Dibawah Umur
Skenario
Anda bekerja sebagai seorang dokter IGD sebuah rumah sakit. Pada suatu sore hari datang seorang laki-laki
berusia 45 tahun membawa anak perempuannya berusia 14 tahun menyatakan bahwa ankanya tersebut baru saja
pulang setelah 3 hari dibawa lari oleh teman laki-laki usia 18 tahun yang dikenalnya dari situs heharing social. Anak
tersebut mengaku tidak sadarkan diri setelah diberi minuman oleh laki-laki tersebut. Sang ayah takut apabila telah
terjadi sesuatu pada diri anaknya. Ia juga bimbang apa yang akan diperbuatnya bila sang anak telah disetubuhi
laki-laki tersebut dan akan merasa senang apabila anda dapat menjelaskan berbagai hal tentang aspek hukum dan
medikolegal danri kasus anaknya.
Pendahuluan
Pemeriksaan kasus-kasus persetubuhan yang merupakan tindak pidana, hendaknya dilakukan dengan teliti
dan waspada. Pemeriksa harus yakin akan semua bukti-bukti yang ditemukannya karena berbeda dengan di klinik ia
tidak lagi mempunyai kesempatan untuk melakukan pemeriksaan ulang guna memperoleh lebih banyak bukti. Tetapi
dalam melaksanakan kewajiban itu dokter jangan sampai meletakkan kepentingan sikorban di bawah kepentingan
pemeriksaan. Terutama bila korban masih anak-anak hendaknya pemeriksaan itu tidak sampai menambah trauma
psikis yang sudah dideritanya.
Visum et Repertum yang dihasilkan mungkin menjadi dasar untuk membebaskan terdakwa dari penuntutan
atau sebaliknya untuk menjatuhkan hukuman. Di Indonesia pemeriksaan korban persetubuhan yang diduga
merupakan tindak kejahatan seksual umum-nya dilakukan oleh dokter ahli llmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan,
kecuali di tempat yang tak ada dokter ahli demikian, dokter umumlah yang harus melakukan pemeriksaan itu.
Sebagai ahli klinis yang perhatian utamanya tertuju pada kepentingan pengobatan penderita, memang agak
sukar untuk melakukan pemeriksaan yang berhubungan dengan kejahatan. Sebaiknya korban kejahatan seksual
dianggap sebagai orang yang telah mengalami cedera fisik dan/atau mental, sehingga sebaiknya pemeriksaan
ditangani oleh dokter di klinik. Penundaan pemeriksaan dapat memberikan hasil yang kurang memuaskan.1
1
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak: "Anak adalah
seseorang yang be-lum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan."
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak mendefinisikan anak berusia 21 tahun
dan belum pernah kawin.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 tahun dan belum pernah kawin.2
Pemeriksaan
1. Anamnesis
Pada umumnya anamnesis yang diberikan oleh orang sakit dapat dipercaya, sebaliknya anamnesis yang
diperoleh dari korban tidak selalu benar. Terdorong oleh berbagai maksud atau perasaan, misalnya maksud untuk
memeras, rasa dendam, menyesal atau karena takut pada ayah/ibu, korban mungkin mengemukakan hal-hal yang
tidak benar.
Anamnesis merupakan suatu yang tidak dapat dilihat atau ditemukan oleh dokter sehingga bukan merupakan
pemeriksaan yang obyektif, sehingga seharusnya tidak dimasukkan dalam Visum et Repertum. Anamnesis
dibuat terpisah dan dilampirkan pada Visum et Repertum dengan judul "keterangan yang diperoleh dari korban".
Dalam mengambil anamnesis, dokter meminta pada korban untuk menceritakan segala sesuatu tentang kejadian
yang dialaminya dan sebaiknya terarah. Anamnesis terdiri dari bagian yang bersifat umum dan khusus.
Anamnesis umum
Anamnesis umum meliputi pengumpulan data tentang umur, tanggal dan tempat lahir, status perkawinan,
siklus haid, untuk anak yang tidak diketahui umurnya, penyakit kelamin dan penyakit kandungan serta
adanya penyakit lain: epilepsi, katalepsi, syncope. Cari tahu pula apakah pernah bersetubuh? Persetubuhan
yang terakhir? Apakah menggunakan kondom?
Anamnesis khusus
Hal khusus yang perlu diketahui adalah waktu kejadian; tanggal dan jam. Bila waktu antara kejadian dan
pelaporan kepada yang berwajib berselang beberapa hari/minggu, dapat diperkirakan bahwa peristiwa itu
bukan peristiwa perkosaan, tetapi persetubuhan yang pada dasarnya tidak disetujui oleh wanita yang
bersangkutan.
Karena berbagai alasan, misalnya perempuan itu merasa tertipu, cemas akan menjadi hamil atau
selang beberapa hari baru diketahui oleh ayah/ibu dan karena ketakutan mengaku bahwa ia telah disetubuhi
dengan paksa. Jika korban benar telah diperkosa biasanya akan segera melapor. Tetapi saat pelaporan yang
terlambat mungkin juga disebabkan karena korban diancam untuk tidak melapor kepada polisi. Dari data ini
dokter dapat mengerti mengapa ia tidak dapat menemukan lagi spermatozoa, atau tanda-tanda lain dari
persetubuhan.
2
Tanyakan pula di mana tempat terjadinya. Sebagai petunjuk dalam pencarian trace evidence yang
berasal dari tempat kejadian, misalnya rumput, tanah dan sebagainya yang mungkin melekat pada pakaian
atau tubuh korban. Sebaliknya petugas pun dapat men-getahui di mana harus mencari trace evidence' yang
ditinggalkan oleh korban/pelaku.
Perlu diketahui apakah korban melawan. Jika korban melawan maka pada pakaian mungkin
ditemukan robekan, pada tubuh korban mungkin ditemukan tanda-tanda bekas kekerasan dan pada alat
kelamin mungkin terdapat bekas perlawanan. Kerokan kuku mungkin menunjukkan adanya sel-sel epitel
kulit dan darah yang berasal dari pemerkosa/penyerang.
Cari tahu apakah korban pingsan. Ada kemungkinan korban menjadi pingsan karena ketakutan tetapi
mungkin juga korban dibuat pingsan oleh laki-laki pelaku dengan pemberian obat tidur atau obat bius. Dalam
hal ini jangan lupa untuk mengambil urin dan darah untuk pemeriksaan toksikologik.
Tanyakan apakah terjadi penetrasi dan ejakulasi, apakah se-telah kejadian, korban mencuci, mandi dan
mengganti pakaian.
2. Pemeriksaan pakaian
Pemeriksaan pakaian perlu dilakukan dengan teliti. Pakaian diteliti helai demi helai, apakah terdapat: Robekan
lama atau baru sepanjang jahitan atau melintang pada pakaian, Kancing terputus akibat tarikan, Bercak darah,
air mani, lumpur dsb. yang berasal dari tempat kejadian.
Catat apakah pakaian dalam keadaan rapi atau tidak, benda-benda yang melekat dan pakaian yang mengandung
trace evidence dikirim ke laboratorium kriminologi untuk pemeriksaan lebih lanjut.
3
Ada tidaknya rambut kemaluan yang saling melekat menjadi satu karena air mani yang mengering, gunting
untuk pemeriksaan laboratorium.
Cari bercak air mani di sekitar alat kelamin, kerok dengan sisi tumpul skalpel atau 'swab' dengan kapas lidi
yang dibasahi dengan larutan garam fisiologis.
Pada vulva, teliti adanya tanda-tanda bekas kekerasan, seperti hiperemi, edema, memar dan luka lecet
(goresan kuku). Introitus vagina apakah hiperemi/edema? Dengan kapas lidi diambil bahan untuk
pemeriksaan sperma dari vestibulum.
Periksa jenis selaput dara, adakah ruptur atau tidak. Bila ada, tentukan ruptur baru atau lama dan catat lokasi
ruptur tersebut, teliti apakah sampai ke insertio atau tidak. Tentukan besar orifisium, sebesar ujung jari
kelingking, jari telunjuk atau 2 jari. Sebagai gan-tinya boleh juga ditentukan ukuran lingkaran orifisium,
dengan cara ujung kelingking atau telunjuk dimasukkan dengan hati-hati ke dalam orifisium sampai terasa
tepi selaput dara menjepit ujung jari, beri tanda pada sarung tangan dan lingkaran pada titik itu diukur.
Ukuran pada seorang perawan kira-kira 2,5 cm. Lingkaran yang memungkinkan persetubuhan dapat terjadi
menurut Voight adalah minimal 9 cm. Harus diingat bahwa persetubuhan tidak selalu disertai dengan
deflorasi. Pada ruptur lama, robekan menjalar sampai ke insertio disertai adanya parut pada jaringan di
bawahnya. Ruptur yang tidak sampai ke insertio, bila sudah sembuh tidak dapat dikenal lagi.
Periksa pula apakah frenulum labiorum pudendi dan commisurra labiorum posterior utuh atau tidak.
Periksa vagina dan serviks dengan spekulum, bila keadaan alat genital mengijinkan. Adakah tanda penyakit
kelamin.
Pemeriksaan Laboratorium
Lakukan pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium. Untuk pemeriksaan cairan mani dan sel mani
dalam lendir vagina, lakukan dengan mengambil lendir vagina menggunakan pipet pasteur atau diambil dengan ose
batang gelas, atau swab. Bahan diambil dari forniks posterior, bila mungkin dengan spekulum.
Pada anak-anak atau bila selaput dara utuh, pengambilan bahan sebaiknya dibatasi dari vestibulum saja.
Pemeriksaan terhadap kuman N. gonorrhoea: dari sekret urether (urut dengan jari) dan dipulas dengan
Pewarnaan Gram.
Pemeriksaan dilakukan pada hari ke-l, III, V dan VII. Jika pada pemeriksaan didapatkan N. gonorrhoea
berarti terbukti adanya kon-tak seksual dengan seseorang penderita, bila pada pria tertuduh juga ditemukan N.
gonorrhoea, ini merupakan petunjuk yang cukup kuat. Jika terdapat ulkus, sekret perlu diambil untuk pemeriksaan
serologik atau bakteriologik.
Pemeriksaan kehamilan dan pemeriksaan toksikologik terhadap urin dan darah juga dilakukan bila ada indikasi.
4
Pemeriksaan pria tersangka dapat dilakukan terhadap pakaian, catat adanya bercak semen, darah dsb. Bercak
semen tidak mempunyai arti dalam pembuktian sehingga tidak perlu ditentukan. Darah mempunyai nilai karena
kemungkian berasal dari darah deflorasi. Di sini penentuan golongan darah penting untuk dilakukan. Mungkin dapat
ditemukan tanda bekas kekerasan: akibat perlawanan oleh korban. Untuk mengetahui apakah seorang pria baru
melakukan persetubuhan, dapat dilakukan pemeriksaan ada tidak-nya sel epitel vagina pada glans penis.
Pemeriksaan terhadap sel epitel vagina pada glans penis dapat dilakukan dengan menekankan kaca obyek
pada glans penis, daerah korona atau frenulum, kemudian diletakkan terbalik di atas cawan yang berisi larutan lugol.
Uap yodium akan mewarnai lapisan pada kaca obyek tersebut. Sitoplasma sel epitel vagina akan berwar-na coklat
tua karena mengandung glikogen. Warna coklat tadi cepat hilang namun dengan meletakkan kembali sediaan di atas
cairan lugol maka warna coklat akan kembali lagi. Pada sediaan ini dapat pula ditemukan adanya spermatozoa tetapi
tidak mempunyai arti apa-apa. Perlu pula dilakukan pemeriksaan sekret uretra untuk menentukan adanya penyakit
kelamin.
Trace Evidence pada pakaian yang dipakai ketika terjadi persetubuhan harus diperiksa. Bila fasilitas untuk
pemeriksaan tidak ada, kirim ke laboratorium forensik di Kepolisian atau bagian llmu Kedokteran Forensik,
dibungkus, segel serta membuat berita acara pembungkusan dan penyegelan.
Rambut dan barang bukti lain yang ditemukan diperlakukan serupa. Jika dokter menemukan rambut
kemaluan yang lepas, ia harus mengambil beberapa helai rambut kemaluan dari wanita dan laki-laki sebagai bahan
pembanding (matching).
Menurut Voight, sperma masih bergerak kira-kira 4 jam pasca-persetubuhan. Menurut Gonzales, sperma
masih bergerak 30-60 menit pasca-persetubuhan. Menurut Ponzold kurang dari 5 jam pas-capersetubuhan, tetapi
kadang-kadang bila ovulasi atau terdapat sekret serviks, dapat bertahan sampai 20 jam.
Menurut Nickols, sperma masih dapat ditemukan 5-6 hari pasca persetubuhan walaupun setelah 3 hari
hanya tinggal beberapa saja. Menurut Voight, 66 jam pasca-persetubuhan sedangkan menurut Davies & Wilson,
30 jam. Pada orang yang mati setelah persetubuhan, sperma masih dapat ditemukan sampai 2 minggu
pasca-persetubuhan, bahkan mungkin lebih lama lagi.
Berdasarkan data di atas maka dapat disimpulkan bahwa spermatozoa masih dapat ditemukan sampai 3
hari pasca-persetubuhan, kadang - kadang sampai 6 hari pasca-persetubuhan.
Bila sperma tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat mengingat kemungkinan
azoospermia atau pasca ektomi sehingga perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam cairan vagina.
Dengan pewarnaan
Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala api. Pulas dengan
HE, Methy lene Blue atau Malachite green.
Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah dengan pulasan malachite green
dengan prosedur sebagai berikut:
Warnai dengan larutan Malachite Green 1% selama 10 - 15 menit, lalu cuci dengan air mengalir dan setelah itu
lakukan counter stain dengan larutan Eosin Yellowish 1% selama 1 menit, terakhir cuci lagi dengan air.
Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan lekosit tidak terdiferensiasi, sel epitel berwama merah
muda merata dan lekosit tidak terwarnai. Kepala sperma tampak merah dan lehernya merah muda, ekornya
berwarna hijau.
Untuk membuktikan adanya cairan mani dalam sekret vagina, perlu dideteksi adanya zat-zat yang banyak
terdapat dalam cairan mani dengan pemeriksaan laboratorium berikut:
Reaksi fosfatase asam
Dasar reaksi adalah adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh kelenjar
prostat. Aktifitas enzim fosfatase asam rata-rata adalah sebesar 2500 U.KA(Kaye). Dalam sekret vagina
setelah 3 hari abstinensi seksualis ditemukan aktifitas 0-6 Unit (Risfeld).
Dengan menentukan secara kuantitatif aktifitas fosfatase asam per 2 cm2 bercak, dapat ditentukan
apakah bercak tersebut adalah bercak mani atau bukan. Aktifitas 25 U K.A. per 1 cc ekstrak yang
diperoleh dari 1 cm bercak dianggap spesifik sebagai bercak mani.
6
Reagens untuk pemeriksaan ini adalah :
Larutan A :
1. Brentamin Fast Blue B: 1 g
2. Natrium acetat trihyrate: 20 g
3. Glacial acetat acid: 10 ml
4. Aquadest: 100 ml
(2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan penyangga dengan pH 5, kemudian (1)
dilarutkan dalam larutan penyangga tersebut.
Larutan B :
Natrium-alfa-naphtyl phosphate 800 mg
Aquadest 10 ml
89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu disaring cepat ke dalam botol yang berwarna gelap. Jika
disimpan di le-mari es reagen ini dapat bertahan berminggu - minggu dan adanya endapan tidak akan
mengganggu reaksi.
Prinsip: enzim fosfatase asam menghidrolisis Na-alfa naftil fosfat; alfa-naftol yang telah dibebaskan
akan bereaksi dengan brentamine menghasilkan zat warna azo yang berwarna biru ungu.
Cara pemeriksaan: Bahan yang dicungai ditempelkan pada kertas saring yang telah terlebih dahulu
dibasahi dengan akuades selama beberapa menit. Kemudian kertas saring diangkat dan disemprot
dengan reagens. Ditentukan waktu reaksi dari saat penyenprotan sampai timbul warna ungu.
Perlu diperhatikan bahwa intensitas warna maksimal tercapai secara berangsur-angsur dan test ini tidak
spesifik. Hasil positip semu dapat terjadi dengan feses, air teh, kontraseptik, sari buah dan tumbuh-
tumbuhan.
Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberi warna dengan serentak dengan intensitasnya
tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim fosfatase, memberikan intensitas warna secara
berangsur-angsur.
Menurut Davies & Wilson, bila waktu reaksi 30 detik, merupakan indikasi yang baik untuk
adanya cairan mani. Bila 30-65 detik, indikasi sedang, dan masih periu dikuat-kan dengan pemeriksaan
elektroforesis.
Bila > 65 detik, belum dapat mennyatakan sepenuhnya tidak terdapatnya cairan mani, karena
pernah ditemukan waktu reaksi > 65 detik tetapi spermatozoa positif. Enzim fosfatase asam yang
terdapat di dalam vagina memberikan waktu reaksi rata-rata 90-100 detik. Kehamilan, adanya bakteri-
bakteri dan fungi dapat mempercepat waktu reaksi.
Untuk membedakan fosfatasa asam seminal dari fosfatasa asam lain dapat dilakukan
pemeriksaan berikut:
Inhibisi dengan I (-)tartrat (Sivaram)
7
Untuk membedakan bercak mani dari bercak lain dapat digunakan l(-)tartrat yang menghambat aktifitas
enzim fosfatase asam dalam semen.
Dipergunakan 2 macam reagens yang mengandung Na-alfa naftil fosfat dan Brentamine Fast Blue Salt.
Reagens I: merupakan larutan kedua zat di atas dalam larutan penyangga sitrat dengan pH 4,9.
Reagens II: terdiri dari 9 bagian larutan sitrat (pH 4.9) dan 1 bagian larutan 0,4 M l(+)asam tartrat
dengan pH 4,9.
Cara pemeriksaan: Lakukan ekstraksi sepotong kecil bercak dengan beberapa tetes aquadest. Ekstrak
diteteskan pada 2 helai kertas saring Whatman no.1, masing-masing 1 tetes dan ditandai dengan pensil,
biarkan mengering. Kertas saring pertama disemprot dengan reagens I dan yang lain dengan reagens II.
Interpretasi: apabila bercak ekstrak yang disemprot dengan reagens I berwarna ungu, sedangkandengan
reagens II tak timbul warna, maka dapat dipastikan bahwa dalam ekstrak terdapat mani.
Bila warna ungu dengan intensitas yang sama timbul pada kedua kertas tadi, maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat aktifitas fosfatase asam yang bukan berasal dari mani.
Reaksi Florence
Dasar reaksi adalah untuk menentukan adanya kholin
8
Reagens : larutan lugol yang dapat dibuat dari:
o Kalium yodida 1,5 g
o Yodium 2,5 g
o Akuades 30 ml.
Cara pemeriksaan: bercak diekstraksi dengan sedikit akuades. Ekstrak diletakkan pada kaca
obyek, biarkan mengering, tutup dengan kaca penutup. Reagen dialirkan dengan pipet di bawah kaca
penutup.
Bila terdapat mani, tampak kristal kholin-peryodida berwar-na coklat, berbentuk jarum dengan ujung
sering terbelah.
Tes ini tidak khas untuk cairan mani karena ekstrak jaringan berbagai organ, putih telur dan ekstrak
serangga akan memberikan kristal serupa. Sekret vagina kadang-kadang memberikan hasil positif.
Sebaliknya bila cairan mani belum cukup berdegradasi, maka hasiinya mungkin negatip.
Reaksi ini dilakukan biia terdapat azoospermi dan cara lain untuk menentukan semen tidak dapat
dilakukan.
Reaksi Berberio
Dasar reaksi adalah untuk menentukan adanya spermin dalam semen.
Reagens : larutan asam pikrat jenuh.
Cara pemeriksaan: sama seperti pada reaksi Florence.
Hasil positif memperlihatkan adanya kristal spermin pikrat yang kekuning-kuningan berbentuk jarum
dengan ujung tumpul, dan kadang-kadang terdapat garis refraksi yang terletak longitudinal. Kristal
mungkin pula berbentuk ovoid. Reaksi tersebut mempunyai arti bila mikroskopik tidak ditemukan
spermatozoa.
Penentuan adanya spermin dapat pula dengan tes Puranen yang khas untuk cairan mani. tetapi mungkin
terjadi hasii negatip semu dan reaksinya leb'h lambat dibandingkan dengan tes Berbeerlo. reagen adalah
larutan 5 g naphothol S yellow dalam 100 cc aquadest.
Cara pemeriksaan : Seperti tes Florence, tunggu kira-kira 1 jam, hasilnya positip terlihat kristal-kristal
spermin flavinat berwarna kuning.
9
Pada golongan bukan sekretor (non-sekretor), tidak ditemukan adanya subtansi tersebut dalam cairan
tubuhnya.
Kira-kira 80% individu termasuk dalam golongan sekretor, dan 20% golongan non-sekretor. Untuk
mendapat gambaran yang lebih jelas mengenai subtansi golongan darah dalam bahan pemeriksaan yang berasal dari
foniks oosterior vagina, lihatlah tabel di bawah ini.
Golongan darah si wanita
O A B AB
Substansi "sendiri" H A B A+B
dalam sekrit vagina
A+H B+H
Substansi "asing" A B A H*
dalam sekrit vagina
B H* H* A+H
AB
H* ; hanya H.
Jika dari sekrit vagina wanita golongan 0, ditemukan subtansi A dan H atau B dan H, berarti terdapat sublansi
"sendiri" bersama dengan subtansi "asing". Jika ditemukan subtansi A atau B atau A dan B, berarti pada sekrit vagina
tersebut terdapat subtansi "asing". Adanya subtansi "asing" menunjukkan bahwa di dalam vagina wanita tersebut
terdapat cairan mani.
Di bawah Sinar ultra violet, bercak semen menunjukkan fluoresensi putih. Hasil pemeriksaan ini kurang
memuaskan untuk bercak pada sutera buatan atau nylon karena mungkin tidak memberi tluoresensi. Fluoresensi
terlihat jelas pada bercak mani yang melekat di bahan tekstil yang terbuat dari serabut katun. Bahan makanan,
urin, sekret vagina dan serbuk detergen yang tersisa pada pakaian sering menunjukkan fluoresensi juga.
10
Secara taktil (perabaan) bercak mani teraba memberi kesan kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap,
bila tidak teraba kaku, kita masih dapat mengenalinya karena permukaan bercak akan teraba kasar.
KUHP 285
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar
perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pada tindak pidana di atas perlu dibuktikan telah terjadi per-setubuhan dan telah terjadi paksaan dengan
kekerasan atau dengan ancaman kekerasan. Dokter dapat menentukan apakah persetu-buhan telah terjadi atau tidak,
dan apakah terdapat tanda-tanda kekerasan. Tetapi ia tidak dapat menentukan apakah terdapat unsur paksaan pada
tindak pidana ini.
Ditemukannya tanda kekerasan pada tubuh korban tidak selalu merupakan akibat paksaan, mungkin juga
disebabkan oleh hal-hal lain yang tak ada hubungannya dengan paksaan. Demikian pula jika dokter tidak menemukan
tanda kekerasan, maka hal itu belum merupakan bukti bahwa paksaan tidak terjadi. Pada hakekatnya dokter tak dapat
menentukan unsur paksaan yang terdapat pada tindak pidana perkosaan; sehingga ia juga tidak mungkin menentukan
apakah perkosaan telah terjadi.
12
Yang berwenang untuk menentukan hal tersebut adalah hakim, karena perkosaan adaiah pengertian hukum
bukan istilah Medis, sehingga dokter jangan menggunakan istilah perkosaan dalam m et Repertum.
Dalam bagian kesimpulan Visum et Repertum hanya dituliskan (1) ada tidaknya tanda persetubuhan dan (2)
ada tidaknya tanda kekerasan, serta jenis kekerasan yang menyebabkannya.
Pada tindak pidana di atas harus terbukti bahwa perempuan berada dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya
ketika terjadi persetubuhan. Dokter harus mencatat dalam anamnesa apakah korban sadar ketika terjadi
persetubuhan, adakah penyakit yang diderita korban yang sewaktu-waktu dapat mengakibatkan korban pingsan atau
tidak berdaya, misalnya epilepsi, katalepsi, syncope dsb. Jika korban mengatakan ia menjadi pingsan, maka perlu
diketahui bagaimana terjadinya keadaan pingsan itu, apakah terjadi setelah korban diberi minuman atau makanan.
Pada pemeriksaan perlu diperhatikan apakah korban menun-jukkan tanda-tanda bekas hilang kesadaran, atau
tanda-tanda telah berada di bawah pengaruh alkohol, hipnotik atau narkotik. Apabila ada petunjuk bahwa alkohol,
hipnotik atau narkotik telah diper-gunakan, maka dokter perlu mengambil urin dan darah untuk pemeriksaan
toksikologik.
Jika terbukti bahwa si terdakwa telah sengaja membuat wanita itu pingsan atau tak berdaya, ia dapat dituntut
telah melakukan tindak pidana perkosaan, karena dengan membuat wanita itu pingsan atau tidak ber daya ia telah
melakukan kekerasan.
KUHP pasal 89
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.
Tindak pidana ini merupakan persetubuhan dengan wanita yang menurut Undang-Undang belum cukup
umur. Jika umur korban belum cukup 15 tahun tetapi sudah di atas 12 tahun, penuntutan baru dilakukan bila ada
13
pengaduan dari yang bersangkutan. Jadi dengan keadaan itu persetubuhan tersebut merupakan delik aduan, bila tidak
ada pe-ngaduan, tidak ada penuntutan.
Tetapi keadaan akan berbeda jika:
a. Umur korban belum cukup 12 tahun; atau
b. Korban yang belum cukup 15 tahun itu menderita luka berat atau mati akibat perbuatan itu (KUHP ps. 291);
atau
c. Korban yang belum cukup 15 tahun itu adalah anaknya, anak tirinya, muridnya, anak yang berada dibawah
pengawasannya, bujangnya atau bawahannya (ps 294).
Dalam keadaan di atas, penuntutan dapat dilakukan, walaupun tidak ada pengaduan karena bukan lagi
merupakan delik aduan.
Pada pemeriksaan akan diketahui umur korban. Jika tidak ada akte kelahiran maka umur korban yang pasti
tak diketahui. Dokter perlu menyimpulkan apakah wajah dan bentuk badan korban sesuai dengan umur yang
dikatakannya.
Keadaan perkembangan payudara dan pertumbuhan rambut kemaluan perlu dikemukakan. Ditentukan
apakah gigi geraham belakang ke-2 (molar ke-2) sudah tumbuh (terjadi pada umur kira-kira 12 tahun, sedangkan
molar ke-3 akan muncul pada usia 17-21 tahun atau lebih). Juga harus ditanyakan apakah korban sudah pernah
mendapat haid bila umur korban tidak diketahui.
Kalau korban menyatakan belum pernah haid, maka penentuan ada/tidaknya ovulasi masih diperlukan.
Muller menganjurkan agar dilakukan observasi seiama 8 minggu di rumah sakit untuk menentukan adakah seiama
itu ia mendapat haid. Kini untuk menentukan apakah seorang wanita sudah pernah mengalami ovulasi atau belum,
dapat dilakukan pemeriksaan 'vaginal smear'.
Hal di atas perlu diperhatikan mengingat bunyi kalimat: pada-hal diketahuinya atau sepatutnya harus
diduganya bahwa wanita itu umurnya belum lima belas tahun dan kalau umurnya tidak jelas bahwa belum waktunya
untuk dikawin. Perempuan yang belum pernah haid dianggap sebagai belum patut dikawin.
KUHP pasal 291
(1) Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286, 287, 288 dan 290 itu berakibat luka berat,
dijatuhkan hukuman penjara se-lama-lamanya 12 tahun.
(2) Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan daiam ps 285, 286, 287, 289 dan 290 itu berakibat matinya orang
dijatuh-kan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun.
14
Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya atau anak piaraannya, anak yang
dibawah pengawasannya, orang dibawah umur yang diserahkan kepa-danya untuk dipelihara, dididiknya atau
dijaganya, atau bujangnya atau orang yang dibawah umur, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 7
tahun.
15
Hindarkan korban dari menunggu dengan perasaan was-was dan cemas di kamar periksa. Apalagi bila korban
adalah seorang anak. Semua yang ditemukan harus dicatat, jangan tergantung pada ingatan semata.
Visum et Repertum diselesaikan secepat mungkin. Dengan adanya Visum et Repertum perkara cepat dapat dis-
elesaikan. Seorang terdakwa dapat cepat dibebaskan dari tahanan, bila ternyata ia tidak bersalah.
Kadang-kadang dokter yang sedang berpraktek pribadi diminta oleh seorang ibu/ayah untuk memeriksa anak pe-
rempuannya, karena ia merasa sangsi apakah anaknya masih perawan, atau karena ia merasa curiga kalau-kalau
atas diri anaknya baru terjadi persetubuhan.
Dalam hal ini sebaiknya ditanyakan dahulu maksud pemeriksaan, apakah sekedar ingin mengetahui saja,
atau ada maksud untuk melakukan penuntutan. Bila dimaksud-kan akan melakukan penuntutan maka sebaiknya
dokter jangan memeriksa anak itu. Katakan bahwa pemeriksaan harus dilakukan berdasarkan permintaan polisi
dan biasanya dilakukan di rumah sakit. Mungkin ada baiknya dokter memberikan penerangan pada ibu/ayah itu,
bahwa jika umur anaknya sudah 15 tahun, dan jika pesetubuhan terjadi tidak dengan paksaan maka menurut
undang-un-dang, laki-laki yang bersangkutan tidak dapat dituntut. Pen-gaduan mungkin hanya akan merugikan
anaknya saja. Lebih baik lagi jika orang tua itu dianjurkan untuk minta nasehat dari seorang pengacara.
Jika orang tua hanya sekedar ingin mengetahui saja maka dokter dapat melakukan pemeriksaan. Tetapi
jelaskan lebih dahulu bahwa hasii pemeriksaan tidak akan dibuat dalam bentuk surat keterangan, karena kita
tidak mengetahui untuk apa surat keterangan itu. Mungkin untuk melakukan penuntutan atau untuk menuduh
seseorang yang tidak ber-salah. Dalam keadaan demikian umumnya anak tidak mau diperiksa, sebaliknya orang
tua malah mendesaknya. Sebaiknya dokter meminta izin tertulis untuk memeriksa dan memberitahukan hasil
pemeriksaan kepada orang tuanya.
Aspek Medikolegal
Prosedur medikolegal yaitu tata cara prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek yang berkaitan dengan
pelayanan kedokteran untuk kepentingan umum. Secara garis besar prosedur medikolegal mengacu kepada
peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia dan pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter
dan etika kedokteran.
Lingkup prosedur medikolegal antara lain
1. Pengadaan Visum et Repertum
2. Pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka
3. Pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian keterangan ahli di dalam
persidangan
4. Kaitan Visum et Repertum dengan rahasia kedokteran
5. Penerbitan surat keterangan kematian dan surat keterangan medik
6. Fitness/kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan penyidik
16
Kewajiban dokter untuk membuat keterangan ahli telah diatur dalam pasal 133 KUHAP. Keterangan ahli ini
akan dijadikan sebagai alat bukti yang sah di depan sidang pengadilan (pasal 184 KUHAP).
a. Pihak yang berwenang meminta keterangan ahli
Menurut KUHAP pasal 133 ayat (1) yang berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli adalah penyidik.
Penyidik pembantu juga mempunyai wewenang tersebut sesuai dengan pasal 11 KUHAP.
b. Pihak yang berwenang membuat keterangan ahli
Menurut KUHAP pasal 133 ayat (1) yang berwenang melakukan pemeriksaan forensik yang menyangkut tubuh
manuasia dan membuat keterangan ahli adalah dokter ahli kedokteran kehakiman (forensik), dokter dan ahli
lainnya. Sedangkan dalam penjelasan KUHAP tentang pasal tersebut dikatakan bahwa yang dibuat oleh dokter
ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli sedangkan yang dibuat oleh selain ahli kedokteran
kehakiman disebut keterangan.
Secara garis besar, semua dokter yang telah mempunyai surat penugasan atau surat izin dokter dapat membuat
keterangan ahli. Namun untuk tertib administrasinya, maka sebaiknya permintaan keterangan ahli ini hanya
diajukan kepada dokter yang bekerja pada suatu instansi kesehatan (puskesmas hingga rumah sakit) atau instansi
khusus untuk itu, terutama yang milik pemerintah.
c. Prosedur permintaan keterangan ahli
Permintaan keterangan ahli oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis dan hal ini secara tegas telah diatur
dalam KUHAP pasal 133 ayat (2), terutama untuk korban mati. Jenasah harus diperlakukan dengan baik, diberi
label identitas dan penyidik wajib memberitahukan dan menjelaskan kepada keluarga korban mengenai
pemeriksaan yang akan dilaksanakan. Mereka yang menghalangi pemeriksaan jenasah untuk kepentingan
peradilan diancam hukuman sesuai dengan pasal 222 KUHP.
d. Penggunaan keterangan ahli
Penggunaan keterangan ahli atau dalam hal ini visum et repertum adlaah hanya untuk keperluan peradilan.
Dengan demikian berkas keterangan ahli ini hanya boleh diserahkan kepada penyidik (instansi) yang
memintanya. Keluarga korban atau pengacaranya dan pembela tersangka pelaku pidana tidak dapat meminta
keterangan ahli langsung kepada dokter pemeriksa, melainkan harus melalui aparat peradilan (penyidik, jaksa
atau hakim). Berkas keterangan hali ini tidak dapat digunakan untuk penyelesaian klaim asuransi. Bila
dioerlukan keterangan, pihak asuransi dapat meminta kepada dokter keterangan yang khusus untuk hal tersebut,
dengan memperhatikan ketentuan tentang wajib simpan rahasia jabatan.
I. Kewajiban Dokter Membantu Peradilan
o Pasal 133 KUHAP
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan
ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli
lainnya.
17
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang
dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat.
3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang
memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau
bagian lain badan mayat.
o Pasal 134 KUHAP
1) Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi
dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.
2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud dan
tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu
diberitahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
o Pasal 135 KUHAP
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat, dilaksanakan
menurul ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat (2) dan Pasal 134 ayat (1) undang-
undang ini.
o Pasal 179 KUHAP
1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli
lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan
ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan
yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
18
Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat
mengundurkan diri sebagai saksi:
a) Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari
terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa;
b) Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak,
juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai
derajat ketiga;
c) Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
o Pasal 170 KUHAP
1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia,
dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal
yang dipercayakan kepada mereka.
2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.
20
1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan,
Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh
yang berkepentingan.
2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil
keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan
penelitian ulang.
3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana
tersebut pada ayat (2)
4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi semula
dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu.
21
Aspek Psikososial
Kejahatan seksual dalam berbagai bentuknya merupakan realitas yang hadir dalam kehidupan kita.
Perkembangan yang terjadi memperlihatkan bahwa pelaku kejahatan seksual cenderung menjadikan anak-anak di
bawah umur sebagai korbannya, terbukti prevalensi anak dibawah umur yang menjadi korban semakin tinggi di
bandingkan dengan orang dewasa. Di tengah perkembangan situasi semacam ini, peraturan perundangan yang
digunakan dalam proses penyelesaian hukum tidak mampu menjamin perlindungan terhadap anak dibawah umur
dari kejahatan seksual dan tidak mencerminkan keadilan bagi anak.
Mengingat anak dibawah umur yang menjadi korban telah direndahkan harkat dan martabatnya serta
mengalami trauma psikologis yang berkepanjangan sepanjang hidupnya dan pada banyak kasus, para korban kerap
kali akan mengalami tindakan kekerasan dalam berbagai bentuknya dari berbagai pihak termasuk dari keluarganya.
Persoalan paling umum adalah para korban dipandang telah menebar aib, sehingga orangtua / keluarga dan
komunitas mengasingkan atau mengusir sang anak dari rumah atau komunitasnya. Pihak sekolah-pun dengan alasan
yang sama mampu melahirkan kebijakan untuk mengeluarkan sang korban dari sekolah. Pandangan tentang aib ini
pula yang menjadi factor dominan sebagian besar korban kekerasan dan eksploitasi seksual tidak melaporkan kasus
yang dialaminya.
Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Komisi Nasional Perlindungan Anak
Komnas PA memiliki tugas sebagai berikut :
1. Melaksanakan mandate/kebijakan yang ditetapkan oleh Forum Nasional Perlindungan Anak;
2. Menjabarkan Agenda Perlindungan Anak dalam Program Tahunan.
3. Membentuk dan memperkuat jaringan kerjasama dalam upaya perlindungan anak, baik dengan LSM, masyarakat
madani, instansi pemerintah, maupun lembaga internasional, pemerintah dan non-pemerintah;
4. Menggali sumber daya dan dana yang dapat membantu peningkatan upaya perlindungan anak; serta
5. Melaksanakan administrasi perkantoran dan kepegawaian untuk menunjang kinerja Lembaga Perlindungan Anak.5
Selain tugas tersebut diatas Komnas PA juga memiliki fungsi dan peran yaitu :
1. Lembaga pengamat dan tempat pengaduan keluhan masalah anak;
2. Lembaga pelayanan bantuan hukum untuk beracara di Pengadilan mewakili kepentingan anak;
3. Lembaga Advokasi dan Lobi;
4. Lembaga rujukan untuk pemulihan dan peyatuan kembali anak;
5. Lembaga kajian kebijakan dan perundang-undangan tentang anak;
6. Lembaga pendidikan, pengenalan dan penyebarluasan informasi tentang hak anak, serta lembaga pemantau
implementasi hak anak.
Dalam melaksanakan tugas, fungsi dan perannya Komnas PA mempunyai Prinsip yaitu independen,
pertanggungjawaban publik, mengedepankan peluang dan kesempatan pada anak dalam berpartisipasi dengan
menghargai dan memihak pada prinsip dasar anak, ikut serta menjamin hak anak untuk menyatakan pendapatnya
secara bebas dalam semua hal yang menyangkut dirinya, pandangan anak selalu dipertimbangkan sesuai
22
kematangan, mengupayakan dan membela hak untuk berpartisipasi dan didengar pendapatnya dalam setiap kegiatan,
proses peradilan dan adminsitrasi yang mempengaruhi hidup anak.5
Visum et Repertum
Visum et repertum adalah keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang berwenang
mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari
tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan peradilan.
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHAP.
Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa
manusia. Visum et repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam
bagian Pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti benda bukti. Visum et repertum juga memuat
keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian
Kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu
hukum, sehingga dengan membaca Visum et Repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada
seseorang dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut
tubuh/jiwa manusia. Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduknya persoalan di sidang
Pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum dalam
KUHAP, yang memberi kemungkinan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila
timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan(ps 180
KUHAP).
Di dunia kedokteran, dikenal pelbagai surat keterangan, antara lain catatan medik dan surat keterangan
medik.Catatan medik adalah catatan tentang seluruh hasil pemeriksaan medik beserta tindakan
pengobatan/perawatannya, yang merupakan milik pasien, meskipun dipegang oleh dokter/institusi kesehatan.
Catatan medik ini terikat pada rahasia pekerjaan dokter yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No 10 tahun 1966
dengan sanksi hukum seperti dalam pasal 322 KUHP.Dokter boleh membuka isi catatan medik kepada pihak ketiga,
misalnya dalam bentuk keterangan medik, hanya setelah memperoleh izin dari pasien, baik berupa izin langsung
maupun berupa perjanjian yang dibuat sebelumnya antara pasien dengan pihak ketiga tertentu (misalnya perusahaan
asuransi). Oleh karena Visum et repertum dibuat atas kehendak undang-undang, maka dokter tidak dapat dituntut
karena membuka rahasia pekerjaan sebagaimana diatur dalam pasal 322 KUHP, meskipun dokter membuatnya tanpa
seizin pasien. Pasal 50 KUHP mengatakan bahwa barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan
undangundang, tidak dipidana, sepanjang Visum et repertum tersebut hanya diberikan kepada instansi penyidik yang
memintanya, untuk selanjutnya dipergunakan dalam proses peradilan.
Dengan konsep visum et repertum di atas, dikenal beberapa jenis visum et repertum, yaitu :
a. Visum et repertum, perlukaan (termasuk keracunan)
23
b. Visum et repertum kejahatan susila
c. Visum et repertum jenasah
d. Visum et repertum psikiatrik
Jenis a, b dan c adalah visum et repertum mengenai tubuh/ raga manusia yang dalam hal ini berstatus sebagai
korban tindak pidana, sedangkan jenis d adalah mengenai jiwa/mental tersangka atau terdakwa tindak pidana.
Meskipun jenisnya bermacam-macam, namun nama resminya tetap sama yaitu "Visum et Repertum", tanpa embel-
embel lain. Visum et repertum dibuat secara tertulis, sebaiknya dengan mesin ketik, di atas sebuah kertas putih
dengan kepala surat institusi kesehatan yang melakukan pemeriksaan, dalam bahasa Indonesia, tanpa memuat
singkatan, dan sedapat mungkin tanpa istilah asing, bila terpaksa digunakan agar diberi penjelasan bahasa Indonesia.
Apabila penulisan sesuatu kalimat dalam visum et repertum berakhir tidak pada tepi kanan format, maka
sesudah tanda titik harus diberi garis hingga ke tepi kanan format. Apabila diperlukan gambar atau foto untuk lebih
memperjelas uraian tertulis dalam visum et repertum, maka gambar atau foto tersebut diberi kan dalam bentuk
lampiran.
1. Kata Pro justitia yang diletakkan di bagian atas. Kata ini menjelaskan bahwa visum et repertum khusus
dibuat untuk tujuan peradilan. Visum et repertum tidak membutuhkan meterai untuk dapat dijadikan sebagai
alat bukti di depan sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum.
2. Pendahuluan. Kata "Pendahuluan" sendiri tidak ditulis di dalam visum et repertum, melainkan langsung
dituliskan berupa kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini menerangkan nama dokter pembuat visum et
repertum dan institusi kesehatannya, instansi penyidik pemintanya berikut nomor dan tanggal surat
permintaannya, tempat dan waktu pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa.
Dokter tidak dibebani pemastian identitas korban, maka uraian identitas korban adalah sesuai dengan uraian
identitas yang ditulis dalam surat permintaan visum et repertum. Bila terdapat ketidak-sesuaian identitas
korban antara surat permintaan dengan catatan medik atau pasien yang diperiksa, dokter dapat meminta
kejelasannya dari penyidik.
3. Bagian Pemberitaan.
Bagian ini berjudul "Hasil pemeriksaan" dan berisi hasil pemeriksaan medik tentang keadaan kesehatan atau
sakit atau luka korban yang berkaitan dengan perkaranya, tindakan medik yang dilakukan serta keadaannya
selesai pengobatan/perawatan.
Bila korban meninggal dan dilakukan autopsi, maka diuraikan keadaan seluruh alat-dalam yang berkaitan
dengan perkara dan matinya orang tersebut. Yang diuraikan dalam bagian ini merupakan pengganti barang
bukti, berupa perlukaan/keadaan kesehatan/sebab kematian yang berkaitan dengan perkaranya. Temuan hasil
24
pemeriksaan medik yang bersifat rahasia dan tidak berhubungan dengan perkaranya tidak dituangkan ke
dalam bagian pemberitaan dan dianggap tetap sebagai rahasia kedokteran.
4. Bagian Kesimpulan. Bagian ini berjudul "Kesimpulan" dan berisi pendapat dokter berdasarkan keilmuannya,
mengenai jenis perlukaan/cedera yang ditemukan dan jenis kekerasan atau zat penyebabnya, serta derajat
perlukaan atau sebab kematiannya.
Pada kejahatan susila, diterangkan juga apakah telah terjadi persetubuhan dan kapan perkiraan kejadiannya,
serta usia korban atau kepantasan korban untuk dikawin.
5. Bagian Penutup. Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku "Demikianlah visum et repertum ini
saya buat . dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan mengingat sumpah sesuai dengan
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana."
Hasil Pemeriksaan:--------------------------------------------------------------------------------
26
1. Korban datang dalam keadaan setengah sadar, dengan keadaan umum baik. Korban mengaku diajak pergi oleh
teman jejaring sosialnya ke daerah puncak pada tanggal sepuluh Desember tahun dua ribu tiga belas. Korban
diajak pergi ke suatu kafe dan setelah itu korban tidak sadarkan diri setelah meminum minuman yang di pesankan
oleh temannya---------------------------------------------------------------------------------------------------
2. Pada korban ditemukan:----------------------------------------------------------------------------------------------------
a. Terdapat bekas gigitan pada payudara sebelah kanan dan kiri. Berbatas tegas dan berwarna kemerahan pucat.
Bekas gigitan pada payudara kiri dan kanan terdapat pada sekitar putting susu --------------------------
b. Ditemukannya rambut kemaluan yang saling melekat menjadi satu. Ditemukannya bercak mani pada daerah
kemaluan depan. ------------------------------------------------------------------------------------------------
c. Pada daerah permukaan depan vagina ditemukan adanya luka lecet dan kemerahan.----------------------------
d. Terdapat robekan pada selaput dara yang sampai ke pangkal pada jam delapan. Robekan disertai bercak
darah mengering. ------------------------------------------------
e. Pada bibir vagina besar sebelah kanan, dua sentimeter dari pertemuan bibir vagina sebelah atas ditemukan
adanya luka lecet tanpa darah. ---------------------------------------------------------------------------------------
3. Terhadap Korban Dilakukan-----------------------------------------------------------------------------------------------
a. Pemeriksaan laboratorium dengan bahan pulas mulut di sela-sela gigi didapatkan adanya sel spermatozoa.-
b. Pemeriksaan laboratorium dengan bahan pulas lendir vagina didapatkan adanya sel spermatozoa.------------
c. Pemeriksaan Fosfatase Asam pada baju dan celana dalam korban, tidak ditemukan adanya perubahan warna
menjadi violet.----------------------------------------------------------------------------------------------------
d. Pemeriksaan Sinar Ultra Violet pada celana dalam dan baju korban dan tidak ditemukan fluoresensi putih.-
e. Pemeriksaan Uji Pewarnaan Baecchi pada celana dalam dan baju korban, tidak ditemukan adanya sel
spermatozoa.------------------------------------------------------------------------------------------------------------
f. Pemeriksaan fosfatase asam pada rambut pubis yang melengket ditemukannya peruahan warna menjadi
ungu.-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
g. Pembersihan luka/Wound Toilet.-------------------------------------------------------------------------------------
h. Pemberian analgetika. --------------------------------------------------------------------------------------------------
4. Korban dipulangkan---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kesimpulan :----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pada pemeriksaan korban seorang perempuan berumur 14 tahun ini ditemukan adanya robekan pada selaput dara
sampai ke pangkal pada jam delapan dengan bercak darah mengering, luka lecet pada bibir vagina sebelah kanan
atas, luka lecet pada permukaan depan vagina, sel spermatozoa pada pemeriksaan laboratorium bahan pulasan mulut
dan lendir vagina, luka memar pada kedua payudara yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian.-----------------------------------------------------------------------------
Demikianlah Visum et Repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan
mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.-------------------------------------------
27
Dokter Pemeriksa
Dr.Alethea Andantika
Kesimpulan
Kasus kejahatan susila memerlukan beberapa pemeriksaan yang hendaknya dilakukan dengan teliti dan
waspada. Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan pada tubuh korban yang meliputi
penampilan, keadaan emosional, tanda tanda kekerasan dan juga bagian genital, selain itu juga dapat dilakukan
pemeriksaan pada pria tersangka. Melalui hasil beberapa pemeriksaan tersebut pelaku kejahatan susila dapat
dihukum sesuai dengan undang undang yang berlaku.
Daftar Pustaka
1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Munim TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu Kedokteran
Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FK UI. 1997.h147-64;184-92.
2. Darmabrata W, Nurhidayat AW. Psikiatri forensik.Jakarta : EGC : 2003.h.52.
3. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FK UI.
1994.h.33-37.
4. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Pustaka Dwipar. 2007.
5. KOMNAS anak.Diunduh dari : http://www.komnaspa.or.id/profile.asp?p=3. 16 Desember 2013.
6. Safitry O.Mudah membuat visum et repertum kasus luka. Jakarta : Departemen Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2013.h.1-63
28