Gagal jantung, lebih umum disebut gagal jantung kongestif (GJK) mengacu pada
ketidakstabilan jantung dalam memperoleh oksigen dan zat-zat yang dibutuhkan tubuh.
GJK mengakibatkan gejala sisa disfungsi miokardium, hal tersebut merupakan
karakteristik menurunnya curah jantung dan meningkatnya volume intravaskuler. Suatu
kondisi yang menimbulkan kerusakan pada miokardium, jadi merusak kemampuan
jantung untuk berkontrakasi, dapat menyebabkan GJK.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
2.1 Teoritis
2.1.1 Definisi
Congestive heart failure (CHF) adalah suatau kondisi di mana jantung mengelami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan
nutrient dan oksigen secara adekuat(Udjianti Wajan Medika, 2010). gagal jantung
kongestif adalah saat dimana kurangnya fungsi pompa jantung, yang menyebabkan
kongesti akibat cairan di paru dan jaringan perifer, adalah hasil akhir yang sering
terjadi pada banyak proses penyakit jantung (Stephen J. Mcphee dan William F.
Ganong, 2010). Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna
menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau
mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa
darah untuk waktu ang singkat dan dindingotot jantung yang melemah tidak mamou
memompa dengan kuat.
Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal
ini akan mengakibatkan bendungan cairan dengan beberapa organ tubuh seperti
tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak
(congestive).
2.1.2 Etiologi
Gagal jantung merupakan hasil dari suatu kondisi yang menyebabkan overload
volume, tekanan dan disfungsi miokard, gangguan pengisian, atau
peningkatankebutuhan metabolik.
1) overload volume.
i. over transfusion.
ii. left-to right shunts.
iii. hypervolemia.
2) overload tekanan.
i. stenosis aorta.
ii. hipertensi.
iii. hipertrofi kardiomiopati.
3) disfungsi miokard.
i. kardiomopati
ii. miokarditis.
iii. iskemik/infark.
iv. disritmia.
v. keracunan.
4) gangguan pengisian.
i. stenosis mitral.
ii. stenosis trikuspidalis.
iii. tamponade kardial.
iv. Pericarditis konstriktif.
5) penigkatan ebutuhan metabolik.
i. Anemia.
ii. Demam.
iii. Beri-beri
iv. Penyakit pagets.
v. Fistula arteriovenous.
1. faktor eksterna (dari luar jantung): hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia
kronis/ berat.
2. faktor interna (dari dalam jantung):
a. disfungsi katup: ventricular septum defect (VSD), atria septum defect
(ASD), stenosis, mitral, dan insufisiensi mitral.
b.disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d.infeksi: endocarditis bacterial sub-akut.
1. Stimulasi Simpatis.
Pada CHF, stimulasi sistem saraf simpatis adalah paling berperan sebagai
mekanisme kompensasi segera. Stimulasi dari reseptor adrenergik
menyebabkan peningkatan denyut jantung, kemampuan kontraksi jantung dan
vasokonstriksi pada vena dan arteri. Sebagai akibat vasokonstriksi vena, maka
akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung sehingga akan meningkatkan
preload. Aliran darah balik dari jaringan perifer ke organ-organ besar dan
afterload menunjukkan peningkatan vasokonstriksi arteriole. Keadaan
vasokonstriksi pada arteri renal akan membuat aliran darah di ginjal berkurang
dan ginjal memberi reaksi berupa retensi garam dan air.
3. Hipertrofi Miokard
Hipertrofi miokard dengan atau tanpa dilatasi ruang, tampak sebagai suatu
penebalan dari dinding jantung menambah massa otot, mengakibatkan
kontraktilitas lebih efektif dan lebih lanjut meningkatkan curah jantung.
Low output syndrome terjadi bila jantung gagal sebagai pompa, yang
mengakibatkan gangguan sirkulasi perifer dan vasokonstriksi perifer. Bila curah
jantung tetap normal atau diatas normal namun kebutuhan metabolik tubuh tidak
mencukupi, maka high-output sindrome terjadi. Hal ini mungkin disebabkan oleh
peningkatan kebutuhan metabolik, seperti tampak pada hipertiroidisme, demam
dan kehamilan, atau mungkin dipicu oleh kondisi hiperkinetik seperti fistula
arteriovenous, beri-beri, atau penyakit pagets.
Manifestasi klinis dari kegagalan jantung akut dan kronik tergantung pada
seberapa cepat sindrom berkembang. Gagal jantung akut merupakan hasil dari
kegagalan ventrikel kiri mungkin dari infark miokard, disfungsi katup, atau krisis
hipertensi. Kejadiannya berlangsung demikian cepat di mana mekanisme
kompensasi menjadi tidak efektif, kemudian berkembang menjadi edema paru dan
kolaps sirkulasi (syok kardiogenik).
Gagal jantung kronis berkembang dalam waktu yang relatif cukup lama dan
biasanya merupakan hasil akhir dari suatu peningkatan ketidakmampuan
mekanisme kompensasi yang efektif. Biasanya gagal jantung kronis dapat
disebabkan oleh hipertensi, penyakit katup, atau penyakit paru obstruksi
kronik/menahun.
Patogenesis CHF
Data Penunjang:
Subjektif: mengeluh pusing, sesak nafas, mual, berkeringat dingin, nyeri dada.
Tujuan:
Kriterial Hasil:
Objektif: tekanan darah normal; MAP normal; denyut nadi kuat dan frekuensi
normal; kadar BUN/keratinin normal, JVP <3 cmH2O; kulit hangat,
keringat normal, irama jantung sinus; pola nafas efektif, bunyi nafas
normal; BJ tunggal, intensitas kuat, dan irama teratur.
Intervensi Rasional
1. Atur posisi tidur yang nyaman 1. Posisi tersebut memfasilitasi ekspensi
(flowers/high flowers) paru.
2. Bed rest total dan mengurangi 2. Pembatasan aktivitas dan istirahat
aktifitas yang merangsang timbulnya mengurangi konsumsi oksigen
respons valsava/vagal manuver. Catat miokard dan beban kerja jantung.
reaksi klien terhadap aktivitas yang di
lakukan
3. Monitor tanda-tanda vital dan denyut 3-7. Tanda dan gejala tersebut membantu
apikal setiap jam (pada fase akut), dan diagnosis gagal jantung kiri. Disritmia
kemudian tiap 2-4 jam bila fase akut menurunkan curah jantung. BJ3 dan BJ4
berlalu. Gallops akibat dari penurunan
pengembangan ventrikel kiri dampak dari
kerusakan katup jantung. Peningkatan kadar
BUN dan kreatinin mengindikasikan
penurunan suplai darah renal. Penurunan
sensori terjadi akibat penurunan perfusi otak.
Kecemasan meningkatkan konsumsi oksigen
miokard. Istirahat dan pembatasan aktivitas
mengurangi konsumsi oksigen mikard.
4. Monitor dan catat tanda-tanda
disritmia, auskultasi perubahan bunyi
jantung.
5. Monitor BUN/kreatinin sesuai
program terapi.
6. Observasi perubahan sensori.
7. Observasi tanda-tanda kecemasan dan
upaya memelihara lingkungan yang
nyaman. Upaykan waktu istirahat dan
tidur adekuat.
8. Kolaborasi tim gizi untuk 8-9. Diet rendah garam mengurangi retensi
memberikan diet rendah garam, cairan ekstraseluler ; selulosa memudahkan
rendah protein, dan rendah kalori (bila buang air dan mencegah respon valsava saat
klien obesitas) serta cukup selulosa. buang air besar. Oral higiene meningkatkan
nafsu makan.
9. Berikan diet sedikit-sedikit tapi sering
lakukan oral higiene secara teratur.
10. Lakukan latihan gerak secara pasif 10.Latihan gerak yang diprogramkan dapat
(bila fase akut berlalu) dan tindakan mencegah tromboeboli pada vaskular perifer.
lain untuk mencegah tromboeboli.
11. Kolaborasi tim medis untuk terapi dan 11.a. Meningkatkan kontraktilitas miokard.
tindakan. b. Menurunkan preload afterload,
a. Glikosid jantung. meningkatkan curah jantung dan menurunkan
b. Inotropik atau digitalis dan beban kerja jantung.
obat vasoaktif. c. Mencegah aktivitas berlebihan saluran
c. Antiemetik dan laxatif (sesuai pencernaan yang merangsang respon valsava.
indikasi). d. menurunkan kecemasan dan
d. Tranquilizer/sedatif (bila memberikan relaksi.
perlu). e. meningkatkan suplai oksigen selama
e. Bantuan oksigenasi dan setelah terjadi peningkatan aktivitas
(tingkatkan organ.
aliran/konsentrasinya) setiap f-h. pemeriksaan tersebut membantu
kali klien selesai melakukan menegakkan diagnosis dan menentukan
aktivitas/makan. perkembangan kondisi fisik dan fungsi
f. Cek EKG serial. jantung.
g. Rontgen toraks (bila ada
indikasi).
h. Kateterisasi jantung (flow
direct catheter), bila ada
indikasi.
i. Pasang pacemaker (bila ada
disritmia maligna atau AV
block total).
12. Monitor serum digitalis secara 12-13. Toksisitas digitalis menimbulkan
periodik, dan efek samping obat- rigiditas miokard, menurunkan curah jantung
obatan serta tanda-tanda peningkatan dan menurunkan perfusi organ.
ketegangan jantung.
13. Jangan memberikan digitalis bila di
dapatkan perubahan denyut nadi,
bunyi jantung, atau perkembangan
toksisitas digitalis dan segera
laporkan kepada tim medis.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi cairan dalam alveoli paru
sekunder terhadap status hemodinamik tidak stabil.
Data Penunjang:
Tujuan:
Kriteria Hasil:
Intervensi Rasional
1. Posisi tidur semi fowler dan batasi 1-2. memfasilitasi ekspensi paru dan
jumlah pengunjung. mengurangi konsumsi oksigen miokard.
2. Bed rest total dan batasi aktifitas
selama priode sesak napas, bantu
mengubah posisi.
3. Auskultasi suara napas dan catat 3-7. terdengarnya crakles, pola napas PND
adanya rales (crakckles) atau ronkhi atau orthopena, sianosis, peningkatan
di basal paru. PAWP mengindikasikan kongesti pulmonal,
akibat peningkatan tekanan jantung sisi kiri.
Tanda dan gejala hipoksia mengindikasikan
tidak adekuatnya perfusi jaringan akibat
kongesti pulmonl dampak dari gagal jantung
kiri. Pernapasan cheyne stokes
mengindikasikan kerusakan pusat napas di
otak, akibat penurunan perfusi otak.
4. Observasi kecepatan pernapasan
dan kedalaman (pola napas) tiap 1-
4 jam.
5. Monitor tanda/gejala edema
pulmonal (sesak napas saat
aktivitas; PND/orthopena; batuk;
takipena; sputum; bau, jumlah,
warna, viskositas; peningkatan
pulmonary artery wedge pressure).
6. Monitor tanda/gejala hipoksia
(perubahan nilai gas darah;
takikardia; peningkatan sistolik
tekanan darah; gelisah; binggung,
pusing, nyeri dada, sianosis dibibir
dan memberan mukosa).
7. Observasi tanda-tanda kesulitan
respirasi, pernapasan cheyne stokes.
Segera laporkan tim medis.
8. Kolaborasi tim medis untuk terapi 8.a. Terapi oksigen dapat meningkatkan
dan tindakan . suplai oksigen miokardium. Terapi oksigen
a. Pemberian oksigen melalui nasal yang tidak adekuat dapat mengakibatkan
kanual 4-6 liter permenit (kecuali keracunan oksigen.
bila klien mengalami hipoksia b. Diuretikmenurunkan volume cairan
kronis) kemudian 2 liter per menit. ekstraseluler. Supelmen kalium mencegah
Observasi reaksi klien dan efek hipokalemia selama terapi diuretik.
pemberian oksigen (nilai kadar c. Membebaskan alan napas, meningkatkan
ABG). inhalasi oksigen.
b. Diuretik dan suplemen kalium. d. Relaksasi otot polos arteri dan vena
c. Bronkodilator. (vasodilatasi), menurunkan tahanan perifer.
d. Sodium nitropruside. e. mengoreksi asidosis metabolik.
e. Sodium bikarbonat (bila asidosis
metabolik).
9. Monitor efek yang di harapkan, 9.Efek samping obat yang membahayakan
efek samping dan toksisitas dari harus dikaji dan di laporka.
terapi yang di berikan. Cek kadar
elektrolit. Laporkan kepada tim
medis bila ditemukan tanda
toksisitas atau komplikasi lain.
10. Kolaborasi tim gizi untuk 10.Diet rendah garam dapat menurunkan
memberikan diet jantung (rendah volume vaskular akibat retensi cairan. Diet
garam-rendah lemak). rendah lemak membantu menurunkan kadar
kolesterol darah.
3. Resiko terhadap atau kelebihan volume cairan: edema berhubungan dengan
peningkatan preload, penurunan kontraktilitas, penurunan aliran darah ke ginjal,
penurunan laju filtrasi glomelurus (peningkatan produksi ADH dan retensi air +
garam).
Data penunjang:
Tujuan:
Kriteria Hasil:
Objektif: CVP, PWP, tekanan darah, denyut nadi/jantung, berat badan dalam
batas normal, edema/asites berkurang/hilang,pola napas normal, suara
napas normal, hati dan limpa normal.
Intervensi Rasional
1. Monitor dan evaluasi CVP, PWP, 1-5. Tanda peningkatan tekanan
denyut nadi/jantung, tekanan darah hemodinamik memicu kegagalan sirkulasi
secara ketat/tiap jam (fase akut) atau akibat peningkatan volume vaskular,
2-4 jam setelah fase akut berlalu. afterload dan preload jantung kiri.
2. Monitor bunayi jantung, murmur,
palpasi iktus kordis, lebar denyut
apeks dan disritmia.
3. Observasi tanda-tanda edema
anasarka.
4. Timbang berat badan tiap hari (bila
kondisi klien memungkinkan).
5. Observasi pembesaran hati dan limpa;
catat adanya mual, muntah, distesni,
dan konstipasi.
6. Batasi makanan yang menimbulkan 6.Penimbunan gas dalam saluran pencernaan
gas dan minuman yang mengandung menimbulkan ketidak nyamanan.
karbonat.
7. Batasi asupan cairan dan berikan diet 7-8. Mencegah retensi cairan ekstraseluler
rendah garam. dan mempertahankan keseimbangan
elektrolit.
8. Oservasi input dan output cairan
(terutama per infus) dan produksi
urine per jam atau per 24 jam.
9. Kolaborasi tim medis untuk terapi 9.a. Menurunkan volume cairan ekstraseluler.
dan tindakan. b. Perubahan elektrolit memicu disritmia
a. Diuretik, catat produksi urine. jantung.
b. Cek kadar elektrolit serum. c. terapi oksigen akan meningkatkan suplai
c. Oksigenasi dengan tekanan rendah. oksigen jaringan.
d. Thoracocentesis, paracentesis, d. Menurunkan tekanan intratorakal,
phlebotomi, atau rotating tiurniquet meningkatkan kontraktilitas jantung, rotating
(bila perlu). tourniquet menurunkan aliran balik vena dan
menurunkan preload ventrikel kiri.
4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan nyeri, sesak napas, dan lingkungan rumah
sakit yang asing bagi klien.
Data Penunjang
Tujuan:
Kriteria hasil:
Objektif: Jumlah jam tidur normal, wajah klien segar, dan nyeri/sesak napas
hilang.
Intervensi Rasional
1. Mengidentifikasi pola normal tidur 1-6. Perubahan pola tidur menyebabkan
klien sebelum MRS dan perubahan kecemasan, yang dapat memicu nyeri dada
yang terjadi setelah MRS. dan dapat meningkatkan konsumsi oksigen
miokard. Keluhan fisik yang mengganggu
tidur harus dikelola untuk menunjang
kebutuhan istirahat dan mengurangi
konsumsi oksigen mikard. Prosedur ritual
dapat memberikan kenyamanan fisik sebelum
tidur yang menunjang relaksi.
2. Membantu klien dalam beradaptasi
dengan lingkungan rumah sakit.
3. Menilai adanya faktor yang
menunjang terjadinya gangguan pola
tidur (sesak napas, PND, sering buang
air kecil, nyeri, rasa takut, cemas,
merasa kesepian, kebingsingan lampu
yang terlalu terang, dan tindakan
keperawatan).
4. Memberikan tindakan untuk
mengatasi faktor penyebab (mengatur
posisi tidur yang nyaman, terapi
diuretik diberikan pada pagi hari,
memberikan obat anti nyeri sesuai
program terapi, memberikan selimut,
dan meredupkan lampu ruangan)
5. Memberikan tindakan keperawatan
yang dapat menunjang istirahat/tidur
klien (masase punggung, minum susu
hangat, gosok gigi, mengatur suhu
ruangan, memberikan bantal yang
nyaman, dan mengajak berdoa).
6. Merencanakan tindakan
perawatan/medis yang tidak
mengganggu jam istirahat/tidur klien.
7. Kolaborasi tim medis untuk 7.obat sedatif atau tranqulizer menurunkan
pemberian tourniquet trankulizer kecemasan dan membantu tidur.
sesuai kebutuhan atau indikasi.
Data Penunjang:
Tujuan:
Keriteria Hasil:
Intervensi Rasional
1. Cek perubahan warna kulit atau tanda 1. Perubahan wrna kulit di area tertekan
peradangan ulit (misal; eritema dan mengindikasikan iskemia jaringan
kepucatan) di area tonjolan tulang setempat. Nilai sekala braden
(punggung, pantat, tumit, dan area membantu perencanaan tindakan
lain setiap pergantian sif. Evaluasi pencegahan ulkus dekubitus.
sekala resiko ulkus dekubitus dengan
sekala braden setiap minggu).
2. Gangguan alat tidur yang lembut 2-4. Mencegah gesekanmulit dengan
peremukan eksternal. Mempertahankan
kebersihan dan kelmbaban kulit.
3. Lakukan perawatan kulit dan masase
tiap selesai mandi
4. Ganti linen bila basah atau lembab
dan kotor. Ganti baju klien bila
berkeringat banyak.
5. Bantu mobilisasi ringan sesuai 5.Mencegah penekanan lama dan iskemia
kemampuan klien dan upayakan jaringan di area kulit beresiko tinggi.
ambulasi miring ke kiri, terlentang
dan miring kekanan 2 jam sekali
secara terjadwal.
6. Lakukan perawatan dini ulkus 6.Hidrokoloid atau transfaran film
dekubitus bila didapatkan tanda melindungi eritema di area kulit tertekan di
kemerahan/eritema di kulit tertekan gesekkan.
(proteksi dengan balutan hidrokoloid
transparan film).
7. Tetapkan jadwal pengosongan 7.Mencegah inkotinesia yang memicu
kandung kemih ((mulai dengan setiap kelembaban berlebihan.
2 jam.)
6. Resiko terhadap devisit volume cairan berhubungan dengan efek terapi diuretik yang
berlebihan.
Data Penunjang:
Subjektif: Sering buang air kecil (bila tidak menggunakan kateter urine).\
Objektif: Produksi urine per jam atau per 24 jam, tanda-tanda vital, asupan
cairan/24 jam, kadar elektrolit darah, berat badan, jenis dan dosis
diuretik yang di berikan serta waktu pemberian.
Tujuan:
Kriteria hasil:
Objektif: Tanda-tanda vital, berat badan, produksi urine per jam atau per 24 jam,
dan kadar elektrolit dalam batas normal; asupan cairan adekuat, dosis
duretik terkontrol.
Intervensi Rasional
1. Monitor efek pemberian diuretik dengan 1-7. Hipvelomia dan defisit elektrolit dapat
saksama terjadi pada pemberian diuretik jangka
panjang. Hipokalemia memicu iritabilitas
miokard (disritmia).
2. Observasi tanda-tanda vital dan kenali
tanda-tanda dehidrasi.
3. Monitor kadar elektrolit (potasium,
sodium, klorida, hidrogen, klasium,
kalium)
4. Kolaborasi dengan tim medis untuk
memberikan supelmen potasium/kalium
jika kadar kalium serum rendah.
5. Kolaborasi untuk mendapatkan diet yang
cukup kalium (misal; pisang hijau).
6. Monitor intake cairan produksi urine per
24 jam.
7. Segera melaporkan kepada tim medis
bila didapatkan tanda-tanda dehidrasi.
7. Perubahan konsep diri (peran, harga diri ) berhubungan dengan perubahan kondisi
fisik dan prognosis penyakit.
Data Penunjang:
Subjektif: Mengeluh dirinya sudah tidak brharga lagi, cemas terhadap perubahan
sikap teman/keluarga.
Tujuan:
Klien menyadari dan menerima perubahan konsep dirinya/adapit.
Kriteria hasil:
Intervensi Rasional
1. Berikan dukungan pada tinggkah laku 1-8. Membantu klien melalui setiap tahap
sedih klien secara wajar berduka dan kehilangan secara wajar.
Keterlibatan keluarga dapat memberikan
dukungan psikologis positif bagi klien. Klien
dan keluarga tetap memiliki kendali atas
keputusan yang di ambil dalam
perawatannya.
2. Berikan privasi kepada klien dan
keluarga atau teman dekat klien agar
klien mampu mengekspresikan
perasaannya dan mencari alternatif
pemecahan masalah atau adaptasi.
3. Observasi tanda-tanda
kecemasan/ketakutan/kehawatiran
baik verbal maupun non verbal dan
berupaya selalu berada didekat pasien
bila klien membutuhkan.
4. Hindari konfronasi dengan klien,
upaya untuk menerima perasaan
dnial/marah klien.
5. Cegah tingkah laku destruktif
klienyang dpat membahayakan
dirinya
6. Lakukan komunikasi terapeutik
(membesarka hati dan harapan klien),
libatkan keluarga /orang terdekat
7. Lakukan aktivitas bertahap sesuai
dengan program terapi dan
kemampuan klien.
8. Melibatkan klien dalam mengambil
keputusan tentang perawatan dirinya.
Daftar pustaka