Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
2.1. Definisi
Ulkus dekubitus atau luka baring adalah tipe luka tekan, luka pada
jaringan kulit yang disebabkan oleh tekanan yang berlangsung lama dan terus
menerus. Ini merupakan luka yang terjadi karena tekanan atau iritasi kronis.
Istilah ulkus dekubitus berasal dari bahasa latin decumbere yang berarti berbaring.
Penggunaan ulkus dekubitus dinilai kurang tepat untuk menggambarkan luka
tekan ini karena ulkus dekubitus tidak hanya terjadi pada pasien yang berbaring
tetapi bisa pada pasien yang menggunakan kursi roda atau protesa. Nama lain dari
ulkus dekubitus adalah bed ridden, bedridden, bed rest injury, bedrest unjury, air-
filled beds, air-filled sitting device, low-airloss bde, low air-loss bed, air-fluidized
bed, chronic ulceration, pressure ulceration, dan decubitus ulceration.
Bagian tubuh yang sering mengalami ulkus/ luka dekubitus adalah bagian
dimana terdapat penonjolan tulang, yaitu sikut, tumit, pinggul, pergelangan kaki,
bahu, punggung dan kepala bagian belakang. Lokasi yang sering terkena
dekubitus adalah daerah tumit, siku, kepala bagian belakang, dan daerah sekitar
bokong.
1
(Susan J. Garrison (Ed): Handbook of Physical of Medicine and
Rehabilitation Basics. First edition. Copyright1995. J.B. Lippincott Company)
2.2. Etiologi
2
Risiko tinggi terjadinya ulkus dekubitus ditemukan pada :
4. Gesekan dan kerusakan lainnya pada lapisan kulit paling luar bisa
menyebabkan terbentuknya ulkus.
Baju yang terlalu besar atau terlalu kecil, kerutan pada seprei atau sepatu yang
bergesekan dengan kulit bisa menyebabkan cedera pada kulit. Pemaparan oleh
kelembaban dalam jangka panjang (karena berkeringat, air kemih atau tinja) bisa
merusak permukaan kulit dan memungkinkan terbentuknya ulkus.
3
Kelembaban yang disebabkan karena inkontinensia dapat mengakibatkan
terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami maserasi
akan mudah mengalami erosi.
Selain itu kelembaban juga mengakibatkan kulit mudah terkena
pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi
lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada inkontinensia
urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak
permukaan kulit.
4. Tenaga yang merobek ( shear )
Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek jaringan,
pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan
dengan tulang yang menonjol.
Contoh yang paling sering dari tenaga yang merobek ini adalah ketika
pasien diposisikan dalam posisi semi fowler yang melebihi 30 derajat.
Pada posisi ini pasien bisa merosot ke bawah, sehingga mengakibatkan
tulangnya bergerak ke bawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini dapat
mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan
bagian dalam seperti otot, namun hanya menimbulkan sedikit kerusakan
pada permukaan kulit.
5. Pergesekan ( friction)
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang
berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak
permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat penggantian
sprei pasien yang tidak berhati-hati.
6. Nutrisi
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya
diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan.
Stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orangtua berhubungan
dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake
makanan yang tidak mencukupi.
7. Usia
Pasien yang sudah tua memiliki risiko yang tinggi untuk terkena luka
tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan.
Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin,
penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan
4
kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan
faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya
terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek.
8. Tekanan arteriolar yang rendah
Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit terhadap
tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu
mengakibatkan jaringan menjadi iskemia.
9. Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga
merupakan faktor risiko untuk perkembangan dari luka tekan.
10. Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan
memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah.
11. Temperatur kulit
Peningkatan temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan risiko
terjadinya luka tekan.
2.4. Patofisiologi
Luka dekubitus merupakan dampak dari tekanan yang terlalu lama pada
area permukaan tulang yang menonjol dan mengakibatkan berkurangnya sirkulasi
darah pada area yang tertekan dan lama kelamaan jaringan setempat mengalami
iskemik, hipoksia dan berkembang menjadi nekrosis. Tekanan yang normal pada
kapiler adalah 32 mmHg. Apabila tekanan kapiler melebihi dari tekanan darah dan
struktur pembuluh darah pada kulit, maka akan terjadi kolaps. Dengan terjadi
kolaps akan menghalangi oksigenasi dan nutrisi ke jaringan, selain itu area yang
tertekan menyebabkan terhambatnya aliran darah. Dengan adanya peningkatan
tekanan arteri kapiler terjadi perpindahan cairan ke kapiler, ini akan menyokong
untuk terjadi edema dan konsekuensinya terjadi autolisis. Hal lain juga bahwa
aliran limpatik menurun, ini juga menyokong terjadi edema dan mengkontribusi
untuk terjadi nekrosis pada jaringan.
5
1. Stadium I : Kulit berwarna kemerahan, pucat pada kulit putih, biru, merah
atau ungu pada kulit hitam. Temperatur kulit berubah hangat atau dingin,
bentuk perubahan menetap dan ada sensasi gatal atau nyeri.
2. Stadium II : Hilangnya sebagian lapisan kulit namun tidak lebih dalam
dari dermis, terjadi abrasi, lepuhan, luka dangkal dan superfisial.
3. Stadium III : Kehilangan lapisan kulit secara lengkap meliputi subkutis,
termasuk jaringan lemak dibawahnya atau lebih dalam lagi namun tidak
sampai fascia. Luka mungkin membentuk lubang yang dalam.
4. Stadium IV : Kehilangan lapisan kulit secara lengkap hingga tampak
tendon, tulang, ruang sendi. Berpotensi untuk terjadi destruksi dan risiko
osteomyelitis.
Manifestasi klinis pada dekubitus untuk pertama kali ditandai dengan kulit
eritema atau kemerahan, terdapat ciri khas dimana bila ditekan dengan jari,
tanda eritema akan lama kembali lagi atau persisten.
Diikuti dengan kulit mengalami edema., dan temperatur di area tersebut
meningkat atau bila diraba akan merasa hangat.
6
Dapat timbul rasa nyeri dan tanda-tanda sistemik peradangan, termasuk
demam dan peningkatan hitung sel darah putih.
Tanda pada luka dekubitus ini akan dapat berkembang hingga sampai ke
jaringan otot dan tulang.
2.7. Diagnosa
Anamnesis :
1. Biodata
Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses
penyembuhan luka atau regenerasi sel.Sedangkan ras dan suku bangsa
perlu ditanyakan karena kulit yang tampak normal pada ras dan
kebangsaan tertentu kadang tampak abnormal pada klien dengan ras dan
kebangsaan lain). Pekerjaan dan hobi juga ditanyakan untuk mengetahui
apakah pasien banyak duduk atau sedikit beraktivitas sehingga terjadi
penekanan pembuluh darah yang menyebabkan suplai oksigen
berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah hasil
sisa metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel mati, kulit pecah dan
terjadilah lubang yang dangkal dan luka dekubitus pada permukaan.
2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh pasien sehingga ia
mencari pertolongan. Keluhan yang diungkapkan pasien pada umumnya
yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah-
daerah yang menonjol, misalnya pada daerah belakang kepala, daerah
bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal paha yang mengalami ischemia
sehingga terjadi ulkus decubitus.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal- hal yang perlu ditanyakan adalah mulai kapan keluhan dirasakan,
lokasi keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang
memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain
yang menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini
7
harus menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal,
panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati.
4. Riwayat Personal dan Keluarga
a. Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan
luka dapat dipengaruhi oleh penyakit penyakit yang diturunkan seperti :
DM, alergi, Hipertensi ( CVA ).
b. Riwayat penyakit kulit dan pengobatan yang pernah dialami pasien.
Hal ini untuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit
merupakan manifestasi dari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis,
kanker, DM
5. Riwayat Pengobatan
Apakah pasien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu
ditanyakan yaitu:
a. Kapan pengobatan dimulai.
b. Dosis dan frekuensi.
c. Waktu berakhirnya minum obat
6. Riwayat Diet
Yang ditanyakan yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan
dan makanan yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat
menyebabkan kulit mudah terkena lesi dan proses penyembuhan luka
yang lama.
7. Status Sosial Ekonomi
Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian
yang dapat mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini
memungkinkan dapat menyebabkan penyakit kulit.
8. Riwayat Kesehatan, seperti:
a. Bed-rest yang lama
b. Immobilisasi
c. Inkontinensia
d. Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat
9. Pengkajian Psikososial
Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien
yaitu:
a. Perasaan depresi
b. Frustasi
c. Ansietas/kecemasan
d. Gangguan konsep diri
e. Keputusasaan
f. Nyeri
10. Aktivitas Sehari- Hari
8
Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi
ulkus pada daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu pada
daerah kecilyang tidak banyak jaringan dibawah kulit untuk menahan
kerusakan kulit. Sehingga diperlukan peningkatan latihan rentang gerak
dan mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi paraplegi maka akan
terjadi kekuatan otot tidak ada (pada ekstremitas bawah), penurunan
peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun dan defisit
sensori pada daerah yang paraplegi.
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau
cemas akibat adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.
2. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate
meningkat.
3. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
a) Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna
rambut serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah
tersebut, menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.
b) Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan
gangguan penglihatan.
c) Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul
pernafasan cuping hidung, tidak ada sekret.
d) Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
e) Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan
dan serumen. Pada penderita yang bed rest dengan posisi miring maka
kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun telinga.
f) Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya
pembesaran vena jugularis dan kelenjar linfe.
4. Pemeriksaan Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan,
vokal premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi
9
jantung tambahan, perkusi thorax untuk mencari ketidak normalan pada
daerah thorax.
5. Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena
inmobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen
hypersonor jika dispensi abdomen atau tegang.
6. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perineum. Biasanya pasien dengan
ulkus dan paraplegi terpasang kateter untuk buang air kecil.
7. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan pasien bed rest dalam
waktu lama, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
8. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun
bila terjadi nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi,
mual muntah, dan kaku kuduk.
A. Inspeksi kulit
Pemeriksaan kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membran
mukosa, kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dilihat
yaitu warna, suhu, kelembaban, kekeringan, tekstur kulit (kasar atau
halus), lesi, vaskularitas.
Yang harus diperhatikan oleh pemeriksa yaitu :
1) Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan
dan produksi pigmen.
Lesi yang dibagi dua yaitu :
10
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas
atau suhu lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau lembab
yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat, proses menua.
4) Integritas
Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi,
apakah ada drainase atau infeksi.
5) Kebersihan kulit
6) Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan
echimosis.
B. Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu,
tekstur atau elastisitas, turgor kulit.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah lengkap
Peningkatan tertentu awal menunjukkan hemo konsentrasi,
sehubungan dengan perpindahan atau kehilangan cairan dan
untuk mengetahui adanya defisiensi nutrisi pada klien. Jika
terjadi leukositosis karena adanya kehilangan sel pada sisi luka
dan respon inflamasi terhadap edema. Glukosa serum yang
terjadi peningkatan karena respon stres.
2) Biopsi luka
Untuk mengetahui jumlah bakteri.
3) Kultur swab
Untuk mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus.
4) Pembuatan foto klinis
Dibuat untuk memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit
atau ulkus dan dipergunakan untuk perbaikan setelah dilakukan
terapi.
Penatalaksanaan
11
Tatalaksana dekubitus harus dengan kewaspadaan untuk mencegah
terjadinya proses dekubitus yaitu mengenali kondisi penderita dengan risiko tinggi
terjadinya dekubitus, misalnya pada penderita yang terbatas pergerakannya akibat
lumpuh, immobilitas dan penurunan kesadaran. Berikut tahapan tatalaksana pada
penderita ulkus decubitus:
Umum : memperbaiki dan menjaga status gizi dan keadaan umum penderita,
misalnya mengatasi anemia, hipoalbuminemia dikoreksi, nutrisi dan hidrasi
yang cukup,
12
Khusus : coba mencegah atau tetap lanjutkan berobat apabila sudah terdapat
penyakit-penyakit penyerta yang ada pada penderita, misalnya Diabetes
Melitus.
b. Kasur khusus untuk lebih memembagi rata tekan yang terjadi pada
tubuh penderita, misalnya; kasur dengan gelembung tekan udara
yang naik turun, kasur air yang temperatur airnya dapat diatur.
13
1) Membuang jaringan mati
Adanya jaringan nekrotik dapat memperlambat penyembuhan serta
mendorong terjadinya infeksi, dan seringkali menutupi luas yang
sebenarnya dari kerusakan jaringan. Debridemen bedah dengan anestesi
umum atau lokal merupakan metode yang paling cepat untuk memperoleh
lapisan luka yang bersih. Meskipun demikian tindakan tersebut mungkin
tidak perlu bagi lansia atau pasien yang sangat lemah, dimana metode lain
dapat dicoba dilakukan.
Debridemen adalah pembuangan jaringan nekrotik sehingga
jaringan sehat dapat bergenerasi. Pembuangan jaringan nekrotik diperlukan
untuk menghilangkan ulkus yang menjadi sumber infeksi, agar lebih mudah
melihat bagian dasar luka sehingga dapat menentukan tahap ulkus secara
akurat, dan memberikan dasar yang bersih yang diperlukan untuk proses
penyembuhan.
Metode debridemen yang digunakan harus tergantung dengan
metode yang paling sesuai dengan kondisi klien dan tujuan perawatan. Perlu
diingat bahwa selama proses debridemen beberapa observasi luka normal
yang mungkin terjadi antara lain adalah adanya peningkatan eksudat, bau
dan bertambahnya ukuran luka.
Setelah dekubitus berhasil dilakukan debridemen dan mempunyai
bagian dasar granulasi bersih, maka tujuan perawatan luka lokal selanjutnya
adalah memberikan lingkungan yang tepat untuk penyembuhan luka dengan
kelembaban dan mendukung pembentukan jaringan granulasi baru.
2) Perawatan luka yang terinfeksi
Kebanyakan luka terbuka kronis didiami oleh mikroorganisme
yang sangat banyak yang tampaknya tidak memperlambat proses
penyembuhan. Sehingga hanya diperlukan pengambilan hapusan luka guna
mengidentifikasi mikroorganisme dan menentukan sensitivitas
mikroorgansme terhadap antibiotik, apabila luka tersebut memperlihatkan
tanda dan gejala klinis infeksi, seperti nyeri setempat dan eritema, edema
lokal, eksudat berlebihan, pus dan bau busuk.
3) Perawatan luka dengan banyak eksudat
Sekalipun jaringan nekrotik dan jaringan yang tampak jelas
terinfeksi telah diangkat dari bidang luka, luka dapat terus menghasilkan
14
eksudat dalam jumlah banyak yang dapat menembus non-oklusif dan
meningkatkan resiko infeksi luka. Volume eksudat berkurang pada
waktunya, tetapi sampai stadium tersebut diperlukan balutan yang bisa
menyerap dan tidak melekat.
4) Perawatan luka dalam yang bersih dengan sedikit eksudat
Bila jumlah eksudat sudah berkurang, maka silastic foam
merupakan suatu cara pembalutan yang sangat bermanfaat khususnya pada
luka dalam yang bersih dan berbentuk cawan, atau dekubitus luas di daerah
sakrum.
5) Perawatan luka superfisial yang bersih dengan sedikit eksudat
Banyak balutan yang sesuai untuk menangani luka superficial yang
bersih. Memberikan lingkungan yang lembab dengan terus menerus akan
dapat mendorong epitelialisasi yang cepat dan mengurangi rasa nyeri serta
melindungi permukaan luka dari kerusakan mekanis lebih lanjut dan
kontaminasi. Balutan yang ideal adalah balutan yang dapat dibiarkan tidak
terganggu selama beberapa hari.
Pemberian balutan
Jika ada kulit yang mengalami luka, maka biasanya diperlukan
balutan untuk melindungi jaringan yang berada di bawahnya dari sebuah
kerusakan yang lebih lanjut dan untuk menggantikan sementara beberapa
fungsi kulit yang utuh.
Karakteristik balutan luka yang ideal antara lain, tidak melekat dan
impermeable terhadap bakteri, mampu mempertahankan kelembaban yang
tinggi pada tempat luka sementara juga mengeluarkan eksudat yang
berlebihan. Sebagai penyekat suhu, non toksik dan non alergenik, nyaman
dan mudah disesuaikan, awet. Mampu melindungi luka dari trauma lebih
lanjut dan tidak perlu sering mengganti balutan serta murah harganya.
Rencana perawatan akan berubah sesuai dengan tingkat
penyembuhan ulkus. Contoh ; pada luka nekrotik, sebelumnya penggunaan
balutan membran untuk mendebrid luka dengan cara autolisis. Kemudian
pada tahap-tahap dekubitus (tahap III dan IV) yang menghasilkan eksudat
memerlukan balutan yang mampu menyerap eksudat tersebut. Pada daerah
kemerahan atau yang mengalami kerusakan integritas kulit, maka
15
direkomendasikan penggunaan produk perawatan kulit yang memberi
lubrikasi dan melindungi serta meningkatkan penyembuhan luka. Jika ulkus
berwarna merah muda dan disertai granulasi pada seluruh bagian maka
ulkus tersebut perlu dibalut untuk meningkatkan penyembuhan. Lingkungan
lembab dan bersih akan meningkatkan migrasi sel epitel ke seluruh
permukaan ulkus.
2.9. Komplikasi
Osteomielitis
Terdapat 10 % insidens osteomielitis yang berhubungan dengan
ulkus dekubitus. Selain itu, sepsis yang terjadi akibat ulkus dapat menjadi
komplikasi yang serius dan fatal. Mungkin terdapat kesulitan membedakan
osteomielitis yang mendasari ulkus dekubitus dengan infeksi jaringan lunak.
16
Debridement ulkus secara bedah yang digabung dengan antibiotik-spektrum
luas diperlukan pada infeksi jaringan lunak. Adanya osteomielitis akan
menunjukkan luasnya ostektomi dan dapat memodifikasi lamanya
pengobatan antibiotik.
Skening tulang radionuklir telah diajukan sebagai sarana diagnosis
yang sensitif terhadap osteomielitis. Namun, ditemukan masalah yang
bermakna dengan hasil positif palsu. Biopsi jarum dari tulang yang di
bawahnya merupakan metode yang paling akurat untuk diagnosis
osteomielitis. Namun, jika salah satu uji positif, penelitian baru-baru ini
menganjurkan penggunaan sinar-X polos, hitung sel darah putih (> 15.000
mm3), dan laju endap darah (> 120) sebagai pemeriksaan yang paling
sensitif, spesifik, dan hemat biaya untuk osteomielitis.
Amputasi
Amputasi dan prosedur pemotongan dipersiapkan untuk pasien
yang memiliki ulserasi luas, dengan/atau tanpa osteomielitis yang
mendasarinya, dan tidak dapat diobati dengan baik melalui prosedur primer
atau sekunder apapun seperti yang telah digambarkan sebelumnya. Prosedur
tersebut dapat terdiri dari suatu amputasi di atas lutut, pemotongan
(pengangkatan femur) dari penggunaan keseluruhan paha untuk penutupan
flap. Prosedur teknis yang lebih hebat dan ekstensif terdiri dari amputasi
pada tingkat pergelangan kaki dan potongan pada keseluruhan tungkai. Hal
ini memungkinkan lebih banyak otot dan jaringan subkutan menutupi defek
tersebut. Teknik ini harus digolongkan sebagai prosedur tersier dan hanya
dilakukan apabila seluruh prosedur lain terbukti tidak berhasil.
Aspek psikologis dari bedah amputasi menghasilkan beberapa area
masalah yang besar. Kehidupan bagi orang yang diamputasi telah dirusak
dalam kebiasaan yang menonjol. Konsekuensi psikologis akibat kecacatan
yang jelas juga dapat bermakna.
DAFTAR PUSTAKA
17
American Academy of Physical Medicine and Rehabilitation. 1989.Physical
Medicine and Rehabilitation Handbook. Chiccago. Appendix 7-10
Donovan WH, Dinh TA, Graber SL, et al.1993.: Pressure Ulcer. In DeLisa JA, ed.
Rehabilitation Medicine 2nd ed. Philadelphia: J.B. Lippincott. pp. 716-732
Hamid T, Dhewi WS, Ilmu Kedokteran Fisik & Rehabilitasi (Physiatry). 1992.
Surabaya: Unit Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Soetomo. pp. 27-43
Jr,Don R R e v i s . 2 0 0 8 . D e c u b i t u s U l c e r . Availaible
from URL : www.emedicine.com diakses tanggal 5 September 2014
Pendland, Susan L., dkk.Skin and Soft Tissue Infections. Dalam Joseph T.
DiPiro, dkk, editor. 2005. Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach. Edisi 6. Chicago: McGrawHill Company. pp.1998-90
S t a f M a y o k l i n i k . 2 0 0 7 . B e d s o r e ( p r e s s u r e s o r e s ) . Availaible from
URL: www.mayoclinic.comdiakses tanggal 5 September 2014
Woosely RM, McGarry JD. 1991. The Cause, Prevention, and Treatment of
Pressure Sores. Neuro Clin. pp. 797-80
18