TINJAUAN PUSTAKA
Vaskularisasi di kulit diatur pleksus superfisialis (terletak di bagian atas dermis) dan
pleksus profunda (terletak di subkutis) (Djuanda, 2007).
o Nail root (akar kuku) => bagian kuku yang tertanam dalam kulit jari
o Nail Plate (badan kuku) => bagian kuku yang terbuka/ bebas.
o Nail Groove (alur kuku) => sisi kuku yang mencekung membentuk alur kuku
o Eponikium => kulit tipis yang menutup kuku di bagian proksimal
o Hiponikium => kulit yang ditutupi bagian kuku yang bebas
3. Rambut
o Akar rambut => bagian yang terbenam dalam kulit
o Batang rambut => bagian yang berada di luar kulit
Jenis rambut
o Lanugo => rambut halus pada bayi, tidak mengandung pigmen.
o Rambut terminal => rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai
medula, terdapat pada orang dewasa.
Pada dewasa, selain di kepala, terdapat juga bulu mata, rambut ketiak, rambut kemaluan,
kumis, janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh androgen (hormon seks). Rambut
halus di dahi dan badan lain disebut rambut velus. Rambut tumbuh secara siklik, fase
anagen (pertumbuhan) berlangsung 2-6 tahun dengan kecepatan tumbuh 0,35 mm perhari.
Fase telogen (istirahat) berlangsung beberapa bulan. Diantara kedua fase tersebut terdapat
fase katagen (involusi temporer). Pada suatu saat 85% rambut mengalami fase anagen dan
15 % sisanya dalam fase telogen. Rambut normal dan sehat berkilat, elastis, tidak mudah
patah, dan elastis. Rambut mudah dibentuk dengan memperngaruhi gugusan disulfida
misalnya dengan panas atau bahan kimia (Djuanda, 2007).
1. Zona koagulasi
Jaringan ini rusak irreversibel saat terjadi trauma luka bakar.
2. Zona stasis
Area yang mengelilingi zona nekrotik terjadi gangguan perfusi dengan derajat sedang.
Pada zona stasis terjadi kerusakan vaskular dan kebocoran pembuluh darah.
3. Zona hyperemia
Karakter dari zona ini adalah vasodilatasi akibat inflamasi.
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau radiasi
elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 44 0C tanpa kerusakan bermakna,
kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap derajat kenaikan temperatur. Saraf dan
pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan konduksi panas. Kerusakan
pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah,
dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif
dengan perubahan permeabilitas yang hampir menyeluruh, penimbunan jaringan masif di
interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit,
timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal
dengan syok (Moenajat, 2001).
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan organ
multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem yaitu terjadinya kerusakan kulit
yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan ekstravasasi cairan (H 2O,
elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan intraseluler
menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan hipovolemik dan
hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah
terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang
menyuplai sirkulasi organ-organ penting seperti : otak, kardiovaskuler, hepar, traktus
gastrointestinal dan neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan organ multi sistem. Proses
kegagalan organ multi sistem ini terangkum dalam bagan berikut (Brunicardi et al., 2005).
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan sumber panas seperti api,
air panas, listrik, bahan kimia, radiasi, juga kontak langsung dengan suhu rendah (frost bite).
Luka bakar diklasifikasikan menjadi Superficial Thickness, Partial Thickness, Partial
Thickness Deep dan Full Thickness dimana pembagian tersebut didasarkan pada sejauh mana
luka balar menyebabkan perlukaan. Dan juga luka bakar biasanya dinyatakan dalam derajat yang
ditentukan oleh kedalaman luka bakar.
Prognosis pada luka bakar bergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan badan
yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi dan kecepatan pengobatan
medikamentosa.
Prinsip penanganan luka bakar bergantung fase yang terjadi dimana prinsip
penatalaksanaan dibagi menjadi dua fase yaitu fase akut dan lanjut. Pada fase akut adalah
penanggulangan syok, mengatasi gangguan pernafasan, mengatasi infeksi, eksisi luka scar dan
skin graft, pemberian nutrisi dilakukan setelah keadaan umum pasien baik, rehabilitasi,
penanggulangan terhadap gangguan psikologis. Sedangkan pada fase subakut atau lanjutan
dilakukan manakala penanganan fase akut yang kurang maksimal mengakibatkan perlu
penanganan yang serius pada fase subakut atau lanjutan, yang meliputi 4 sistem homeostasis,
yaitu kardiovaskuler, renalis, imunologi, dan gastro intestinal. Dan pemulihan tergantung pada
kedalaman dan lokasi luka bakar.
DAFTAR PUSTAKA
Brunicardi F C, Anderson D, Dunn DL. 2005. Schwartzs Principles of surgery. 8th Ed.
New York: McGraw-Hill Medical Publishing.
Djuanda Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta
Gallagher JJ, Wolf SE, Herndon DN. 2008. Burns. In: Townsend CM, Beauchamp RD,
Evers BM,Mattox KL. Editors. Sabiston Textbook of Surgery. 18th Ed. Philadelphia: Saunders
Elsevier
Gibran NS. 2006. Burns. In: Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM, Gerard M,
Ronald V, Upchurch GR. Editors. Greenfields Surgery: Scientific Principles and Practice. 4th
Ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins
Moenadjat Y. 2005. Resusitasi: Dasar-dasar manajemen luka bakar fase akut. Komite
medik asosiasi luka bakar Indonesia. Jakarta. p 5-20, 54-60.
Moenadjat, Yefta. 2001. Luka Bakar Pengetahuan Klinis Praktis. FK UI. Jakarta
Tortora, G.J. dan Derrickson, B.H. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. Twelfth
Edition. Asia: Wiley
Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC.
Jakarta. p 66-88