Anda di halaman 1dari 1

DESY NURUL F

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua De wan Perwakilan Rakyat Fadli Zon mengatakan
pelaksanaan keistimewaan untuk Daerah Istimewa Yogyakarta tidak boleh menyalahi
undang-undang lainnya. Dalam kunjungannya ke Yogyakarta kemarin, ia bersama tim
pemantau mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang
Keistimewaan Daerah Yogyakarta.

Kami ingin mendalami sejumlah persoalan yang berkembang di Yogya terkait dengan
pelaksanaan undang-undang tersebut, terutama soal agraria, katanya dalam keterangan
tertulis,Selasa malam, 22 November 2016.

Dalam kunjungannya, rombongan anggota tim pemantau lainnya yang hadir adalah Hanafi
Rais, Sirmadji, Andika Pandu Puragabaya, Nasir Djamil, Rufinus Hotmaulana, Muslim
Ayub, Rahmat Nasution Hamka, dan Jamaludin Jaffar. Mereka mengunjungi Kabupaten
Kulonprogo dan Kabupaten Bantul.

Fadli mengatakan tim menyoroti sejumlah kasus sengketa agraria, misalnya kasus
penambangan pasir besi, lahan bandara, serta sejumlah kasus penggusuran. Semua kasus itu
berkaitan dengan klaim tanah Sultan Ground (SG) dan Pakualaman Ground (PAG).

Menurut Fadli, DPR menangkap ada kegelisahan di sejumlah masyarakat Yogya


akibat berubahnya politik hukum pertanahan sesudah berlakunya Undang-Undang
Keistimewaan. Ia menilai persoalan ini harus segera diselesaikan. Fadli mengatakan,
dari pengaduan-pengaduan yang masuk, muncul kesan bahwa Undang-Undang
Keistimewaan telah ditafsirkan seolah bersifat lex specialis terhadap Undang-Undang
Pokok Agraria. Namun, kata dia, seharusnya tidak. Sebab, Undang-Undang
Keistimewaan hanya bersifat lex specialis terhadap Undang-Undang Pemerintah
Daerah.

DPR menilai sejumlah persoalan yang muncul setelah berlakunya Undang-Undang


Keistimewaan berasal dari dua hal. Pertama, pemerintah pusat belum melengkapi
undang-undang tersebut dengan berbagai peraturan pelaksana, sehingga menimbulkan
interpretasi beragam. Kedua, peraturan tersebut masih butuh sinkronisasi dengan
peraturan lain, terutama Undang-Undang Pokok Agraria.

Menurut Fadli, sinkronisasi harus terjadi di level undang-undang. Artinya, harus


digodok bersama lagi oleh pemerintah pusat dan DPR berdasarkan masukan-masukan
dari berbagai pihak. Sebab, jika sinkronisasi aturannya dilakukan di level perda,
Undang-Undang Keistimewaan berpotensi akan menjadi lex specialis dari berbagai
undang-undang. Ia menegaskan, keistimewaan dan otonomi khusus dimaksudkan
untuk mempercepat pembangunan bagi rakyat.

DANANG FIRMANTO

https://m.tempo.co/read/news/2016/11/23/058822384/rombongan-dpr-kunjungi-yogyakarta-
bahas-sengketa-tanah

Anda mungkin juga menyukai