Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Era globalisasi sekarang ini dan jaman yang semakin berkembang dan maju
membuat tindak kejahatan atau tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang juga
semakin dinamis. Seperti beberapa tahun terakhir ini, sering kita mendengar dalam
pemberitaan media televisi maupun media elektronik mengenai tindak pidana
pencucian uang yang dilakukan oleh pejabat-pejabat Negara atau biasa disebut
dengan penjahat kerah putih (white collar crime).
Melihat keadaan yang akhir-akhir ini sering kita lihat dan dengar, mungkin sudah
tidak asing lagi dengan kasus Pencucian Uang yang beberapa tahun terakhir ini
menjadi bahan pembicaraan di berbagai media dinegara kita. Mengenai pengertian
pencucian uang, yang dimaksud dengan pencucian uang (money laundering) itu
sendiri adalah suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal
usul uang/dana atau Harta Kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi
keuangan agar uang atau harta kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari
kegiatan yang sah/legal.
Pencucian uang yang disebut dengan istilah Money Laundering,Mahmoeddin As
dalam bukunya Analisis Kejahatan Perbankan yang dikutip oleh Munir Fuady
mengemukakan bahwa dalam sejarah hukum bisnis munculnya money laundering
dimulai dari negara Amerika Serikat sejak 2 tahun 1830. Pada waktu itu banyak
orang yang membeli perusahaan dengan uang hasil kejahatan (uang panas) seperti
hasil perjudian, penjualan narkotika, minuman keras secara illegal dan hasil
pelacuran. Pusat-pusat gangster besar yang piawai masalah pencucian uang di
Amerika Serikat yang terkenal dengan nama kelompok legendaries Al Capone
(Chicago). Mayer Lansky memutihkan uang kotor milik kelompok Al Capone dengan
mengembangkan pusat perjudian, pelacuran, serta bisnis hiburan malam di Las Vegas
(Nevada). Lalu dikembangkan lagi offshore banking di Havana (Cuba)dan Bahama.

1
Kegiatan pencucian uang yang dilakukan oleh kelompok ini menjadikan Mayer
Lansky dijuluki sebagai bapak Money Laundering Modern. Setelah memasuki tahun
1980 an kegiatan ini semakin jadi dengan banyaknya penjualan obat bius. Bertolak
dari sini dikenal istilah narco dollar atau drug money yang merupakan uang hasil
penjualan narkotika. Perkembangan selanjutnya uang panas itu disimpan di lembaga
keuangan antaranya di bank. Penyimpanan uang panas ini dengan tujuan agar uang
hasil dari kejahatan itu menjadi legal

Seperti yang telah kita ketahui akhir-akhir ini banyak para pelaku yang sedang
menjalani proses hukum terkait dengan tindak pidana pencucian uang yang
didakwakan kepada mereka.Harta kekayaan yang dialirkan oleh para pelaku kepada
penerimanya tersebut untuk menyamarkan asal usulnya memang erat kaitannya
berasal dari hasil tindak pidana penyalahgunaan narkotika, terorisme korupsi,
penyuapan atau gratifikasi, walaupun tidak menutup kemungkinan dari hasil tindak
pidana lainnya.
Dalam kasus pencucian uang yang saat ini sedang menjadi bahan pembicaraan
publik, yang menarik dalam kasus ini adalah Harta Kekayaan yang mereka dapat dari
hasil tindak pidana sebelumnya yang kemudian untuk menutupi jejak/asal-usul dari
harta kekayaan tersebut, kemudian harta tersebut mereka alirkan ke berbagai pihak,
mulai dari memasukkan ke rekening keluarga, teman sampai bahkan membagikannya
kepada publik figure atau artis. Selain korupsi dan penyalahgunaan narkotika, banyak
sekali sebenarnya tindak pidana yang kemudian untuk menyamarkan hasil dari tindak
pidana tersebut oleh pelaku dilakukan pencucian uang agar seolah-olah harta
kekayaan tersebut berasal dari hasil yang legal atau sah. Seperti yang termuat dalam
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dalam tindak pidana pencucian uang terkait dua tindak pidana, yaitu kejahatan
menghasilkan uang haram dan pencucian uang haram. Kualifikasi tindak pidana
pencucian uang dirumuskan sebagai penempatan harta kekayaan yang diketahuinya

2
atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana ke dalam penyedia jasa keuangan
maupun yang lainnya, baik atas nama sendiri atau atas nama orang lain. Berdasarkan
ketentuan ini maka adanya perbuatan korupsi tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu,
cukup kalau ada pengetahuan atau dugaan bahwa uang haram tersebut berasal dari
perbuatan korupsi, yaitu bila sudah terdapat bukti permulaan yang cukup.Dalam
tindak pidana pencucian uang terdapat lembaga khusus yang berfungsi sebagai
perantara untuk memberikan data transaksi mencurigakan kepada aparat penyidik
yaitu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi

Keuangan (PPATK). Lembaga ini merupakan lembaga independen yang akan


melakukan fungsi penyelidikan yaitu mengumpulkan, menyimpan, menganalisis,
mengevaluasi informasi transaksi yang dicurigai dan diduga sebagai perbuatan
pencucian uang, sebelum informasi itu diteruskan kepada penyidik untuk diproses
berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pelaku pencucian uang pasif?
2. Bagaimana kriteria pelaku pencucian uang pasif?
3. Apa saja undang-undang tentang pelaku pencucian uang pasif?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pelaku pencucian uang
pasif.
2. Untuk mengetahui kriteria pelaku pencucian uang pasif
3. Untuk mengetahui undang-undang tentang pelaku pencucian uang
pasif.

3
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Pelaku Pencucian Uang Pasif

Tindak pidana pencucian uang pasif adalah yang dikenakan kepada setiap
orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran,
hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.

Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang. Namun,
dikecualikan bagi pihak pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Atas perbuatan ini pelaku diancam
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Yang dimaksud dengan "patut diduganya"
adalah suatu kondisi yang memenuhi setidak-tidaknya pengetahuan, keinginan, atau
tujuan pada saat terjadinya transaksi yang diketahuinya yang mengisyaratkan adanya
pelanggaran hukum. 1

2. Kriteria Pelaku Pencucian Uang Pasif


Pencucian uang sebagai suatu tindak kejahatan yang berdimensi internasional
yang bukan merupakan hal baru lagi di berbagai negara termasuk Indonesia. Dalam
melakukan pencucian uang, pelaku tidak perlu mempertimbangkan hasil yang
diperoleh, dan besarnya uang yang dikeluarkan, karena tujuan utamanya untuk
menyamarkan atau menghilangkan asal usul uang. Sehingga pada akhirnya dapat
dinikmati atau digunakan secara aman. Tujuan kriminalisasi pencucian uang adalah
48 untuk mencegah segala bentuk praktik penyamaran hasil kekayaan yang
didapatkan dari hasil kejahatan. Kejahatan money laundering diancam dengan sanksi

1
http://www.hukumonline.com//perlindungan-pemilik-showroom-mobil-dari-tindak-pidana-
pencucian-uang. Diakses pada tanggal 19-nov-2016

4
pidana. Pelaku dapat menggunakan hasil kejahatannya secara aman tanpa dicurigai
oleh aparat penegak hukum, sehingga berkeinginan untuk melakukan kejahatan lagi,
atau untuk melakukan kejahatan lain yang terorganisir.2
Dalam perkembangan tindak pidana pencucian uang yang sampai saat ini
terus berkembang, apabila dilihat dari munculnya pencucian uang ini, di mana tindak
pidana pencucian uang ini muncul karena ada kelanjutan dari tindak pidana asal yang
mendahuluinya atau dilakukan lebih dahulu. Selain menjerat pada pelaku utama atau
biasa disebut pelaku aktif yang melakukan pencucian uang, juga bisa menjerat pelaku
pasif dalam proses pencucian uang ini. Mengenai pengaturan sanksi pidana terhadap
pelaku pasif (penerima pasif)ini tidak serta merta semua pelaku pasif dapat dikenakan
sanksi pidana. Untuk menentukan pelaku pasifdapat dikenakan sanksi pidana atau
tidak, maka harus ada kriteria-kriteria yang menentukan bahwa seorang pelaku pasif
dapat dikenakan sanksi pidana.
Kriteria tersebut termuat dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010
Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, bahwa
:Ayat 1 : 49 Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan,
pembayaran, hibah,sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta
Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan basil tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah). Ayat (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi
Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
Berdasarkan rumusan pasal tersebut, maka pelaku pasif yang menerima atau
menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,

2
Deni Krisnawati, dkk, 2006, Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus, Jakarta: Pena Pundi
Aksara, hlm 126

5
penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau
patutdiduganya merupakan hasil tindak pidana dan apabila tidak melaporkan
kewajibannya sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, maka pelaku pasif
Tersebut dapat dikenakan sanksi dipidana. Jika cermati, sebenarnya ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 tersebut terdiri dari 2 (dua) ketentuan tentang
tindak pidana pencucian uang, yaitu: a.Setiap Orang yang menerima penempatan,
pentransferan, pembayaran, hibah,sumbangan, penitipan, penukaran, atau
menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan
basil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) b.Setiap Orang
yang menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah,sumbangan,
penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1)Sesuai dengan ketenyuan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 9, yang
dimaksud dengan setiap orang dalam Pasal 5 adalah a.Orang perseorangan; atau
b.Korporasi Jadi sebenarnya tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud
oleh Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang, disamping dapat dilakukan oleh orang perseorangan
(natuurlijk persoon) juga dapat dilakukan oleh korporasi. Hanya saja korporasi yang
melakukan tindak pidana pencucian uang tersebut tidak dijatuhkan pidana denda yang
disebutkan dalam Pasal 5, tetapi dijatuhkan pidana denda yang disebutkan dalam
Pasal 7 ayat (1). Maka Untuk mengetahui pelaku pasif atau juga disebut dengan
penerima pasif tersebut dapat dipidana atau tidak, harus dilakukan pembuktian yang
cermat oleh Hakim di dalam persidang3

3
R. Wiyono, 2014,Pembahasan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang, Jakarta : Sinar Grafika, hal. 71

6
3. Undang-Undang Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Pasif

Pasal yang mendukung tentang pencucian uang pasif dalam Undang-Undang


Nomor 8 Tahun 2010 terdapat di Pasal 5 ayat 1 yaitu: Setiap orang yang menerima
atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan,
penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyakRp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Bahwa seseorang yang menerima atau memanfaatkan uang yang patut


diduganya merupakan hasil dari tindak pidana pencucian uang, maka orang tersebut
bisa diberikan sanksi sesuai dengan isi pasal 5 ayat Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2010 tersebut. Yang dimaksud dengan patut diduganya adalah suatu kondisi yang
memenuhi setidak-tidaknya pengetahuan, keinginan, atau tujuan pada saat terjadinya
transaksi yang diketahuinya yang mengisyaratkan adanya pelanggaran hukum. Ketika
ada pencucian aktif pasti ada pencucian pasifnya, yang jelas di dalam hukum
penerima pasif itu adalah bagian dari pencucian uang. Contoh lain adalah penanganan
pencucian uang yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan tersangka
Kalapas Narkotika Nusakambangan Marwan Adli. Dalam kasus tersebut, Marwan
memanfaatkan nama dua anak dan seorang cucunya untuk membuka rekening dan
menampung uang hasil transaksi narkotika. Mereka yang dimanfaatkan, memang
tidak mengetahui dari mana dan untuk apa uang yang ditransfer ke rekening mereka.
Anak dan cucu Marwan pun diketahui tidak pernah menikmati uang tersebut, karena
pengelolaan sepenuhnya di tangan Marwan. Artinya harus mulai dimunculkan
kesadaran untuk bertanya uang tersebut berasal dari mana. Langkah itu untuk
menghindari praktik-praktik korupsi dari awal.

Dalam upaya penyidikan kasus pencucian uang yang dilakukan Fathanah,


KPK dapat menerapkan pola demikian. Penyidikan dapat dilakukan sekaligus baik

7
aktor pencucian uang yang berperan aktif atau pun pasif (penerima). "Kalau berlama-
lama tidak dijerat maka pelaku akan memiliki cara sendiri untuk menghilangkan hasil
dari pencucian uang". Vitalia Shesya, Ayu Azhari, dan beberapa perempuan lainnya
menerima aliran dana dari Fathanah. Mereka ada yang sudah mengembalikan dan ada
juga yang hartanya disita KPK. "Sejauh ini, hasil pemeriksaan mereka tidak ada
kesengajaan untukmelindungi. Mereka tidak tahu asal usul uang itu," kata juru bicara
KPK Johan Budi saat dikonfirmasi detikcom, Jumat (10/5/2013). Johan menjelaskan,
pengakuan Fathanah, perempuan itu adalah temannya. Uang itu juga, berdasarkan
pengakuan diberikan untuk hubungan bisnis, manggung, dan sebagai teman."Mereka
juga tidak menanyakan dari mana uang itu," tuturnya4

4
Http://news.detik.com/read/2013/05/12/kpk-bisa-jerat-penerima-pasif-duit-fathanah-dengan-
pasal-pencucian-uang. Diakses pada tanggal 20-nov-2016

8
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN

Tindak pidana pencucian uang pasif adalah yang dikenakan kepada setiap
orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran,
hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.

Kriteria tersebut termuat dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010


Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, bahwa
:Ayat 1 : 49 Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan,
pembayaran, hibah,sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta
Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan basil tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah). Ayat (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi
Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
Bahwa seseorang yang menerima atau memanfaatkan uang yang patut
diduganya merupakan hasil dari tindak pidana pencucian uang, maka orang tersebut
bisa diberikan sanksi sesuai dengan isi pasal 5 ayat Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2010 tersebut. Yang dimaksud dengan patut diduganya adalah suatu kondisi yang
memenuhi setidak-tidaknya pengetahuan, keinginan, atau tujuan pada saat terjadinya
transaksi yang diketahuinya yang mengisyaratkan adanya pelanggaran hukum. Ketika
ada pencucian aktif pasti ada pencucian pasifnya, yang jelas di dalam hukum
penerima pasif itu adalah bagian dari pencucian uang

9
DAFTAR PUSTAKA
Literatur
Krisnawati Deni, dkk, 2006, Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus, Jakarta:
Pena Pundi Aksara
Wiyono R, 2014, Pembahasan Undang-Undang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Jakarta : Sinar Grafika
Internet
http://www.hukumonline.com//perlindungan-pemilik-showroom-mobil-dari-
tindak-pidana-pencucian-uang
Http://news.detik.com/read/2013/05/12/kpk-bisa-jerat-penerima-pasif-duit-
fathanah-dengan-pasal-pencucian-uang.

10

Anda mungkin juga menyukai