Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit


Kulit adalah organ tubuh paling besar dan terletak paling luar yang melapisi seluruh
bagian tubuh, membungkus daging dan organ-organ yang ada didalamnya. Luas kulit orang
dewasa 2 m2 dengan berat kira-kira 16% berat badan dan tebal kulit bervariasi mulai 0,5 mm
sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit merupakan organ yang
esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks,
elastis dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga
bergantung pada lokasi tubuh (Tortora dan Derrickson, 2009).
Klasifikasi berdasarkan (Djuanda, 2007):
1. Warna
o Terang (fair skin), pirang, dan hitam
o Merah muda : pada telapak kaki dan tangan bayi
o Hitam kecokelatan : pada genitalia orang dewasa
2. Jenisnya :
o Elastis dan longgar : pada palpebra, bibir, dan preputium
o Tebal dan tegang : pada telapak kaki dan tangan orang dewasa
o Tipis : pada wajah
o Lembut : pada leher dan badan
o Berambut kasar : pada kepala
Gambar 1. Struktur Kulit
2.1.1 Anatomi Kulit
Berikut ini anatomi kulit secara histopatologik, yaitu (Djuanda, 2007):
1. Lapisan Epidermis (kutikel)

Gambar 2. Lapisan Epidermis

o Stratum Korneum (lapisan tanduk)


Lapisan kulit paling luar yang terdiri dari sel gepeng yang mati, tidak berinti,
protoplasmanya berubah menjadi keratin (zat tanduk).
o Stratum Lusidum
Terletak di bawah lapisan korneum, lapisan sel gepeng tanpa inti, protoplasmanya
berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan ini lebih jelas tampak pada
telapak tangan dan kaki.
o Stratum Granulosum (lapisan keratohialin)
Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat
inti di antaranya. Butir kasar terdiri dari keratohialin. Mukosa biasanya tidak
mempunyai lapisan ini.
o Stratum Spinosum (stratum Malphigi) atau prickle cell layer (lapisan akanta)
Terdiri dari sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya jernih karena banyak
mengandung glikogen, selnya akan semakin gepeng bila semakin dekat ke
permukaan. Di antara stratum spinosum, terdapat jembatan antar sel (intercellular
bridges) yang terdiri dari protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar
jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero.
Di antara sel spinosum juga terdapat pula sel Langerhans.
o Stratum Basalis
Terdiri dari sel kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan
dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Sel basal bermitosis dan berfungsi
reproduktif.
o Sel kolumnar
Protoplasma basofilik inti lonjong besar, di hubungkan oleh jembatan antar sel.
o Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell
Sel berwarna muda, sitoplasma basofilik dan inti gelap, mengandung pigmen
(melanosomes).

2. Lapisan Dermis (korium, kutis vera, true skin)


Terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa pada dengan elemen-elemen selular dan folikel
rambut.

Gambar 3. Lapisan Dermis


o Pars Papilare
Bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
o Pars Retikulare
Bagian bawah yang menonjol ke subkutan. Terdiri dari serabut penunjang seperti
kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri dari cairan kental
asam hialuronat dan kondroitin sulfat, dibagian ini terdapat pula fibroblas. Serabut
kolagen dibentuk oleh fibroblas, selanjutnya membentuk ikatan (bundel) yang
mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat elastin, seiring
bertambahnya usia, menjadi kurang larut dan makin stabil. Retikulin mirip kolagen
muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf, dan mudah
mengembang serta lebih elastis.

3. Lapisan Subkutis (hipodermis)


Lapisan paling dalam, terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel lemak yang bulat, besar,
dengan inti mendesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel ini berkelompok
dan dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut dengan panikulus
adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat saraf tepi,
pembuluh darah, dan getah bening. Lapisan lemak berfungsi juga sebagai bantalan,
ketebalannya berbeda pada beberapa kulit. Di kelopak mata dan penis lebih tipis, di perut
lebih tebal (sampai 3 cm).

Gambar 4. Lapisan Subkutis ( Hipodermis)

Vaskularisasi di kulit diatur pleksus superfisialis (terletak di bagian atas dermis) dan
pleksus profunda (terletak di subkutis) (Djuanda, 2007).

Adneksa Kulit (Djuanda, 2007):


1. Kelenjar Kulit, terdapat pada lapisan dermis
o Kelenjar Keringat (glandula sudorifera), keringat mengandung air, elektrolit, asam
laktat, dan glukosa. pH nya sekitar 4-6,8.
o Kelenjar Ekrin, kecil-kecil, terletak dangkal di dermis dengan secret encer. Kelenjar
Ekrin terbentuk sempurna pada minggu ke 28 kehamilan dan berfungsi 40 minggu
setelah kelahiran. Salurannya berbentuk spiral dan bermuara langsung pada kulit dan
terbanyak pada telapak tangan, kaki, dahi, dan aksila. Sekresi tergantung beberapa
faktor dan saraf kolinergik, faktor panas, stress emosional.
o Kelenjar Apokrin, lebih besar, terletak lebih dalam, secretnya lebih kental.
Dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di aksila, aerola mammae, pubis, labia
minora, saluran telinga. Fungsinya belum diketahui, waktu lahir ukurannya kecil, saat
dewasa menjadi lebih besar dan mengeluarkan secret.
o Kelenjar Palit (glandula sebasea), terletak di seluruh permukaan kuli manusia kecuali
telapak tangan dan kaki. Disebut juga dengan kelenjar holokrin karena tidak berlumen
dan sekret kelenjar ini berasal dari dekomposisi sel-sel kelenjar. Kelenjar palit
biasanya terdapat di samping akar rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar
rambut (folikel rambut). Sebum mengandung trigliserida, asam lemak bebas, skualen,
wax ester, dan kolesterol. Sekresi dipengaruhi oleh hormon androgen. Pada anak-
anak, jumlahnya sedikit. Pada dewasa menjadi lebih banyak dan berfungsi secara
aktif.
2. Kuku, bagian terminal lapisan tanduk (stratum korneum) yang menebal. Pertumbuhannya
1mm per minggu.

Gambar 5. Bagian-bagian Kuku

o Nail root (akar kuku) => bagian kuku yang tertanam dalam kulit jari
o Nail Plate (badan kuku) => bagian kuku yang terbuka/ bebas.
o Nail Groove (alur kuku) => sisi kuku yang mencekung membentuk alur kuku
o Eponikium => kulit tipis yang menutup kuku di bagian proksimal
o Hiponikium => kulit yang ditutupi bagian kuku yang bebas

3. Rambut
o Akar rambut => bagian yang terbenam dalam kulit
o Batang rambut => bagian yang berada di luar kulit

Jenis rambut
o Lanugo => rambut halus pada bayi, tidak mengandung pigmen.
o Rambut terminal => rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai
medula, terdapat pada orang dewasa.

Pada dewasa, selain di kepala, terdapat juga bulu mata, rambut ketiak, rambut kemaluan,
kumis, janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh androgen (hormon seks). Rambut
halus di dahi dan badan lain disebut rambut velus. Rambut tumbuh secara siklik, fase
anagen (pertumbuhan) berlangsung 2-6 tahun dengan kecepatan tumbuh 0,35 mm perhari.
Fase telogen (istirahat) berlangsung beberapa bulan. Diantara kedua fase tersebut terdapat
fase katagen (involusi temporer). Pada suatu saat 85% rambut mengalami fase anagen dan
15 % sisanya dalam fase telogen. Rambut normal dan sehat berkilat, elastis, tidak mudah
patah, dan elastis. Rambut mudah dibentuk dengan memperngaruhi gugusan disulfida
misalnya dengan panas atau bahan kimia (Djuanda, 2007).

2.2 Definisi Luka Bakar


Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber
panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh (flash), terkena air panas (scald),
tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia (asam
kuat, basa kuat), pajanan suhu tinggi, radiasi serta sengatan matahari (sunburn) (Wim de Jong,
2005).

2.3 Epidemiologi Luka Bakar


2.4 Etiologi Luka Bakar
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah
1. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald) ,jilatan api ketubuh
(flash), kobaran api di tubuh (flame), dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek
panas lainnya (logam panas, dan lain-lain) (Moenadjat, 2005).
2. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan
dalam bidang industri militer ataupun bahan pembersih yang sering digunakan untuk
keperluan rumah tangga (Moenadjat, 2005).
3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan. Aliran
listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah.
Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga
menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi
kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat, 2001).
4. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif. Tipe injury ini
sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia
kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat
menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat, 2001).

2.5 Fase dan Klasifikasi Luka Bakar


2.6 Patofisiologi Luka Bakar
Kulit merupakan barrier yang kuat untuk transfer energi ke lapisan di bawahnya. Area
luka di bagain kulit terbagi menjadi 3 zona, yaitu zona koagulasi, zona stasis dan zona hyperemia
(Gallagher JJ et al, 2008; Gibran NS, 2006).
Gambar 6. 3 Zona pada Area Luka di Kulit

1. Zona koagulasi
Jaringan ini rusak irreversibel saat terjadi trauma luka bakar.
2. Zona stasis
Area yang mengelilingi zona nekrotik terjadi gangguan perfusi dengan derajat sedang.
Pada zona stasis terjadi kerusakan vaskular dan kebocoran pembuluh darah.
3. Zona hyperemia
Karakter dari zona ini adalah vasodilatasi akibat inflamasi.

Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau radiasi
elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 44 0C tanpa kerusakan bermakna,
kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap derajat kenaikan temperatur. Saraf dan
pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan konduksi panas. Kerusakan
pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah,
dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif
dengan perubahan permeabilitas yang hampir menyeluruh, penimbunan jaringan masif di
interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit,
timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal
dengan syok (Moenajat, 2001).
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan organ
multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem yaitu terjadinya kerusakan kulit
yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan ekstravasasi cairan (H 2O,
elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan intraseluler
menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan hipovolemik dan
hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah
terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang
menyuplai sirkulasi organ-organ penting seperti : otak, kardiovaskuler, hepar, traktus
gastrointestinal dan neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan organ multi sistem. Proses
kegagalan organ multi sistem ini terangkum dalam bagan berikut (Brunicardi et al., 2005).

Gambar 7. Bagan Patofisiologi Luka Bakar (Brunicardi et al., 2005)


2.7 Penatalaksanaan Luka Bakar
2.8 Komplikasi Luka Bakar
Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut yang dapat
berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan menyebabkan
kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetik yang buruk sekali sehingga diperlukan juga ahli
ilmu jiwa untuk mengembalikan kepercayaan diri.
Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar (Wim de Jong. 2005):
o Infeksi dan sepsis
o SIRS dan MODS (Multi-system Organ Disfunction Syndrome)
o Oliguria dan anuria
o Gagal ginjal
o Pneumonia nosokomial
o Perdarahan saluran cerna dan stres gastritis
o Oedem paru
o Gagal napas dan ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome )
o Anemia
o Kontraktur
o Kematian

2.9 Prognosis Luka Bakar


BAB III
KESIMPULAN

Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan sumber panas seperti api,
air panas, listrik, bahan kimia, radiasi, juga kontak langsung dengan suhu rendah (frost bite).
Luka bakar diklasifikasikan menjadi Superficial Thickness, Partial Thickness, Partial
Thickness Deep dan Full Thickness dimana pembagian tersebut didasarkan pada sejauh mana
luka balar menyebabkan perlukaan. Dan juga luka bakar biasanya dinyatakan dalam derajat yang
ditentukan oleh kedalaman luka bakar.
Prognosis pada luka bakar bergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan badan
yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi dan kecepatan pengobatan
medikamentosa.
Prinsip penanganan luka bakar bergantung fase yang terjadi dimana prinsip
penatalaksanaan dibagi menjadi dua fase yaitu fase akut dan lanjut. Pada fase akut adalah
penanggulangan syok, mengatasi gangguan pernafasan, mengatasi infeksi, eksisi luka scar dan
skin graft, pemberian nutrisi dilakukan setelah keadaan umum pasien baik, rehabilitasi,
penanggulangan terhadap gangguan psikologis. Sedangkan pada fase subakut atau lanjutan
dilakukan manakala penanganan fase akut yang kurang maksimal mengakibatkan perlu
penanganan yang serius pada fase subakut atau lanjutan, yang meliputi 4 sistem homeostasis,
yaitu kardiovaskuler, renalis, imunologi, dan gastro intestinal. Dan pemulihan tergantung pada
kedalaman dan lokasi luka bakar.
DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi F C, Anderson D, Dunn DL. 2005. Schwartzs Principles of surgery. 8th Ed.
New York: McGraw-Hill Medical Publishing.
Djuanda Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta
Gallagher JJ, Wolf SE, Herndon DN. 2008. Burns. In: Townsend CM, Beauchamp RD,
Evers BM,Mattox KL. Editors. Sabiston Textbook of Surgery. 18th Ed. Philadelphia: Saunders
Elsevier
Gibran NS. 2006. Burns. In: Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM, Gerard M,
Ronald V, Upchurch GR. Editors. Greenfields Surgery: Scientific Principles and Practice. 4th
Ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins
Moenadjat Y. 2005. Resusitasi: Dasar-dasar manajemen luka bakar fase akut. Komite
medik asosiasi luka bakar Indonesia. Jakarta. p 5-20, 54-60.
Moenadjat, Yefta. 2001. Luka Bakar Pengetahuan Klinis Praktis. FK UI. Jakarta
Tortora, G.J. dan Derrickson, B.H. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. Twelfth
Edition. Asia: Wiley
Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC.
Jakarta. p 66-88

Anda mungkin juga menyukai