BK 2
BK 2
PENDAHULUAN
Bronkitis kronik adalah Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak
minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak
disebabkan penyakit lainnya.(PDPI, 2003)
Bronkitis kronis adalah suatu kondisi peningkatan pembengkakan dan
lendir (dahak atau sputum) produksi dalam tabung pernapasan (saluran udara). Obstruksi
jalan napas terjadi pada bronkitis kronis karena pembengkakan dan lendir ekstra
menyebabkan bagian dalam tabung pernapasan lebih kecil dari normal. Diagnosis
bronkitis kronis dibuat berdasarkan gejala batuk yang menghasilkan lendir atau dahak di
hampir setiap hari, selama tiga bulan, selama dua tahun atau lebih (setelah penyebab lain
untuk batuk telah dikeluarkan). (PDPI, 2003)
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai batuk produktif persisten selama
paling sedikit 3 bulan berturut-turut pada paling sedikit 2 tahun berturut-turut. (Robin,
2007)
Referat ini disusun berdasarkan studi kepustakaan dengan merujuk ke berbagai literatur.
BAB II
PEMBAHASAAN
2.1 ANATOMI
2.3 PATOGENESIS
Gambaran khas pada bronkitis kronis adalah hipersekresi mukus, yang dimulai di
saluran nafas besar. Meskipun faktor penyebab terpenting adalah merokok, polutan udara lain,
seperti sulfur dioksida dan nitrogen dioksida, juga berperan. Berbagai iritan ini memicu
hipersekresi kelenjar mukosa bronkus, menyebabkan hipertrofi kelenjar mukosa, dan
menyebabkan pembentukan metaplastik sel goblet penghasil musin di epitel permukaan
bronkus. Selain itu, zat tersebut juga menyebabkan peradangan dengan infiltrasi sel T CD8+,
makrofag, dan neutrofil. Berbeda dengan asma, pada bronkitis kronis eosinofil jarang
ditemukan, kecuali jika pasien mengidap bronkitis asmatik. Dipostulasikan bahwa banyak
efek iritan lingkungan pada epitel pernafasan diperantarai melalui reseptor faktor
pertumbuhan epidermis. Sebagai contoh, transkripsi gen musin MUC5AC, yang meningkat
sebagai akibat terpajan asap tembakau, baik in vitro maupun in vivo pada model
eksperimental, sebagian diperantarai oleh jalur reseptor faktor pertumbuhan epidermis. Infeksi
mikroba sering terjadi, tetapi hanya berperan sekunder, terutama dengan mempertahankan
peradangan dan memperparah gejala. (Robin, 2007)
Temuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah hipertrofi kelenjar mukosa
bronkus dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet, dengan infiltraasi sel-sel radang
Mediator
LTB4
Sel Il-8-GRO
Makrofag MCP-1,MIP-
Neutrofil GM-CSF
CD8 + Endotelin Efek
limfosit Substance P Hipersekresi
Eosinofil mucus
Sel epithelial Fibrosis
Proteinase Dinding alveolar
Neutrofil Destruksi
[Type text] elastase Page 4
Catepsin
Proteinase
MMP
Inflamasi melibatkan berbagai sel, mediator dan menimbulkan berbagai efek. Selmakrofag
banyak didapatkan di lumen jalan napas, parenkim paru dalam cairan kurasan bronkoalveolar
(BAL). Makrofag mempunyai peran penting pada proses inflamasi tersebut. Aktivasi
makrofag menghasilkan TNF- dan berbagai mediator inflamasi lainnya serta protease
sebagai respons terhadap asap rokok dan polutan. Mediator inflamasi tersebut sebagian
bersifat kemokin dan bertanggung jawab terhadap kemotaktik dan aktivasi sel neutrofil.
Selain makrofag, sel limfosit T dan neutrofil berperan pada inflamasi ini sehingga
terjadi berbagai mediator dan sitokin (perforin, granzyme-B, TNF- oleh limfosit T dan II-8,
LTB4, GM-CSF oleh neutrofil) yang saling berinteraksi dan menimbulkan proses inflamasi
kronik. Neutrofil yang teraktivasi meningkat terbukti pada sputum dan cairan BAL penderita
PPOK ataupun bronkitis kronis dan semakin meningkat pada saat eksaserbasi akut. Peran
nuertrofil pada bronkitis kronis adalah berkontribusi pada hipersekresi mukus melalui
produknya metease-protease dan juga destruksi parenkim pada PPOK. Neutrofil
mengeluarkan elastase dan proteinase-3 yang merupakan mediator yang poten untuk
merangsang produksi mukus sehingga terlibat dalam hipersekresi mukus yang kronik.
(National Heart, Lung, Blood Institute 2001)
Mediator inflamasi yang terlibat pada bronkitis kronis/PPOK adalah.
o Faktor hemotaktik
Mediator lipid misalnya LTB4 & limfosit T menarik neutrofil
Kemokin misalnya Il-8 menjadi neutrofil
o Sitokin inflamasi misalnya TNF-, IL-I, IL-6, meningkatkan proses inflamasi dan
berefek pada inflamasi sistemik.
o Faktor pertumbuhan misalnya TGF- menimbulkan fibrosis pada saluran napas kecil.
Mekanisme pertahanan paru/saluran napas yang sangat kompleks meliputi
mekanik, imuniti alamiah, imuniti humoral yang didapat, baik dari saluran napas atas dan
bawah. Selain itu juga melimbatkan mekanisme pertahanan parenkim (alveoli) dan imuniti
selular didapat khususnya pada saluran napas bawah. Imunoglobulin (Ig) A sekretori
merupakan Ig yang berperan pada saluran napas disebabkan fungsinya sebagai barier pada
epitel saluran napas mencegah penetrasi antigen ke dalam mukosa selain fungsi sebagai
antibodi pada umumnya kecuali tidak untuk merangsang komplemen aktivasi sebagaimana
peran IgG. Asap rokok/polusi udara melemahkan mekanisme pertahanan saluran napas antara
lain melalui pengaruhnya terhadap ekspresi reseptor polimerik Ig yang mengakibatkan
penurunan produksi komponen sekretori juga IgA sekretori dan melemahkan transport
2.4 DIAGNOSIS
1. ANAMNESIS
Keluhan dan gejala-gejala klinis Bronkitis Kronis adalah sebagai berikut:
- Batuk yang sangat produktif, purulen dan mudah memburuk dengan inhalasi iritan,
udara dingin atau infeksi
- produksi mucus dalam jumlah yang sangat banyak
- dyspnea, Sesak napas. Sesak bersifat progresif (makin berat) saat beraktifitas. Dyspnea
penyebab utama kecacatan dan kecemasan terkait dengan luas mengi inspirasi atau
ekspirasi. Pasien menggambarkan Dada sesak sering sebagai rasa peningkatan upaya
untuk bernapas
- riwayat merokok, paparan zat iritan di tempat kerja
- Adakalanya terdengar suara mengi (ngik-ngik).
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksisaluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
(Alburquerque Journal dan PDPI, 2003)
2. PEMERIKSAAN FISIK
Pada stadium awal, pasien belum ada keluhan. Pada stadium yang lebih lanjut,
didapatkan fase ekspirasi yang memanjang dan mengi. Didapatkan juga tanda-tanda
hiperinflasi seperti barrel chest dan hipersonor pada perkusi. Pasien yang dengan obstruksi
jalan nafas berat akan menggunakan otot-otot pernafasan tambahan duduk dalam posisi
tripod.Didapatkan juga sianosis pada bibir dan kuku pasien.
a) Inspeksi
Pursed lips breathing.
Barrel chest
Penggunaan otot bantu pernafasan
Hipertrofi otot bantu pernafasan
JVP meningkat
Edema tungkai bawah
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan laboratorium
- Darah rutin : Hb, Ht dan leukosit boleh didapatkan meningkat (Robin. 2006)
- Analisa gas darah : hipoksia dan hiperkapnia
b) Pemeriksaan faal paru
- Spirometri : Ditemukan adanya penurunan kapasitas vital (VC) dan volume
ekspirasi kuat (FEV) serta peningkatan volume residual (RV) dengan kapasitas paru
total (TC) normal atau meningkat.
c) Radiologi
Rontgen thorax (PA/Lateral)
- Corakan bronkovaskuler meningkat
- Tram-track appearance : penebalan dinding bronkial
Riwayat merokok atau terpapar asap rokok atau zat iritan lain
(GOLD, 2013)
2.6 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum pada bronkitis kronik bertujuan memperbaiki kondisi
tubuh penderita, mencegah perburukan penyakit, menghindari faktor risiko dan mengenali
sifat penyakit secara lebih baik. Termasuk dalam penatalaksanaan umum ini adalah
pendidikan buat penderita untuk mengenal penyakitnya lebih baik, menghindari polusi,
menghentikan kebiasaan merokok, menghindari infeksi saluran napas, hidup dalam
lingkungan yang lebih sehat, makanan cukup gizi dan mencukupi kebutuhan cairan.
Penatalaksanaan khusus dilakukan untuk mengatasi gejala dan komplikasi.
Tindakan ini berupa pemberian obat-obatan, terapi respirasi dan rehabilitasi.
Tujuan utama terapi harus menargetkan perbaikan gejala, seperti :
o Mengurangi kelebihan lendir
o Penurunan hipersekresi lendir dengan mengendalikan peradangan ;
o Memfasilitasi penghapusan lendir
o Modifikasi batuk
Tujuan ini dapat dicapai oleh sejumlah farmakologis dan sarana nonfarmakologis
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk memperlambat perjalanan penyakit
adalah:
Menghindari polusi udara dan kerja di tempat yang mempunyai risiko terjadinya iritasi
saluran napas.
Menghindari infeksi dan mengobati infeksi sedini mungkin agar tidak terjadi eksaserbasi
akut.
1. Non-Medikamentosa
a. Menghindari Rokok
Berhenti merokok dapat meningkatkan batuk pada banyak pasien dengan
bronkitis kronik dengan meningkatkan fungsi mukosiliar dan sel goblet dengan
menurunkan hiperplasia. Berhenti merokok juga telah terbukti mengurangi cedera
saluran napas dan menurunkan kadar lendir di dikelupas sel tracheobronchial dahak
dibandingkan dengan mereka yang terus merokok. Sebuah studi lanjutan longitudinal
besar ditemukan bahwa tingkat kejadian CB jauh lebih tinggi di saat perokok
dibandingkan dengan mantan perokok (American Journal Of Respiratory And Critical
Care Medicine, 2013)
Merokok merupakan penyebab utama PPOK dan berhenti merokok merupakan
terapi yang sejauh ini dapat mengurangi progeresiviti penyakit. Proses inflamasi di
jaringan masih terus berlangsung walaupun sudah berhenti merokok. Kecanduan
nikotin merupakan masalah utama yang menjadi target terapi. Terapi pengganti nikotin
hanya menunjukkan keberhasilan 5-15%. Saat ini sedang dikembangkan vaksin yang
mampu menetralisir nikotin dalam darah. Jorenby dkk. menemukan Bupropion yang
merupakan suatu anti depresan cukup berhasil bila digunakan sebagai terapi berhenti
merokok. Pemberian bupropion selama 6-9 minggu memberikan keberhasilan berhenti
merokok sebesar 18% dibandingkan dengan nikotin skin patch 9% dan plasebo 6%.
Obat ini ditoleransi dengan baik dan hanya menimbulkan efek samping berupa
serangan epilepsi sekitar 0,1% pada penderita. (PDPI, 2003)
b. Rehabilitasi
Rehabilitasi meliputi tindakan fisioterapi, rehabilitasi psikis dan
rehabilitasi pekerjaan. Fisioterapi dilakukan untuk mobilisasi dahak, latihan bernapas
menggunakan otot-otot dinding perut sehingga didapatkan kerja napas yang efektif.
Latihan relaksasi berguna untuk menghilangkan rasa takut dan cemas dan mengurangi
kerja otot yang tidak perlu. Rehabilitasi psikis perlu untuk menghilangkan rasa cemas
dan takut. (PDPI, 2003)
e. Glucocorticoids
Ada bukti in vitro bahwa glukokortikoid mengurangi peradangan dan
produksi lendir. Dalam asma ,kortikosteroid inhalasi menurunkan hiperplasia sel
goblet. Deksametason juga telah terbukti menurunkan epitel ekspresi gen musin gen
MUC5AC di sel epitel bronkial manusia. Mereka juga dapat mempercepat
pembersihan mukosiliar. Kortikosteroid inhalasi dapat mengurangi frekuensi
eksaserbasi dan meningkatkan kualitas -hidup skor pada PPOK.
f. Phosphodiesterase-4 Inhibitors
Phosphodiesterase - 4 ( PDE - 4 ) penghambatan menurunkan peradangan
dan membuat relaksasi otot polos saluran napas dengan mencegah hidrolisis adenosin
monofosfat siklik untuk tidak aktif. Cilomilast dan roflumilast adalah second
generation sangat spesifik PDE - 4 inhibitor . Sebuah metaanalisis dari 23 acak uji
coba roflumilast atau cilomilast dibandingkan dengan placebo menemukan bahwa
pengobatan dengan inhibitor PDE - 4 hanya sedikit meningkat FEV1 ( 45.59 ml , 95 %
g. Antioksidan
Oksidan yaitu zat yang terdapat pada asap rokok dan udara yang terpolusi
mempunyai andil untuk terjadinya bronkitis kronik.
Anti oksidan melindungi dan mempertahankan paru dari radikal-radikal anion
superoksid, hidrogen peroksid, radikal hidroksil dan anion hipohalida yang diproduksi
oleh sel radang. Anti oksidan dapat mengubah oksidan menjadi molekul yang tidak
berbahaya terhadap jaringan paru dan menekan efek radikal bebas dari asap rokok. N-
asetilsistein merupakan suatu antioksidan, yaitu sumber glutation.
Pemberian N-asetilsistein pada perokok dapat mencegah kerusakan parenkim
paru oleh efek oksidan yang terdapat dalam asap rokok. Di samping sebagai anti
oksidan, obat ini bersifat mukolitik yaitu mengencerkan sekret bronkus sehingga
mudah dikeluarkan. Pemberian N-asetilsistein selama enam bulan pada penderita
bronkitis kronik memberikan perbaikan dalam hal jumlah sputum, purulensi sputum,
banyaknya eksaserbasi dan lamanya hari sakit secara bermakna. (American Journal Of
Respiratory And Critical Care Medicine,2013)
h. Antibiotik
Terapi Antibiotik umumnya tidak diindikasikan untuk pasien
bronkitis kronik. Terapi macrolide telah Terbukti memiliki sifat anti inflamasi Dan
mungkin memiliki Peran Dalam pengobatan bronkitis kronik. Mereka telah Terbukti
dapat menghambat sitokin proinflamasi , menurunkan neutrofil Pecah , menghambat
Migrasi Dan peningkatan apoptosis, eosinophilic menurunkan peradangan,
meningkatkan Transportasi mukosiliar, mengurangi sel goblet sekresi. Dan penurunan
Methylxanthines
Aminophylline 200-600mg 240mg 24
(pil)
Theophylline 100-600mg 24
(pil)
Kombinasi adrenergik & antikolinergik
Fenoterol/Ipatropium 200/80 (MDI) 1,25/0,5 6-8
Salbutamol/Ipatropiu 75/15 (MDI) 0,75/4,5 6-8
m
Inhalasi Glukortikosteroid
Beclomethasone 50-400(MDI&DPI) 0,2-0,4
Budenosid 100,200,400(DPI) 0,20, 0,25, 0,5
Futicason 50-500(MDI &DPI)
Triamcinolone 100(MDI) 40 40
Kombinasi 2 kerja panjang plus glukortikosteroid dalam satu inhaler
Formoterol/Budenosid
e 4,5/160; 9/320 (DPI)