SKENARIO 1
KELOMPOK B-13
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2015/2016
Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp. 62.21.4244574 Fax. 62.21. 4244574
SKENARIO 1
Laki laki 56 tahun, saat sedang melaksanakan haji tiba-tiba mengalami kejang selama 5
menit kemudian tidak sadarkan diri. Dari alloanamnesis dengan anggota jamaah lainnya
didapatkan informasi bahwa pasien telah mengalami demam disertai nyeri kepala sejak 3 hari yang
lalu. Pasien sudah mendapatkan vaksinasi meningitis. Dan pada riwayat penyakit dahulu
didapatkan keluhan kejang demam saat usia 3 tahun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan GCS
(Glasgow Coma Scale) E3M5V2 dan tanda rangsang meningeal kaku kuduk (+). Dokter setempat
mendiagnosis pasien dengan meningoensefalitis suspek bakterial. Untuk membantu menegakkan
diagnosis, dokter melakukan lumbal pungsi setelah sebelumnya memastikan tidak adanya
peningkatan tekanan intra kranial melalui funduskopi. Jamaah lain mempertanyakan bagaimana
keabsahan ibadah haji pasien tersebut.
KATA SULIT
1. Karena kekurangan oksigen, sifat bakteri yang mampu menyebar toksin dan di respon oleh
hipotalamus
2.
3.
4. H. influenza type B, S. pneumoniae, M. tuberculosis, N. meningitidis, dan L. monocytogenes
5. Akan menyebabkan herniasi otak
6. Pemberian oksigen, antikonvulsan, antibiotik (sefalosporin), dan kortikosteroid
7. Kepala nya ditekuk kearah dada, kalau tidak bisa di tekuk berarti hasil positif
8. E : gerakan mata. E3 mengartikan mata terbuka apabila diperintah
- M : motorik. M5 mengartikan diberi rangsangan nyeri dan dapat dilokalisasi
- V : verbal. V2 mengartikan diberi rangsangan hanya dapat mengeram
9. Dewasa pada L3-L4 sedangkan anak-anak pada L4-L5
10. Apabila rukun haji sudah dilaksanakan berarti sah dan apabila wajib haji tidak dilaksanakan
berarti harus bayar denda (dam)
11. Didahului ISPA, infeksi bakteri, sakit gigi, sinusitis, otitis media, dan trauma kepala
12. indikasi : TBC(infeksi), encephalitis, kejang demam dengan kelainan intrakranial
- kontraindikasi : syok/rumatan, luka ditempat tusukan, peningkatan tekanan intrakranial,
hidrosefalus
13. saat umur 3 tahun sudah terkena bakteri dan belum menyebarkan toksin atau karena
pengobatan tidak adekuat yang bisa menyebabkan kambuh.
HIPOTESIS
Faktor risiko penyebab penyakit Meningoencephalitis bisa karena didahului oleh penyakit
ISPA, sakit gigi, sinusitis, otitis media, trauma kepala, dan bisa karena infeksi bakteri, seperti
bakteri H. influenza type B, S. pneumoniae, M. tuberculosis, N. meningitidis, dan L.
monocytogenes yang akan menyebabkan terjadinya sakit kepala, tidak sadarkan diri, sampai
mengalami kejang. Dilakukan pemeriksaan rangsang meningeal kaku kuduk positif dan glasgow
coma scale E3M5V2. Pasien didiagnosis Meningoencephalitis suspect bakterial. Untuk
menegakan diagnosis tersebut dilakukan lumbal punksi, indikasi dari pemeriksaan lumbal punksi
adalah TBC(infeksi), encephalitis, kejang demam dengan kelainan intrakranial, dan kontraindikasi
nya syok/rumatan, luka ditempat tusukan, peningkatan tekanan intrakranial, hidrosefalus.
Tatalaksana yang harus dilakukan pada pasien meningoencephalitis adalah pemberian oksigen,
antikonvulsan, antibiotik (sefalosporin), dan kortikosteroid. Menurut pandangan Islam dikatakan
keabsahan haji sah apabila rukun dan wajib haji dilaksanakan.
SASARAN BELAJAR
MENINGENS
Sistem membran yang melapisi sistem saraf pusat. Meninges terbagi menjadi tiga lapisan, yaitu
durameter, arachnoid dan piameter. Fungsi utama meninges dan kelenjar serebrospinal adalah
untuk melindungi sistem saraf pusat. Piameter adalah membran yang sangat lembut dan tipis.
Lapisan ini melekat pada otak. Arachnoid merupakan selaput yang tipis dan transparan.
Arachnoid berbentuk seperti jaring laba-laba. Antara Arachnoid dan piameter terdapat ruangan
berisi cairan yang berfungsi untuk melindungi otak bila terjadi benturan. Baik arachnoid dan
piameter terkadang disebut sebagai leptomeninges. Durameter (terkadang disebut meninges
fibrosa) merupakan selaput yang tebal, kuat dan melekat pada tulang tengkorak. Pada selaput ini
terdapat pembuluh darah yang terbagi pada kapiler di piameter.
A. Duramater
Dura = keras, mater = ibu
Merupakan pembungkus SSP paling luar yang terdiri dari jaringan ikat padat. Dalam otak
membentuk 5 sekat:
1. Falx cerebri
2. Tentorium cerebelli
3. Falx cerebelli
4. Diphragma sellae
5. Kantung Meckelli
Ditempat tertentu, antara lapisan luar dan dalam dura terbentuk ruang yaitu sinus (venosus)
duraematris yang termasuk dalam sistem pembuluh darah balik.
Berdasarkan bagian SSP yang dibungkusnya, dibedakan atas:
1) Duramater Encephali
Melekat erat ke periosteum tengkorak (terkuat pada sutura dan basis cranii). Terdapat
jonjot jaringan ikat dan vasa ke periosteum. Melekat erat pada foramen magnum dan tidak
berhubungan dengan lapisan luar medulla spinalis. Pada tempat tertentu, celah yang terbentuk
antara lapisan duramater dengan periosteum dinamakan cavum epidural.
Isi cavum epidural encephali tidak berhubungan dengan cavum epidural spinalis, isi cavum
epidural:
Jaringan ikat jarang
Sedikit lemak
Plexus venosus
Vena
Arteri
Vasa lymphatica
Falx cerebri:
Memisahkan kedua hemispaherum cerebri yang melekat mulai dari sutura sagitalis
memasuki fissura longitudinalis melekat pada crista galli didepan ke protuberantia occipitale
interna dilanjtkan sebagai tentorium cerebelli.
Sinus (venosus dura) yang dibentuk adalah:
Falx cerebelli
Diphragma sellae
Kantung Meckelli
Lapisan dalam
Menghadap ke arachnoidea
Dilapisi mesotel (sama dengan mesotel pleura, pericardium pars serosa dan peritoneum).
Menghasilkan serosa yang berfungsi untuk lubrikasi permukaan dalam duramater dengan
permukaan luar arachnoid sehingga gesekan keduanya dapat diredam dan mencegah kerusakan
Lanjut menjadi lapis dalam duramater spinalis
Antara duramater dengan arachnoid terdapat cavum subdura, mengandung :
ASPEK KLINIS
Tambahan:
Kulit kepala yang melekat pada tengkorak merupakan jaringan ikat padat fibrosa yang
dapat bergerak dengan bebas disebut galea aponeurotika yang membantu meredam kekuatan
trauma eksternal. Diatas galea terdapat lapisan membran, yang mengandung pembuluh darah,
lapisan lemak, kulit dan rambut.
Antara galea dan permukaan luar tengkorak terdapat ruang subaponeurotika yang berisi V.
Diploika dan V. Emisaria yang bertindak sebagai suatu pengaman apabila terjadi peningkatan
intrakranial. Vena ini juga merupakan temoat potensial untuk infeksi intrakranial.
B. Arachnoidea
Arachnoidea yaitu selaput tipis yang membentuk sebuah balon yang berisi cairan otak
meliputi seluruh susunan saraf sentral, otak, dan medulla spinalis. Arachnoidea berada dalam balon
yang berisi cairan. Ruang sub arachnoid pada bagian bawah serebelum merupakan ruangan yang
agak besar disebut sistermagna. Ruangan tersebut dapat dimasukkan jarum kedalam melalui
foramen magnum untuk mengambil cairan otak, atau disebut fungsi sub oksipitalis.
1) Arachnoidea Encephali
Permukaan yang menghadap kearah piamater punya pita-pita fibrotik halus :
TRABEKULA ARACHNOIDEA
Pada beberapa tempat menonjol ke sinus daramater : VILLI ARACHNOIDEA
2) Arachnoidea Spinalis
Struktur sama dengan arachnoidea encephali
Ke kranial melalui foramen occipetale magnum lanjut mejdai arachnoidea
encephali
Kaudal ikt membentuk filum terminale
3) Cavum subarachnoidea encephali
C. Piameter
Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak. Piameter
berhubungan dengan arachnoid melalui struktur jaringan ikat. Tepi flak serebri membentuk sinus
longitudinal inferior dan sinus sagitalis inferior yang mengeluarkan darah dari flak serebri
tentorium memisahkan serebrum dengan serebelum (Willson, 2006).
1) Piamater Encephali
Membungkus seluruh permukaan otak dan cerebelum termasuk sulci dan gyri
2) Piameter spinalis
Lebih tebal dan kuat dan kurang mengandung vasa dibanding piamater encephali
Terdiri dari dua lapis :
Terdiri dari :
A. Ventrikulus lateralis
1. Berbentuk huruf C panjang dan menempati hemisphareum cerebri
2. Berhubungan dengan ventrikulus tertius melalui foramen interventricular(Monroi) yang
terletak di bagian depan dinding medial ventrikulus.
3. Dibedakan :
B. Ventrikulus tertius
Antara dua thalamus kanan dan kiri. Berhubungan dengan ventrikulus quartus melalui
aquaeductus cerebri (Sylvii)
C. Ventrikulus quartus
a. Antara pons, medula oblongata bagian atas dengan cerebellum.
b. Kebawah melanjutkan diri ke canalis centralis di dalam medula spinalis.
c. Keatas ke cavum subarachnoidea melalui 3 lubang diatas ventriculus quartus yaitu 1
foramen magendi dan 2 foramen luscka
D. Ventrikulus terminalis
Ujung paling bawah caudalis sentralis yang sedikit melebar
LCS
Cairan serebrospinalis mengelilingi ruang sub araknoid di sekitar otak dan medulla
spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak. Cairan cerebrospinalis menyerupai plasma
darah dan cairan interstisial, tetapi tidak mengandung protein. Cairan serebrospinalis dihasilkan
oleh plesus koroid dan sekresi oleh sel-sel ependimal yang mengitari pembuluh darah serebral dan
melapisi kanal sentral medulla spinalis. Fungsi cairan cerebrospinalis adalah sebagai bantalan
untuk pemeriksaan lunak otak dan medulla spinalis, juga berperan sebagai media pertukaran
nutrient dan zat buangan antara darah dan otak serta medulla spinalis.
ASPEK KLINIS
Jika terjadi sumbatan terjadi di hub venticuli cerebri bisa terjadi bendungan LCS dalam
sistem ventrivuli hidrocephalus
Lumbal punksi(Dx LCS spinalis) di linea mediana posterior antara Proc.spinosi VL 3
dan VL 4. Tusukan ini tidak akan mencederai medula spinalis karena medula spinalis
berakhir setinggi VL 1 atau VL 2
Sisterna punksi(Dx LCS otak) jarum ditusuk diantara atlas dan os.occipitalis sehingga
mencapai cisterna cerbeloomedularis cisterna magna
Anastesi spinalis utk memblok rasa sakit yang disarafi Nn.spinales lumbales et
sacrales. Cairan anastesi dimasukkan ke cavum subarachnoidea spinalis
2. Arachnoid
Membran tipis, halus non vaskuler yang melapisi dura
Membran arachnoid dan trabekulanya, tersusun dari serat-serat kolagen halus dan serat
elastis
Semua permukaan dilapisi oleh lapisan yang kontinyu terdiri dari epitel selapis gepeng.
3. Piamater
Lapisan piamater yang lebih superfisial, tersusun dari anyaman-anyaman jaring serat
kolagen, yang berhubungan dengan arachnoid dan lebih nayat pada medulla spinalis. Lapisan
dalam terdiri dari serat-serat retikular dan elastin yang halus, lapisan tersebut memberi septum
median posterior yang fobrosa ke dalam subtansia medulla spinalis. Permukaan piamater
tertutup epitel selapis gepeng, yang melanjutkan diri menjadi sel-sel yang melapisi jaringan
arachnoid.
VENTRIKULUS
Sel ependim Melapisi dinding rongga ventriculus di otak dan kanalis sentralis medula
spinalis
Plexus Choroidalis Mrp lipatan2 invaginasi piamater yg menembus ventrikel. Tdd jar.
Peny. Piamater, dilapisi oleh epitel selapis kuboid atau torak rendah yg berasal dr neural
tube.Menghasilkan cairan cerebrosipnalis (LCS)
DEFINISI
Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan salah satu
proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan dari
luar.
Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume otak sekitar
1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml. 80%
dari jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra sel maupun intra sel.
Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari, sedangkan total
volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan
dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi dan absorpsi.Untuk mempertahankan jumlah cairan
serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari.
Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar patologi suatu kelainan
klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit-penyakit
neurologi. Selain itu juga untuk evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit, serta menentukan
prognosa penyakit.Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah suatu tindakan yang aman, tidak
mahal dan cepat untuk menetapkan diagnosa, mengidentifikasi organisme penyebab serta dapat
untuk melakukan test sensitivitas antibiotika.
CSS Serum
Osmolaritas 295 mOsm/L 295 mOsm/L
Natrium 138 mM 138 mM
Klorida 119 mM 102 mM
PH 7,33 7,41 (arterial)
Tekanan CONCUSSION 6,31 kPa 25,3 kPa
Glukosa 3,4 mM 5,0 mM
Total Protein 0,35 g/L 70 g/L
Albumin 0,23 g/L 42 g/L
Ig G 0,03 g/L 10 g/L
1. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur pokok pada CSS berada
dalam keseimbangan dengan cairan otak ekstraseluler, jadi mempertahankan lingkungan luar
yang konstan terhadap sel-sel dalam sistem saraf.
2. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak dalam tengkorak dan
menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak dari keadaan/trauma yang mengenai tulang
tengkorak
3. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti CO2,laktat, dan ion
Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya mempunyai sedikit sistem limfatik. Dan untuk
memindahkan produk seperti darah, bakteri, materi purulen dan nekrotik lainnya yang akan
diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid.
4. Bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormon-hormon dari lobus posterior
hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat dikeluarkan ke CSS dan transportasi ke sisi
lain melalui intraserebral.
5. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan CSS dengan
mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan mempercepat pengalirannya melalui
berbagai foramina, hingga mencapai sinus venosus, atau masuk ke dalam rongga subarakhnoid
lumbal yang mempunyai kemampuan mengembang sekitar 30%.
a. Warna
Normal cairan serebrospinal warnamya jernih dan patologis bila berwarna:
kuning,santokhrom, cucian daging, purulenta atau keruh. Warna kuning muncul dari protein.
Peningkatan protein yang penting danbermakna dalam perubahan warna adalah bila lebih dari 1
g/L. Cairan serebrospinal berwarna pink berasal dari darah dengan jumlah sel darah merah lebih
dari 500 sdm/cm3. Sel darah merah yang utuh akan memberikan warna merah segar. Eritrosit akan
lisis dalam satu jam danakan memberikan warna cucian daging di dalam cairan serebrospinal.
Cairan serebrospinal tampak purulenta bila jumlah leukosit lebih dari 1000 sel/ml.
b. Tekanan
Tekanan CSS diatur oleh hasil kali dari kecepatan pembentukan cairan dan tahanan
terhadap absorpsi melalui villi arakhnoid. Bila salah satu dari keduanya naik, maka tekanan naik,
bila salah satu dari keduanya turun, maka tekanannya turun. Tekanan CSS tergantung pada posisi,
bila posisi berbaring maka tekanan normal cairan serebrospinal antara 8-20 cm H2O pada daerahh
lumbal, siterna magna dan ventrikel, sedangkan jika penderita duduk tekanan cairan serebrospinal
akan meningkat 10-30 cm H2O. Kalau tidak ada sumbatan pada ruang subarakhnoid, maka
perubahan tekanan hidrostastik akan ditransmisikan melalui ruang serebrospinalis. Pada
pengukuran dengan manometer, normal tekanan akan sedikit naik padaperubahan nadi dan
respirasi, juga akan berubah pada penekanan abdomen dan waktu batuk.
c. Jumlah sel
Jumlah sel leukosit normal tertinggi 4-5 sel/mm3, dan mungkin hanya terdapat 1 sel
polymorphonuklear saja, Sel leukosit junlahnya akan meningkat pada proses inflamasi.
Perhitungan jumlah sel harus sesegera mungkin dilakukan, jangan lebih dari 30 menit setelah
dilakukan lumbal punksi. Bila tertunda maka sel akan mengalami lisis, pengendapan dan terbentuk
fibrin. Keadaaan ini akan merubah jumlah sel secara bermakna. Leukositosis ringan antara 5-20
sel/mm3 adalah abnormal tetapi tidak spesifik. Pada meningitis bakterial akut akan cenderung
memberikan respon perubahan sel yang lebih besar terhadap peradangan dibanding dengan yang
meningitis aseptik. Pada meningitis bakterial biasanya jumlah sel lebih dari 1000 sel/mm3, sedang
pada meningitis aseptik jarang jumlah selnya tinggi. Jika jumlah sel meningkat secara berlebihan
(5000-10000 sel /mm3), kemungkinan telah terjadi rupture dari abses serebri atau perimeningeal
perlu dipertimbangkan. Perbedaan jumlah sel memberikan petunjuk ke arah penyebab peradangan.
Monositosis tampak pada inflamasi kronik oleh L. monocytogenes. Eosinophil relatif jarang
ditemukan dan akan tampak pada infeksi cacing dan penyakit parasit lainnya termasuk
Cysticercosis, juga meningitis tuberculosis, neurosiphilis, lympoma susunan saraf pusat, reaksi
tubuh terhadap benda asing.
d. Glukosa
Normal kadar glukosa berkisar 45-80 mg%. Kadar glukosa cairan serebrospinal sangat
bervariasi di dalam susunan saraf pusat, kadarnya makin menurun dari mulai tempat
pembuatannya di ventrikel, sisterna dan ruang subarakhnoid lumbar. Rasio normal kadar glukosa
cairan serebrospinal lumbal dibandingkan kadar glukosa serum adalah >0,6. Perpindahan glukosa
dari darah ke cairan serebrospinal secara difusi difasilitasi transportasi membran. Bila kadar
glukosa cairan serebrospinalis rendah, pada keadaan hipoglikemia, rasio kadar glukosa cairan
serebrospinalis, glukosa serum tetap terpelihara. Hypoglicorrhacia menunjukkan penurunan rasio
kadar glukosa cairan serebrospinal, glukosa serum, keadaan ini ditemukan pada derjat yang
bervariasi, dan paling umum pada proses inflamasi bakteri akut, tuberkulosis, jamur dan meningitis
oleh carcinoma. Penurunan kadar glukosa ringan sering juga ditemukan pada meningitis
sarcoidosis, infeksi parasit misalnya, cysticercosis dan trichinosis atau meningitis zat khemikal.
Inflamasi pembuluh darah semacam lupus serebral atau meningitis rhematoid mungkin juga
ditemukan kadar glukosa cairan serebrospinal yang rendah. Meningitis viral, mump, limphostic
khoriomeningitis atau herpes simplek dapat menurunkan kadar glukosa ringan sampai sedang.
e. Protein
Kadar protein normal cairan serebrospinal pada ventrikel adalah 5-15 mg%. pada sisterna
10-25 mg% dan pada daerah lumbal adalah 15-45 ,g%. Kadar gamma globulin normal 5-15 mg%
dari total protein. Kadar protein lebih dari 150 mg% akan menyebabkan cairan serebrospinal
berwarna xantokrom, pada peningkatan kadar protein yang ekstrim lebih dari
1,5 gr% akan menyebabkan pada permukaan tampak sarang laba-laba (pellicle) atau bekuan yang
menunjukkan tingginya kadar fibrinogen. Kadar protein cairan serebrospinal akan meningkat oleh
karena hilangnya sawar darah otak (blood barin barrier), reabsorbsi yang lambat atau peningkatan
sintesis immunoglobulin loka. Sawar darah otak hilang biasanya terjadi pada keadaan
peradangan,iskemia baktrial trauma atau neovaskularisasi tumor, reabsorsi yang lambat dapat
terjadi pada situasi yang berhubungan dengan tingginya kadar protein cairan serebrospinal,
misalnya pada meningitis atau perdarahan subarakhnoid. Peningkatan kadar immunoglobulin
cairan serebrospinal ditemukan pada multiple sklerosis, acut inflamatory polyradikulopati, juga
ditemukan pada tumor intra kranial dan
penyakit infeksi susunan saraf pusat lainnya, termasuk ensefalitis, meningitis, neurosipilis,
arakhnoiditis dan SSPE (sub acut sclerosing panensefalitis). Perubahan kadar protein di cairan
serebrospinal bersifat umum tapi bermakna sedikit, bila dinilai sendirian akan memberikan sedikit
nilai diagnostik pada infeksi susunan saraf pusat.
f. Elektrolit
Kadar elektrolit normal CSS adalah Na 141-150 mEq/L, K 2,2-3,3 mRq, Cl 120-130
mEq/L, Mg 2,7 mEq/L. Kadar elektrolit ini dalam cairan serebrospinal tidak menunjukkan
perubahan pada kelainan neurologis, hanya terdpat penurunan kadar Cl pada meningitis tapi tidak
spesifik.
g. Osmolaritas
Terdapat osmolaritas yang sama antara CSS dan darah (299 mosmol/L0. Bila terdapat
perubahan osmolaritas darah akan diikuti perubahan osmolaritas CSS.
h. PH
Keseimbangan asam bas harus dipertimbangkan pada metabolik asidosis dan metabolik
alkalosis. PH cairan serebrospinal lebih rendah dari PH darah, sedangkan PCO2 lebih tinggi pada
cairan serebrospinal. Kadar HCO3 adalah sama (23 mEg/L). PH CSS relatif tidak berubah bila
metabolik asidosis terjadi secara subakut atau kronik, dan akan berubah bila metabolik asidosis
atau alkalosis terjadi secara cepat.
Volume LCS yang diperlukan untuk pemeriksaan antara 15 sampai 20 ml dan dibagi dalam 3 buah
tabung steril :
1. Tabung pertama untuk analisa kimia, serologi, dan pemeriksaan khusus misalnya imunologi.
2. Tabung kedua untuk analisa bakteriologi.
3. Tabung ketiga untuk analisa mikroskopis sel.
Adakalanya sukar untuk menafsirkan adanya darah segar dalam specimen LCS karena pungsi
dapat melukai pembuluh darah dan menyebabkan ada darah biarpun LCS sebetulnya jernih.. Untuk
membedakannya perlu dinilai dalam hal :
1. Pada trauma pungsi menunjukkan adanya penjernihan darah yang berarti antara tabung-tabung
pertama dan ketiga. Jika darah tetap sama banyaknya dalam ketiga tabung, darah itu sangat
mungkin sudah ada sebelum dilakukan pungsi (perdarahan intraserebral/subarakhnoid).
2. Setelah tabung-tabung disentrifugasi cairan atas tidak berwarna jika darah berasal dari trauma
pungsi, jika sudah ada darah sebelum pungsi cairan atas berwarna kuning pucat sampai kuning
tegas (xanthokromia) yang terjadi karena pelepasan hemoglobin dari eritrosit yang lisis. Hal ini
disebabkan kemungkinan tidak adanya protein dan lemak yang diperlukan untuk menstabilkan
membran eritrosit..
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS
Pemeriksaan makroskopis meliputi warna, kekeruhan, pH, konsistensi (bekuan), dan berat jenis :
1. Warna
Normal warna LCS tampak jernih, ujud dan viskositasnya sebanding air.
Merah muda perdarahan trauma akibat pungsi.
Merah tua atau coklat perdarahan subarakhnoid akibat hemolisis dan akan terlihat jelas
sesudah disentrifuge.
Hijau atau keabu-abuan pus.
Coklat terbentuknya methemalbumin pada hematoma subdural kronik.
Xanthokromia mengacu pada warna kekuning-kuningan biasanya akibat pelepasan
hemoglobin dari eritrosit yang lisis (perdarahan intraserebral/subarachnoid); tetapi mungkin
juga disebabkan oleh kadar protein tinggi, khususnya jika melebihi 200 mg/dl.
2. Kekeruhan
Normal tidak ada kekeruhan atau jernih. Walaupun demikian LCS yang jernih terdapat
juga pada meningitis luetika, tabes dorsalis, poliomyelitis, dan meningitis tuberkulosa.
Keruh ringan seperti kabut mulai tampak jika jumlah lekosit 200-500/ul3, eritrosit >
400/ml, mikroorganisme (bakteri, fungi, amoeba), aspirasi lemak epidural sewaktu
dilakukan pungsi, atau media kontras radiografi.
3. Konsistensi bekuan
Terjadinya bekuan menandakan bahwa banyak darah masuk ke dalam cairan pungsi pada waktu
pungsi; darah dalam LCS yang disebabkan perdarahan subarachnoid tidak membeku.
Normal tidak terlihat bekuan
Bekuan banyaknya fibrinogen yang berubah menjadi fibrin. Disebabkan oleh trauma
pungsi, meningitis supurativa, atau meningitis tuberkulosa. Jendalan sangat halus dapat terlihat
setelah LCS didiamkan di dalam almari es selama 12-24 jam.
ANALISA LABORATORIUM
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS
Eritrosit dan leukosit masuk ke dalam LCS jika ada kerusakan pada pembuluh darah atau
sebagai akibat reaksi terhadap iritasi. Bilirubin yang dalam keadaan normal tidak ada dalam LCS,
mungkin dapat ditemukan dalam LCS seorang yang tidak menderita ikterus setelah terjadi
perdarahan intrakranial. Bilirubin itu adalah bilirubin tidak dikonjugasi dan karena itu menandakan
adanya katabolisme hemoglobin setempat dalam SSP.
Perhitungan sel lekosit dan eritrosit harus segera dilakukan, hal ini dikarenakan 40% dari
lekosit dapat lisis setelah 2 jam, sedangkan eritrosit akan lisis setelah 1 jam pada suhu ruangan.
Perhitungan jumlah eritrosit LCS memiliki nilai diagnostik terbatas yaitu untuk differensial
diagnosis trama pungsi vs hemorhagi subarakhnoid dan koreksi jumlah lekosit LCS dan protein
untuk kontaminasi darah tepi yang ada kaitannya dengan trauma pungsi.
Nilai rujukan normal pada anak dan dewasa untuk jumlah lekosit (monosit dan limposit)
adalah 0 5 sel/ul, sedangkan untuk neonatus 0 30 sel/ul. Walaupun belum ada kesepakatan
batas tertinggi normal netropil dalam LCS sebagai patokan dapat dipergunakan sampai angka 7%,
hal ini dapat disebabkan adanya kontaminasi minimal dari darah tepi. Sedangkan monosit (14%)
lebih rendah dibandingkan limposit (86%), tingginya perbedaan ini dapat disebabkan karena
monosit sering diklasifikasikan sebagai limposit.
Pada tahap dini meningitis bakteria akut, netrofil biasanya lebih dari 60%. Peningkatan
monosit biasanya diikuti peningkatan limposit, netropil, dan sel plasma merupakan cirri
khas meningitis tuberkulosa, meningitis fungi, dan meningitis bakteria kronis. Sedangkan
pada meningoensepalitis viruspada awalnya terjadi netrofilia kemudian berubah ke respons
limposit.
PEMERIKSAAN KIMIA
Analisa kimia LCS dapat banyak membantu dalam diagnosis atau menilai prognosis terhadap
penderita. Pemeriksaan rutin yang sering dilakukan adalah penetapan protein secara kualitatif,
kadar protein, dan kadar glukosa.
Dalam keadaan normal, cairan otak hanya mengandung sedikit sekali protein, karena sawar darah-
otak tidak dapat ditembus oleh protein-protein plasma yang besar molekulnya. Konsentrasi normal
kurang dari 1% dari kadar protein dalam serum yang nilainya 5-8 g/dl. Perbandingan antara
albumin dan globulin lebih besar dalam LCS daripada dalam plasma karena molekul albumin lebih
kecil sehingga lebih mudah melalui sawar endotel.
Ada bermacam-macam sebab konsentrasi protein meningkat. Satu di antaranya adalah
permeabilitas sawar darah-otak yang menigkat oleh radang. Pada meningitis yang berat, semua
jenis protein dapat menembus ke dalam LCS, termasuk juga fibrinogen yang molekulnya besar
sekali. Pada meningitis purulenta, protein dalam LCS lebih meningkat lagi oleh karena bakteri dan
sel-sel, baik yang utuh maupun yang rusak menambah protein ke dalam LCS.
TEST PANDY
1. Prinsip : reagen pandy memberikan reaksi terhadap protein (albumin dan globulin) dalam
bentuk kekeruhan. Pada keadaan normal tidak terjadi kekeruhan atau kekeruhan yang ringan
seperti kabut.
2. Alat dan reagen yang dipakai
a. Tabung serologi (garis tengah 7 mm)
b. Kertas putih
c. Reagen Pandy (larutan phenol jenuh dalam air)
3. Tata cara pemeriksaan
a. Ke dalam tabung serologi dimasukkan 1 ml reagen Pandy
b. Tambahkan 1 tetes LCS
c. Kemudian dilihat segera ada tidaknya kekeruhan.
4. Tata cara pembacaan hasil
a. Negatif : tidak ada kekeruhan
b. Positif : terlihat kekeruhan yang jelas
+1 : opalescent (kekeruhan ringan seperti kabut)
+2 : keruh
+3 : sangat keruh
+4 : Kekeruhan seperti susu
ASAM LAKTAT
Konsenttrasi asam laktat mencerminkan aktifitas glikolisis setempat dan karena itu penetapan
kadarnya dapat menambah informasi apabila hasil pemeriksaan lainnya meragukan. Kadar asam
laktat lebih dari 35 mg/dl jarang terjadi kecuali pada meningitis oleh bakteri atau fungi.
1. Pasien diletakkan pada pinggir tempat tidur, dalam posisi lateral decubitus dengan leher,
punggung, pinggul dan tumit lemas. Boleh diberikan bantal tipis dibawah kepala atau lutut.
2. Tempat melakukan pungsi adalah pada kolumna vetebralis setinggi L 3-4, yaitu setinggi
crista iliaca. Bila tidak berhasil dapat dicoba lagi intervertebrale ke atas atau ke bawah.
Pada bayi dan anak setinggi intervertebrale L4-5
3. Bersihkan dengan yodium dan alkohol daerah yang akan dipungsi
4. Dapat diberikan anasthesi lokal lidocain HCL
5. Gunakan sarung tangan steril dan lakukan punksi, masukkan jarum tegak lurus dengan
ujung jarum yang mirip menghadap ke atas. Bila telah dirasakan menembus jaringan
meningen penusukan dihentikan, kemudian jarum diputar dengan bagian pinggir yang
miring menghadap ke kepala.
6. Dilakukan pemeriksaan tekanan dengan manometer dan test Queckenstedt bila diperlukan.
Kemudian ambil sampel untuk pemeriksaan jumlah dan jenis sel, kadar gula, protein, kultur
baktri dan sebagainya.
BAKTERI
Bakteri yang sering menyebabkan meningoencephalitis bacterial sebelum ditemukannya
vaksin Hib : S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri yang menyebabkan meningoencephalitis
neonatus adalah bakteri yang sama yang menyebabkan sepsis neonatus. Resiko
meningoencephalitis bacterial meningkat pada keadaan penyalahgunaan alcohol, telah menjalani
splenektomi dan penderita dengan infeksi telinga hidung menahun.
Tabel 1. Bakteri penyebab meningoencephalitis
Golongan Bakteri yang paling sering Bakteri yang jarang menyebabkan
usia menyebabkan meningoencephalitis
meningoencephalitis
Neonatus Group B streptococcus Staphylococcus aureus
Escherichia coli Coagulase-negative staphylococci
Klebsiella Enterococcus faecalis
Enterobacter Citrobacter diversus
Salmonella
Listeria monocytogenes
Pseudomonas aeruginosa
Haemophilus influenzae types a, b, c, d, e,
f, dan nontypable
>1 bulan Streptococcus pneumonia H. influenzae type b
Neisseria meningitides Group A streptococci
Gram-negatif bacilli
L. monocytogenes
VIRUS
Virus yang menyebabkan meningoencephalitis pada prinsipnya adalah virus golongan
enterovirus dimana termasuk didalamnya adalah coxsackieviruses, echovirus dan pada pasien yang
tidak vaksinasi (poliovirus). Virus golongan enterovirus dan arbovirus (St. Louis, LaCrosse,
California vencephalitis viruses) adalah golongan virus yang paling sering menyebabkan
meningoencephalitis. Selain itu virus yang dapat menyebabkan meningoencephalitis yaitu HSV,
EBV, CMV lymphocytic choriomeningoencephalitis virus, dan HIV. Virus mumps adalah virus
yang paling sering menjadi penyebab pada pasien yang tidak tervaksinasi sebelumnya. Sedangkan
virus yang jarang menyebabkan meningoencephalitis yaitu Borrelia burgdorferi (lyme disease), B.
hensalae (cat-scratch virus), M. tuberculosis, Toxoplasma, Jamus (cryptococcus, histoplasma, dan
coccidioides), dan parasit (Angiostrongylus cantonensis, Naegleria fowleri, Acanthamoeba).
Virus adalah penyebab utama pada infeksi encephalitis akut. Encephalitis juga dapat merupakan
hasil dari jenis lain seperti infeksi dan metabolik, toksik dan gangguan neoplastik.
JAMUR
Jamur patogen, termasuk Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis, dan
Histoplasma capsulatum, dapat menyebabkan meningoencephalitis. Invasi oportunistik dengan
Cryptococcus neoformans dan Aspergillus spp juga telah dijelaskan dalam beberapa spesies
mamalia. Terkadang, jamur lain, seperti Candida spp, Cladosporium trichoides, Paecilomyces
variotii, Chryseobacterium meningosepticum, dan Geotrichum candidum, menyebabkan
meningoencephalitis.
4. Meningitis Kriptikokus
Meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Jamur ini bisa masuk ke tubuh kita
saat kita menghirup debu atau kotoran burung yang kering. Kriptokokus ini dapat
menginfeksikan kulit, paru, dan bagian tubuh lain. Meningitis Kriptokokus ini paling sering
terjadi pada orang dengan CD4 di bawah 100. Diagnosis: Darah atau cairan sumsum tulang
belakang dapat dites untuk kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut CRAG mencari
antigen (protein) yang dibuat oleh kriptokokus. Tes biakan mencoba menumbuhkan jamur
kriptokokus dari contoh cairan. Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat memberi hasi l pada hari
yang sama. Tes biakan membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk menunjukkan hasil
positif. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila diwarnai dengan tinta
India.
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIK
Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/ Mata (E), Pemeriksaan Motorik (M) dan Verbal
(V). Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 15.
Motorik:
M1 : tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri
M2 : reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri
M3 : reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri
M4 : reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
M5 : reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran
M6 : reaksi motorik sesuai perintah
Verbal:
V1 : tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)
V2 : respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)
V3 : respon kata dengan rangsang nyeri (words)
V4 : bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (conf used)
V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah: darah lengkap: HB, HT, LED, eritrosit, leukosit, elektrolit darah.
Pungsi lumbal untuk pemeriksaan LCS (indikasi infeksi: peningkatan sel darah putih, protein,
tekanan CSF > 180 mmHg, dan penurunan glukosa).
Kultur darah
Deficit fokal dengan kenaikan jumlah hitung sel dari 250 sampai 100.000 sel per mm3, tetapi
biasanya 1.000 sampai 10.000 sel/mm3. Neutrophil mendominasi (85-95% dari total hitung sel),
tetapi kenaikan dari sel mononuclear ditemukan selama infeksi berlanjut, terutama pada meningitis
yang terobati tidak tuntas. Jika hasil hitung sel >50.000 sel/mm3 meningkatkan kemungkinan
abses otak hingga rupture ke dalam ventrikel. Hitung jenis WBC pada CSF dapat meningkat
selama 18-36 jam oleh karena awal pemakaian obat.
Konsentrasi glukosa CSF normalnya lebih rendah dari serum. Konsentrasi glukosa dalam CSF
berkisar antara 45-80 mg/dl pada pasien dengan glukosa serum 70-120 mg/dl, atau kira-kira 65%
dari glukosa serum. Glukosa serum dibawah 40% menunjukkan hasil abnormal. Hiperglikemia
meningkatkan konsentrasi glukosa CSF dan keberadaannya dapat menyamarkan penurunan
konsentrasi glukosa CSF. Sehingga penentuan konsentrasi glukosa CSF lebih baik dengan cara
membandingkan rasio glukosa CSF dan serum. Rasio normal adalah 0,6. Rasio yang kurang dari
0,40 sangat kuat dugaan untuk bacterial meningitis.
Kenaikan konsentrasi protein CSF dapat ditemukan pada kasus meningitis bacterial, tetapi
konsentrasi protein CSF akan meningkat pada setiap proses yang mengganggu permeabilitas dari
blood-brain-barrier.
Konsentrasi asam laktat CSF telah dianjurkan untuk digunakan melihat proses penyembuhan.
Kosentrasi yang lebih besar sama dengan 35mg/dl dapat diprediksi kemungkinan adanya bacterial
meningitis atau tubercular origin.
Konsentrasi awal asam laktat CSF juga didemonstrasikan untuk mengetahui prognosis
signifikan pada pasien dengan bakterial meningitis. Pasien dengan asam laktat tinggi cenderung
meninggal atau sembuh dengan defisit neurologis.
Biopsi
Biopsi otak mungkin diperlukan untuk diagnosis definitif dari penyebab ensefalitis, terutama
pada pasien dengan temuan neurologik fokal. Biopsi otak mungkin cocok untuk pasien dengan
ensefalopati berat yang tidak menunjukkan perbaikan klinis jika diagnosis tetap tidak jelas. Lesi
kulit petechial, jika ada, harus dibiopsi. Ruam hasil meningococcemia dari dermal pembenihan
organisme dengan kerusakan endotel vaskular, dan biopsi dapat mengungkapkan organisme pada
Gram stain.Untuk melihat ada lesi desak ruang akibat progresi inflamasi seperti abses, dan
penumpukan cairan LCS (hidrosefalus).
Neuroimaging
Hampir semua pasien dengan meningitis bakteri akan memiliki neuroimaging studi yang
dilakukan selama mereka sakit. MRI lebih disukai daripada CT karena sifatnya superioritas dalam
menunjukkan daerah edema serebral dan iskemia. Pada pasien dengan meningitis bakteri, difus
peningkatan meningeal sering terlihat setelah administrasi gadolinium. Peningkatan meningeal
tidak diagnostik meningitis, tetapi terjadi dalam SSP penyakit yang berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas BBB.
Deficit fokal dengan kenaikan jumlah hitung sel dari 250 sampai 100.000 sel per mm3, tetapi
biasanya 1.000 sampai 10.000 sel/mm3. Neutrophil mendominasi (85-95% dari total hitung sel),
tetapi kenaikan dari sel mononuclear ditemukan selama infeksi berlanjut, terutama pada meningitis
yang terobati tidak tuntas. Jika hasil hitung sel >50.000 sel/mm3 meningkatkan kemungkinan
abses otak hingga rupture ke dalam ventrikel. Hitung jenis WBC pada CSF dapat meningkat
selama 18-36 jam oleh karena awal pemakaian obat.
DIAGNOSIS BANDING
1. Abscess Serebral
Merupakan radang suppurativa lokal pada jaringan otak dan penyebab yang terbanyak dari
abscess di lobus temporal. Mikroorganisma penyebab bisa bakteri aerob dan anaerob.
Streptococci, staphylococci, proteus, E.coli, pseudomonas merupakan organisma yang terbanyak.
Abscess Serebral dapat terjadi oleh karena penyebaran bakteria piogenik secara langsung akibat
infeksi dari otitis media, mastoiditis ataupun sinus paranasal. Gejala klinis dari abscess serebral:
Nyeri kepala yang progressif, demam, muntah, papiledema, bradikardi, serta hemiparesis dan
homonymous hemianopia. Pada pemeriksaan laboratorium dan cairan serebrospinal biasanya tidak
memberikan hasil yang spesifik. Pada pemeriksaan CT scan tanpa kontrast (Non-contrast
Computerized Tomography/ NCCT), stadium serebritis pada permulaannya nampak sebagai suatu
area hipodens di white matter dengan batas yang menyebar luas yang menggambarkan kongesti
vaskuler dan edema pada pada pemberian kontrast (Contrast Enhancement Computerized
Tomography/CECT) enhancement bisa dijumpai atau hanya sedikit. Dan pada perkembangan
proses inflamasi selanjutnya terjadi perlunakan otak (softening) dan petechial hemorrhage, yang
menggambarkan kerusakan sawar darah otak progressif. Pada stadium ini, CECT menunjukkan
area bercorak yang tidak teratur yang enhance, terutama di gray matter.
Dalam mengevaluasi serebritis tahap dini, pemeriksaan MRI lebih akurat dari pada Head
CT-scan. Oleh karena sensitivitasnya terhadap perubahan kandungan air, MRI dapat mendeteksi
perubahan infeksi pada fase permulaan dengan cepat. T1-W1 menunjukkan hipointensitas yang
ringan dan efek massa. Sering terlihat sulkus yang menghilang. Pada T2-W1 nampak
hiperintensitas dari area inflamasi sentral dan edema sekelilingnya.
2. Empiema subdural
Empiema subdural biasanya merupakan komplikasi dari sinusitis paranasalis dan dapat
sangat mirip dengan absess serebri. Gejala klinis ditandai dengan peninggian tekanan intrakranial
seperti sakit kepala, muntah proyektil dan kejang. Gambaran MRI dan CT scan akan membedakan
kedua kondisi ini.
Merupakan suatu thrombophlebitis dari lateral sinus dan merupakan komplikasi intrakranial
dari otitis media yang sangat berbahaya. Gejala klinis : demam yang intermitten meningkat secara
irreguler, kedinginan, nyeri kepala, anemia serta adanya tanda Greisingers [adanya edema pada
daerah post auricular yang melalui vena emissary mastoid]. Pada funduscopi terlihat adanya papil
edema.
L.O 4.8 Tatalaksana
Dilakukan sedini mungkin setelah diagnosa pasti.
a. Terapi umum : Tirah baring total. Dan perawatan 5B jangan sampai terjadi dekubitus.
b. Terapi spesifik : Antibiotika sesuai dgn hasil pemeriksaan LP. Bila ada kontra indikasi LP
diberikan Antibiotika sesuai dgn Antibiotika empiris. Lama pemberian Antibiotika
sesuai dgn jenis bakteri. Pemberian Antiviral, Anti Jamur dan OAT.
Antibiotik
KUMAN ANTIBIOTIKA
NEONATUS Streptococcus grup B atau Ampicillin + Cefotaxime
D, E. Coli, L. Ampicillin + Gentamycin
monocytogenes Acyclovir H. simplex encephalitis
INFANT Ampicillin + Cefotaxime/ Ceftriaxone.
Chloramphenicol + Gentamycin
+ Vancomycin.
+ Dexamethason.
3 bln 7 th S. pneumoniae, N. Cefotaxime / Ceftriaxone.
meningitidis, H. Influenzae + Vancomycin pd S. pneumoniae resistent
Cephalosporin.
Chloramphenicol + Vancomycin.
+ Dexamethason.
Anak-Dws S. pneumoniae, N. Cefotaxime/ Ceftriaxone+Ampicillin
7 thn 50 thn meningitidis, L. Chloramphenicol+Trimethoprim/sulfamethoxaz
monocytogenes ole.
Bila prevalensi S. pneumonia resistent
cephalosporin > 2% diberikan:
Cefotaxime/ Ceftriaxone+Vancomycin
Chloramphenicol/ Clindamycin/ Meropenem.
Dws > 50 thn S. pneumoniae, H. Cefotaxime/ Ceftriaxone + Ampicillin
influenzae, spesies Bila prevalensi S. pneumonia resistent
Listeria, Pseudomonas cephalosporin > 2% diberikan:
aeruginosa, N. Cefotaxime/ Ceftriaxone+Vancomycin.
meningitidis. Ceftazidime.
ANTIBIOTIKA ANAK-ANAK DEWASA INTERVAL
(mg/kg/hr) (gram/ hari) PEMBERIAN (Jam)
INTRAVENOUS : 200.000 Unit/hr 20 juta Unit/hr 2-4
Penicillin G 150-300 12-18 4
Ampicillin 300 8-12 4
Nafcillin 300 10-15 4
Piperacillin 100-225 8-12 4
Cefotaxime 100 6-8 4
Ceftazidime 20-40 2-3 6
Vancomycin 5-8 4-6 6
Chloramphenicol 5-8 3-5 mg/kg/hr 8
Tobramycin / Gentamycin 10 30 mg/kg/hr 8
Amikacin TMP : 15 mg/kg/hr 8
Bactrim
INTRATEKAL : 2,5 mg/hr 8 mg/hr
Tobramycin 5 mg/hr 20 mg/hr
Amikacin
Terapi Tambahan
1. Deksamethason
Menghambat reaksi inflamasi, karena lisis bakteri dalam ruang subarachnoid. Digunakan pada
penyakit resiko tinggi, edema otak, TIK . Dapat menyebabkan Perbaikan BBB penetrasi
AB ke dlm CSS. Terapi ini direkomendasikan terutama pada pasien meningoencephalitis
dewasa akibat pneumococcus atau pada pasien dengan tingkat keparahan sedang-berat (GCS
11). Pemberian dilanjutkan lebih dari 4 hari hanya jika pewarnaan gram CSS menunjukkan
hasil diplococcus gram negatif, atau jika kultur darah atau CSS positif S. Pneumoniae. Efek
samping : perdarahan GI, supresi imun fungsi imun seluler. Diberikan sebelum pemberian
antibiotika pertama (10-15 menit).
2. Immunoglobulin
Diberikan sedini mungkin. Untuk menetralkan endotoksin, krn bakteri. Tidak menyebabkan
supresi imun. Pilihan : lebih baik yang dapat menembus BBB pilih molekul kecil, Dosis :
1-3 ml/kg BB secara intravena, diberikan per infus dengan kecepatan 150-225 ml/jam atau 40-
60 tetes/menit.
Non Neurologi :
1. Septik shok (11,6%).
2. Respiratory distress syndrome (3,5%).
3. DIC (8,1%).
4. Pneumonia.
5. Miokarditis, endokarditis.
1. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi individu
yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi agar dapat
membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti Haemophilus influenzae type b
(Hib), Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV),
Meningococcal conjugate vaccine (MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella). Imunisasi Hib
Conjugate vaccine (HbOC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan
bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR. Vaksinasi Hib dapat
melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%. Pemberian imunisasi
vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan
interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis dengan interval waktu satu bulan, anak 1-
5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di
bawah 2 bulan karena dinilai belum dapat membentuk antibodi.
Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian kemoprofilaksis (antibiotik)
kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah dengan penderita. Vaksin yang dianjurkan
adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135 dan Y. Meningitis TBC dapat dicegah dengan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian
imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas
lantai > 4,5 m2/orang), ventilasi 10 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung dengan penderita dan
mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah,
tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene
seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa gejala
(asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan penyakit. Pencegahan
sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat
ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga untuk mengenali gejala awal
meningitis.
Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan cairan
otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru.
Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga penderita, rumah
penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan penderita secara dini.
Penderita juga diberikan pengobatan dengan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis
penyebab meningitis yaitu :
a. Meningitis Purulenta
Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol, setofaksim, seftriakson.
Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim, penisilin, seftriakson.
Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim dan seftriakson.
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau mengurangi
komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan
kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita untuk melakukan
penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan
untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidak mampuan untuk
belajar.
Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.
L.O 4. 11 Prognosis
Prognosis bergantung pada penegakan diagnosis secara dini, penentuan organisme
penyebab serta pemberian obat yang tepat dan segera. Angka kematian bisa mencapai 50% atau
bahkan lebih tinggi lagi.Penderita meningoencephalitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat
motorik atau mental atau meninggal tergantung :
a. umur penderita.
b. Jenis kuman penyebab
c. Berat ringan infeksi
d. Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
e. Kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan
f. Adanya dan penanganan penyakit.
Sebuah potensial aksi akan terjadi akibat adanya perubahan potensial membran sel yang
didahului dengan stimulus membrane sel neuron. Saat depolarisasi, channel ion Na+ terbuka dan
channel ion K+ tertutup. Hal ini menyebabkan influx dari ion Na+, sehingga menyebabkan
potensial membran sel lebih positif, sehingga terbentuklah suatu potensial aksi.
Dan sebaliknya, untuk membuat keadaan sel neuron repolarisasi, channel ion K+ harus terbuka
dan channel ion Na+ harus tertutup, agar dapat terjadi efluks ion K+ sehingga mengembalikan
potensial membran lebih negatif atau ke potensial membrane istirahat.
Renjatan listrik akan diteruskan sepanjang sel neuron. Dan diantara 2 sel neuron, terdapat celah
yang disebut sinaps, yang menghubungkan akson neuron pre-sinaps dan dendrite neuron post
sinaps. Untuk menghantarkan arus listrik pada sinaps ini, dibutuhkan peran dari suatu
neurotransmitter.
Gambar 3. Celah Sinaps
Ada dua tipe neurotransmitter, yaitu :
1. Eksitatorik, neurotransmiter yang membuat potensial membran lebih positif dan
mengeksitasi neuron post sinaps
2. Inhibitorik, neuritransmiter yang membuat potensial membrane lebih negatif sehingga
menghambat transmisi sebuah impuls. Sebagai contoh : GABA (Gamma Aminobutyric
Acid). Dalam medis sering digunakan untuk pengobatan epilepsi dan hipertensi.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau
dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian
bergantung kepada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan
korteks serebri kemungkinan besar bersifat epileptogenik sedangkan lesi di serebelum dan batang
otak umumnya tidak memicu kejang. Ditingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan
beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
Neuron - neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan
apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan.
Kelainan polarisasi (polarisasi berlebih, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam
repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi GABA.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10-15% dan peningkatan kebutuhan oksigen sampai 20%. Jadi pada kenaikan suhu tertentu dapat
terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion
Kalium dan Natrium melalui membran sel, dengan akibat lepasnya muatan listrik yang demikian
besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangga dengan bantuan
neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah kenaikan suhu sampai 38o C sudah terjadi
kejang, Namun pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu diatas
40o C. Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang rendah.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan
gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan
apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang
mengakibatkan hipoksemia, hiperkapneu, dan asidosis laktat. Hipotensi arterial disertai dengan
aritmia jantung dan kenaikan suhu tubuh disebabkan meningkatnya aktivitas berakibat
meningkatnya metabolisme otak.
Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak pada
kejang yang lama. Faktor yang terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga berakibat meningkatnya permeabilitas vaskular dan udem otak serta kerusakan
sel neuron. Kerusakan anatomi dan fisiologi yang bersifat menetap bisa terjadi di daerah medial
lobus temporalis setelah ada serangan kejang yang berlangsung lama. Hal ini diduga kuat sebagai
faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya epilepsi.
1. Anamnesis
- Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran sebelum dan sesudah kejang , lama kejang
- Suhu sebelum / saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval kejang, keadaan anak pasca
kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat ( gejala infeksi saluran napas
akut / ISPA, infeksi saluran kemih (ISK), otitis media akut (OMA) dll,
- Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga,
- Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)
- Singkirkan penyebab kejang yang lain ( misalkan diare, muntah yang mengakibatkan
gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang dapat
menyebabkan hipoglikemik.
2. Pemeriksaan Fisik
- Tanda vital terutama suhu
- Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah atau
kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.
- Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas,
kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya
kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
- Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang
disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan
adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan
sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari
luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena
kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
- Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin
disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
- Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan
rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang berkelok kelok di retina
terlihat pada sindom hiperviskositas.
- Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau
kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
- Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising
jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
- Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA,
GE)
- Pemeriksaan refleks patologis
- Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)
3. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaa laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya
darah perifer, elektrolit dan gula darah.
DIAGNOSIS BANDING
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah
penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak biasanya
karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu
waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak.
Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
-Mengatasi kejang secepat mungkin
-Pengobatan penunjang
-Memberikan pengobatan rumat
-Mencari dan mengobati penyebab
-Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
-Pengobatan akut
2. Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan di rumah, tanda vital seperti suhu, tekanan darah,
pernafasan dan denyut jantung diawasi secara ketat.Bila suhu penderita tinggi dilakukan dengan
kompres es atau alkohol. Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam
yang diberikan secara per rectal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif
telah dibuktikan keampuhannya (Lumbantobing, SM, 1995). Hal ini dapat dilakukan oleh orang
tua atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat
badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya
0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti
dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit dengan dosis yang sama.
Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu dengan dosis 20-30
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti deksametason diberikan 0,5-
1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
3. Pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim penderita
ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian,
yaitu:
Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam sederhana
diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak yang
bila menderita demam lagi.Antikonvulsan yang diberikan ialah fenobarbital dengan dosis 4-5
mg/kgBB/hari yang mempunyai efek samping paling sedikit dibandingkan dengan obat
antikonvulsan lainnya.
Obat yang kini ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam
ialah diazepam, baik diberikan secara rectal maupun oral pada waktu anak mulai terasa panas.
Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang
demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.
- Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari.Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah
perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan
kognitif atau fungsi luhur.
6. Pengobatan Akut
Dalam pengobatan akut ada 4 prinsip, yaitu :
1.Segera menghilangkan kejang
2.Turunkan panas
3.Pengobatan terhadap panas
4.Suportif
Diazepam diberikan dalam dosis 0,2-0,5 mg/kgBB secara IV perlahan-lahan selama 5 menit.
Bersamaan dengan mengatasi kejang dilakukan:
Bebaskan jalan nafas, pakaian penderita dilonggarkan kalau perlu dilepaskan
Tidurkan penderita pada posisi terlentang, hindari dari trauma. Cegah trauma pada bibir
dan lidah dengan pemberian spatel lidah atau sapu tangan diantara gigi
Pemberian oksigen untuk mencegah kerusakan otak karena hipoksia
Segera turunkan suhu badan dengan pemberian antipiretika (asetaminofen/parasetamol)
atau dapat diberikan kompres es
Cari penyebab kenaikan suhu badan dan berikan antibiotic yang sesuai
Apabila kejang berlangsung lebih dari 30 menit dapat diberikan kortikosteroid untuk
mencegah oedem otak dengan menggunakan cortisone 20-30 mg/kgBB atau dexametason
0,5-0,6 mg/kgBB.
Syarat wajib haji adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang sehingga dia
diwajibkan untuk melaksanakan haji, dan barang siapa yang tidak memenuhi salah satu dari
syarat-syarat tersebut, maka dia belum wajib menunaikan haji. Adapun syarat wajib haji adalah
sebagai berikut :
1. Islam
2. Berakal
3. Baligh
4. Merdeka
5. Mampu
B. Rukun Haji
Yang dimaksud rukun haji adalah kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji, dan jika
tidak dikerjakan hajinya tidak sah. Adapun rukun haji adalah sebagai berikut :
1. Ihram
Ihram, yaitu pernyataan mulai mengerjakan ibadah haji atau umroh dengan memakai pakaian
ihram disertai niat haji atau umroh di miqat.
2. Wukuf
Wukuf di Arafah, yaitu berdiam diri, dzikir dan berdo'a di Arafah pada tanggal 9 Zulhijah.
3. Tawaf Ifadah
Tawaf Ifadah, yaitu mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali, dilakukan sesudah melontar jumrah
Aqabah pada tanggal 10 Zulhijah.
4. Sa'i
Sa'i, yaitu berjalan atau berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah sebanyak 7 Kali, dilakukan
sesudah Tawaf Ifadah.
5. Tahallul
Tahallul, yaitu bercukur atau menggunting rambut setelah melaksanakan Sa'i.
6. Tertib
Tertib, yaitu mengerjakan kegiatan sesuai dengan urutan dan tidak ada yang tertinggal.
C. Wajib Haji
Wajib Haji adalah rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji sebagai pelengkap
Rukun Haji, jika salah satu dari wajib haji ini ditinggalkan, maka hajinya tetap sah, namun harus
membayar dam (denda). Yang termasuk wajib haji adalah :
1. Niat Ihram, untuk haji atau umrah dari Miqat Makani, dilakukan setelah berpakaian ihram.
2. Mabit (bermalam) di Muzdalifah, pada tanggal 9 Zulhijah (dalam perjalanan dari Arafah ke
Mina).
3. Melontar Jumrah Aqabah, pada tanggal 10 Zulhijah yaitu dengan cara melontarkan tujuh butir
kerikil berturut-turut dengan mengangkat tangan pada setiap melempar kerikil sambil berucap,
Allahu Akbar, Allahummaj alhu hajjan mabruran wa zanban magfura(n). Setiap kerikil harus
mengenai ke dalam jumrah jurang besar tempat jumrah.
5. Melontar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13
Zulhijah).
6. Tawaf Wada', yaitu melakukan tawaf perpisahan sebelum meninggalkan kota Mekah.
DAM
Dam terbagi pada beberapa henis, jenis-jenis dam tersebut sebagai berikut:
1. Hukum pelanggaran atas larangan berupa mencukur rambut, memotong kuku atau memakai
pakaian yang menutup tubuh bagi laki-laki atau menutup muka bagi wanita, adalah wajib
membayar fidyah, yaitu dengan memilih salah satu di antara puasa tiga hari, bersedekah, 0.5
sha = 4 mud= 2,5 kg beras atau makanan yang mengenyangkan atau menyembelih seekor
kambing.
2. Hukum melanggar atas larangan membunuh hewan (kecuali ular, kala, tikus dan anjing buas)
adalah wajib dam berupa menyembelih hewan persamaannya atau bersedekah dengan makanan
seharga hewan tersebut. Apabila tidak mampu, dam tersebut boleh diganti dengan berpuasa.
Bilangan puasanya disesuaikan menurut banyak makanan yang mesti disedekahkan, yaitu satu
hari puasa sama dengan satu mud makanan.
3. Suami isteri melanggar larangan bersetubuh, maka batallah hajinya. Hal itu menyebabkan
mereka masing-masing wajib membayar dam yang berbentuk kifarat. Kifaratnya masing-
masing adalah:
a. Menyembelih seekor unta atau sapi.
b. Menyelesaikan haji yang batal itu.
c. Harus mengulang haji pada tahun berikutnya,
d. Suami isteri tersebut dilarang bersetubuh sebelum mereka melunasi seluruh kewajiban
tersebut di atas.
4. Jika melakukan akad nikah, di waktu ihram maka pernikahan tidak sah tetapi yang
bersangkutan tidak membayar dam.
5. Dam bagi yang melakukan ibadah haji tamattu atau qiran adalah menyembelih seekor
kambing. Kalau tidak mampu, ia diperbolehkan menggantinya dengan puasa 3 hari di waktu
haji sebelum wukuf dan 7 hari dilakukan sesudah sampai negerinya.
6. Apabila seseorang yang sudah berihram haji/umrah, pelaksanaan ibadahnya terhalang karena
sakit atau hal-hal yang di luar kemampuannya maka batallah haji/ umrahnya. Ia berkewajiban
segera membayar dam di tempat terjadinya halangan itu berupa menyembelih seekor
kambing. Setelah itu baru bertahallul.