Anda di halaman 1dari 24

Bab I pendahuluan

1.1 Latar belakang

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian


integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang
berbentuk pelayanan biopsikososial dan spiritual yang komprehensif serta ditujukan
kepada individu, keluarga, masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh
siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan dilakukan dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan serta pemeliharaan kesehatan
dengan penekanan serta pemeliharaan kesehatan khususnya pada klien. (Perry, Potter.
2005)

Gagal jantung, lebih umum disebut gagal jantung kongestif (GJK) mengacu pada
ketidakstabilan jantung dalam memperoleh oksigen dan zat-zat yang dibutuhkan tubuh.
GJK mengakibatkan gejala sisa disfungsi miokardium, hal tersebut merupakan
karakteristik menurunnya curah jantung dan meningkatnya volume intravaskuler. Suatu
kondisi yang menimbulkan kerusakan pada miokardium, jadi merusak kemampuan
jantung untuk berkontrakasi, dapat menyebabkan GJK.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum

Mahasiswa mampu memahami konsep dan melaksanakan asuhan keperawatan


pada pasien dengan penyakit gagal jantung kongestif atau congestive heart failure.

1.2.2 Tujuan khusus


i. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit gagal
jantung kongestif.
ii. Mahasiswa mampu menganalisa data sesuai dengan pengkajian pada pasien
dengan penyakit tersebut.
iii. Mahasiswa mampu membuat diagnosa keperawatan pada pasien dengan peyakit
gagal jantung kongestif.
iv. Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit
gagal jantung kongestif.
v. Mahasiswa mampu melakukan implementasi asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit gagal jantung kongestif.
vi. Mahasiswa mampu mengevaluasi intervensi keperawatan yang telah dilakukan
pada pasien dengan penyakit gagal jantung kongestif.
Bab II tinjauan pustaka

2.1 Teoritis
2.1.1 Definisi

Congestive heart failure (CHF) adalah suatau kondisi di mana jantung mengelami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan
nutrient dan oksigen secara adekuat(Udjianti Wajan Medika, 2010). gagal jantung
kongestif adalah saat dimana kurangnya fungsi pompa jantung, yang menyebabkan
kongesti akibat cairan di paru dan jaringan perifer, adalah hasil akhir yang sering
terjadi pada banyak proses penyakit jantung (Stephen J. Mcphee dan William F.
Ganong, 2010). Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna
menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau
mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa
darah untuk waktu ang singkat dan dindingotot jantung yang melemah tidak mamou
memompa dengan kuat.

Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal
ini akan mengakibatkan bendungan cairan dengan beberapa organ tubuh seperti
tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak
(congestive).

2.1.2 Etiologi

Gagal jantung merupakan hasil dari suatu kondisi yang menyebabkan overload
volume, tekanan dan disfungsi miokard, gangguan pengisian, atau
peningkatankebutuhan metabolik.

1) overload volume.
i. over transfusion.
ii. left-to right shunts.
iii. hypervolemia.
2) overload tekanan.
i. stenosis aorta.
ii. hipertensi.
iii. hipertrofi kardiomiopati.
3) disfungsi miokard.
i. kardiomopati
ii. miokarditis.
iii. iskemik/infark.
iv. disritmia.
v. keracunan.
4) gangguan pengisian.
i. stenosis mitral.
ii. stenosis trikuspidalis.
iii. tamponade kardial.
iv. Pericarditis konstriktif.
5) penigkatan ebutuhan metabolik.
i. Anemia.
ii. Demam.
iii. Beri-beri
iv. Penyakit pagets.
v. Fistula arteriovenous.

Berdasarkan klasifikasi etiologi di atas dapat pula dikelompokkan berdasarkan


factor etiologi eksterna maupun interna.

1. faktor eksterna (dari luar jantung): hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia
kronis/ berat.
2. faktor interna (dari dalam jantung):
a. disfungsi katup: ventricular septum defect (VSD), atria septum defect
(ASD), stenosis, mitral, dan insufisiensi mitral.
b.disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d.infeksi: endocarditis bacterial sub-akut.

Tiga mekanisme kompensasi berusaha untuk mempertahankan fungsi pompa


jantung noermal yaitu peningkatan respons sistem saraf simpatis, respon frank starling,
dan hipertrofi otot jantung.

1. Stimulasi Simpatis.

Pada CHF, stimulasi sistem saraf simpatis adalah paling berperan sebagai
mekanisme kompensasi segera. Stimulasi dari reseptor adrenergik
menyebabkan peningkatan denyut jantung, kemampuan kontraksi jantung dan
vasokonstriksi pada vena dan arteri. Sebagai akibat vasokonstriksi vena, maka
akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung sehingga akan meningkatkan
preload. Aliran darah balik dari jaringan perifer ke organ-organ besar dan
afterload menunjukkan peningkatan vasokonstriksi arteriole. Keadaan
vasokonstriksi pada arteri renal akan membuat aliran darah di ginjal berkurang
dan ginjal memberi reaksi berupa retensi garam dan air.

2. Respons Frank Starling


Respon frank starling meningkatkan preload, dimana membantu
mempertahankan curah jantung. Pada reaksi ini, serabut-serabut otot jantung
berkontaksi secara lebih kuat dan lebih banyak direngang sebelum kontraksi.
Dengan terjadinya peningkatan aliran balik vena ke jantung, maka serabut-
serabut otot direnggangkan sehingga memberi kontraksi yang lebih kuat
kemudian meningkatkan volume sekunsup, yang berakibat pada peningkatan
curah jantung.

3. Hipertrofi Miokard

Hipertrofi miokard dengan atau tanpa dilatasi ruang, tampak sebagai suatu
penebalan dari dinding jantung menambah massa otot, mengakibatkan
kontraktilitas lebih efektif dan lebih lanjut meningkatkan curah jantung.

Semua mekanisme kompensasi bertindak terutama untuk mengembalikan


curah jantung mendekati normal. Bagaimanapun, selama kegagalan jantung
berlangsung, penyesuaian sirkulasi jantung dan perifer ini dapat menyebabkan
kerusakan pada fungsi pompa jantung karena semua mekanisme tersebut
memperbesar peningkatan konsumsi oksigen untuk jantung. Pada saat itulah
gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung berkembang.

2.1.3 Klasifikasi Gagal Jantung

Ada empat katagori utama yang diklasifikasi, yaitu sebagai berikut.

1. Backward vs forward failure

Backward failure dikatakkan sebagai akibat ventrikel tidak mampu


memompa volume darah keluar, menyebabkan darah terakumulasi dan
meningkatkan tekanan dalam ventrikel, atrium, dan sistem vena baik untuk
jantung sisi kanan maupun jantung sisi kiri.

Forward failure adalah akibat ketidakmampuan jantung mempertahankan


curah jantung, yang kemudian menurunkan perfusi jaringan. Karena jantung
merupakan sistem tertutup, maka backward failure dan forward failure selalu
berhubungan satu sama lain.

Efek backward failure

Kegagalan ventrikel kiri Kegagalan ventrikel kanan


1. peningkatan volume dan tekanan dalam 1. peningkatan volume dalam vena sirkulasi.
ventrikel kiri dan atrium kiri (preload) 2. peningkatan tekanan atrium kanan(preload).
2. edema paru 3. hepatomegali dan splenomegali
4. edema perifer dependen.
Efek forward failure

Kegagalan ventrikel kiri Kegagalan ventrikel kanan


1. penurunan curah jantung. 1. peningkatan volume darah.
2. menurunan perfusi jaringan. 2. penurunan volume darah ke paru.
3. peningkatan sekresi hormone renin,
aldosterone dan ADH.
4. peningkatan retensi garam dan air.
5. peningkatan volume cairan ekstraseluler.

2. Low-output vs high-output syndrome

Low output syndrome terjadi bila jantung gagal sebagai pompa, yang
mengakibatkan gangguan sirkulasi perifer dan vasokonstriksi perifer. Bila curah
jantung tetap normal atau diatas normal namun kebutuhan metabolik tubuh tidak
mencukupi, maka high-output sindrome terjadi. Hal ini mungkin disebabkan oleh
peningkatan kebutuhan metabolik, seperti tampak pada hipertiroidisme, demam
dan kehamilan, atau mungkin dipicu oleh kondisi hiperkinetik seperti fistula
arteriovenous, beri-beri, atau penyakit pagets.

3. Kegagalan akut vs kegagalan kronik

Manifestasi klinis dari kegagalan jantung akut dan kronik tergantung pada
seberapa cepat sindrom berkembang. Gagal jantung akut merupakan hasil dari
kegagalan ventrikel kiri mungkin dari infark miokard, disfungsi katup, atau krisis
hipertensi. Kejadiannya berlangsung demikian cepat di mana mekanisme
kompensasi menjadi tidak efektif, kemudian berkembang menjadi edema paru dan
kolaps sirkulasi (syok kardiogenik).

Gagal jantung kronis berkembang dalam waktu yang relatif cukup lama dan
biasanya merupakan hasil akhir dari suatu peningkatan ketidakmampuan
mekanisme kompensasi yang efektif. Biasanya gagal jantung kronis dapat
disebabkan oleh hipertensi, penyakit katup, atau penyakit paru obstruksi
kronik/menahun.

4. Kegagalan ventrikel kanan vs ventrikel kiri

Kegagalan ventrikel kiri adalah merupakan frekuensi tersering dari dua


contoh kegagalan jantung dimana hanya satu sisi jantung yang dipengaruhi.
Secara tipikal disebabkan oleh penyakit hipertensi, coronary artery disease
(CAD), dan penyakit katup jantung sisi kiri (mitral dan aorta). Kongesti pulmoner
dan edema paru biasanya merupakan gejala segera (onset) dari gagal jantung kiri.
Gagal jantung kanan sering disebabkan oleh gagal jantung kiri, gangguan
katup trikuspidalis, atau pulmonal. Hipertensi pulmoner juga mendukung
berkembangnya kegagalan jantung kanan, peningkatan kongesti atau bendungan
vena sistematik, dan edema perifer.

Dampak dari gagal jantung kiri dan kanan

Gagal jantung kiri Gagal jantung kanan


1. volume dan tekanan ventrikel kiri serta 1. volume vena sistematik meningkat.
atrium kiri meningkat. 2. volume dalam organ/sel meningkat.
2. volume vena pulmonal meningkat. 3. hati membesar.
3. edema paru. 4. limpa membesar.
4. curah jantung menurun sehingga perfusi 5. dependen edema.
jaringan menurun. 6. hormon retensi air dan Na+ meningkat
5. darah ke ginjal dan kelenjar menurun sehingga reabsorbsi meningkat.
6. volume darah ke paru menurun 7. volume cairan ekstrasel meningkat.
8. volume darah total meningkat.

Patogenesis CHF

Hipertensi dan penyakit jantung iskemia


Katup mitral/defek katup aorta

1. kiri Ventrikel kiri gagal memompa

Mekanisme kompensasi mengalami


kegagalan

Peningkatan tekanan darah sisa


(EDV/preload)

Penurunan kapasitas isi ventrikel

Hipertrofi atrium kiri dan terjadi bendungan


darah (tekanan atrium kiri tinggi)

Bendungan dan peningkatan tekanan pada


vena pulmonalis

Kongestif paru: edema paru dan PWP


meningkat

Bendungan dan peningkatan tekanan pada


arteri pulmonalis
Peningkatan beban sistolik pada ventrikel
kanan

2. kanan Ventrikel kanan gagal memompa

Co atrium kanan menurun dan tekanan akhir


diastolik meningkat
(bendungan dan peningkatan atrium kanan)

Bendungan vena sistemik dan peningkatan


tekanan vena cava

Hambatan arus balik vena dan menimbulkan


bendungan sistemik

3. kiri dan Ventrikel kiri dan kanan gagal memompa


kanan
CONGESTIVE HEART FAILURE

2.2 Landasan teoritis keperawatan


2.2.1 Pengkajian
I. Riwayat keperawatan
1. Keluhan:
a. Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
b.Palpitasi atau berdebar-debar.
c. Paroxysmal nocturnal dyspnea (pnd) atau orthopnea, sesak napas saat
beraktifitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari dua buah.
d.Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
e. Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan).
f. Insomnia.
g.Kaki bengkak dan berat badan bertambah.
h.Jumlah urine menurun.
i. Serangan timbul mendadak/sering kambuh.
2. Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, diabetes mellitus,
bedah jantung, dan disritmia.
3. Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alcohol.
4. Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung, steroid,
jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
5. Pola eliminasi urine: oliguria, nokturia.
6. Merokok: perokok, cara/jumlah batang per hari, jangka waktu.
7. Postur, kegelisahan, kecemasan.
8. Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang merupakan
faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat perkembangan CHF.

II. Studi diagnostik


1. Hitung sel darah lengkap: anemia berat/anemia gravis atau polisitemia vera.
2. Hitung sel darah putih: lekositosis(endocarditis dan miokarditis) atau keadaan
infeksi lain.
3. Analisis gas darah (AGD):menilai derajat gangguan keseimbangan asam basa baik
metabolik maupun respiratorik.
4. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, Low Density Lipoprotein
merupakan resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan
5. Serum katekolamin: pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit adrenal.
6. Sedimentasi meningkat akibat inflamasi akut.
7. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap fungsi hati
atau ginjal.
8. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid.
9. Echocardiogram: menilai stenosis/inkompetensi, pembesaran ruang jantung,
hipertrofi ventrikel.
10. Scan jantung: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang penurunan
kemampuan kontraksi.
11. Rontogen toraks: untuk menilai pembesaran jantung (cardio thoraxic ratio/CTR).
12. Kateterisasi jantung: menilai fraksi ejeksi ventrikel.
13. EKG: menilai hipertrofi atrium/ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia.

III. Pemeriksaan fisik


1. Evaluasi status jantung: berat badan, tingggi badan, kelemahan, toleransi aktivitas,
nadi perifer, displace lateral PMI/iktus kordis, tekanan darah, mean arterial
pressure, bunyi jantung, denyut jantung, pulsus altenans, gallops, murmur,
obstruktif idiopathic hypertrophic sub-aorti stenosis (IHSS).
2. Respirasi: dyspnea, orthopnea, PND, suara napas tambahan (ronkhi, rales,
wheezing)
3. Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular refluks.
4. Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/takut yang kronis
5. Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites.
6. Konjungtiva pucat, sklera ikterik.
7. Capillary refill time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaphoresis, warna kulit
pucat, dan pitting edema.

2.3 Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan


1. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung, kongesti
vena skunder terhadap kegagalan kompensasi jantung.

Potensial komplikasi: syok kardiogenik

Data Penunjang:

Subjektif: mengeluh pusing, sesak nafas, mual, berkeringat dingin, nyeri dada.

Objektif: hipotensi, MAP abnormal, takikardi, disritmia, diaforesis, pulsus


alternans, kulit dingin dan pucat, dispnea, dispenea/orthopena/PND,
ronkhi, BUN/kreatinin meningkat, oliguri,pulsasi venajugularis/JVP > 3
cmH2O, DISRITMIA, bj3 gallops, BJ1/BJ2 melemah atau split,
terdengar menurun/bising.

Tujuan:

Perfusi jaringan, curah jantung adekuat, dan tanda-tanda dekompensasi kordis


tidak berkembang.

Kriterial Hasil:

Subjektif: keluhan di atas (pada data penunjang) berkurang atau hilang.

Objektif: tekanan darah normal; MAP normal; denyut nadi kuat dan frekuensi
normal; kadar BUN/keratinin normal, JVP <3 cmH2O; kulit hangat,
keringat normal, irama jantung sinus; pola nafas efektif, bunyi nafas
normal; BJ tunggal, intensitas kuat, dan irama teratur.

Intervensi Rasional
1. Atur posisi tidur yang nyaman 1. Posisi tersebut memfasilitasi ekspensi
(flowers/high flowers) paru.
2. Bed rest total dan mengurangi 2. Pembatasan aktivitas dan istirahat
aktifitas yang merangsang timbulnya mengurangi konsumsi oksigen
respons valsava/vagal manuver. Catat miokard dan beban kerja jantung.
reaksi klien terhadap aktivitas yang di
lakukan
3. Monitor tanda-tanda vital dan denyut 3-7. Tanda dan gejala tersebut membantu
apikal setiap jam (pada fase akut), dan diagnosis gagal jantung kiri. Disritmia
kemudian tiap 2-4 jam bila fase akut menurunkan curah jantung. BJ3 dan BJ4
berlalu. Gallops akibat dari penurunan
pengembangan ventrikel kiri dampak dari
kerusakan katup jantung. Peningkatan kadar
BUN dan kreatinin mengindikasikan
penurunan suplai darah renal. Penurunan
sensori terjadi akibat penurunan perfusi otak.
Kecemasan meningkatkan konsumsi oksigen
miokard. Istirahat dan pembatasan aktivitas
mengurangi konsumsi oksigen mikard.
4. Monitor dan catat tanda-tanda
disritmia, auskultasi perubahan bunyi
jantung.
5. Monitor BUN/kreatinin sesuai
program terapi.
6. Observasi perubahan sensori.
7. Observasi tanda-tanda kecemasan dan
upaya memelihara lingkungan yang
nyaman. Upaykan waktu istirahat dan
tidur adekuat.
8. Kolaborasi tim gizi untuk 8-9. Diet rendah garam mengurangi retensi
memberikan diet rendah garam, cairan ekstraseluler ; selulosa memudahkan
rendah protein, dan rendah kalori (bila buang air dan mencegah respon valsava saat
klien obesitas) serta cukup selulosa. buang air besar. Oral higiene meningkatkan
nafsu makan.
9. Berikan diet sedikit-sedikit tapi sering
lakukan oral higiene secara teratur.
10. Lakukan latihan gerak secara pasif 10.Latihan gerak yang diprogramkan dapat
(bila fase akut berlalu) dan tindakan mencegah tromboeboli pada vaskular perifer.
lain untuk mencegah tromboeboli.
11. Kolaborasi tim medis untuk terapi dan 11.a. Meningkatkan kontraktilitas miokard.
tindakan. b. Menurunkan preload afterload,
a. Glikosid jantung. meningkatkan curah jantung dan menurunkan
b. Inotropik atau digitalis dan beban kerja jantung.
obat vasoaktif. c. Mencegah aktivitas berlebihan saluran
c. Antiemetik dan laxatif (sesuai pencernaan yang merangsang respon valsava.
indikasi). d. menurunkan kecemasan dan
d. Tranquilizer/sedatif (bila memberikan relaksi.
perlu). e. meningkatkan suplai oksigen selama
e. Bantuan oksigenasi dan setelah terjadi peningkatan aktivitas
(tingkatkan organ.
aliran/konsentrasinya) setiap f-h. pemeriksaan tersebut membantu
kali klien selesai melakukan menegakkan diagnosis dan menentukan
aktivitas/makan. perkembangan kondisi fisik dan fungsi
f. Cek EKG serial. jantung.
g. Rontgen toraks (bila ada
indikasi).
h. Kateterisasi jantung (flow
direct catheter), bila ada
indikasi.
i. Pasang pacemaker (bila ada
disritmia maligna atau AV
block total).
12. Monitor serum digitalis secara 12-13. Toksisitas digitalis menimbulkan
periodik, dan efek samping obat- rigiditas miokard, menurunkan curah jantung
obatan serta tanda-tanda peningkatan dan menurunkan perfusi organ.
ketegangan jantung.
13. Jangan memberikan digitalis bila di
dapatkan perubahan denyut nadi,
bunyi jantung, atau perkembangan
toksisitas digitalis dan segera
laporkan kepada tim medis.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi cairan dalam alveoli paru
sekunder terhadap status hemodinamik tidak stabil.

Potensial komplikasi: hipoksia berat.

Data Penunjang:

Subjektif: sesak nafas, nyeri dada, batuk, letargi, keletihan.

Objektif: agitasi atau binggung, sianosis, wheezing, rales/ronkhi di basal paru,


retraksi intercosta/supraternal, pernapasan cuping hidung, nilai ABG
abnormal, PND/takipnea/othopnea, dan kulit kuning pucat.

Tujuan:

Mempertahankan pertukaran gas dalam paru secara adekuat untuk meningkatkan


oksigenasi jaringan.

Kriteria Hasil:

Subjektif: keluhan sesak napas, nyeri dada, dan batuk hilang.

Objektif: tanda sianosis hilang; bunyi napas normal; tanda-tanda kesulitan


bernapas hilang; nilai ABG dalam batas normal.

Intervensi Rasional
1. Posisi tidur semi fowler dan batasi 1-2. memfasilitasi ekspensi paru dan
jumlah pengunjung. mengurangi konsumsi oksigen miokard.
2. Bed rest total dan batasi aktifitas
selama priode sesak napas, bantu
mengubah posisi.
3. Auskultasi suara napas dan catat 3-7. terdengarnya crakles, pola napas PND
adanya rales (crakckles) atau ronkhi atau orthopena, sianosis, peningkatan
di basal paru. PAWP mengindikasikan kongesti pulmonal,
akibat peningkatan tekanan jantung sisi kiri.
Tanda dan gejala hipoksia mengindikasikan
tidak adekuatnya perfusi jaringan akibat
kongesti pulmonl dampak dari gagal jantung
kiri. Pernapasan cheyne stokes
mengindikasikan kerusakan pusat napas di
otak, akibat penurunan perfusi otak.
4. Observasi kecepatan pernapasan
dan kedalaman (pola napas) tiap 1-
4 jam.
5. Monitor tanda/gejala edema
pulmonal (sesak napas saat
aktivitas; PND/orthopena; batuk;
takipena; sputum; bau, jumlah,
warna, viskositas; peningkatan
pulmonary artery wedge pressure).
6. Monitor tanda/gejala hipoksia
(perubahan nilai gas darah;
takikardia; peningkatan sistolik
tekanan darah; gelisah; binggung,
pusing, nyeri dada, sianosis dibibir
dan memberan mukosa).
7. Observasi tanda-tanda kesulitan
respirasi, pernapasan cheyne stokes.
Segera laporkan tim medis.
8. Kolaborasi tim medis untuk terapi 8.a. Terapi oksigen dapat meningkatkan
dan tindakan . suplai oksigen miokardium. Terapi oksigen
a. Pemberian oksigen melalui nasal yang tidak adekuat dapat mengakibatkan
kanual 4-6 liter permenit (kecuali keracunan oksigen.
bila klien mengalami hipoksia b. Diuretikmenurunkan volume cairan
kronis) kemudian 2 liter per menit. ekstraseluler. Supelmen kalium mencegah
Observasi reaksi klien dan efek hipokalemia selama terapi diuretik.
pemberian oksigen (nilai kadar c. Membebaskan alan napas, meningkatkan
ABG). inhalasi oksigen.
b. Diuretik dan suplemen kalium. d. Relaksasi otot polos arteri dan vena
c. Bronkodilator. (vasodilatasi), menurunkan tahanan perifer.
d. Sodium nitropruside. e. mengoreksi asidosis metabolik.
e. Sodium bikarbonat (bila asidosis
metabolik).
9. Monitor efek yang di harapkan, 9.Efek samping obat yang membahayakan
efek samping dan toksisitas dari harus dikaji dan di laporka.
terapi yang di berikan. Cek kadar
elektrolit. Laporkan kepada tim
medis bila ditemukan tanda
toksisitas atau komplikasi lain.
10. Kolaborasi tim gizi untuk 10.Diet rendah garam dapat menurunkan
memberikan diet jantung (rendah volume vaskular akibat retensi cairan. Diet
garam-rendah lemak). rendah lemak membantu menurunkan kadar
kolesterol darah.
3. Resiko terhadap atau kelebihan volume cairan: edema berhubungan dengan
peningkatan preload, penurunan kontraktilitas, penurunan aliran darah ke ginjal,
penurunan laju filtrasi glomelurus (peningkatan produksi ADH dan retensi air +
garam).

Data penunjang:

Subjektif: sesak napas, batuk, kaki bengkak, dan berkeringat dingin.

Objektif: edema ekstremitas, berat badan meningkat, dispena/orthopena/PND,


asites, hepotomegali, splenomegali, kardiomegali-CTR > 50%, EKG:
LVH, RVH, deviasi axis; pergeseran aspek, perubahan denyut nadi,
peningkatan CVP/PWP/tekanan darah, ronkhi, oliguri/anuria, JVP > 3
cmH2O, pelebaran vena abdominal.

Tujuan:

Mencegah/mengirangi kelebihan volume cairan dan meningkatkan perfusi


jaringan.

Kriteria Hasil:

Subjektif: keluhan berkurang atau hilang.

Objektif: CVP, PWP, tekanan darah, denyut nadi/jantung, berat badan dalam
batas normal, edema/asites berkurang/hilang,pola napas normal, suara
napas normal, hati dan limpa normal.

Intervensi Rasional
1. Monitor dan evaluasi CVP, PWP, 1-5. Tanda peningkatan tekanan
denyut nadi/jantung, tekanan darah hemodinamik memicu kegagalan sirkulasi
secara ketat/tiap jam (fase akut) atau akibat peningkatan volume vaskular,
2-4 jam setelah fase akut berlalu. afterload dan preload jantung kiri.
2. Monitor bunayi jantung, murmur,
palpasi iktus kordis, lebar denyut
apeks dan disritmia.
3. Observasi tanda-tanda edema
anasarka.
4. Timbang berat badan tiap hari (bila
kondisi klien memungkinkan).
5. Observasi pembesaran hati dan limpa;
catat adanya mual, muntah, distesni,
dan konstipasi.
6. Batasi makanan yang menimbulkan 6.Penimbunan gas dalam saluran pencernaan
gas dan minuman yang mengandung menimbulkan ketidak nyamanan.
karbonat.
7. Batasi asupan cairan dan berikan diet 7-8. Mencegah retensi cairan ekstraseluler
rendah garam. dan mempertahankan keseimbangan
elektrolit.
8. Oservasi input dan output cairan
(terutama per infus) dan produksi
urine per jam atau per 24 jam.
9. Kolaborasi tim medis untuk terapi 9.a. Menurunkan volume cairan ekstraseluler.
dan tindakan. b. Perubahan elektrolit memicu disritmia
a. Diuretik, catat produksi urine. jantung.
b. Cek kadar elektrolit serum. c. terapi oksigen akan meningkatkan suplai
c. Oksigenasi dengan tekanan rendah. oksigen jaringan.
d. Thoracocentesis, paracentesis, d. Menurunkan tekanan intratorakal,
phlebotomi, atau rotating tiurniquet meningkatkan kontraktilitas jantung, rotating
(bila perlu). tourniquet menurunkan aliran balik vena dan
menurunkan preload ventrikel kiri.

4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan nyeri, sesak napas, dan lingkungan rumah
sakit yang asing bagi klien.
Data Penunjang

Subjektif: Mengeluh sulit tidur/sering terbangun, pusing, nyeri dada, sulit


beradaptasi dengan lingkungan RS, dan sesak napas.

Objektif: Mata klien sayu, wajah tampak layu, tampak lelah/gelisah/kesakitan,


jumlah jam tidur klien berkurang, sering menguap/menggosokan mata,
dan dispnea/orthopena/PND.

Tujuan:

Memenuhi kebutuhan istirahat/tidur klien secara adekuat (kualtas maupun


kuantitas)

Kriteria hasil:

Subjektif: Mengatakan mampu tidur dengan nyaman, dan keluhan-keluhan hilang.

Objektif: Jumlah jam tidur normal, wajah klien segar, dan nyeri/sesak napas
hilang.

Intervensi Rasional
1. Mengidentifikasi pola normal tidur 1-6. Perubahan pola tidur menyebabkan
klien sebelum MRS dan perubahan kecemasan, yang dapat memicu nyeri dada
yang terjadi setelah MRS. dan dapat meningkatkan konsumsi oksigen
miokard. Keluhan fisik yang mengganggu
tidur harus dikelola untuk menunjang
kebutuhan istirahat dan mengurangi
konsumsi oksigen mikard. Prosedur ritual
dapat memberikan kenyamanan fisik sebelum
tidur yang menunjang relaksi.
2. Membantu klien dalam beradaptasi
dengan lingkungan rumah sakit.
3. Menilai adanya faktor yang
menunjang terjadinya gangguan pola
tidur (sesak napas, PND, sering buang
air kecil, nyeri, rasa takut, cemas,
merasa kesepian, kebingsingan lampu
yang terlalu terang, dan tindakan
keperawatan).
4. Memberikan tindakan untuk
mengatasi faktor penyebab (mengatur
posisi tidur yang nyaman, terapi
diuretik diberikan pada pagi hari,
memberikan obat anti nyeri sesuai
program terapi, memberikan selimut,
dan meredupkan lampu ruangan)
5. Memberikan tindakan keperawatan
yang dapat menunjang istirahat/tidur
klien (masase punggung, minum susu
hangat, gosok gigi, mengatur suhu
ruangan, memberikan bantal yang
nyaman, dan mengajak berdoa).
6. Merencanakan tindakan
perawatan/medis yang tidak
mengganggu jam istirahat/tidur klien.
7. Kolaborasi tim medis untuk 7.obat sedatif atau tranqulizer menurunkan
pemberian tourniquet trankulizer kecemasan dan membantu tidur.
sesuai kebutuhan atau indikasi.

5. Resiko teradap kerusakan intergitas kulit: ulkus dekubitus berhubungan dengan


imbobilisasi/intoleransi aktivitas, edema, dan perubahan perfusi jaringan.

Data Penunjang:

Subjektif: Keluhan tidak nyaman di area tertekan, berkeringat banyak, tidak


mampu beraktivitas, dan takut bergerak.
Objektif: Edema, bed rest, kulit lembap, mobilitas pasif, tanda vital abnormal, alas
tidur lembab, kemerahan pada kulit punggung/daerah tertekan lainnya,
skala resiko dekubitus (braden scale; resiko sedang-tinggi).

Tujuan:

Mencegah kerusakan jaringan kulit

Keriteria Hasil:

Subjektif: Keluhan berkurang/hilang.

Objektif: Edema hilang, kelembaban kulit normal, mampu melakukan aktivitas


sesuai kemampuan, tanda-tanda vital dalm batas normal, alas tidur
bersih dan kering, tidak terdapat tanda peradangan pada punggung atau
daerah tertelkan.

Intervensi Rasional
1. Cek perubahan warna kulit atau tanda 1. Perubahan wrna kulit di area tertekan
peradangan ulit (misal; eritema dan mengindikasikan iskemia jaringan
kepucatan) di area tonjolan tulang setempat. Nilai sekala braden
(punggung, pantat, tumit, dan area membantu perencanaan tindakan
lain setiap pergantian sif. Evaluasi pencegahan ulkus dekubitus.
sekala resiko ulkus dekubitus dengan
sekala braden setiap minggu).
2. Gangguan alat tidur yang lembut 2-4. Mencegah gesekanmulit dengan
peremukan eksternal. Mempertahankan
kebersihan dan kelmbaban kulit.
3. Lakukan perawatan kulit dan masase
tiap selesai mandi
4. Ganti linen bila basah atau lembab
dan kotor. Ganti baju klien bila
berkeringat banyak.
5. Bantu mobilisasi ringan sesuai 5.Mencegah penekanan lama dan iskemia
kemampuan klien dan upayakan jaringan di area kulit beresiko tinggi.
ambulasi miring ke kiri, terlentang
dan miring kekanan 2 jam sekali
secara terjadwal.
6. Lakukan perawatan dini ulkus 6.Hidrokoloid atau transfaran film
dekubitus bila didapatkan tanda melindungi eritema di area kulit tertekan di
kemerahan/eritema di kulit tertekan gesekkan.
(proteksi dengan balutan hidrokoloid
transparan film).
7. Tetapkan jadwal pengosongan 7.Mencegah inkotinesia yang memicu
kandung kemih ((mulai dengan setiap kelembaban berlebihan.
2 jam.)

6. Resiko terhadap devisit volume cairan berhubungan dengan efek terapi diuretik yang
berlebihan.

Data Penunjang:

Subjektif: Sering buang air kecil (bila tidak menggunakan kateter urine).\

Objektif: Produksi urine per jam atau per 24 jam, tanda-tanda vital, asupan
cairan/24 jam, kadar elektrolit darah, berat badan, jenis dan dosis
diuretik yang di berikan serta waktu pemberian.

Tujuan:

Mencegah terjadinya defisit cairan dan efek diuretik terkontrol.

Kriteria hasil:

Objektif: Tanda-tanda vital, berat badan, produksi urine per jam atau per 24 jam,
dan kadar elektrolit dalam batas normal; asupan cairan adekuat, dosis
duretik terkontrol.
Intervensi Rasional
1. Monitor efek pemberian diuretik dengan 1-7. Hipvelomia dan defisit elektrolit dapat
saksama terjadi pada pemberian diuretik jangka
panjang. Hipokalemia memicu iritabilitas
miokard (disritmia).
2. Observasi tanda-tanda vital dan kenali
tanda-tanda dehidrasi.
3. Monitor kadar elektrolit (potasium,
sodium, klorida, hidrogen, klasium,
kalium)
4. Kolaborasi dengan tim medis untuk
memberikan supelmen potasium/kalium
jika kadar kalium serum rendah.
5. Kolaborasi untuk mendapatkan diet yang
cukup kalium (misal; pisang hijau).
6. Monitor intake cairan produksi urine per
24 jam.
7. Segera melaporkan kepada tim medis
bila didapatkan tanda-tanda dehidrasi.

7. Perubahan konsep diri (peran, harga diri ) berhubungan dengan perubahan kondisi
fisik dan prognosis penyakit.

Data Penunjang:

Subjektif: Mengeluh dirinya sudah tidak brharga lagi, cemas terhadap perubahan
sikap teman/keluarga.

Objektif: Pekerjaan hobi, prognosis, perubahan gaya hidup, pera, tampak


sedih/cemas/khawatir.

Tujuan:
Klien menyadari dan menerima perubahan konsep dirinya/adapit.

Kriteria hasil:

1. Klien mampu memperluas kesadaran tentang peran, harga diri dan


kemampuannya.
2. Klien mampu intospeksi dan mengevaluasi peran, harga diri dan kemampuannya.
3. Klien mampu merncanakan dan melaksanakan perannya sesuai denga
kemampuannya dan realitas yang ada setelah sembuh dari sakit.
4. Klien mampu menerima perubahan sikap lingkungannya (bila ada ) tanpa setres
yang berarti.
5. Ekspresi wajah klien tampak tenang.

Intervensi Rasional
1. Berikan dukungan pada tinggkah laku 1-8. Membantu klien melalui setiap tahap
sedih klien secara wajar berduka dan kehilangan secara wajar.
Keterlibatan keluarga dapat memberikan
dukungan psikologis positif bagi klien. Klien
dan keluarga tetap memiliki kendali atas
keputusan yang di ambil dalam
perawatannya.
2. Berikan privasi kepada klien dan
keluarga atau teman dekat klien agar
klien mampu mengekspresikan
perasaannya dan mencari alternatif
pemecahan masalah atau adaptasi.
3. Observasi tanda-tanda
kecemasan/ketakutan/kehawatiran
baik verbal maupun non verbal dan
berupaya selalu berada didekat pasien
bila klien membutuhkan.
4. Hindari konfronasi dengan klien,
upaya untuk menerima perasaan
dnial/marah klien.
5. Cegah tingkah laku destruktif
klienyang dpat membahayakan
dirinya
6. Lakukan komunikasi terapeutik
(membesarka hati dan harapan klien),
libatkan keluarga /orang terdekat
7. Lakukan aktivitas bertahap sesuai
dengan program terapi dan
kemampuan klien.
8. Melibatkan klien dalam mengambil
keputusan tentang perawatan dirinya.
Daftar pustaka

Mcphee, Stephen J dan Ganong, William F. 2010.Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju


Kedokteran Klinis. Jakarta: EKG

Anda mungkin juga menyukai