Anda di halaman 1dari 21

Laporan Praktikum

EKOLOGI PERAIRAN
PRAKTIKUM
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Praktikum
Lapang Ekologi Perairan Tentang Ekosistem Pantai dan Mangrove

Oleh: Kelompok II
Nurun Nihayati P. NIM. 201310260311028
Yudha Hidayah NIM. 201310260311058
Rezky Dinda Ayu NIM. 201310260311063
Rohmat Syaivudin M. S. NIM. 201310260311069
Adil Prasetyo NIM. 201310260311071

LABORATORIUM PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN-PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sekitar 75% dari luas wilayah Indonesia adalah berupa lautan. Salah satu
bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan
adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000 km.
Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis karena merupakan wilayah
interaksi/peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut yang memiliki sifat
dan ciri yang unik.
Mangrove (bakau) adalah jenis pohon yang tumbuh di daerah perairan
dangkal dan daerah intertidal yaitu daerah batas antara darat dan laut dimana
pengaruh pasang surut masih terjadi. Hutan mangrove atau disebut juga hutan
bakau adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada
garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh
khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan
organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di
sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang
dibawanya dari hulu. Ekosistem wilayah itu memiliki arti strategis karena memiliki
potensi kekayaan hayati baik dari segi biologi, ekonomi, bahkan pariwisata.
Oleh karena itu pentingnya praktikum ekologi perairan tentang ekosistem
perairan pantai khususnya wilayah bakau guna mengetahui lebih dalam tentang
wilayah bakau yang dapat bermanfaat bagi mahasiswa perikanan khususnya dan
masyarakat pada umumnya.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa yang dimaksud dengan ekosistem pantai?
2) Apa yang dimaksud dengan ekosistem mangrove?
3) Apa saja parameter yang mempengaruhi ekosistem mangrove?
4) Bagaimana keadaan ekosistem perairan pantai Bentar jika ditinjau dari
parameter fisika, kimia, dan biologi?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui yang dimaksud dengan ekosistem pantai.
2) Untuk mengetahui yang dimaksud dengan ekosistem bakau.
3) Untuk mengetahui parameter pada ekosistem perairan bakau.
4) Untuk mengetahui kondisi ekosistem mangrove di pantai Bentar ditinjau
dari parameter fisika, kimia, dan biologi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ekosistem Pantai dan Mangrove


Ekosistem adalah hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya
dimana manusia merupakan bagian integral dari ekosistem tempat hidupnya. Pantai
adalah sebuah bentuk geografis yang terdiri dari pasir, dan terdapat di daerah pesisir
laut. Daerah pantai menjadi batas antara daratan dan perairan laut. Panjang garis
pantai ini diukur mengeliling seluruh pantai yang merupakan daerah teritorial suatu
negara. Pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan daerah pasang
surut. Pantai dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut. Organisme yang
hidup di pantai memiliki adaptasi struktural sehingga dapat melekat erat di substrat
keras. Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Daerah ini
dihuni oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi
bagi kepiting dan burung pantai. Daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi
dan pasang rendah. Daerah ini dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis
dan kerang, siput herbivora dan karnivora, kepiting, landak laut, bintang laut, dan
ikan-ikan kecil (Purnomo, dkk 2005 dalam Suparta, 2013).
Mangrove atau bakau adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu
jenis tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut didaerah pasang surut, hutan
mangrove atau yang sering disebut hutan bakau merupakan sebagian wilayah
ekosistem pantai yang mempunyai karakter unik dan khas dan memiliki potensi
kekayaan hayati. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas
lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat
mangrove (Wijayanti, 1999).

2.2 Karakteristik Ekosistem Mangrove


Mangrove mempunyai karakteristik yang umumnya tumbuh didaerah
intertidal, daerah tergenang air laut secara berkala atau setiap hari, menerima
pasokan air tawar yang cukup dari darat, terlindung dari gelombang besar dan arus
pasang surut yang kuat, dan salinitas air payau (0.5o/oo 30o/oo), banyak ditemukan
di pantai pantai yang teluk dangkal, estuaria, delta, dan daerah pantai yang
terlindung. Zona atau pembagian zona sepanjang hutan bakau tidak hanya penting
untuk memperluas pantai, tetapi juga melindungi pantai dari pengikisan yang
ditimbulkan ole gelombang air laut. Zonasi dibagi berdasarkan jenis bakau yang
terdapat pada lingkungan mangrove seperti jenis bakau Rhizophora spp. biasanya
tumbuh di bagian terluar yang kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora apiculata
dan R. mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan
perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur, pohon-pohon bakau
(Rhizophora spp.) yang biasanya tumbuh di zona terluar mengembangkan akar
tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya gelombang, menyebabkan
pengendapan lumpur dan silt yang ekstensif dan memberikan permukaan tempat
organisme laut menempel, jenis bakau pada bagian laut yang lebih tenang hidup
api-api hitam (Avicennia alba) di zona terluar atau zona pionir ini. Dibagian lebih
ke dalam yang masih tergenang pasang tinggi biasa ditemukan campuran bakau R.
mucronata dengan jenis-jenis kendeka (Bruguiera spp.). Hutan mangrove terdiri
dari hutan bakau, api api, pedada, dan tanjang (Wijayanti, 1999).

2.3 Parameter Pada Ekosistem Perairan Pantai dan Mangrove


2.3.1 Parameter Fisika
2.3.1.1 Suhu
Menurut Nybakken (1988), salah satu faktor yang sangat penting dalam
mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme adalah temperatur. Hewan
makrobenthos juga dipengaruhi oleh temperatur perairan, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Menurut Effendi (2003), bahwa kisaran temperatur secara
umum di perairan adalah 20 0C30 0C. Jadi berdasarkan suhu, perairan pantai
Bentar termasuk dalam kategori normal.

2.3.1.2 Kekeruhan
Menurut Sandy (1985), muatan padatan tersuspensi dan kekeruhan sangat
dipengaruhi oleh musim. Pada waktu musim penghujan kandungan lumpur relatif
lebih tinggi karena besaran laju erosi yang terjadi, sedangkan pada musim kemarau
tingkat kekeruhan air dipengaruhi oleh laju aliran air yang terbatas menoreh hasil-
hasil endapan. Kekeruhan berbanding terbalik dengan kecerahan. Semakin tinggi
kecerahan maka semakin rendah kekeruhan. Begitu pula sebaliknya.
2.3.1.3 Kecerahan
Menurut Akrimi dan Subroto (2002) dalam Priscilla (2013), kecerahan
merupakan ukuran transportasi perairan, yang ditentukan secara visual dengan
menggunakan secchi disk. Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan ke
dalam air dan dinyatakan dengan (0/00), dari beberapa panjang gelombang di daerah
spektrum yang terlihat cahaya yang melalui lapisan sekitar 1 meter, jatuh agak lurus
pada permukaan air. Kecerahan air berkisar antara 40-85 cm, tidak menunjukkan
perbedaan yang besar. Kecerahan pada musim kemarau adalah 40-85 cm dan pada
musim hujan antara 60-80 cm. Kecerahan air di bawah 100 cm tergolong tingkat
kecerahan rendah. Berdasarkan intensitas cahaya perairan bahari secara vertikal
dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu zona Eupotik, zona disfotik dan zona afotik. Jadi
berdasarkan kecerahan, perairan pantai Bentar memiliki tingkat kecerahan buruk.

2.3.1.4 Substrat dan Sedimen


Menurut Sahri et al. (2000) dalam Suparta (2013), Substrat dasar yang
berupa batuan merupakan habitat yang penting baik dibandingkan dengan substrat
pasir dan kerikil. Substrat pasir dan kerikil mudah sekali terbawa oleh arus air,
sedangkan substrat batuan tidak mudah terbawa oleh arus air. Kandungan bahan
organik menggambarkan tipe dan substrat dan kandungan nutrisi di dalam perairan.
Tipe substrat berbeda-beda seperti pasir lumpur dan tanah liat

2.3.1.5 Arus
Menurut Odum (1971), arus merupakan faktor pembatas utama pada aliran
deras tetapi dasar yang keras, terutama bila terdiri dari batu, dapat menyediakan
perubahan yang cocok untuk organisme (flora & fauna) untuk menempel &
melekat.

2.3.1.6 Pasang Surut


Menurut Dronkers (1964) pasang surut laut merupakan suatu fenomena
pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh
kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi
terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat
diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil. Pasang surut yang
terjadi di bumi ada tiga jenis yaitu: pasang surut atmosfer (atmospheric tide),
pasang surut laut (oceanic tide) dan pasang surut bumi padat (tide of the solid
earth). Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek
sentrifugal.

2.3.2 Parameter Kimia


2.3.2.1 Derajat Keasaman
Menurut Arisandi (2011), nilai pH didefinisikan sebagai logaritma negatif
dari ion hidrogen bebas. Nilai pH dapat menentukan adanya organisme yang berada
dalam perairan. Ada organisme yang dapat hidup perairan netral dengan pH 7 dan
adapula yang tidak. Bila ada hewan yang tidak dapat hidup pada keadaan netral
akan sangat mengganggu kelangsungan hidup organismenya. Adapun yang
merupakan organisme yang hidup dalam perairan mempunyai pH 7. pH juga dapat
dipengaruhi dari banyak komponen-komponen lain yang masuk ke dalam suatu
perairan. Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH
berkisar antara 6,5 7,5. Air dapat bersifat asam atau basa tergantung pada besar
kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion hidrogen di dalam air. Jadi
berdasarkan tingkat keasamannya, perairan pantai Bentar memiliki pH yang baik
dan normal.

2.3.2.2 Oksigen Terlarut


Di perairan alam konsentrasi oksigen terlarut dalam fungsi dari proses
biologi seperti proses fotosintesa dan respirasi dan proses fisika seperti pergerakan
air dan suhu. Di permukaan air konsentrasi oksigen rendah, di kedalaman tertentu
di daerah fotik mencapai maksimum, dan di dasar perairan konsentrasinya menurun
lagi, selama stratifikasi panas, konsentrasi oksigen terlarut di dasar perairan rendah
karena pengambilan oleh mikroba untuk respirasi. Oksigen terlarut sangat penting
bagi penapasan zoobenthos dan organisme-organisme akuatik lainnya. Berdasarkan
nilai DO, kualitas perairan dikelompokkan menjadi empat yaitu tidak tercemar
(>6,5 ppm), tercemar ringan (4,5-6,5 ppm), tercemar sedang (2,0-4,4 ppm) dan
tercemar berat (<2,0 ppm) (Arisandi,2011).

2.3.2.3 Karbondioksida
Menurut Ghufran dan Andi (2007), karbondioksida adalah molekul karbon
anorganik. Perairan alami pada umumnya mengandung karbondioksida sebesar 2
mg/l. Konsentrasi karbondioksida yang tinggi (>10 mg/l), dapat beracun,
keberadaannya dalam darah dapat menghambat pengikatan oksigen oleh
hemoglobin.

2.3.2.4 Salinitas
Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air. Setelah semua
karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromide dan iodide digantikan oleh
klorida dan semua bahan anorganik telah dioksida. Salinitas dinyatakan dalam
satuan g/kg atau promil (%). Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 5%.
Perairan payau antara 0,50%-30%, dan perairan laut 30%-40%. Pada perairan
pesisir, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masuknya air tawar di sungai.
Salinitas dapat diukur dengan menggunakan alat yang disebut dengan refraktometer
atau salinometer. Satuan untuk pengukuran salinitas adalah satuan gram per
kilogram (ppt) atau promil (ppm). Nilai salinitas untuk perairan tawar biasanya
berkisar antara 0-0,05 ppt dan perairan laut berkisar antara 30-35 ppt. Umumnya
salinitas air laut relatif stabil kecuali pada muara-muara sungai dimana tempat
pertemuan air tawar dan air laut. Jadi berdasarkan salinitas, perairan pantai Bentar
dapat dikatakan normal. (Arisandi,2011).

2.3.3 Parameter Biologi


2.3.3.1 Plankton
Plankton adalah hewan air yang hidup mengapung di atas permukaan air
dimana pergerakannya tergantung pada arus. Sehingga gerakan hidupnya
tergantung pada arus atau gelombang pada air (Odum,1971).

2.3.3.2 Benthos
Bentos merupakan organisme yang hidup pada dasar endapan. Hewan
bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas
lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke
habitatnya. Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya
perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu (Odum,1971).

2.3.3.3 Nekton
Nekton merupakan hewan yang bergerak aktif dengan menggunakan otot
yang kuat. Hewan tingkat tinggi yang hidup di ekosistem air tawar maupun air laut,
misalnya ikan, dalam mengatasi perbedaan tekanan osmosis melakukan
osmoregulasi untuk memelihara keseimbangan air dalam tubuhnya melalui sistem
ekskresi, insang dan pencernaan. Nekton merupakan organisme yang dapat
bergerak dan berenang dengan kemauan sendiri (Odum,1971).

2.3.3.4 Neuston
Neuston merupakan organisme yang mengapung atau berenang di
permukaan air atau bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air.
Organisme yang tinggal atau beristirahat di atas permukaan air, yang pergerakannya
tidak di pengaruhi oleh pergerakan arus (Odum,1971).

2.3.3.5 Perifiton
Perifiton merupakan hewan yang ukurannya sangat kecil (mikroskopis),
oleh karena itu perifiton tidak dapat dilihat oleh mata tanpa bantuan mikroskop.
Perifiton adalah tumbuhan atau hewan yang tumbuh dan menempel pada objek
yang tenggelam (Odum,1971).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum lapang Ekologi Perairan tentang ekosistem pantai dan mangrove
dilaksanakan pada hari Sabtu, 15 November 2014 Pukul 09.30 WIB - selesai
bertempat di pantai Bentar kecamatan Gending kota Probolinggo provinsi Jawa
Timur.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
1) Transek 5x5 m 9) Pipet Tetes 17) Bola
2) Plot 1x1 m 10) Refraktometer 18) Tongkat kuat
3) Meteran 11) DO meter 19) Botol Air
4) Botol film 12) Termometer Mineral
5) Pipa paralon 13) Bambu 20) TD Scan
6) Saringan 14) Botol semprot 21) Secchi disk
7) Botol Winkler 15) Mikroskop
8) Cetok 16) Plankton net

3.2.2 Bahan
1) Aquades 4) Teskit nitrat 7) Teskit amonia
2) Kertas lakmus 5) Teskit nitrit 8) Lugol 1%
3) Sampel air laut 6) Teskit fosfat 9) Tali Rafia

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Parameter Fisika
1) Menyiapkan alat dan bahan.
2) Mengukur suhu pada masing-masing plot menggunakan termometer.
3) Mengidentifikasi jenis substrat pada masing-masing plot.
4) Mengukur kekeruhan menggunakan TD Scan .
5) Mengukur kecerahan menggunakan secchi dik dengan rumus:
(1 + 2 )
k=
2
6) Mengidentifikasi sedimen pada masing-masing plot.
7) Mengukur pasang surut.
8) Mengukur kecepatan arus dengan rumus:

V=

9) Mencatat hasil praktikum.

3.3.2 Parameter Kimia


1) Menyiapkan alat dan bahan.
2) Mengukur pH pada masing-masing plot dengan kertas lakmus.
3) Mengukur DO dari masing-masing plot dengan DO Meter.
4) Mengukur salinitas dengan refraktometer.
5) Mengukur kandungan fosfat dengan mereaksikan 5 ml air sampel dengan
reagen fosfat teskit.
6) Mengukur kandungan nitrat dengan mereaksikan 5 ml air sampel dengan
reagen nitrat teskit.
7) Mengukur kandungan nitrit dengan mereaksikan 5 ml air sampel dengan
reagen nitrit teskit.
8) Mencatat hasil praktikum.

3.3.3 Parameter Biologi


1) Menyiapkan alat dan bahan.
2) Mengambil sampel air dari plot dan memasukkannya ke botol film untuk
pengamatan plankton.
3) Memasukkan pipa paralon ke dalam plot untuk mengambil sampel dasar
untuk pengamatan benthos, nekton, neuston, dan perifiton.
4) Melakukan pengamatan benthos, nekton, neuston, dan perifiton.
5) Mencatat hasil praktikum.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum


4.1.1 Parameter Fisika
Parameter Fisika Plot 1 Plot 2 Plot 3
Suhu 27 27 29
Kekeruhan - - -
Kecerahan 3 cm 2 cm 1,5 cm
Substrat Lumpur Lumpur Lumpur
Sedimen Lumpur dan Lumpur dan Lumpur dan
Garam Garam Garam
Padang surut - - -
Arus 5,1 m/s

4.1.2 Parameter Kimia


Parameter Kimia Plot 1 Plot 2 Plot 3
pH 7 7 7
DO 5,0 mg/l 5,0 mg/l 5,0 mg/l
CO2 - - -
Salinitas 31 ppm 31 ppm 31 ppm
Nitrat 25 mg/l 25 mg/l 25 mg/l
Nitrit 0,05 mg/l 0,05 mg/l 0,05 mg/l
Posfat 0,25 mg/l 0,25 mg/l 0,25 mg/l

4.1.3 Parameter Biologi


Parameter biologi Plot 1 Plot 2 Plot 3
Plankton - - -
Benthos Kerang, keong,
Kerang, kepiting Kerang, kepiting
kepiting
Nekton Udang - -
Neuston - - -
Perifiton - - -

Udang Penaeus latisulcatus Gastropoda Vexillum sp


(google.com) (Dok pribadi)

Kepiting bakau Scylla serrata Kerang Saccostrea cucullata


(Dok pribadi) (google.com)

4.2 Pembahasan
4.2.1 Parameter Fisika
4.2.1.1 Suhu
Berdasarkan pengukuran suhu dengan termometer, perairan di pantai Bentar
mempunyai suhu rata-rata 27,5 . Menurut Nybakken (1988), salah satu faktor
yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme
adalah temperatur. Hewan makrobenthos juga dipengaruhi oleh temperatur
perairan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Effendi (2003),
bahwa kisaran temperatur yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton secara
umum di perairan adalah 20 0C30 0C. Jadi berdasarkan suhunya, perairan pantai
Bentar termasuk dalam kategori normal.

4.2.1.2 Kekeruhan
Dalam Praktikum lapang di pantai Bentar, tidak dilakukan pengukuran
kekeruhan. Hal ini disebabkan oleh TD Scan yang tidak berfungsi akibat salinitas
yang terlalu tinggi. Menurut Sandy (1985), muatan padatan tersuspensi dan
kekeruhan sangat dipengaruhi oleh musim. Pada waktu musim penghujan
kandungan lumpur relatif lebih tinggi karena besaran laju erosi yang terjadi,
sedangkan pada musim kemarau tingkat kekeruhan air dipengaruhi oleh laju aliran
air yang terbatas menoreh hasil-hasil endapan. Menurut Ghufran dan Andi (2007),
kecerahan perairan berlawanan dengan kekeruhan yang juga disebabkan adanya
bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, maupun bahan
anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikrooganisme lainnya.
Kekeruhan berbanding terbalik dengan kecerahan. Semakin tinggi kecerahan maka
semakin rendah kekeruhan dan begitu pula sebaliknya. Berdasarkan kecerahan
yang telah diukur, kekeruhan di perairan pantai Bentar tinggi.

4.2.1.3 Kecerahan
Berdasarkan pengukuran kecerahan dengan sechhi disk, perairan di pantai
Bentar mempunyai kecerahan rata-rata 2,1 cm. Menurut Akrimi dan Subroto (2002)
dalam Priscilla (2013) menyatakan bahwa kecerahan air berkisar antara 40-85 cm,
tidak menunjukkan perbedaan yang besar. Kecerahan pada musim kemarau adalah
40-85 cm,dan pada musim hujan antara 60-80 cm, kecerahan air di bawah 100 cm
tergolong tingkat kecerahan rendah. Berdasarkan intensitas cahaya perairan bahari
secara vertikal dibagi menjadi 3 wilayah,yaitu zona eupotik, zona disfotik dan zona
afotik. Menurut Ghufran dan Andi (2007), kecerahan perairan berlawanan dengan
kekeruhan yang juga disebabkan adanya bahan organik dan anorganik yang
tersuspensi dan terlarut, maupun bahan anorganik dan organik yang berupa
plankton dan mikrooganisme lainnya. Jadi berdasarkan kecerahan, perairan pantai
Bentar memiliki tingkat kecerahan buruk.

4.2.1.4 Substrat dan Sedimen


Berdasarkan pengamatan substrat, perairan di pantai Bentar mempunyai
substrat berupa lumpur. Menurut Sahri et al. (2000) dalam Suparta (2013), substrat
dasar yang berupa batuan merupakan habitat yang penting baik dibandingkan
dengan substrat pasir dan kerikil. Substrat pasir dan kerikil mudah sekali terbawa
oleh arus air. Sedangkan substrat batuan tidak mudah terbawa oleh arus air.
Kandungan bahan organik menggambarkan tipe dan substrat dan kandungan nutrisi
di dalam perairan. Tipe substrat berbeda-beda seperti pasir, lumpur dan tanah liat.
Jadi berdasarkan substratnya, perairan pantai Bentar memiliki substrat yang kurang
baik bagi hewan untuk menempel. Menurut Wijayanti (1999), bakau tumbuh di atas
substrat lumpur atau pasir berlumpur. Jadi untuk ekosistem mangrove, pantai
Bentar mempunyai substrat yang baik.

4.2.1.5 Arus
Berdasarkan pengukuran arus dengan bola dan rafia, perairan di pantai
Bentar mempunyai arus rata-rata 4,7 m/s. Menurut Odum (1971), arus merupakan
faktor pembatas utama pada aliran deras, tetapi dasar yang keras, terutama bila
terdiri dari batu, dapat menyediakan perubahan yang cocok untuk organisme (flora
& fauna) untuk menempel & melekat.

4.2.1.5 Pasang Surut


Dalam Praktikum lapang di pantai Bentar, tidak dilakukan pengukuran
pasang surut. Hal ini disebabkan oleh transek tidak berada pada daerah pasang
surut. Menurut Menurut Dronkers (1964) pasang surut laut merupakan suatu
fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang
diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda
astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan.

4.2.2 Parameter Kimia


4.2.2.1 Derajat Keasaman
Berdasarkan pengukuran pH dengan kertas lakmus, perairan di pantai
Bentar mempunyai pH 7. Menurut Arisandi (2011), air normal yang memenuhi
syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5 7,5. Air dapat
bersifat asam atau basa tergantung pada besar kecilnya pH air atau besarnya
konsentrasi ion hidrogen di dalam air. Jadi berdasarkan tingkat keasamannya,
perairan pantai Bentar memiliki pH yang baik dan normal.

4.2.2.2 Oksigen Terlarut


Berdasarkan pengukuran DO dengan DO meter, perairan di pantai Bentar
mempunyai DO rata-rata 5,0 mg/l. Menurut Arisandi (2011), oksigen terlarut sangat
penting bagi penapasan zoobenthos dan organisme-organisme akuatik lainnya.
Berdasarkan nilai DO, kualitas perairan dikelompokkan menjadi empat yaitu tidak
tercemar (>6,5 ppm), tercemar ringan (4,5-6,5 ppm), tercemar sedang (2,0-4,4
ppm) dan tercemar berat (<2,0 ppm). Jadi berdasarkan kadar oksigen terlarutnya,
perairan pantai Bentar memiliki kondisi tercemar ringan. Hal tersebut dikarenakan
di pantai Bentar banyak terdapat endapan material organik. Kemungkinan besar
kadar oksigen banyak digunakan untuk mendekomposisi bahan-bahan organik
tersebut.

4.2.2.3 Karbondioksida
Dalam Praktikum lapang di pantai Bentar, tidak dilakukan pengukuran
kadar karbondioksida terlarut. Hal tersebut dikarenakan sampel yang telah diambil
dari lokasi hilang. Menurut Ghufran dan Andi (2007), Perairan alami pada
umumnya mengandung karbondioksida sebesar 2 mg/l. Konsentrasi
karbondioksida yang tinggi (>10 mg/l), dapat beracun, keberadaannya dalam darah
dapat menghambat pengikatan oksigen oleh hemoglobin.

4.2.2.4 Salinitas
Berdasarkan pengukuran salinitas dengan refraktometer, perairan di pantai
Bentar mempunyai salinitas rata-rata 30 ppm. Menurut Wahida (2013), air laut
mempunyai kadar salinitas > 30 o/oo . Umumnya salinitas air laut relatif stabil
kecuali pada muara-muara sungai dimana tempat pertemuan air tawar dan air laut.
Jadi berdasarkan salinitas, perairan pantai Bentar dapat dikatakan normal.

4.2.2.5 Nitrat
Berdasarkan pengukuran nitrat dengan nitrat teskit, perairan di pantai
Bentar mempunyai kadar nitrat terlarut sebesar 25 mg/l. Menurut Franz (2013),
nitrat berasal dari oksidasi amonium secara sempurna yang dilakukan oleh bakteri
nitrifikasi yang bersifat autotrof. Nitrat tersebut sangat bermanfaat sebagai unsur
hara yang dibutuhkan oleh alga namun jika berlebihan akan mengakibatkan
blooming alga. Hasil pengukuran kandungan nitrat yang terlalu tinggi di pantai
Bentar dimungkinkan karena kesalahan prosedur saat praktikum.

4.2.2.6 Nitrit
Berdasarkan pengukuran nitrit dengan nitrit teskit, perairan di pantai Bentar
mempunyai kadar nitrit terlarut sebesar 0,05 mg/l. Menurut Franz (2013), nitrit
merupakan produk intermediet antara amonium dan nitrat dimana nitrit dihasilkan
dari dekomposisi bahan organik oleh bakteri Nitrosomonas. Kandungan nitrit
dalam air biasanya lebih kecil dari 8 ppm. Berdasarkan kandungan nitrit terlarut,
perairan pantai Bentar mempunyai kondisi normal.

4.2.2.7 Fosfat
Berdasarkan pengukuran fosfat dengan fosfat teskit, perairan di pantai
Bentar mempunyai kadar fosfat terlarut sebesar 0,25 mg/l. Menurut Effendi (2003),
berdasarkan kadar fosfat total, perairan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: perairan
dengan tingkat kesuburan rendah yang memiliki kadar fosfat total berkisar antara 0
0.02 mg/liter; perairan dengan tingkat kesuburan sedang memiliki kadar fosfat
0.021 0.05 mg/liter; dan perairan dengan tingkat kesuburan tinggi, memiliki kadar
fosfat total 0.051 0.1 mg/liter. Berdasarkan kadar fosfat terlarutnya, perairan
pantai Bentar mempunyai kategori tingkat kesuburan sangat tinggi. Kadar fosfat
yang tinggi tersebut mungkin diakibatkan oleh material yang dihasilkan dari
aktivitas pariwisata di pantai Bentar semisal toilet umum, sisa makanan dan lain
sebagainya.

4.2.3 Parameter Biologi


4.2.3.1 Plankton
Berdasarkan pengamatan sampel air dari pantai Bentar dengan mikroskop,
tidak ditemukan satu pun plankton. Menurut Nybakken (1988) komunitas
mangrove merupakan tempat yang ideal bagi fitoplankton dan larva-larva biota laut
untuk hadir dan mengawali kehidupan, karena tersedianya tempat dan pakan yang
memadai. Umumnya biota-biota yang ada di daerah terseut adalah larva ikan yang
masih planktonik yang sangat tergantung arus untuk datang dan pergi ke komunitas
mangrove. Jadi kemungkinan besar tidak ditemukannya plankton dalam sampel air
pantai Bentar akibat kesalahan prosedur. Sampel mungkin terlalu lama disimpan
atau juga konsentrasi lugol yang dipakai tak sesuai.

4.2.3.2 Benthos
Pada praktikum, ditemukan 3 jenis benthos yaitu, kerang Vexillum sp,
kepiting Saccostrea cucullata dan gastropoda scylla serrata. Menurut Odum
(1971), bentos merupakan organisme yang melekat atau beristirahat pada dasar
endapan. Bentos dapat dibagi berdasarkan makananya menjadi pemakan penyaring
seperti (kerang) dan pemakan deposit seperti ( siput ). Hewan bentos hidup relatif
menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena
selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Kelompok hewan tersebut
dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu
ke waktu. Jadi berdasarkan jumlah benthos yang ditemukan, perairan pantai Bentar
punya bentos yang beragam.

4.2.3.3 Nekton
Pada praktikum, ditemukan 1 jenis nekton, yaitu udang Penaeus
latusulcatus. Menurut Odum (1971), nekton merupakan hewan yang bergerak aktif
dengan menggunakan otot yang kuat. Hewan tingkat tinggi yang hidup di ekosistem
air tawar maupun air laut, misalnya ikan, dalam mengatasi perbedaan tekanan
osmosis melakukan osmoregulasi untuk memelihara keseimbangan air dalam
tubuhnya melalui sistem ekskresi, insang dan pencernaan. Nekton merupakan
organisme yang dapat bergerak dan berenang dengan kemauan sendiri.
Dikarenakan pada saat praktikum kondisi air sedang surut, nekton berupa ikan tidak
dapat ditemukan karena mungkin sudah mengikuti surutnya air.

4.2.3.4 Neuston
Berdasarkan pengamatan sampel dari pantai Bentar, tidak ditemukan satu
pun neuston. Menurut Odum (1971), Neuston merupakan organisme yang
mengapung atau berenang di permukaan air atau bertempat pada permukaan air,
misalnya serangga air. Organisme yang tinggal atau beristirahat di atas permukaan
air, yang pergerakannya tidak di pengaruhi oleh pergerakan arus. Dikarenakan pada
saat praktikum kondisi air sedang surut, neuston tidak dapat ditemukan karena
mungkin sudah mengikuti surutnya air.

4.2.3.5 Perifiton
Berdasarkan pengamatan sampel dari pantai Bentar, tidak ditemukan satu
pun perifiton. Menurut Odum (1971), perifiton merupakan hewan yang ukurannya
sangat kecil (mikroskopis), oleh karena itu perifiton tidak dapat dilihat oleh mata
tanpa bantuan mikroskop. Perifiton adalah tumbuhan atau hewan yang tumbuh dan
menempel pada objek yang tenggelam. Tidak ditemukannya perifiton kemungkinan
diakibatkan tidak adanya substrat keras untuk menempel karena substrat Diana
adalah lumpur.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1) Ekosistem pantai adalah sebuah ekosistem yang berbentuk geografis yang
terdiri dari pasir, dan terdapat di daerah pesisir laut. Daerah pantai menjadi
batas antara daratan dan perairan laut Pantai letaknya berbatasan dengan
ekosistem darat, laut, dan daerah pasang surut. Pantai dipengaruhi oleh
siklus harian pasang surut laut. Daerah ini dihuni oleh beberapa jenis
ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi bagi kepiting dan
burung pantai.
2) Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik
dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove.
Mangrove atau bakau adalah suatu tumbuhan yang membentuk komunitas
didaerah pasang surut, hutan mangrove atau yang sering disebut hutan
bakau merupakan sebagian wilayah ekosistem pantai.
3) Parameter yang terdapat di ekosistem mangrove antara lain parameter fisika
yang meliputi suhu, kecerahan, substrat atau sedimen, pasang surut dan
arus, kemudian parameter kimia yang meliputi derajat keasaman, oksigen
terlarut, karbondioksida, salinitas, kadar nitrat, nitrit, dan fosfat, kemudian
parameter biologi meliputi plankton, benthos, nekton, neuston nekton dan
perifiton.
4) Kondisi perairan di ekosistem bakau pantai Bentar Probolinggo jika ditinjau
dari parameter fisika kondisinya normal, jika ditinjau dari parameter kimia
kondisinya normal, tetapi jika ditinjau dari parameter biologi kondisinya
kurang baik karena sedikitnya biota yang ditemukan.

5.2 Saran
1) Diharapkan kepada Laboratorium untuk melengkapi seluruh peralatannya.
2) Diharapkan agar penentuan lokasi praktikum lapang agar lebih menekankan
dari sudut pandang ekonomi.
Daftar Pustaka

Arisandi, Riko. 2011. Ekosistem Lentik. http://biologinatural.blogspot.com Diakses


10 November 2014

Dronkers, J. J. 1964. Tidal Computations in rivers and coastal waters. North-


Holland Publishing Company. Amsterdam.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta. hal 258.

Franz. 2013. Nitrit, Nitrat dan Amonia. http://alx-fransblog.blogspot.com Diakses


10 November 2014

Ghufran H. Kordik, M dan Andi Baso Tanang. 2007. Pengelolaan Kualitas Air
dalam Budidaya Perairan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nybakken, J.M. 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis (diterjemahkan


oleh H.M. Eidmar, Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo dan D.
Sukardjo). Gramedia, Jakarta.

Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B. Sounders Company, Toronto.

Priscilla, A. 2013. Data Sungai. Http://scribd.com diakses 5 Desember 2014

Sandy, IM, 1985. DAS-Ekosistem Penggunaan Tanah. Publikasi Direktorat Taguna


Tanah Departemen Dalam Negeri (Publikasi 437)

Suparta, A. 2013. Laporan Ekosistem Perairan Mengalir.


http://alansmart.blogspot.com Diakses 30 Oktober 2014

Wahida. Nurul 2013. Mengidetifikasi Kualitas Air Secara Fisika dan Kimia.
http://nurulwahidadotme.wordpress.com diakses 6 Desember 2014

Wijayanti, Tri. 1999. Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Wisata Pendidikan.


Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.1 Edisi Khusus.

Anda mungkin juga menyukai