DEFINISI
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional
(Dorland, 2002).Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis
akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).Trauma adalah penyebab
kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan
alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta
trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat
menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks,
hematopneumothoraks. Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan
dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. Di dalam toraks
terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan
jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah.
Jika terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami
gangguan atau bahkan kerusakan.
Trauma toraks dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu trauma tembus dan
tumpul
1. Trauma tembus (tajam).
a. Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab trauma
b. Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru
c. Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi
2. Trauma tumpul
a. Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.
b. Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries.
c. Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paruSekitar <10%
yang memerlukan operasi torakotomi
B. ETIOLOGI
1. Tamponade jantung
Disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah jantung.
2. Hematotoraks
Disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan
3. Pneumothoraks
Spontan (bula yang pecah) , trauma (penyedotan luka rongga dada)
C. KLASIFIKASI
G. EPIDEMIOLOGI
Trauma dada menyebabkan hampir 25% dari semua kematian yang
berhubungan dengan trauma di Amerika serikat dan sangat berkaitan dengan 50%
kematian yang berhubungan dengan trauma yang mencakup cedera sistem multipel.
Trauma dada diklasifikasikan dengan tumpul atau tembus (penetrasi). Meski trauma
tumpul dada adalah lebih umum, pada trauma ini sering timbul kesulitan dalam
mengidentifikasi keluasan kerusakan karena gejala-gejala mungkin umum dan rancu.
Pasien mungkin tidak segera mencari bantuan medis, yang selanjutnya dapat
mempersulit masalah. Kecelakaan tabrakan mobil, terjatuh dari sepeda motor adalah
mekanisme yang paling umum dari tauma dada. Mekanisme yang paling umum untuk
trauma tembus dada termasuk luka tembak dan luka tusuk.
Cedera pada dada sering mengancam jiwa dan mengakibatkan satu
atau lebih mekanisme patologi berikut :
a. Hipoksemia akibat gangguan jalan napas, cidera pada parenkim paru, sangkar iga,
dan otot pernapasan, kolaps paru, dan pneumotoraks.
b. Hipovolemia akibat kehilangan cairan aktif dari pembuluh besar, ruptur jantung
atau hemotoraks.
c. Gagal jantung akibat temponade jantung, kontusio jantung, atau tekanan intratoraks
yang meningkat.
Mekanisme ini sering kali mengakibatkan kerusakan ventilasi dan
perfusi yang mengarah pada gagal nafas akut, syok hipovolemia, dan kematian.
H. GEJALA KLINIS
1. Tamponade jantung :
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
b. Gelisah.
c. Pucat, keringat dingin.
d. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
e. Pekak jantung melebar.
f. Jantung melemah.
g. Bunyi
h. Pulse pressure.
i. Terdapat tanda-tanda paradoxical
j. ECG terdapat low voltage seluruh lead.
k. Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
2. Hematotoraks :
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
b. Gangguan pernapasan.
3. Pneumothoraks
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
b. Gagal pernapasan dengan sianosis.
c. Kolaps sirkulasi.
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang
terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik.
f. Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti
aorta yang ruptur.
g. Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-
abdominal.
I. PATOFISIOLOGI
Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada
rongga thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk memompa
darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen darah. Bahaya
utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa perdarahan dalam dan tusukan
terhadap organ. Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma
thorax. Hipoksia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan
oksigen kejaringan oleh karena hipivolemia ( kehilangan darah ), pulmonary
ventilation( contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus ) dan perubahan dalam
tekanan intra tthorax ( contoh : tension pneumothorax, pneumothorax terbuka ).
Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan
tekanan intra thorax atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik
disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan ( syok ).
Fraktur iga, merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering
mengalami trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, nyeri pada pergerakan
akibat terbidainya iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan menyebabkan
gangguan ventilasi. Batuk yang tidak efektif intuk mengeluarkan sekret dapat
mengakibatkan insiden atelaktasis dan pneumonia meningkat secara bermakna dan
disertai timbulnya penyakit paru paru. Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara
pada ruang potensial antara pleura viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra
torakal juga dapat ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru
merupakan penyebab tersering dari pneumotoraks akibat trauma tumpul. Dalam
keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang pengembangannya
sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan antara kedua
permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga pleura akan menyebabkan
kolapsnya jaringan paru.
Gangguan ventilasi perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps
tidak mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks
terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan pada perkusi hipesonor. Foto
toraks pada saat ekspirasi membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada
pneumotoraks adalah dengan pemasangan chest tube pada sela iga ke 4 atau ke 5,
anterior dari garis mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau
aspirasi saja, maka akan mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan
dihubungkan dengan WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan
untuk mengkonfirmasi pengembangan kembali paru-paru.
Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan positif tidak boleh diberikan
pada penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada penderita yang mempunyai
resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak terduga sebelumnya, sampai
dipasang chest tube Hemothorax. Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi
paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria internal yang
disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra
torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks.
J. PATHWAY
K. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi : foto thorax (AP).
2. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4. Hemoglobin : mungkin menurun.
5. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6. Pa O2 normal / menurun.
7. Saturasi O2 menurun (biasanya).
8. Toraksentesis : menyatakan darah
9. Diagnosis fisik :
a) Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik,
observasi.
b) Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum
pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction
unit.
c) Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi.
d) Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc
segera thorakotomi.
L. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menangani pasien trauma
thorax, yaitu :
1. Bullow Drainage / WSD
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan
(darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan
menggunakan pipa penghubung.
Indikasi:
a. Pneumothoraks
b. Hemothoraks
c. Thorakotomy
d. Efusi pleura
e. Emfiema
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat
ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
b. Terapi
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan
tekanan rongga pleura sehingga mechanis of breathing dapat kembali seperti yang
seharusnya.
c. Preventive
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga mechanis
of breathing tetap baik.
2. Primary Survey
Yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa, pertolongan ini dimulai dengan
menggunakan teknik ABC (Airway, breathing, dan circulation).
3. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran napas yang paten dengan pemberian oksigen
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien
4. Pemasangan infuse
5. Pemeriksaan kesadaran
6. Jika dalam keadaan gawat darurat, dapat dilakukan massage jantung.
7. Dalam keadaan stabil dapat dilakukan pemeriksaan radiology seperti Foto thorak.
Pasien dalam Keadaan Gawat Darurat / Pertolongan Pertama
Pasien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian maupun di unit gawat
darurat (UGD) pelayanan rumah sakit dan sejenisnya harus mendapatkan tindakan
yang tanggap darurat dengan memperhatikan prinsip kegawatdaruratan.Penanganan
yang diberikan harus sistematis sesuai dengan keadaan masing-masing klien secara
spesifik. Bantuan oksigenisasi penting dilakukan untuk mempertahankan saturasi
oksigen klien. Jika ditemui dengan kondisi kesadaran yang mengalami penurunan /
tidak sadar maka tindakan tanggap darurat yang dapat dilakukan yaitu dengan
memperhatikan :
a. Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)
Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan pada jalan napas. Jika
terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat
dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain,
sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari
telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana
ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban
tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink
dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas
oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild
chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Jaw Thrust Manuver).
b. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik melihat gerakan
dinding dada, mendengar suara napas, dan merasakan hembusan napas klien (Look,
Listen, and Feel), biasanya tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu waktu.
Bantuan napas diberikan sesuai dengan indikasi yang ditemui dari hasil pemeriksaan
dan dengan menggunakan metode serta fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.
c. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi jantung, tekanan darah,
vaskularisasi perifer, serta kondisi perdarahan. Klien dengan trauma dada kadang
mengalami kondisi perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka tembus akibat
trauma benda tajam maupun yang diakibatkan oleh kondisi fraktur tulang terbuka dan
tertutup yang mengenai / melukai pembuluh darah atau organ (multiple). Tindakan
menghentikan perdarahan diberikan dengan metode yang sesuai mulai dari penekanan
hingga penjahitan luka, pembuluh darah, hingga prosedur operatif.Jika diperlukan
pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada penderita trauma dada, maka tindakan
harus diberikan dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan atau meminimalisir
kompilkasi dari RJP seperti fraktur tulang kosta dan sebagainya.
d. Tindakan Kolaboratif
Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis dan waktu yang
disesuaikan dengan kondisi masing-masing klien yang mengalami trauma dada.
Adapun tindakan yang biasa diberikan yaitu ; pemberian terapi obat emergensi,
resusitasi cairan dan elektrolit, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah
Vena dan AGD, hingga tindakan operatif yang bersifat darurat.
Konservatif
a. Pemberian Analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan kelanjutan dari pemberian
sebelumnya. Rasa nyeri yang menetap akibat cedera jaringan paska trauma harus
tetap diberikan penanganan manajemen nyeri dengan tujuan menghindari terjadinya
Syok seperti Syok Kardiogenik yang sangat berbahaya pada penderita dengan trauma
yang mengenai bagian organ jantung.
b. Pemasangan Plak / Plester
Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan perawatan luka dan
tindakan penutupan untuk menghindari masuknya mikroorganisme pathogen.
c. Jika Perlu Antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur. Apabila
belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit gawat, maka penderita
dapat diberi broad spectrum antibiotic, misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4
x sehari.
d. Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif jika penderita
memiliki indikasi akan kebutuhan tindakan fisiotherapy yang sesuai dengan
kebutuhan dan program pengobatan konservatif.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
I. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10). Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (.
Doenges, 1999) meliputi :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops
c. Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d. Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan
nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke
leher,bahudanabdomen.Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,
mengkerutkan wajah.
f. Pernapasan : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru
kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ;
pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja
napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ;
gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ;
mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan
positif.
g. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat faktor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah
intratorakal/biopsy paru.
Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan :
1. Sesak napas
2. Nyeri, batuk-batuk
3. Terdapat retraksi klavikula/dada
4. Pengambangan paru tidak simetris
5. Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
6. Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks
(redup)
7. Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang
8. Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas
9. Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
10. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
b. Sistem Kardiovaskuler :
1 Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk
2 Takhikardia, lemah
3 Pucat, Hb turun /normal
4 Hipotensi
c. Sistem Persyarafan :
1 Tidak ada kelainan
d. Sistem Perkemihan :
1 Tidak ada kelainan
e. Sistem Pencernaan :
1 Tidak ada kelainan
f. Sistem Muskuloskeletal Integumen
1 Kemampuan sendi terbatas
2 Ada luka bekas tusukan benda tajam
3 Terdapat kelemahan
4 Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
g. Sistem Endokrine :
1 Terjadi peningkatan metabolisme
2 Kelemahan.
h. Sistem Sosial / Interaksi
1 Tidak ada hambatan.
i. Spiritual :
1 Ansietas, gelisah, bingung, pingsan
2 Intoleransi aktivitas Setelah 1). Bantu klien dalam 1). Kebutuhan nutrisi
berhubungan diberikan memenuhi terpenuhi seperti
dengan adanya asuhan kebutuhan sehari- pada saat sebelum
nyeri. keperawatan hari yang tidak trauma.
selama 2x24 mampu dilakukan
jam, diharapkan sendiri. Misalnya
intoleransi Mandi, berpakaian,
akvitas dapat merapikan diri.
teratasi dengan
2). Kaji adanya
kriteria hasil : 2). Membantu
penyebab nyeri,
menentukan pilihan
1. Klien seberapa kuatnya intervensi dan
menunjukan nyeri, minta pasien memberikan dasar
usaha untuk untuk menetapkan untuk perbandingan
melakukan pada skala nyeri dan evaluasi
perawatan diri terhadap therapy.
secara bertahap.
3). Pasang
2. Klien mampu
pagar/pengaman 3). Mencegah risiko
melakukan
tempat tidur. cedera
perawatan diri
secara bertahap.4). Anjurkan Pasien4). Mengurangi
untuk istirahat yang penggunaan energi
3. Klien dapat
cukup. berlebihan dan
memenuhi
metabolisme tubuh,
kebutuhan
sehingga dapat
dasarnya secara
menambah
mandiri.
kelemahan.
5). Anjurkan pasien
4. Klien tidak
untuk untuk5). Mengurangi
lemah lagi.
menggunakan teknik ketegangan
relaksasi. otot/kelelahan, dapat
membantu
mengurangi nyeri,
spasme otot,
spastisitas/kejang
6). Kolaborasi dengan
dokter untuk6). Untuk meningkatkan
pemberian vitamin efektivitas
neurobion 1 pengobatan.
amp/hari
3 Resiko Setelah 1). Anjurkan klien1). Untuk mencegah
perubahan nutrisi diberikan makan porsi kecil badan agar tidak
kurang dari asuhan tapi sering lemah
kebutuhan tubuh keperawatan
2). Kaji tanda-tanda2). Untuk mengetahui
berhubungan selama 3x24
kurang nutrisi tingkat nutrisi pasien
dengan penurunan jam, diharapkan
(turgor kulit, kelopak
masukan. kebutuhan
mata, mukosa mulut)
nutrisi dapat
3). Untuk mengetahui
terpenuhi 3). Kaji pola makan
pola makan pasien
dengan kriteria pasien
hasil : 4). Dengan nutrisi yang
cukup, dapat
1. Klien
4). Jelaskan pasien mempercepat
mengatakan
tentang pentingnya penyembuhan
sudah ada nafsu
penemuan nutrisi pasien.
makan, turgor
untuk penyembuhan
kulit elastis
pasien
2. Klien mampu 5). Perubahan fungsi
5). Auskultasi bising
menghabiskan 1 lambung sering
usus, evaluasi
porsi makanan, terjadi sebagai akibat
adanya distensi
mukosa mulut dari paralisis atau
abdomen
lembab, kelopak mobilisasi
mata merah
3). Mengetahui
3). Observasi TTV
perkembangan klien.
IV. Implementasi
Implementasi dilaksanakan berdasarkan intervensi atau rencana yang telah
direncanakan.
V. Evaluasi
a. Dx 1 :
b. Dx 2 :
1. Klien menunjukan usaha untuk melakukan perawatan diri secara bertahap.
2. Klien mampu melakukan perawatan diri secara bertahap.
3. Klien dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri.
4. Klien tidak lemah lagi.
c. Dx 3 :
d. Dx 4 :
1. Klien mengatakan sudah mampu menghabiskan air minum 1 botol VIT besar.
2. Berat badan pasien delam batas normal.
3. Klien mengatakan mulut saya tidak kering lagi.
4. Turgor kulit pasien elastis, mukasa mulut lembab.
e. Dx 5 :
f. Dx 6 :
DAFTAR PUSTAKA
E, Marilynn Doenges, Mary Frances Moorhouse and Alice C. Geissler. 1999. EGC:Rencana
Asuhan Keperawatan.Jakarta: EGC.