Anda di halaman 1dari 11

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MUHAMMADIYAH KUDUS

JURNAL TINDAKAN
DI RUANG ICU RUMAH SAKIT Dr. SOETIJONO BLORA

Dalam Rangka Memenuhi Tugas Stase KMB

Disusun Oleh:
SUKARMIN
NPM. 0906595011

JURUSAN NERS
STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2016

0
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
Hari / Tanggal : Senin , 1 Oktober 2012
Jam : 14.30 WIB - selesai
Oleh : Sukarmin

1. Identitas Pasien
Nama : Bpk. Syf
Umur : 76 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : Perguruan Tinggi
Pekerjaan : Pensiunan
Suku / Bangsa : Sunda/Indonesia
Status perkawinan : Menikah
Alamat : Perum Bulog 03 Jl, Pandanwangi Blok B1 No.10 RT.09/04
Blora
Tanggal masuk RS : 1 September 2016, Jam: 20. 29 WIB
Ruang : ICU RS. Jantung Nasioanl Harapan Kita Jakarta
No. RM : 2012-33-25-12
Diagnosa Medis : ADHF Wet/Warm e.c CAD 3 VD incomplete
revaskulerisasi, HHD, PPOK eksaserbasi akut

B. DATA FOKUS
Hari/Tgl/ Symptom Etiologi Problem
Kamis , DS : - Perubahan Ganggaun
1/9/2016 DO: - Pasien terpasang ventilasi membrane kapiler pertukaran
mekanik FiO2 40%, RR 15, paru akibat edema gas
PEEP 5 saturasi O2 97%
- Auskultasi 1/3 basal paru kanan
dan kiri terdengar ronkhi
- Hasil AGD PH 7,46, PCO2 27
mmHg , PO2 55 mmHg, HCO3
19 mmol , BE -3,75 mmol/L,

1
Hari/Tgl/ Symptom Etiologi Problem
saturasi O2 91%.

Senin DS : - Peningkatan Tidak


1/10/2012 DO:- Pasien terlihat sering menunjuk produksi sputum, efektifnya
lehernya sebagai ekspresi kehilangan bersihan jalan
banyaknya lender kemampuan nafas
- Suction lender kental dengan fisiologi
volume rata-rata kurang lebih 2 pengeluaran
cc sputum
- Auskultasi pada percabangan
bronkus terdengar kasar

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler paru akibat
edema
2. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berlebihan berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum, penurunan kemampuan fisisologimengeluarkan sputum

TINDAKAN KEPERAWATAN PEMANTAUAN VENTILASI MEKANIK PADA


DIAGNOSA KEPERAWATAN TIDAK EFEKTIFNYA BERSIHAN JALAN NAFAS DAN
GANGGUAN PERTUKARAN GAS

Salah satu tindakan keperawatan yang diberikan kepada Bapak Syf adalah bantuan ventilasi
mekanik. Ventilasi mekanik merupakan sistem kerja pernafasan yang berlawanan dengan
fisiologi yaitu dengan menghasilkan tekanan positif untuk mengembangakan paru. Ventilasi
tekanan positif bertujuan untuk mengembangkan paru-paru hingga mencapai tekanan yang
diinginkan menyalurkan volume alveolar yang konstan meskipun terjadi perubahan properti
mekanik paru-paru. Paru-paru dikembangkan dengan laju aliran yang konstan dan hal ini
menyebabkan peningkatan volume paru yang tetap. Pengembangan paru dengan aliran yang
menetap akan mencegah terjadinya kollap paru, menurunkan resistensi dan tetap menjaga jalan
nafas tidak mengalami sumbatan. Tekanan positif juga akan mendorong cairan di dalam
alveolus menuju ke interstitial sehingga meningkatkan pertukaran gas pada alveolus. Tekanan

2
positif yang diberikan oleh ventilator akan meningkatkan tekanan di alveolus yang akan
diteruskan ke kapiler-kapiler pulmonal dan tanpa menyebabkan perubahan pada tekanan
transmural di sepanjang kapilerkapiler. Namun, saat pengembangan paru terjadi pada paru yang
nonkomplians (seperti pada edema paru dan pneumonia), pengembangan paru dengan tekanan
positif dapat menyebabkan penekanan pada jantung dan pembuluh-pembuluh darah intratorakal
sehingga mengakibatkan perubahan pada curah jantung. Pengaruh ventilasi tekanan positif
mengakibatkan perubahan preload dan afterload pada kedua sisi jantung (Manno, 2005).

Ventilasi mekanik positif menurut beberapa penelitian telah mengakibatkan penurunan curah
jantung. Pengembangan paru dengan tekanan positif dapat menyebabkan pengisian ventrikel.
Penurunan pengisian ventrikel terjadi melalui beberapa mekanisme antara lain : tekanan positif
intratorakal menurunkan gradien tekanan vena ke toraks, meskipun inflasi paru bertekanan
positif dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal dan cenderung untuk tetap
mempertahankan aliran vena ke toraks. Tekanan positif juga mendesak permukaan luar jantung
menyebabkan berkurangnya peregangan jantung sehingga dapat menurunkan pengisian
ventrikel selama fase diastol. Secara umum penekanan pembuluh-pembuluh darah pulmonal
dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah pulmonal (pulmonary vascular resistance) dan
hal ini dapat mengganggu stroke output ventrikel kanan. Pada keadaan ini, ventrikel kanan
berdilatasi dan menekan septum ke arah ventrikel kiri sehingga menyebabkan pengurangan
ukuran ruang ventrikel dan pengisian ventrikel kiri sehingga menurunkan jumlah darah yang
dapat dipompakn oleh jantung. Gangguan pada pengisian ventrikel selama fase diastolik karena
penekanan jantung yang berasal dari tekanan positif intratorakal juga terjadi pada saat
pengosongan ventrikel selama fase sistolik. Transmisi tekanan intratorakal yang inkomplit
menuju ruang ventrikel akan menurunkan tekanan transmural melewati ventrikel selama fase
sistolik sehingga akhirnya akan mengurangi ventricular afterload (Manno, 2005).

Ada beberapa alasan yang utama dilakukanya tindakan ETT dan ventilasi mekanik pada Bapak
Syf. Menurut Patroniti (2011) alasan dilakukanya bantuan ventilasi mekanik antara lain :
adanya penurunan fungsi saluran pernafasan bagian atas misalnya karena sumbatan mukus,
meningkatnya resistensi saluran pernafasan, menurunya efektifitas batuk untuk mengurangi
sputum, resiko injuri saluran pernafasan dan penurunan kemampuan berbicara yang

3
memungkinkan adanya sumbatan saluran pernafasan oleh lidah. Dari berbagai alasan tersebut
menurunya fungsi saluran pernafasan akibat menurunnya kemampuan mengeluarkan dahak dan
peningkatan resistensi saluran pernafasan oleh sputum yang kental menjadi alasan utama
dilakukan intubasi ETT dan ventilasi mekanik pada Bapak Syf.

Ada beberapa mode ventilasi yang dipasang pada Bapak Syf salah satunya adalah mode SIMV
(Synchronised Intermittent Mandatory Ventilation). SIMV merupakan salah satu mode dalam
ventilasi yang disipakan untuk proses penyapihan. Mode ini akan memberi bantuan sesuai
dengan kemampuan pernafasan pasien, jika kemampuan pernafasan baik maka mode akan
memberikan bantuan yang minimal. Semakin minimalnya bantuan pengembangan paru maka
semakin siap paru untuk dilakukan weaning (penyapihan). Penyapihan dengan mode SIMV
mungkin merupakan cara yang paling sederhana dan pendekatan penyapihan yang biasa
digunakan. Menyapih dengan SIMV diselesaikan dengan pengurangan secara progresif pada
tingkat pernafasan SIMV yang seharusnya dilakukan (biasanya 1 sampai 3 nafas permenit
disetiap langkah). Gas darah arteri diukur sesudah 30 atau lebih menit pada seting itu. Jika pH
tetap di atas 7.30 atau 7.35, tingkat SIMV lebih dikurangi pada tindakan selanjutnya sampai
tingkat mendekati nol dicapai. tahap penyapihan SIMV ditentukan oleh toleransi Bapak Syf.
Beberapa pasien mungkin membutuhkan penyapihan SIMV selama beberapa jam sedangkan
yang pasien lain mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama. Pada Bapak Syf penyapihan
membutuhkan waktu yang lama karena nilai gas darah yang masih menunjukkan tidak normal
dan nilai saturasi yang masih di bawah 95% dan nilai PH analaisa gas darah masih >7,45
(Patroniti, 2011).

Beberapa stelan yang dapat diatur untuk proses penyapihan adalah FiO2, PEEP dan RR. Pada
tahap penyapihan mode SIMV kadar FiO2 dan RR dapat diturunkan sampai 35% dan RR bisa
diturunkan 10x/menit. Kadar FiO2 dan RR yang mencapai level yang diikuti dengan kadar
saturasi O2 monitor yang baik menjadi salah satu pertimbangan dapat dilakukannya
penyampihan. Usaha weaning ventilasi mekanik terhadap Bapak Syf ternyata banyak menemui
kendala dengan indikator menurunya saturasi oksigen monitor dan peningkatan irama
pernafasan. Indikator terhadap kecukupan oksigen di dalam tubuh melalui proses weaning baru
dapat dicapai Bapak Syf setelah 21 hari perawatan di CVCU. Lamanya kemandirian dalam

4
proses ekspirasi dan inspirasi yang dialami oleh Bapak Syf kemungkinan karena proses
degeneratif berbagai organ vital terutama adalah paru-paru.

Hasil evaluasi diri terhadap pengoperasionalan ventilasi mekanik adalah: belum semua jenis
mode yang terdapat dalam ventilasi mekanik dapat dikuasai dengan baik. Mode yang dapat
dikuasai dengan baik adalah SIMV dan PS (pressure support). Mode ini banyak dikuasai karena
pasien yang didapatkan adalah pasien yang sudah beberapa hari menggunakan ventilasi
mekanik sehingga harus segera dilakukan penyapihan.

Referensi:

Allen L.A & OConnor. (2007). Management of Acute Decompensated Heart Failure. Canadian
Medical Association Journal. Vol. 176. 197- 805.

Department of Health, State of Western Australia (2008). Heart Failure Model of Care

Figueroa S.& Peters J.,(2006). Congestive Heart Failure: Diagnosis, Pathophysiology,


Therapy, and Implications for Respiratory Care . Respiratory Care. Vol. 51, No. 4

Manno L. (2005). Managing Mechanical Ventilation. Nursing ; 35; 36-41

Naji. H, Nasrabadi.A.N, & Shaban.M. (2009). The Effect Of Using Orem's Model Of Self-Care
on Recovery of Patients With Heart Failure. IJNMR, Vol 14.

Neuenschwander J.F & Bali RR. (2007). Acute Decompensated Heart Failure Crit Care Clin
Elsevier Inc. All rights reserved . Vol. 23. 737758.

Patroniti N. (2011). Mechanical Ventilation Skills And Techniques. European Society Of Intensive
Care Medicine

Sudoyo, Alwi, Setihadi, Setiati & Simardibarata. (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta :
Badan Penerbit Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tomey & Alligood. (2006). Nursing Theory. Mosby.

5
TINJAUAN KASUS

D. PENGKAJIAN
Hari / Tanggal : Kamis, 1 September 2016
Jam : 14.30 WIB - selesai
Oleh :

2. Identitas Pasien
Nama : Tn. JS
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : Perguruan Tinggi
Pekerjaan : PNS (Kepala Sekolah)
Suku / Bangsa : Betawi/Indonesia
Status perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Jombang Raya No. 64 RT.02 RW. 04 Blora
Tanggal masuk RS : 28 Agustus 2016
Ruang : ICU RS. Soetijono Blora
No. RM : 2012-33-52-62
Diagnosa Medis : Post CABG hari I, CAD 3 vessel disease

E. DATA FOKUS
No Hari/Tgl/ Symptom Etiologi Problem
1 Kamis , DS : Penurunan Penurunan
1/9/2016 DO : kemampuan cardiac output
Tekanan darah 120/70 mmHg, kontraktilitas
nadi 98x/menit, nadi teraba miokardium
kuat, akral ektremitas bawah
teraba hangat
Hasil ECG tanggal 1
Nopember 2012; irama sinus
rhytme, frekwensi QRS
98x/menit, gelombang p
normal, jarak PR 0,16, axis

6
No Hari/Tgl/ Symptom Etiologi Problem
normal, tidak terdapat T
inverted dan ST elevasi dan
depresi.
Hasil echokardiografi (tanggal
1 November 2012) EF 25-
30%, kontraktilitas LV
membaik, fungsi RV cukup,
katup-katup dalam batas
normal, hipokinetik
inferolateral, anteroseptal
normokinetik.
Cardiac output saat istirahat
dan menggunakan bantuan
IABP 9,9 liter/menit.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kemampuan kontraktilitas
miokardium.

TINDAKAN KEPERAWATAN YANG DIPELAJARI

INTRA AORTIC BALLON PUMP (IABP) UNTUK MEMBANTU MENINGKATKAN


CARDIAC OUTPUT

Intra Aoric Balloon Pump (IABP) merupakan alat bantu jantung mekanik yang bermanfaat pada
pasien dengan dengan masalah sirkulasi yang nyata atau mengancam keselamatan. Intra Aoric
Balloon Pump (IABP) dapat mengurangi resistensi ejeksi ventrikel kiri, serta meningkatkan
aliran darah koroner dan sistemik.

Menurut Alaour (2011) indikasi pemasangan IABP pada yang menjalani bedah jantung adalah
adanya resiko tinggi pada saat operasi CABG. Resiko tinggi tersebut dapat berupa ejeksi fraksi <
30%, kontraktilitas miokardium yang sangat lemah dan cardiac output <4 liter/menit. Pada Tn.
JS indikasi pemasangan IABP didasarkan pada 2 hal yaitu adanya ejeksi fraksi yang rendah
paska operasi (25-30%) dan lemahnya kontraktilitas miokardium pada bagian inferolateral.

IABP menggunakan prinsip counterpulsaltion yang dicapai sewaktu inflasi dan deflasi balon
yang berada di aorta desendens (efek mekanik). Inflasi balon menyebabkan berpindahnya

7
sejumlah darah di aorta, ke depan dan ke belakang. Tekanan dari balon didistribusikan ke sistem
pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan tekanan diastolik aorta (diastolic
augmentation). Pengembangan balon IABP menyebabkan : peningkatan tekanan perfusi
koroner, Peningkatan tekanan perfusi sistemik, peningkatan pemenuhan oksigen baik ke
pembuluh darah koroner maupun jaringan, penurunan stimulasi simpatis yang menyebabkan
penurunan denyut nadi, penurunan resistansi vaskular sistemik, dan peningkatan fungsi ventrikel
kiri. Efek-efek tersebut diharapankan dapat mencukupi kebutuhan perfusi pada miokardium.
Sedangkan efek yang dapat ditimbulkan saat balon mengempes adalah pengurangan afterload
yang selanjutnya, menyebabkan pengurangan konsumsi oksigen miokard (MVO2), penurunan
tekanan sistolik puncak (peak systolic pressure) yang menyebabkan pengurangan beban kerja
ventrikel kiri, peningkatkan curah jantung, perbaikan fraksi ejeksi (Parmana, 2010). Secara
fisiologi efek dari IABP seperti terlihat dalam skema di bawah ini:

Jenis IABP yang dipasang pada Tn. JS adalah jenis pilot otomatis, yaitu mesin akan
mengembangakan balon (inflasi) secara otomatis pada saat fase diastolik dan dan mengalami
deflesi pada saat sistolik. Pengembangan balon diatur melalui menu inflate balon dengan patokan

8
kalau tinggi pasien 5 kaki (150 cm) maka pengembangan balon 25 cc, sedangkan pada pasien
yang > 5 kaki (>150 cm) pengembangan balonnya 50 cc, karena tinggi Tn.JS lebih dari 150
maka pengembangan balonya 50 cc ( Alaour, 2011). Efektifitas dan pengaruh IABP terhadap
hemodinamik dapat dilihat pada menu monitor IABP. Salah satu indkator efektifnya adalah
tekanan augmentasi (tekanan di aorta yang disebabkan oleh pengembangan balon IABP) lebih
besar dari tekanan sistolik disertai dengan tekanan darah yang normal (100-130/ 70-80 mmHg)
dan denyut nadi (60-100x/menit) yang normal. Menu yang terdapat pada monitor IABP dapat
tergambar sebagai berikut:

Gambar monitor ini hampir sama dengan jenis IABP yang dipasang di Tn. JS. Pada gambar A
menunjukkan trigger yang dipakai untuk inflasi dan deflasi balon adalah ECG, dimana pada saat
diastolik yang digambarkan di ECG saat repolarisasi ventrikel yang tergambar pada awal
gelombang T sampai gelombang P balon akan mengalami inflasi. Sedangkan saat depolarisasi
ventrikel dan atrium (gambaran ECG gelombang P sampai akhir QRS) balon akan mengalami
deflasi. Pada gambar B menunjukkan gelombang tekanan pada arteri akaibat inflasi dan deflesi

9
balon dimana terlihat bahwa IABP mengalami inflasi sesaat setelah katup aorta menutup
(tergambar pada gelombang dicrotic notch). Senagkan gambar C menunjukkan tekanan aorta
yang diakibatkan oleh pengembangan balon IABP.

Tindakan keperawatan yang bertujuan untuk mengetahui efektifitas pemasangan IABP pada Tn.
JS selain melalui monitor juga dapat di lihat pada respon perfusi dan hemodinamik. Yang
meliputi tekanan darah, denyut jantung, denyut nadi pada dorsalis pedis, dan kehangatan akral.
Pada Tn. JS pemasangan IABP cukup efektif untuk mensuport CO saat dipantau degan monitor
yang dihubungakan dengan swanganz menunjukkan nilai 9,9 liter/menit (normal >5 liter/menit).
Pada pemantauan denyut nadi dorsalis pedis juga menunjukkan nadi dorsalis pedis teraba kuat
dan akralnya teraba hangat serta tidak terlihat pucat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pemasanagan IABP pada Tn. JS efektif menaikkan cardiac output dan perfusi jaringan.

Refleksi praktek residensi terkait kemampuan monitor IABP residensi sudah mengetahui cara
menilai efektifitas IABP melalui pemantau tekanan augmentasi dan gelombang dicrotic notch,
residensi juga dapat memantau keefektifan IABP melalui pengukuran CO menggunakan kateter
swanganz yang dihubungakn dengan monitor serta menilai keefektifan perfusi melalui evaluasi
nadi dorsalis pedis dan kehangatan akral.

Referensi:

Alaour, B. (2011). Intra-Aortic Balloon Pump Counterpulsation. Anaesthesia Tutorialof The


Week 220. worldanaesthesia@mac.com diakses tanggal 10 September 2012

Parmana, I.M.A. (2010). Intra Aortic Balloon Pump.. Anestesia & Critical Care. 28(3).

10

Anda mungkin juga menyukai