakai pakaian dan membantu mengurangi
selimut yang tebal penguapan tubuh
41

6. Catat asupan dan 6. Untuk mengetahui adanya


keluaran ketidakseimbangan cairan
tubuh

7. Berikan teraphy cairan 7. Pemberian cairan sangat


intravena dan obat- penting bagi pasien dengan
obatan sesuai program suhu tinggi. Pemberian cairan
dokter. merupakan wewenang dokter
sehingga perawat perlu
berkolaborasi dalam hal ini

3) Gangguan rasa nyaman:nyeri berhubungan dengan proses patologis

penyakit.

Hasil yang diharapkan :

a) Rasa nyaman klien terpenuhi.

b) Nyeri berkurang atau hilang

Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat nyeri yang 1. Untuk mengetahui berapa


dialami klien dengan berat nyeri yang dialami
memberi rentang nyeri (0-10) klien
biarkan klien menentukan
tingkat nyeri yang dialaminya

2. Berikan posisi yang nyaman, 2. Untuk mengurangi rasa


usahakan situasi ruangan nyeri
yang tenang.

3. Alihkan perhatian klien dari 3. memindahkan perhatian


rasa nyeri. dari rasa nyeri
Kolaborasi
4. Berikan obat-obat analgetik 4. obat-obatan analgetik
dapat menekan atau
mengurangi nyeri klien.
Perlu adanya kolaborasi
dengan dokter karena
pemberian obat
42

merupakan wewenang
dokter

4) ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mual, muntah, anoreksia

Hasil yang diharapkan :

a) Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi

b) klien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang

diberikan/dibutuhkan.

Intervensi Rasional

1. Kaji keluhan mual, 1. Mengetahui factor penyebab


sakit menelan, dan kurang pemenuhan kebutuhan
muntah yang dialami nutrisi
klien.

2. Berikan makanan 2. untuk menghindari mual dan


dalam porsi kecil dan muntah dan meningkatkan
frekuensi sering nafsu makan

3. Anjurkan klien 3. minum air hangat sebelum


minum air hangan makan dapat mengurangi mual
sebelum makan

4. Berikan makanan 4. mempermudah klien untuk


yang mudah di telan menelan
seperti bubur

5. Catat jumlah/porsi 5. untuk mengetahui pemenuhan


makanan yang nutrisi pasien
dihabiskan oleh klien
setiap hari

6. Timbang berat badan 6. untuk mengetahui status gizi


pasien setiap hari pasien
43

5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Hasil yang diharapkan :

a) Klien mampu mandiri setelah bebas demam.

b) Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi.

Intervensi Rasional

1. Kaji keluhan klien. 1. mengetahui factor


penyebab kelelahan klien

2. Kaji hal-hal yang mampu 2. mengetahui tingkat


dan tidak mampu kemandirian aktivitas klien
dilakukan oleh klien.

3. Bantu klien untuk 3. pemberian bantuan sangat


memenuhi kebutuhan diperlukan oleh pasien pada
aktivitasnya sesuai saat kondisinya lemah dan
tingkat keterbatasan klien perawat mempunyai
seperti makan, mandi, tanggung jawab dalam
eliminasi pemenuhan kebutuhan
sehari-hari pasien tanpa
membuat pasien mengalami
ketergantungan pada
perawat

4. Letakkan barang-barang 4. mempermudah klien untuk


di tempat yang mudah beraktivitas mandiri
terjangkau oleh klien.

5. Bantu pasien untuk 5. dengan melatih


mandiri sesuai dengan kemandirian pasien maka
perkembangan kemajuan pasien tidak mengalami
fisiknya ketergantungan pada
perawat

6. Ajarkan latihan aktif- 6. mengurangi rasa lemas


pasif sesuai dengan yang di rasakan oleh klien
kondisi dan kemampuan dan mengembalikan
klien kekuatan otot
44

6) kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

Hasil yang diharapkan :

klien dan keluarga mengerti tentang penyakit

Intervensi Rasional

1. kaji tingkat pengetahuan 1. Untuk memberikan informasi


klien / keluarga tentang kepada klien dan keluarga,
penyakit DHF perawat perlu mengetahui
sejauh mana pengetahuan klien
dan keluarga tentang penyakit

2. Berikan kesempatan pada 2. Mengurangi kecemasan dan


klien dan keluarga untuk memotivasi klien untuk
menanyakan hal-hal yang kooperatif
ingin ditanyakan

3. Berikan pendidikan 3. Informasi yang adekuat


kesehatan tentang dengan meningkatkan
penyakit, perawatan dan pengetahuan klien dan
gunakan leaflet atau keluarga serta penggunaan
gambar dalam memberikan leaflet dan gambar membantu
penjelasan kepada klien mengingat penjelasan
dan keluarga

7) Resiko terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang

berlebihan, pindahnya cairan intravascular ke ekstravaskuler.

Hasil yang diharapkan :

a) Tidak terjadi syok hipovolemik.

b) Tanda-tanda vital dalam batas normal.

c) Keadaan umum baik.

Intervensi Rasional

1. Monitor keadaan 1. Untuk memantau kondisi


umum klien. klien
45

2. Observasi tanda-tanda 2. Tanda vital dalam batas


vital tiap 2-3 jam normal menandakan keadaan
umum klien baik

3. Monitor tanda-tanda 3. Perdarahan yang cepat


perdarahan. diketahui dapat segera diatasi,
sehingga pasien tidak sampai
ketahap syok akibat
perdarahan hebat

4. Cek Hb, Ht, Trombosit 4. Untuk mengetahui tingkat


kebocoran plasma darah yang
dialami klien

5. Perhatikan keluhan 5. Untuk mengetahui seberapa


klien seperti mata jauh pengaruh perdarahan
berkunang-kunang, tersebut pada klien.
pusing, lemah,
ekstremitas dingin, dan
sesak napas.

6. Monitor masukan dan 6. Pengukuran dan pencatatan


keluaran, catat dan sangat penting untuk
ukur perdarahan yang mengetahui jumlah
terjadi. perdarahan yang dialami
klien.

Kolaborasi
7. Berikan terapi cairan 7. Pemberian cairan intravena
intravena jika terjadi sangat diperlukan untuk
perdarahan. mengatasi kehilangan cairan
tubuh yang hebat

8) Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan penurunan

kadar trombosit dalam darah.

Hasil yang diharapkan :

a) Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.

b) Jumlah trombosit meningkat.


46

Intervensi Rasional

1. Monitor tanda 1. Penurunan jumlah trombosit


penurunan trombosit merupakan tanda-tanda adanya
yang disertai gejala kebocoran pembuluh darah
klinis. yang pada tahap tertentu dapat
menimbulkan tanda-tanda
klinis berupa perdarahan seperti
epistaksis, petekie, dll

2. Monitor jumlah 2. Untuk mengetahui tingkat


trombosit setiap hari kebocoran pembuluh darah dan
kemungkinan perdarahan yang
dapat dialami klien

3. Anjurkan klien untuk 3. Aktivitas klien yang tidak


banyak istirahat. terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan

4. Beri penjelasan klien 4. Keterlibatan keluarga dengan


atau keluarga untuk segera melaporkan terjadinya
segera melapor bila perdarahan akan membantu
ada tanda perdarahan klien mendapatkan penanganan
lebih lanjut. sedini mungkin

9) Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang memburuk dan

perdarahan yang dialami klien.

Hasil yang diharapkan : Kecemasan berkurang.

Intervensi Rasional

1. Kaji rasa cemas yang 1. Menetapkan tingkat


dialami klien/ keluarga kecemasan yang dialami
klien/ keluarga
2. Jalin hubungan saling 2. membina hubungan saling
percaya dengan klien percaya dengan klien
dan keluarga

3. Beri kesempatan pada 3. meringankan beban pikiran


klien/ keluarga untuk klien/ keluarga
47

mengungkapkan rasa
cemasnya
4. menjalin pendekatan dengan
4. Gunakan komunikasi klien
terapeutik.
5. memberikan penjelasan
5. Berikan penjelasan tiap tentang kemungkinan
prosedur / tindakan yang pemberian perawatan
akan dilakukan terhadap intensif jika memang
pasien dan manfaatnya diperlukan oleh pasien untuk
bagi pasien mendapatkan perawatan
yang optimal

6. klien akan merasa lebih


6. Berikan kesempatan tenang jika ada anggota
pada keluarga untuk keluarga yang menemani
mendampingi klien
secara bergantian

2.4.4 Implementasi

Implementasi yang merupakan komponen ke 4 dari proses keperawatan

adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan

untuk mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan

(Perry & Potter, 2009).

1) Tindakan Keperawatan Mandiri

Tindakan yang dilakukan oleh perawat secara mandiri.

2) Tindakan Keperawatan Kolaboratif

Tindakan kolaborasi antara perawat dan tim kesehatan yang lain untuk

mengatasi masalah kesehatan klien.

Ada 3 fase pada implementasi keperawatan yaitu fase persiapan

meliputi pengetahuan tentang rencana, persiapan klien dengan lingkungan.


48

Kedua, fase operasional merupakan puncak implementasi dengan berorientasi

pada tujuan. Ketiga, fase terminasi merupakan terminasi perawat dengan klien

setelah implementasi dilakukan.

2.4.5 Evaluasi

Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap Asuhan

Keperawatan. Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan dan

kualitas data. Teratasi atau tidaknya masalah klien serta pencapaian tujuan

serta ketepatan pada praktek. Pada saat akan melakukan pendokumentasian,

menggunakan SOAP yaitu (Perry & Potter, 2009) :

S : Data subyektif merupakan masalah yang diutarakan oleh klien

O : Data obyektif merupakan tanda klinis dan fakta yang dapat diobservasi

A: Analisis dan diagnose

P: Perencanaan merupakan pengembangan rencana atau intervensi

selanjutnya.

Evaluasi dari masing-masing diagnose keperawatan adalah sebagai berikut :

1) Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan

permeabilitas dinding plasma.

Hasil yang diharapkan : Volume cairan terpenuhi

2) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).

Hasil yang diharapkan : Suhu tubuh normal (36,5C 37,5C)


49

3) Gangguan rasa nyaman:nyeri berhubungan dengan proses patologis

penyakit.

Hasil yang diharapkan : Rasa nyaman klien terpenuhi. Nyeri berkurang

atau hilang.

4) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia

Hasil yang diharapkan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi. klien mampu

menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan/dibutuhkan.

5) Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang

lemah

Hasil yang diharapkan : Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi.

6) Resiko terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang

berlebihan, pindahnya cairan intravascular ke ekstravaskuler

Hasil yang diharapkan : Tidak terjadi syok hipovolemik. Tanda-tanda

vital dalam batas normal. Keadaan umum baik.

7) Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan

penurunan kadar trombosit dalam darah.

Hasil yang diharapkan : Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih

lanjut. Jumlah trombosit normal.

8) Kecemasan berhubungan dengan kondisi klien yang memburuk dan

perdarahan yang dialami klien.

Hasil yang diharapkan : Kecemasan berkurang.


50

BAB III

METODE PENGELOLAAN KASUS

3.1 Desain Pengelolaan Kasus

Jenis pengelolaan kasus ini adalah deskriptif dengan menggunakan metode

pendekatan studi kasus. Pengelolaan kasus ini bertujuan untuk mengeksplorasi

masalah asuhan keperawatan pada klien dengan Dengue Hemoragic Fever (DHF)

di Ruang Korpri Melati RSUD R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi.

Menurut Bimo Walgito (2010) studi kasus merupakan suatu metode untuk

menyelidiki atau mempelajari suatu kejadian mengenai perseorangan (riwayat

hidup). Menurut Susilo dan Gudnanto (2011) studi kasus adalah suatu metode untuk

memahami individu yang dilakukan secara integrative dan komprehensif agar

diperoleh pemahaman yang mendalam tentang individu tersebut beserta masalah

yang dihadapinya dengan tujuan masalahnya dapat terselesaikan dan memperoleh

perkembangan diri yang baik.

Menurut Notoatmojo 2010 studi kasus adalah penelitian yang dilakukan

dengan meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit

tunggal dapat berarti satu orang atau sekelompok penduduk yang terkena suatu

masalah. Dalam pengelolaan kasus ini penulis akan melakukan pengelolaan kasus

dengan menggunakan metode pendekatan studi kasus pada klien dengan Dengue

Hemoragic Fever (DHF) di ruang korpri melati bawah RSUD R.Syamsudin S.H

kota Sukabumi.
51

3.2 Batasan Istilah

Asuhan keperawatan pada klien dengan Dengue Hemoragic Fever (DHF)

diruang korpri melati bawah RSUD R.Syamsudin S.H Kota Sukabumi, maka

penyusun studi kasus harus menjabarkan konsep anatomi fisiologi darah, konsep

cairan dan elektrolit, konsep penyakit Dengue Hemoragic Fever (DHF) dan konsep

proses asuhan keperawatan pada klien Dengue Hemoragic Fever (DHF). Batasan

istilah disusun secara naratif dan apabila diperlukan ditambahkan informasi

kualitatif sebagai penciri dari batasan yang dibuat oleh penulis.

3.3 Partisipan/ Responden/ Subyek Pengelolaan Kasus

Subyek yang digunakan dalam pengelolaan kasus ini adalah 1 orang klien

dengan masalah Dengue Hemoragic Fever (DHF) dengan manifestasi klinis seperti

trombositopenia, terdiagnosa medis DHF, usia antara 18 sampai 50 tahun.

3.4 Lokasi Dan Waktu Pengelolaan Kasus

Studi kasus individu di Ruang Korpri Melati RSUD R. Syamsudin SH Kota

Sukabumi. Lama waktu sejak klien pertama kali masuk rumah sakit sampai pulang

atau klien yang dirawat minimal 3 hari. Jika sebelum 3 hari klien sudah pulang,

maka perlu penggantian klien lainnya yang sejenis dan bila perlu dapat dilanjutkan

dalam bentuk home care.

3.5 Pengumpulan Data

Sugiyono (2013) menyebutkan dalam penelitian kualitatif, pengumpulan

data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan

teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi (observation), wawancara


52

mendalam (in depth interview) dan dokumentasi. Berdasarkan teori tersebut, maka

teknik pengumpulan data yang digunakan dalam pengelolaan kasus ini adalah:

3.6.1 Wawancara Mendalam (In Depth Interview)

Penulis melakukan wawancara terstruktur tujuannya yaitu untuk

menemukan permasalahan secara lebih terbuka. Hasil dari wawancara

ataupun anamnesis yaitu berisi tentang identitas klien, keluhan utama,

riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit

keluarga, pola nutrisi klien, data social spiritual klien dan lain-lain. Sumber

data yaitu dari klien, keluarga ataupun dari perawat.

3.6.2 Observasi

Menurut sugiyono 2013, melalui observasi penulis dapat belajar

tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut. Jenis observasi yang

dilakukan pada pengelolaan kasus ini yaitu observasi dan pemeriksaan fisik

dengan pendekatan Inspeksi, Auskultasi, Perkusi dan Palpasi (IPPA).

3.6.3 Studi Dokumentasi

Hasil pengelolaan kasus dari observasi atau wawancara akan lebih

kreadible atau dapat dipercaya jika didukung oleh studi dokumentasi

(Sugiyono, 2013). Dalam pengelolaan kasus ini dokumen yang digunakan

untuk mendukung data hasil wawancara adalah hasil dari pemeriksaan

diagnostic dan data lain yang relevan.

3.7 Uji Keabsahan Data

Metode uji keabsahan data adalah derajat ketepatan antara data yang terjadi

pada objek penelitian dengan data yang dilaporkan oleh peneliti (Sugiyono, 2010).
53

Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data/ informasi yang

diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validitas tinggi. Disamping integritas

peneliti (karena peneliti menjadi instrument pertama), uji keabsahan data dilakukan

dengan :

3.7.1 memperpanjang waktu pengamatan/tindakan

3.7.2 sumber informasi tambahan menggunakan 3 sumber data utama yaitu klien,

perawat dan keluarga klien yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3.8 Analisa Data

Analisa data merupakan upaya untuk memberikan justifikasi pada data yang

telah dikumpulkan dengan melakukan perbandingan data subyektif dan obyektif

yang didapatkan dari berbagai sumber dengan berdasarkan standar nilai normal,

untuk diketahui kemungkinan tambahan atau pengkajian ulang tentang data yang

ada (hidayat, 2008). Analisa data dilakukan sejak peneliti dilapangan, sewaktu

pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul.

Analisa data dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya

membandingkan dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini

pembahasan. Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban-

jawaban yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara mendalam yang

dilakukan untuk menjawab rumusan masalah. Teknik analisis digunakan dengan

cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk

selanjutnya di interpretasikan dan dibandingkan dengan teori yang ada sebagai

bahan untuk memberi rekomendasi dalam intervensi tersebut. Urutan dalam analisis

adalah :
54

3.8.1 Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari hasil (WOD) wawancara, observasi dan

dokumentasi. Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin

dalam bentuk catatan terstruktur.

3.8.2 Mereduksi Data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan

lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkip dan dikelompokan menjadi

data subyektif dan obyektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan

diagnostic kemudian dibandingkan nilai normal.

3.8.3 Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dengan table, gambar, bagan

maupun teks naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan

mengaburkan identitas dari klien.

3.8.4 Kesimpulan

Data yang disajikan kemudian dibahas dan dibandingkan dengan

hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku

kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi. Data

yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnose, perencanaan,

tindakan dan evaluasi.


55

3.9 Etika Penelitian

Etika dalam keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam

melakukan pengelolaan kasus ini. Mengingat bahwa proses keperawatan akan

berhubungan dengan manusia, untuk itu penulis menjamin hak asasi partisipan

dalam pengelolaan kasus ini. Etika dalam studi kasus meliputi :

3.9.1 Inform Consent/ Lembar Persetujuan

Tujuan dari inform consent yaitu agar partisipan mengetahui maksud

dan tujuan pengelolaan kasus serta dampak yang diteliti selama

pengumpulan data. Lembar persetujuan diberikan kepada partisipan dan

disertai judul pengelolaan kasus. Jika subyek bersedia untuk menjadi

partisipan, maka harus menandatangani lembar persetujuan untuk

partisipan. Jika subyek tidak bersedia menjadi partisipan, maka penulis

tidak memaksa dan tetap menghargai hak hak mereka.

3.9.2 Anonymity/ Tanpa Nama

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, penulis tidak

mencantumkan nama pada pengolahan data penelitian, tapi hanya

memberikan nomer dan kode tertentu.

3.9.3 Confidentiality/ Kerahasiaan

Penulis menjamin kerahasiaan dari hasil pengelolaan kasus baik

informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua informasi yang telah

dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh penulis. Hanya kelompok

tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil pengelolaan kasus.

Anda mungkin juga menyukai