Laporan Praktikum Ekologi Perairan Panta
Laporan Praktikum Ekologi Perairan Panta
EKOLOGI PERAIRAN
PRAKTIKUM
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Praktikum
Lapang Ekologi Perairan Tentang Ekosistem Pantai dan Mangrove
Oleh: Kelompok II
Nurun Nihayati P. NIM. 201310260311028
Yudha Hidayah NIM. 201310260311058
Rezky Dinda Ayu NIM. 201310260311063
Rohmat Syaivudin M. S. NIM. 201310260311069
Adil Prasetyo NIM. 201310260311071
LABORATORIUM PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN-PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
2.3.1.2 Kekeruhan
Menurut Sandy (1985), muatan padatan tersuspensi dan kekeruhan sangat
dipengaruhi oleh musim. Pada waktu musim penghujan kandungan lumpur relatif
lebih tinggi karena besaran laju erosi yang terjadi, sedangkan pada musim kemarau
tingkat kekeruhan air dipengaruhi oleh laju aliran air yang terbatas menoreh hasil-
hasil endapan. Kekeruhan berbanding terbalik dengan kecerahan. Semakin tinggi
kecerahan maka semakin rendah kekeruhan. Begitu pula sebaliknya.
2.3.1.3 Kecerahan
Menurut Akrimi dan Subroto (2002) dalam Priscilla (2013), kecerahan
merupakan ukuran transportasi perairan, yang ditentukan secara visual dengan
menggunakan secchi disk. Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan ke
dalam air dan dinyatakan dengan (0/00), dari beberapa panjang gelombang di daerah
spektrum yang terlihat cahaya yang melalui lapisan sekitar 1 meter, jatuh agak lurus
pada permukaan air. Kecerahan air berkisar antara 40-85 cm, tidak menunjukkan
perbedaan yang besar. Kecerahan pada musim kemarau adalah 40-85 cm dan pada
musim hujan antara 60-80 cm. Kecerahan air di bawah 100 cm tergolong tingkat
kecerahan rendah. Berdasarkan intensitas cahaya perairan bahari secara vertikal
dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu zona Eupotik, zona disfotik dan zona afotik. Jadi
berdasarkan kecerahan, perairan pantai Bentar memiliki tingkat kecerahan buruk.
2.3.1.5 Arus
Menurut Odum (1971), arus merupakan faktor pembatas utama pada aliran
deras tetapi dasar yang keras, terutama bila terdiri dari batu, dapat menyediakan
perubahan yang cocok untuk organisme (flora & fauna) untuk menempel &
melekat.
2.3.2.3 Karbondioksida
Menurut Ghufran dan Andi (2007), karbondioksida adalah molekul karbon
anorganik. Perairan alami pada umumnya mengandung karbondioksida sebesar 2
mg/l. Konsentrasi karbondioksida yang tinggi (>10 mg/l), dapat beracun,
keberadaannya dalam darah dapat menghambat pengikatan oksigen oleh
hemoglobin.
2.3.2.4 Salinitas
Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air. Setelah semua
karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromide dan iodide digantikan oleh
klorida dan semua bahan anorganik telah dioksida. Salinitas dinyatakan dalam
satuan g/kg atau promil (%). Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 5%.
Perairan payau antara 0,50%-30%, dan perairan laut 30%-40%. Pada perairan
pesisir, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masuknya air tawar di sungai.
Salinitas dapat diukur dengan menggunakan alat yang disebut dengan refraktometer
atau salinometer. Satuan untuk pengukuran salinitas adalah satuan gram per
kilogram (ppt) atau promil (ppm). Nilai salinitas untuk perairan tawar biasanya
berkisar antara 0-0,05 ppt dan perairan laut berkisar antara 30-35 ppt. Umumnya
salinitas air laut relatif stabil kecuali pada muara-muara sungai dimana tempat
pertemuan air tawar dan air laut. Jadi berdasarkan salinitas, perairan pantai Bentar
dapat dikatakan normal. (Arisandi,2011).
2.3.3.2 Benthos
Bentos merupakan organisme yang hidup pada dasar endapan. Hewan
bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas
lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke
habitatnya. Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya
perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu (Odum,1971).
2.3.3.3 Nekton
Nekton merupakan hewan yang bergerak aktif dengan menggunakan otot
yang kuat. Hewan tingkat tinggi yang hidup di ekosistem air tawar maupun air laut,
misalnya ikan, dalam mengatasi perbedaan tekanan osmosis melakukan
osmoregulasi untuk memelihara keseimbangan air dalam tubuhnya melalui sistem
ekskresi, insang dan pencernaan. Nekton merupakan organisme yang dapat
bergerak dan berenang dengan kemauan sendiri (Odum,1971).
2.3.3.4 Neuston
Neuston merupakan organisme yang mengapung atau berenang di
permukaan air atau bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air.
Organisme yang tinggal atau beristirahat di atas permukaan air, yang pergerakannya
tidak di pengaruhi oleh pergerakan arus (Odum,1971).
2.3.3.5 Perifiton
Perifiton merupakan hewan yang ukurannya sangat kecil (mikroskopis),
oleh karena itu perifiton tidak dapat dilihat oleh mata tanpa bantuan mikroskop.
Perifiton adalah tumbuhan atau hewan yang tumbuh dan menempel pada objek
yang tenggelam (Odum,1971).
BAB III
METODOLOGI
3.2.2 Bahan
1) Aquades 4) Teskit nitrat 7) Teskit amonia
2) Kertas lakmus 5) Teskit nitrit 8) Lugol 1%
3) Sampel air laut 6) Teskit fosfat 9) Tali Rafia
4.2 Pembahasan
4.2.1 Parameter Fisika
4.2.1.1 Suhu
Berdasarkan pengukuran suhu dengan termometer, perairan di pantai Bentar
mempunyai suhu rata-rata 27,5 . Menurut Nybakken (1988), salah satu faktor
yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme
adalah temperatur. Hewan makrobenthos juga dipengaruhi oleh temperatur
perairan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Effendi (2003),
bahwa kisaran temperatur yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton secara
umum di perairan adalah 20 0C30 0C. Jadi berdasarkan suhunya, perairan pantai
Bentar termasuk dalam kategori normal.
4.2.1.2 Kekeruhan
Dalam Praktikum lapang di pantai Bentar, tidak dilakukan pengukuran
kekeruhan. Hal ini disebabkan oleh TD Scan yang tidak berfungsi akibat salinitas
yang terlalu tinggi. Menurut Sandy (1985), muatan padatan tersuspensi dan
kekeruhan sangat dipengaruhi oleh musim. Pada waktu musim penghujan
kandungan lumpur relatif lebih tinggi karena besaran laju erosi yang terjadi,
sedangkan pada musim kemarau tingkat kekeruhan air dipengaruhi oleh laju aliran
air yang terbatas menoreh hasil-hasil endapan. Menurut Ghufran dan Andi (2007),
kecerahan perairan berlawanan dengan kekeruhan yang juga disebabkan adanya
bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, maupun bahan
anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikrooganisme lainnya.
Kekeruhan berbanding terbalik dengan kecerahan. Semakin tinggi kecerahan maka
semakin rendah kekeruhan dan begitu pula sebaliknya. Berdasarkan kecerahan
yang telah diukur, kekeruhan di perairan pantai Bentar tinggi.
4.2.1.3 Kecerahan
Berdasarkan pengukuran kecerahan dengan sechhi disk, perairan di pantai
Bentar mempunyai kecerahan rata-rata 2,1 cm. Menurut Akrimi dan Subroto (2002)
dalam Priscilla (2013) menyatakan bahwa kecerahan air berkisar antara 40-85 cm,
tidak menunjukkan perbedaan yang besar. Kecerahan pada musim kemarau adalah
40-85 cm,dan pada musim hujan antara 60-80 cm, kecerahan air di bawah 100 cm
tergolong tingkat kecerahan rendah. Berdasarkan intensitas cahaya perairan bahari
secara vertikal dibagi menjadi 3 wilayah,yaitu zona eupotik, zona disfotik dan zona
afotik. Menurut Ghufran dan Andi (2007), kecerahan perairan berlawanan dengan
kekeruhan yang juga disebabkan adanya bahan organik dan anorganik yang
tersuspensi dan terlarut, maupun bahan anorganik dan organik yang berupa
plankton dan mikrooganisme lainnya. Jadi berdasarkan kecerahan, perairan pantai
Bentar memiliki tingkat kecerahan buruk.
4.2.1.5 Arus
Berdasarkan pengukuran arus dengan bola dan rafia, perairan di pantai
Bentar mempunyai arus rata-rata 4,7 m/s. Menurut Odum (1971), arus merupakan
faktor pembatas utama pada aliran deras, tetapi dasar yang keras, terutama bila
terdiri dari batu, dapat menyediakan perubahan yang cocok untuk organisme (flora
& fauna) untuk menempel & melekat.
4.2.2.3 Karbondioksida
Dalam Praktikum lapang di pantai Bentar, tidak dilakukan pengukuran
kadar karbondioksida terlarut. Hal tersebut dikarenakan sampel yang telah diambil
dari lokasi hilang. Menurut Ghufran dan Andi (2007), Perairan alami pada
umumnya mengandung karbondioksida sebesar 2 mg/l. Konsentrasi
karbondioksida yang tinggi (>10 mg/l), dapat beracun, keberadaannya dalam darah
dapat menghambat pengikatan oksigen oleh hemoglobin.
4.2.2.4 Salinitas
Berdasarkan pengukuran salinitas dengan refraktometer, perairan di pantai
Bentar mempunyai salinitas rata-rata 30 ppm. Menurut Wahida (2013), air laut
mempunyai kadar salinitas > 30 o/oo . Umumnya salinitas air laut relatif stabil
kecuali pada muara-muara sungai dimana tempat pertemuan air tawar dan air laut.
Jadi berdasarkan salinitas, perairan pantai Bentar dapat dikatakan normal.
4.2.2.5 Nitrat
Berdasarkan pengukuran nitrat dengan nitrat teskit, perairan di pantai
Bentar mempunyai kadar nitrat terlarut sebesar 25 mg/l. Menurut Franz (2013),
nitrat berasal dari oksidasi amonium secara sempurna yang dilakukan oleh bakteri
nitrifikasi yang bersifat autotrof. Nitrat tersebut sangat bermanfaat sebagai unsur
hara yang dibutuhkan oleh alga namun jika berlebihan akan mengakibatkan
blooming alga. Hasil pengukuran kandungan nitrat yang terlalu tinggi di pantai
Bentar dimungkinkan karena kesalahan prosedur saat praktikum.
4.2.2.6 Nitrit
Berdasarkan pengukuran nitrit dengan nitrit teskit, perairan di pantai Bentar
mempunyai kadar nitrit terlarut sebesar 0,05 mg/l. Menurut Franz (2013), nitrit
merupakan produk intermediet antara amonium dan nitrat dimana nitrit dihasilkan
dari dekomposisi bahan organik oleh bakteri Nitrosomonas. Kandungan nitrit
dalam air biasanya lebih kecil dari 8 ppm. Berdasarkan kandungan nitrit terlarut,
perairan pantai Bentar mempunyai kondisi normal.
4.2.2.7 Fosfat
Berdasarkan pengukuran fosfat dengan fosfat teskit, perairan di pantai
Bentar mempunyai kadar fosfat terlarut sebesar 0,25 mg/l. Menurut Effendi (2003),
berdasarkan kadar fosfat total, perairan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: perairan
dengan tingkat kesuburan rendah yang memiliki kadar fosfat total berkisar antara 0
0.02 mg/liter; perairan dengan tingkat kesuburan sedang memiliki kadar fosfat
0.021 0.05 mg/liter; dan perairan dengan tingkat kesuburan tinggi, memiliki kadar
fosfat total 0.051 0.1 mg/liter. Berdasarkan kadar fosfat terlarutnya, perairan
pantai Bentar mempunyai kategori tingkat kesuburan sangat tinggi. Kadar fosfat
yang tinggi tersebut mungkin diakibatkan oleh material yang dihasilkan dari
aktivitas pariwisata di pantai Bentar semisal toilet umum, sisa makanan dan lain
sebagainya.
4.2.3.2 Benthos
Pada praktikum, ditemukan 3 jenis benthos yaitu, kerang Vexillum sp,
kepiting Saccostrea cucullata dan gastropoda scylla serrata. Menurut Odum
(1971), bentos merupakan organisme yang melekat atau beristirahat pada dasar
endapan. Bentos dapat dibagi berdasarkan makananya menjadi pemakan penyaring
seperti (kerang) dan pemakan deposit seperti ( siput ). Hewan bentos hidup relatif
menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena
selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Kelompok hewan tersebut
dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu
ke waktu. Jadi berdasarkan jumlah benthos yang ditemukan, perairan pantai Bentar
punya bentos yang beragam.
4.2.3.3 Nekton
Pada praktikum, ditemukan 1 jenis nekton, yaitu udang Penaeus
latusulcatus. Menurut Odum (1971), nekton merupakan hewan yang bergerak aktif
dengan menggunakan otot yang kuat. Hewan tingkat tinggi yang hidup di ekosistem
air tawar maupun air laut, misalnya ikan, dalam mengatasi perbedaan tekanan
osmosis melakukan osmoregulasi untuk memelihara keseimbangan air dalam
tubuhnya melalui sistem ekskresi, insang dan pencernaan. Nekton merupakan
organisme yang dapat bergerak dan berenang dengan kemauan sendiri.
Dikarenakan pada saat praktikum kondisi air sedang surut, nekton berupa ikan tidak
dapat ditemukan karena mungkin sudah mengikuti surutnya air.
4.2.3.4 Neuston
Berdasarkan pengamatan sampel dari pantai Bentar, tidak ditemukan satu
pun neuston. Menurut Odum (1971), Neuston merupakan organisme yang
mengapung atau berenang di permukaan air atau bertempat pada permukaan air,
misalnya serangga air. Organisme yang tinggal atau beristirahat di atas permukaan
air, yang pergerakannya tidak di pengaruhi oleh pergerakan arus. Dikarenakan pada
saat praktikum kondisi air sedang surut, neuston tidak dapat ditemukan karena
mungkin sudah mengikuti surutnya air.
4.2.3.5 Perifiton
Berdasarkan pengamatan sampel dari pantai Bentar, tidak ditemukan satu
pun perifiton. Menurut Odum (1971), perifiton merupakan hewan yang ukurannya
sangat kecil (mikroskopis), oleh karena itu perifiton tidak dapat dilihat oleh mata
tanpa bantuan mikroskop. Perifiton adalah tumbuhan atau hewan yang tumbuh dan
menempel pada objek yang tenggelam. Tidak ditemukannya perifiton kemungkinan
diakibatkan tidak adanya substrat keras untuk menempel karena substrat Diana
adalah lumpur.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1) Ekosistem pantai adalah sebuah ekosistem yang berbentuk geografis yang
terdiri dari pasir, dan terdapat di daerah pesisir laut. Daerah pantai menjadi
batas antara daratan dan perairan laut Pantai letaknya berbatasan dengan
ekosistem darat, laut, dan daerah pasang surut. Pantai dipengaruhi oleh
siklus harian pasang surut laut. Daerah ini dihuni oleh beberapa jenis
ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi bagi kepiting dan
burung pantai.
2) Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik
dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove.
Mangrove atau bakau adalah suatu tumbuhan yang membentuk komunitas
didaerah pasang surut, hutan mangrove atau yang sering disebut hutan
bakau merupakan sebagian wilayah ekosistem pantai.
3) Parameter yang terdapat di ekosistem mangrove antara lain parameter fisika
yang meliputi suhu, kecerahan, substrat atau sedimen, pasang surut dan
arus, kemudian parameter kimia yang meliputi derajat keasaman, oksigen
terlarut, karbondioksida, salinitas, kadar nitrat, nitrit, dan fosfat, kemudian
parameter biologi meliputi plankton, benthos, nekton, neuston nekton dan
perifiton.
4) Kondisi perairan di ekosistem bakau pantai Bentar Probolinggo jika ditinjau
dari parameter fisika kondisinya normal, jika ditinjau dari parameter kimia
kondisinya normal, tetapi jika ditinjau dari parameter biologi kondisinya
kurang baik karena sedikitnya biota yang ditemukan.
5.2 Saran
1) Diharapkan kepada Laboratorium untuk melengkapi seluruh peralatannya.
2) Diharapkan agar penentuan lokasi praktikum lapang agar lebih menekankan
dari sudut pandang ekonomi.
Daftar Pustaka
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta. hal 258.
Ghufran H. Kordik, M dan Andi Baso Tanang. 2007. Pengelolaan Kualitas Air
dalam Budidaya Perairan. Jakarta: Rineka Cipta.
Wahida. Nurul 2013. Mengidetifikasi Kualitas Air Secara Fisika dan Kimia.
http://nurulwahidadotme.wordpress.com diakses 6 Desember 2014