Anda di halaman 1dari 16

BAGAIMANA STRATEGI PEMBELAJARAN

QUANTUM TEACHING DAN QUANTUM


LEARNING DAPAT DILAKSANAKAN
Tugas Mata Kuliah : Pembelajaran Inovasi
Nama : Rosmedi Aryati
NPM : 0823011113
Kelas : B
Memacu Anak Berfikir Kritis
Pada saat ini kita semua memahami bahwa proses belajar dipandang sebagai proses yang
aktif dan partisipatif, konstruktif, kumulatif, dan berorientasi pada tujuan pembelajaran,
baik Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) maupun Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
untuk mencapai kompetensi tertentu.
selanjutnya klik :
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 dijelaskan


bahwa:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan watak serta peradaban


bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (2005: 65-66).

Upaya pembaharuan pendidikan sebagaimana yang tertuang di dalam Undang-Undang


Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, adalah re-orientasi pendidikan ke arah
pendidikan berbasis kompetensi. Di dalam pembelajaran berbasis kompetensi tersebut
tersirat adanya nilai-nilai pembentukan manusia Indonesia seutuhnya, sebagai pribadi
yang integral, produktif, kreatif dan memiliki sikap kepemimpinan dan berwawasan
keilmuan sebagai warga negara yang bertanggung-jawab. Indikator ini akan terwujud
apabila diiringi dengan upaya peningkatan mutu dan relevansi sumber daya manusia
(SDM) melalui proses pada berbagai jenjang pendidikan.
Makna Berpikir Kritis

Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk


kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya.
Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak 1942. Penelitian
dan berbagai pendapat tentang hal itu, telah menjadi topik pembicaraan dalam sepuluh
tahun terakhir ini (Patrick, 2000:1). Definisi berpikir kritis banyak dikemukakan para
ahli.
Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi
kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan,
mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran-merupakan bentuk berpikir
yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan,
mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan
semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir
kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan kesimpulan yang akan
diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan.
Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus
yang akan dituju.

Pendapat senada dikemukakan Anggelo (1995: 6), berpikir kritis adalah mengaplikasikan
rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis,
mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.

Dari dua pendapat tersebut, tampak adanya persamaan dalam hal sistematika berpikir
yang ternyata berproses. Berpikir kritis harus melalui beberapa tahapan untuk sampai
kepada sebuah kesimpulan atau penilaian.

Penekanan kepada proses dan tahapan berpikir dilontarkan pula oleh Scriven, berpikir
kritis yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan dalam membuat
pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sistesis, dan
mengevaluasi. Semua kegiatan tersebut berdasarkan hasil observasi, pengalaman,
pemikiran, pertimbangan, dan komunikasi, yang akan membimbing dalam menentukan
sikap dan tindakan (Walker, 2001: 1).

Pernyataan tersebut ditegaskan kembali oleh Angelo (1995: 6), bahwa berpikir kritis
harus memenuhi karakteristik kegiatan berpikir yang meliputi : analisis, sintesis,
pengenalan masalah dan pemecahannya, kesimpulan, dan penilaian.

Berpikir yang ditampilkan dalam berpikir kritis sangat tertib dan sistematis. Ketertiban
berpikir dalam berpikir kritis diungkapkan MCC General Education Iniatives.
Menurutnya, berpikir kritis ialah sebuah proses yang menekankan kepada sikap
penentuan keputusan yang sementara, memberdayakan logika yang berdasarkan inkuiri
dan pemecahan masalah yang menjadi dasar dalam menilai sebuah perbuatan atau
pengambilan keputusan.

Berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan
dalam pembentukan sistem konseptual siswa. Menurut Ennis (1985: 54), berpikir kritis
adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan
untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan.

Indikator Berpikir Kritis

Wade (1995) mengidentifikasi delapan karakteristik berpikir kritis, yakni meliputi:


(1) kegiatan merumuskan pertanyaan,
(2) membatasi permasalahan,
(3) menguji data-data,
(4) menganalisis berbagai pendapat dan bias,
(5) menghindari pertimbangan yang sangat emosional,
(6) menghindari penyederhanaan berlebihan,
(7) mempertimbangkan berbagai interpretasi, dan
(8) mentoleransi ambiguitas.

Karakteristik lain yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995: 12-
15) secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu:

a. Watak (dispositions)

Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis, sangat
terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat,
respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang
berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.

b. Kriteria (criteria)

Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke
arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun
sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai
kriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah
berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang
kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan
pertimbangan yang matang.

c. Argumen (argument)

Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data. Keterampilan
berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan menyusun argumen.

d. Pertimbangan atau pemikiran (reasoning)

Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis.
Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau
data.

e. Sudut pandang (point of view)

Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan
menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang
sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.

f. Prosedur penerapan kriteria (procedures for applying criteria)


Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut
akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan diambil, dan
mengidentifikasi perkiraan-perkiraan.

Selanjutnya, Ennis (1985: 55-56), mengidentifikasi 12 indikator berpikir kritis, yang


dikelompokkannya dalam lima besar aktivitas sebagai berikut:

a. Memberikan penjelasan sederhana, yang berisi: memfokuskan pertanyaan,


menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu
penjelasan atau pernyataan.

b. Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan apakah sumber


dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta mempertimbangkan suatu laporan hasil
observasi.

c. Menyimpulkan, yang terdiri atas kegiatan mendeduksi atau mempertimbangkan hasil


deduksi, meninduksi atau mempertimbangkan hasil induksi, dan membuat serta
menentukan nilai pertimbangan.

d. Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi istilah-istilah dan


definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi.

e. Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan berinteraksi
dengan orang lain.

Indikator-indikator tersebut dalam prakteknya dapat bersatu padu membentuk sebuah


kegiatan atau terpisah-pisah hanya beberapa indikator saja.

Penemuan indikator keterampilan berpikir kritis dapat diungkapkan melalui aspek-aspek


perilaku yang diungkapkan dalam definisi berpikir kritis. Menurut beberapa definisi yang
diungkapkan terdahulu, terdapat beberapa kegiatan atau perilaku yang mengindikasikan
bahwa perilaku tersebut merupakan kegiatan-kegiatan dalam berpikir kritis. Angelo
mengidentifikaasi lima perilaku yang sistematis dalam berpikir kritis. Penilaku tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut.

a. Keterampilan Menganalisis

Keterampilan menganalisis merupakan suatu keterampilan menguraikan sebuah struktur


ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut
(http://www.uwsp/cognitif.htm.). Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah
memahami sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau merinci globalitas
tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci. Pertanyaan analisis,
menghendaki agar pembaca mengindentifikasi langkah-langkah logis yang digunakan
dalam proses berpikir hingga sampai pada sudut kesimpulan (Harjasujana, 1987: 44).
Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis, diantaranya:
menguraikan, membuat diagram, mengidentifikasi, menggambarkan, menghubungkan,
memerinci, dsb.

b. Keterampilan Mensintesis

Keterampilan mensintesis merupakan keterampilan yang berlawanan dengan


keteramplian menganallsis. Keterampilan mensintesis adalah keterampilan
menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru.
Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadukan semua informasi yang
diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak
dinyatakan secara eksplisit di dalam bacaannya. Pertanyaan sintesis ini memberi
kesempatan untuk berpikir bebas terkontrol (Harjasujana, 1987: 44).

c. Keterampilan Mengenal dan Memecahkan Masalah

Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian


baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehinga
setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok
bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini bertujuan
agar pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam
permasalahan atau ruang lingkup baru (Walker, 2001:15).

d. Keterampilan Menyimpulkan

Keterampilan menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan


pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai
pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang baru yang lain (Salam, 1988: 68). Berdasarkan
pendapat tersebut dapat dipahami bahwa keterampilan ini menuntut pembaca untuk
mampu menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap agar sampai kepada
suatu formula baru yaitu sebuah simpulan. Proses pemikiran manusia itu sendiri, dapat
menempuh dua cara, yaitu : deduksi dan induksi. Jadi, kesimpulan merupakan sebuah
proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk
menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru.

e. Keterampilan Mengevaluasi atau Menilai

Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu
dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar
memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu
(Harjasujana, 1987: 44).

Dalam taksonomi belajar, menurut Bloom, keterampilan mengevaluasi merupakan tahap


berpikir kognitif yang paling tinggi. Pada tahap ini siswa ituntut agar ia mampu
mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep.
Pengukuran indikator-indikator yang dikemukan oleh beberapa ahli di atas dapat
dilakukan dengan menggunakan universal intellectual standars. Pernyataan ini diperkuat
oleh pendapat Paul (2000: 1) dan Scriven (2000: 1) yang menyatakan, bahwa pengukuran
keterampilan berpikir kritis dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan: “Sejauh
manakah siswa mampu menerapkan standar intelektual dalam kegiatan berpikirnya”.

Universal inlellectual standars adalah standardisasi yang harus diaplikasikan dalam


berpikir yang digunakan untuk mengecek kualitas pemikiran dalam merumuskan
permasalahan, isu-isu, atau situasi-situasi tertentu. Berpikir kritis harus selalu mengacu
dan berdasar kepada standar tersebut (Eider dan Paul, 2001: 1).

Berikut ini akan dijelaskan aspek-aspek tersebut.

a. Clarity (Kejelasan)

Kejelasan merujuk kepada pertanyaan: “Dapatkah permasalahan yang rumit dirinci


sampai tuntas?”; “Dapatkah dijelaskan permasalahan itu dengan cara yang lain?”;
“Berikanlah ilustrasi dan contoh-contoh!”.

Kejelasan merupakan pondasi standardisasi. Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak dapat
membedakan apakah sesuatu itu akurat atau relevan. Apabila terdapat pernyataan yang
demikian, maka kita tidak akan dapat berbicara apapun, sebab kita tidak memahami
pernyataan tersebut.

Contoh, pertanyaan berikut tidak jelas: “Apa yang harus dikerjakan pendidik dalam
sistem pendidikan di Indonesia?” Agar pertanyaan itu menjadi jelas, maka kita harus
memahami betul apa yang dipikirkan dalam masalah itu. Agar menjadi jelas, pertanyaan
itu harus diubah menjadi, “Apa yang harus dikerjakan oleh pendidik untuk memastikan
bahwa siswanya benar-benar telah mempelajari berbagai keterampilan dan kemampuan
untuk membantu berbagai hal agar mereka berhasil dalam pekerjaannya dan mampu
membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari?”.

b. Accuracy (keakuratan, ketelitian, kesaksamaan)

Ketelitian atau kesaksamaan sebuah pernyataan dapat ditelusuri melalui pertanyaan:


“Apakah pernyataan itu kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan?”; “Bagaimana cara
mengecek kebenarannya?”; “Bagaimana menemukan kebenaran tersebut?” Pernyataan
dapat saja jelas, tetapi tidak akurat, seperti dalam penyataan berikut, “Pada umumnya
anjing berbobot lebih dari 300 pon”.

c. Precision (ketepatan)

Ketepatan mengacu kepada perincian data-data pendukung yang sangat mendetail.


Pertanyaan ini dapat dijadikan panduan untuk mengecek ketepatan sebuah pernyataan.
“Apakah pernyataan yang diungkapkan sudah sangat terurai?”; “Apakah pernyataan itu
telah cukup spesifik?”. Sebuah pernyataan dapat saja mempunyai kejelasan dan
ketelitian, tetapi tidak tepat, misalnya “Aming sangat berat” (kita tidak mengetahui
berapa berat Aming, apakah satu pon atau 500 pon!)

d. Relevance (relevansi, keterkaitan)

Relevansi bermakna bahwa pernyataan atau jawaban yang dikemukakan berhubungan


dengan pertanyaan yang diajukan. Penelusuran keterkaitan dapat diungkap dengan
mengajukan pertanyaan berikut: “Bagaimana menghubungkan pernyataan atau respon
dengan pertanyaan?”; “Bagaimana hal yang diungkapkan itu menunjang permasalahan?”.
Permasalahan dapat saja jelas, teliti, dan tepat, tetapi tidak relevan dengan permasalahan.
Contohnya: siswa sering berpikir, usaha apa yang harus dilakukan dalam belajar untuk
meningkatkan kemampuannya. Bagaimana pun usaha tidak dapat mengukur kualitas
belajar siswa dan kapan hal tersebut terjadi, usaha tidak relevan dengan ketepatan mereka
dalam meningkatkan kemampuannya.

e. Depth (kedalaman)

Makna kedalaman diartikan sebagai jawaban yang dirumuskan tertuju kepada pertanyaan
dengan kompleks, Apakah permasalahan dalam pertanyaan diuraikan sedemikian rupa?
Apakah telah dihubungkan dengan faktor-faktor yang signifikan terhadap pemecahan
masalah? Sebuah pernyatan dapat saja memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian,
ketepatan, relevansi, tetapi jawaban sangat dangkal (kebalikan dari dalam). Misalnya
terdapat ungkapan, “Katakan tidak”. Ungkapan tersebut biasa digunakan para remaja
dalam rangka penolakan terhadap obat-obatan terlarang (narkoba). Pernyataan tersebut
cukup jelas, akurat, tepat, relevan, tetapi sangat dangkal, sebab ungkapan tersebut dapat
ditafsirkan dengan bermacam-macam.

f. Breadth (keluasaan)

Keluasan sebuah pernyataan dapat ditelusuri dengan pertanyaan berikut ini. Apakah
pernyataan itu telah ditinjau dari berbagai sudut pandang?; Apakah memerlukan tinjauan
atau teori lain dalam merespon pernyataan yang dirumuskan?; Menurut pandangan..;
Seperti apakah pernyataan tersebut menurut… Pernyataan yang diungkapkan dapat
memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, kedalaman, tetapi tidak
cukup luas. Seperti halnya kita mengajukan sebuah pendapat atau argumen menurut
pandangan seseorang tetapi hanya menyinggung salah satu saja dalam pertanyaan yang
diajukan.

g. Logic (logika)

Logika bertemali dengan hal-hal berikut: Apakah pengertian telah disusun dengan konsep
yang benar?; Apakah pernyataan yang diungkapkan mempunyai tindak lanjutnya?
Bagaimana tindak lanjutnya? Sebelum apa yang dikatakan dan sesudahnya, bagaimana
kedua hal tersebut benar adanya? Ketika kita berpikir, kita akan dibawa kepada
bermacam-macam pemikiran satu sama lain. Ketika kita berpikir dengan berbagai
kombinasi, satu sama lain saling menunjang dan mendukung perumusan pernyataan
dengan benar, maka kita berpikir logis. Ketika berpikir dengan berbagai kombinasi dan
satu sama lain tidak saling mendukung atau bertolak belakang, maka hal tersebut tidak
logis.
KAJIAN PUSTAKA

1. Hakikat Pembelajaran

Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Belajar menunjukkan apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima
pelajaran (sasaran didik), sedangkan mengajar menunjukkan apa yang harus dilakukan
oleh guru sebagai pengajar. Dua konsep ini menjadi padu dalam suatu kegiatan manakala
terjadi interaksi antara guru dan siswa pada saat pembelajaran brlangsung. Inilah makna
belajar dan mengajar sebagi suatu proses. Pembelajaran memegang peranan penting
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. Mengingat kedudukan siswa sebagai
subjek dan sekaligus sebagai objek dalam pembelajaran, maka inti proses pembelajarn
tidak lain adalah kegiatan belajar siswa dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran.
Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa.
Inilah yang merupakan inti proses pembelajaran. Menurut Sabri (2005:34) perubahan diri
siswa dalam proses pembelajarn memiliki tiga sifat yaitu masing-masing:

(1) bersifat intensional,


(2) bersifat positif-aktif, dan
(3) bersifat efektif-fungsional.

1) Perubahan intensional yaitu perubahan yang terjadi karena pengalaman atau praktek
yang dilakukan proses belajar dengan sengaja dan disadari, bukan terjadi secara
kebetulan.

2) Perubahan yang bersifat positif-aktif. Perubahan yang bersifat positif yaitu perubahan
yang bermanfaat sesuai dengan harapan belajar, disamping menghasilkan sesuatu yang
baru dan baik disbanding sebelumnya, sedangkan perubahan yang bersifat aktif yaitu
perubahan yang terjadi karena usaha yang dilakukan siswa, bukan terjadi dengan
sendirinya.

3) Perubahan yang bersifat efektif yaitu perubahan yang memberikan pengaruh dan
manfaat bagi siswa. Adapun yang bersifat fungsional yaitu perubahan yang relatif tetap
serta dapat diproduksi atau dimanfaatkan setiap kali dibutuhkan.

Selanjutnya dia mengatakan, bahwa perubahansebagai hasil proses belajar dapat


ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian,
pengetahuan, atau apresiasi.

B. Kajian Hasil Penelitian

1. Pengertian dan Gejala Kesulitan Belajar


Kesulitan merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-
hambatan dalam kegiatan untuk mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha yang lebih
keras lagi untuk dapat mengatasinya. Hambatan tersebut mungkin disadari atau mungkin
juga tidak disadari oleh orang yang mengalami hambatan dalam proses mencapai hasil
belajarnya yang optimal. Akibatnya prestasi yang diraihnya berada pada hasil yang
semestinya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999:971) dinyatakan bahwa
kesulitan adalah sesuatu yang sukar atau dalam keadaan yang sulit.

Seorang siswa yang mengalami kesulitan belajar akan menunjukkan ciri-ciri sebagai
manifestasi dari adanya masalah yang dialami, seperti yang dituliskan oleh Mappaitta
Muhkal (1997:6) sebagai berikut:

(a) menunjukkan hasil belajar yang lebih rendah (dibawah nilai rata-rata yang dicapai
oleh kelompoknya,
(b) hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukannya,
(c) lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar,
(d) menunjukkan sikap-sikap yang kurang wajar,
(e) menunjukkan tingkah laku yang berkelainan dan,
(f) menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar.

Untuk itu diperlukan diagnosis dalam rangka menyelesaikan maslah yang dihadapi siswa
tersebut. Ada beberapa teknik yang digunakan untuk menemukan siswa yang mengalami
kesulitan belajar. Seperti yang dituliskan oleh Nurminah (1999:13) sebagai berikut:

a. Menentukan siswa yang berprestasi rendah tetapi pada dasarnya siswa tersebut dapat
berprestasi baik.

b. Menghitung nilai rata-rata kelas.

c. Menandai siswa yang memperoleh nilai prestasi dibawah rata-rata kelas.

d. Membuat pringkat dalam kelompok siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Arief Achmad, Guru SMAN 21 Bandung. Ketua AGP-PGRI Jawa Barat .
http//Pendidikan Nasional Net Work, (Artikel Pendidikan), 25-10-2007

BAGAIMANA STRATEGI PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING DAN


QUANTUM LEARNING DAPAT DILAKSANAKAN
OLEH: ROSMEDI ARYATI
Mahasiswi TP UNILA Angkatan 2008
Guru Mata Pelajaran Kimia, SMAN 1 Sumberjaya

I. PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan, ditemukan sebuah pendekatan
pengajaran yang disebut dengan Quantum Teaching, dikembangkan oleh seorang guru
dalam pembelajaran. Quantum Teaching sendiri berawal dari sebuah upaya Dr Georgi
Lozanov, pendidik asal Bulgaria, yang bereksperimen dengan suggestology. Prinsipnya,
sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar.

“Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan hantarlah dunia kita ke dunia mereka.” Istilah
ini adalah istilah yang dipakai dalam Quantum Teaching, sebuah metode belajar yang
pada awalnya adalah eksperimen Dr Georgi Lazanov tentang Suggestology yaitu
kekuatan sugesti yang dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar.
Kata Quantum sendiri berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Jadi
Quantum Teaching menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara
menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi
yang terjadi di dalam kelas.
Bila metode ini diterapkan, maka guru akan lebih mencintai dan lebih berhasil dalam
memberikan materi serta lebih dicintai anak didik karena guru mengoptimalkan berbagai
metode.
Apalagi dalam Quantum Teaching ada istilah ‘Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan
hantarlah dunia kita ke dunia mereka’. Hal ini menunjukkan, betapa pengajara dengan
Quantum Teaching tidak hanya menawarkan materi yang mesti dipelajari siswa. Tetapi
jauh dari itu, siswa juga diajarkan bagaimana menciptakan hubungan emosional yang
baik dalam dan ketika belajar.
Selain itu, ada beberapa prinsip Quantum Teaching, yaitu:
1. Segalanya berbicara, lingkungan kelas, bahasa tubuh, dan bahan pelajaran semuanya
menyampaikan pesan tentang belajar.
2. Segalanya bertujuan, siswa diberi tahu apa tujuan mereka mempelajari materi yang kita
ajarkan.
3. Pengalaman sebelum konsep, dari pengalaman guru dan siswa diperoleh banyak
konsep.
4. Akui setiap usaha, menghargai usaha siswa sekecil apa pun.
5. Jika layak dipelajari, layak pula dirayakan, kita harus memberi pujian pada siswa yang
terlibat aktif pada pelajaran kita. Misalnya saja dengan memberi tepuk tangan, berkata:
bagus!, baik!, dll.
Lebih jauh, dunia pendidikan akan semakin maju ke depannya. Sebab, Quantum
Teaching akan membantu siswa dalam menumbuhkan minat siswa untuk terus belajar
dengan semangat. Apalagi Quantum Teaching juga sangat menekankan pada pentingnya
bahasa tubuh. Seperti tersenyum, bahu tegak, kepala ke atas, mengadakan kontak mata
dengan siswa dan lain-lain. Humor yang bertujuan agar KBM tidak membosankan.

Rumus dan tehnik yang diterapkan oleh Quantum Teaching adalah AMBAK &
TANDUR, definisi dari kedua kata tersebut adalah:
AMBAK
A: Apa yang dipelajari
Dalam setiap pelajaran, guru hanya menetapkan, anak didiklah yang menentukan tema
sesuai minat masing-masing. Sebagai contoh pada pelajaran menggambar, guru hanya
menentukan pelajaran menggambar dan para anak didiknya yang menentukan temanya.
M: Manfaat
Guru memberikan penjelasan manfaat yang diperoleh dari setiap pelajaran dan guru harus
bisa memberi kemampuan memahami situasi yang sebenarnya sehingga para siawa bisa
lebih tertantang untuk mempelajari semua hal dengan lebih mendalam.
BAK: Bagiku
Manfaat apa yang akan diperoleh di kemudian hari dengan mempelajari ini semua.

Definisi dari tehnik pembelajaran Quantum Teaching TANDUR, adalah:


T: Tumbuhkan minat belajar
A: Aktifkan minat belajar
N: Namai semua konsep pembelajaran
D: Demonstrasikan, dengan maksud supaya anak lebih memahami pelajaran.
U: Ulangi, semakin sering diulang maka semakin kuat kuat pelajaran melekat.
R: Rayakan, berikan apresiasi kepada siapa saja yang berhasil melakukannya dengan
baik.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Belajar dan Hasil Belajar

Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif siswa dalam mengkonstruksi
arti, baik itu berupa teks, dialog, maupun pengalaman. Bisa dikatakan juga sebagai proses
menghubungkan pengalaman atau materi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah
dimiliki seseorang sehingga pengerti- annya dikembangkan. Hasil dan bukti belajar dari
siswa ialah adanya perubahan tingkah laku. Menurut Hamalik (2004) yaitu :
Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang
tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi
mengerti. Tingkah laku memiliki unsur subjektif dan unsur motoris. Unsur subjektif
adalah unsur rohaniah sedang berfikir dapat dilihat dari raut mukanya, sikapnya dalam
rohaniahnya tidak bisa kita lihat.

Selain itu, Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan
berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga keliang lahat nanti. Salah satu
pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku
dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat
pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai
dan sikap (afektif). (Sadiman, 1996)
Menurut Dick dan Reiser dalam Hasanah (2007) menyatakan bahwa :
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai hasil kegiatan
pembelajaran mereka membedakan hasil belajar atas empat macam, yaitu pengetahuan,
keterampilan intelektual, keterampilan motorik, dan sikap.

Burton dalam Hamalik (2004) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip belajar adalah


sebagai berikut:
1. Proses belajar adalah mengalami, berbuat, mereaksi, melampaui.
2. Proses itu berjalan melalui bermacam-macam pengalaman dan mata pelajaran yang
terpusat pada suatu tujuan murid.
3. Pengalaman belajar secara maksimum bermakna bagi kehidupan tertentu.
4. Pengalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan peserta didik sendiri yang
mendorong motivasi secara berkesinambungan.
5. Proses belajar dan hasil belajar disyarati oleh keturunan dan lingkungan.
6. Proses belajar dan hasil usaha belajar secara material dipengaruhi oleh perbedaan-
perbedaan individual di kalangan peserta didik.
7. Proses belajar berlangsung secara efektif apabila pengalaman-pengalaman dan hasil-
hasil yang diinginkan disesuaikan dengan kematangan murid.
8. Proses belajar yang terbaik apabila murid mengetahui status dan kemajuan.
9. Proses belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai prosedur.
10. Hasil-hasil belajar secara fungsional bertalian satu sama lain, tetapi dapat
didiskusikan secara terpisah.
11. Proses belajar berlangsung secara efektif dibawah bimbingan yang merangsang dan
membimbing tanpa tekanan dan paksaan.
12. Hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi, abilitas dan keterampilan.
13. Hasil-hasil belajar diterima oleh murid apabila memberi kepuasan pada kebutuhannya
dan berguna serta bermakna baginya.
14. Hasil-hasil belajar dilengkapi dengan jalan serangkaian pengalaman-pengalaman
yang dapat dipersamakan dan dengan pertimbangan yang baik.
15. Hasil-hasil belajar itu lambat laun dipersatukan menjadi kepribadian dengan
kecepatan yang berbeda-beda.
16. Hasil-hasil belajar yang telah dicapai adalah bersifat kompleks dan dapat berubah-
ubah (adaptable¬), jadi tidak sederhana dan statis.

Keefektifan perilaku belajar dipengaruhi oleh empat hal, yaitu :


1. Adanya motivasi peserta didik menghendaki sesuatu
2. Adanya perhatian dan tahu sasaran peserta didik harus memperhatikan sesuatu
3. Adanya usaha peserta didik harus melakukan sesuatu
4. Adanya evaluasi dan pemantapan hasil (reinforcement) peserta didik harus
memperoleh sesuatu.

Tujuan pembelajaran adalah adanya perubahan prilaku siswa baik dari segi pengetahuan
(kognitif), sikap (afektif), maupun keterampilan (psikomotor) siswa. Kemampuan
kognitif adalah kemampuan berfikir, kemampuan memperoleh pengetahuan, pengenalan,
pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran. Kemampuan afektif adalah
kemampuan yang berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat, penerimaan atau
penolakan terhadap suatu objek. Kemampuan psikomotor adalah kemampuan melakukan
pekerjaan dengan melibatkan anggota badan, kemampuan yang berkaitan dengan gerak
fisik. Hasil belajar siswa harus mencerminkan adanya peningkatan. Dari ketiga aspek
tersebut meningkat dan belum optimal jika salah satu aspek kemampuan belum
meningkat.

B. Aktivitas

Dalam proses belajar mengajar, aktivitas memegang peranan penting dalam pencapaian
tujuan dan hasil belajar yang memadai. Aktivitas belajar merupakan prinsip atau asas
yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar. Pembelajaran yang efektif
adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan
aktivitas sendiri. Pengajaran modern menitikberatkan pada aktivitas atau keikutsertaan
siswa dalam proses pembelajaran. Agar kegiatan belajar mengajar lebih berhasil maka
aktivitas belajar harus dipengaruhi dengan memberikan dorongan sehingga diharapkan
siswa akan merasa tertarik, senang dan tidak bosan untuk belajar.

Aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar tidak hanya mengenai aktivitas fisik
siswa tetapi juga berkaitan dengan aktivitas mental siswa. Seperti diungkapkan oleh
Sardiman (2004) :
Belajar dapat dibagi menjadi aktivitas fisik dan mental. Aktivitas fisik adalah peserta
didik giat aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain atau bekerja. Ia tidak
hanya duduk mendengarkan, melihat, atau hanya pasif. Peserta didik yang memiliki
aktivitas mental adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau berfungsi
dalam pembelajaran pada kegiatan pembelajaran kedua aktivitas harus berkaitan.

Karena aktivitas belajar itu banyak sekali macamnya maka para ahli mengadakan
klasifikasi atas macam-macam aktivitas tersebut. Menurut Diedrich dalam Sardiman
(2004) beberapa diantaranya adalah :
1. Kegiatan-kegiatan visual, yang didalamnya membaca, melihat gambar-gambar,
mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau
bermain.
2. Kegiatan-kegiatan lisan (oral), seperti mengemukakan suatu fakta atau prinsip,
menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan
pendapat, wawancara diskusi dan interupsi.
3. Kegiatan-kegiatan mendengarkan, seperti mendengarkan penyajian bahan,
mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, dan
mendengarkan radio.
4. Kegiatan-kegiatan menulis, seperti menulis cerita, menulis laporan, memeriksa
karangan, bahan-bahan kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes dan mengisi angket.
5. Kegiatan-kegiatan menggambar, seperti menggambar, membuat grafik, chart, diagram
peta dan pola.
6. Kegiatan-kegiatan metrik, seperti melakukan percobaan, memilih alat-alat,
melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan
berkebun.
7. Kegiatan-kegiatan mental, seperti merenung, memecahkan masalah, menganalisis
faktor-faktor, hubungan-hubungan dan membuat keputusan.
8. Kegiatan-kegiatan emosional, seperti minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain.
Aktivitas-aktivitas dalam belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Aktivitas yang relevan dengan pembelajaran (on task), contohnya adalah
memperhatikan penjelasan guru, melakukan diskusi, dan mencatat. Dengan melakukan
banyak aktivitas yang relevan dengan pembelajaran maka siswa mampu memahami,
mengingat dan menerapkan konsep yang telah dipelajari.
2. Aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran (off task), contohnya adalah tidak
memperhatikan penjelasan guru dan mengobrol dengan teman.
Nathalia dalam Hasanah (2007) menyatakan bahwa :
Aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran (off task) akan lebih mudah diamati
ketika proses pembelajaran berlangsung jika dibandingkan dengan aktivitas yang relevan
dengan pembelajaran (on task). Jadi siswa dikatakan aktif dalam kegiatan pembelajaran
jika siswa sedikit melakukan aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran.

C. Pendekatan TANDUR
Proses pembelajaran memerlukan keterampilan guru dalam mengelola kelas,
menyampaikan bahan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran
tertentu yang melibatkan sebanyak mungkin kemampuan peserta didik selama
berlangsungnya proses pembelajaran (student centered) dan pembelajaran tuntas (mastery
learning).
Pendekatan pembelajaran adalah cara untuk melaksanakan pembelajaran dengan metode
dan teknik yang tepat sehingga diperoleh hasil belajar yang akurat dan dipercaya. Dengan
demikian, dapat dipilih metode dan pendekatan yang tepat demi tercapainya hasil melalui
proses sesuai dengan tujuan atau standar kompetensi. Deporter (1999) menyatakan bahwa
salah satu metode yang digunakan adalah Quantum Learning dan contoh pendekatan
yang dapat digunakan adalah :
Pendekatan TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan
Rayakan) merupakan kerangka perancangan pengajaran quantum teaching.Unsur-unsur
ini membentuk basis struktural keseluruhan yang melandasi quantum teaching.
Sutrisno (2007) menyatakan bahwa :
Jika strategi TANDUR ini digunakan dengan baik maka akan diperoleh Pembelajaran
yang membuat siswa (dan guru) aktif, dengan begitu berkembanglah, inovatif, dengan
inovatif, siswa terdorong termotivasi berbuat, dan bertindak ke hal-hal yang belum
dilakukkan oleh temannya, kreativitas baik siswa maupun guru, sehingga proses situ
berjalan dengan Efektif, dan akhirnya menyenangkan bagi semua (Pakem). Saat ini,
PAKEM dikenal sebagai pendekatan pembelajaran yang paling dianjurkan. PAKEM ini
mempunyai padanan dalam bahasa Inggris active joyful effective learning (AJEL).

Quantum Learning yaitu orkestrasi bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di
sekitar situasi belajar. Interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang
mempengaruhi kesuksesan siswa, mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa
menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain.
Quantum Learning menguraikan cara-cara baru yang memudahkan proses belajar guru
lewat pemaduan seni dan pencapaian-pencapaian yang terarah, apa pun mata pelajaran
yang diajarkan. Dengan menggunakan metode Quantum Learning, guru akan
menggabungkan keistimewaan belajar menuju bentuk perencanaan pengajaran yang akan
melejitkan prestasi siswa.
Quantum Learning adalah penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya.
Quantum Learning menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang
memaksimalkan momen belajar. Quantum Learning berfokus pada hubungan dinamis
dalam lingkungan kelas, interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka belajar.
Kerangka perancangan pengajaran Quantum Learning dengan pendekatan TANDUR
adalah sebagai berikut :
1. Tumbuhkan
Tumbuhkan minat belajar siswa dengan memuaskan rasa ingin tahu dalam bentuk :
Apakah Manfaatnya Bagiku (AMBAK) jika aku mengikuti topik pelajaran ini dengan
guruku?. Tumbuhkan suasana yang menyenangkan di hati siswa, dalam suasana relaks,
tumbuhkan interaksi dengan siswa, masuklah ke alam pikiran mereka dan bawalah alam
pikiran mereka ke alam pikiran anda, yakinkan siswa mengapa harus mempelajari ini dan
itu, belajar adalah suatu kebutuhan siswa, bukan suatu keharusan.
Tumbuhkan niat yang kuat pada diri anda bahwa anda akan menjadi guru dan pendidik
yang hebat.
2. Alami
Unsur ini mendorong hasrat alami otak untuk “menjelajah”. Cara apa yang terbaik agar
siswa memahami informasi? Kegiatan apa yang dapat diberikan agar pengetahuan dan
keterampilan yang sudah dimiliki siswa bertambah.

3. Namai
Setelah siswa melalui pengalaman belajar pada topik tertentu, ajak mereka untuk menulis
di kertas, menamai apa saja yang telah mereka peroleh, apakah itu informasi, rumus,
pemikiran, tempat dan sebagainya, ajak mereka untuk menempelkan nama-nama tersebut
di dinding kelas dan dinding kamar tidurnya.
4. Demonstrasikan
Melalui pengalaman belajar siswa mengerti dan mengetahui bahwa dia memiliki
kemampuan (kompetensi) dan informasi (nama) yang cukup, sudah saatnya dia
mendemonstrasikan dihadapan guru, teman, maupun saudara-saudaranya.
5. Ulangi
Pengulangan memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa “aku tahu bahwa aku
tahu ini!”.
6. Rayakan
Perayaan adalah ekspresi kelompok atau seseorang yang telah berhasil mengerjakan
sesuatu tugas atau kewajiban dengan baik. Jadi, jika siswa sudah mengerjakan tugas dan
kewajibannya dengan baik, layak untuk dirayakan lewat : Bertepuk tangan, bernyanyi
bersama-sama, atau secara bersama-sama mengucapkan : “Aku Berhasil!”.

DAFTAR PUSTAKA

Alessi, S.M. dan Trollip, S.R. 1991. Computer Based Instruction: Methods and
Development. New Jersey; Prentice Hall.
Angkowo dan Kosasih. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran. Jakarta; Grasindo.
Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta;
Rajawali Pers.
Bahri Djamarah, Syaiful. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta;
PT Rineka Cipta.
Dahar, R.W. 1996. Teori-teori Belajar. Jakarta; Penerbit Erlangga
Heinich, Molenda dan Russell, 1982. Instruksional Media and The New Technologies of
Instruction. New York; John Wiley & Sons
Narbuko, Cholid dan Achmadi, Abu.2003. Metodologi Penelitian. Jakarta; Bumi Aksara.
Nasution. 2006. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta; Bumi Aksara.
Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung; Tarsito.
Sudjana, Nana. 1985. Teori Teori Pembelajaran. Jakarta; Lembaga Penerbitan Ekonomi
Universitas indonesia.
Teknodik Edisi No.9N. Jakarta; Pustekom Dikbud.
Yusufhadi Miarso. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Kencana Prenada
Media Group. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai