Anda di halaman 1dari 13

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
Menurut Hudojo (1990:13) teori merupakan prinsip umum yang didukung oleh data
dengan maksud untuk menjelaskan suatu fenomena. Sedangkan belajar merupakan suatu usaha
yang berupa kegiatan hingga terjadi perubahan tingkah laku yang relatif/ tetap. Dari pengertian
teori dan belajar tersebut, secara ringkas dapat dikatakan, teori belajar menyatakan hukum-
hukum/ prinsip-prinsip umum yang melukiskan kondisi terjadinya belajar.
Robert M. Gagne adalah seorang ahli psikologi yang banyak melakukan penelitian
mengenai fase-fase belajar, tipe-tipe kegiatan belajar, dan hirarki belajar. Dalam penelitiannya
ia banyak menggunakan materi matematika sebagai medium untuk menguji penerapan teorinya
(Depdiknas, 2005:13).
Menurut Gagne, belajar adalah suatu proses yang memungkinkan seseorang untuk
mengubah tingkah lakunya cukup cepat, dan perubahan tersebut bersifat relatif tetap, sehingga
perubahan yang serupa tidak perlu terjadi berulang kali setiap menghadapi situasi yang baru.
Sedangkan mengajar adalah membimbing siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan
sehingga didapati proses belajar yang menghasilkan perubahan tingkah laku.
A. Level Belajar Menurut Robert M. Gagne
Tingkatan belajar dimulai dari yang sederhana ke yang lebih kompleks contoh
keterampilan yang dipersyaratkan.
1. Renspons yang diberikan bersifat emosional dan tidak dapat didefinisikan.
2. Dapat mengulang kata-kata yang diucapkan oleh guru.

B. Lima Jenis Belajar Menurut Gagne


Gagne memberikan lima macam hasil belajar, pertama kedua dan ketiga bersifat
kognitif, yang keempat bersifat afektif dan yang kelima bersifat psikomotorik.
1. Informasi Verbal (Verbal Information)
Informasi verbal ialah informasi yang diperoleh dari kata yang diucapkan orang, dari
membaca, televisi, komputer dan sebagainya meliputi nama-nama, fakta-fakta, prinsip-prinsip
dan generalisasi-generalisasi.
Informasi verbal meliputi :
Cap verbal : kata yang dimiliki seseorang untuk menunjuk pada obyek obyek yang dihadapi,
misalnya kata kursi untuk benda tertentu.
Data/fakta : kenyataan yang diketahui, misalnya Negara Indonesia dilalui khatulistiwa.
Jadi yang memiliki pengetahuan tertentu, berkemampuan untuk menuangkan
pengetahuan itu dalam bentuk bahasa yang memadai, sehingga dapat dikomunikasikan pula
kepada orang lain. Mempunyai informasi verbal memegang peranan cukup penting dalam
kehidupan manusia, karena tanpa sejumlah pengetahuan orang tidak dapat mengatur kehidupan
sehari-harinya dan tidak dapat berkomunikasi dengan orang lain secara berarti.
Maka, di sekolah pun siswa harus belajar memperoleh pengetahuan di berbagai bidang
studi, sehingga menjadi orang yang dapat dikatakan berpengetahuan. Dalam banyak hal,
pengetahuan berkaitan satu sama lain, sehingga seseorang dapat memperoleh seperangkat
pengetahuan (body of knowledge) di berbagai bidang, baik bidang yang lebih bersifat praktis,
maupun yang lebih bersifat teoritis (bidang studi).
2. Keterampilan-keterampilan intelektual (Intellectual Skiils)
Keterampilan intelektual merupakan kemampuan untuk berhubungan dengan
lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk representasi, khususnya konsep dan
berbagai lambang/simbol (huruf, angka, kata, gambar). Kategori kemahiran intelektual terbagi
lagi atas empat subkemampuan yang diurutkan secara hierarkis, yaitu sub kemampuan yang
ditaruh di bawah menjadi landasan bagi subkemampuan yang diatasnya dan tercakup di
dalamnya. Ini berarti, bahwa orang yang belum memiliki subkemampuan yang bernomor lebih
rendah, akan mengalami kesulitan dalam memperoleh subkemampuan yang bernomor lebih
tinggi
Adapun empat subkemampuan tersebut yaitu :
a. Diskriminasi Jamak (Mulitiple Discrimination)
Diskriminasi jamak ialah kemampuan untuk mengadakan diskriminasi antara obyek-
obyek berdasarkan ciriciri fisik yang berbeda antara obyek-obyek itu (Rohman, dkk;
1991:11).
Berdasarkan pengamatan yang cermat terhadap berbagai obyek, orang mampu
membedakan antara obyek yang satu dengan yang lain. Selama mengamati, dibentuk berbagai
persepsi, yaitu hasil mental dari pengamatan. Dalam persep di kenal ciri-ciri fisik yang khas
bagi masing-masing obyek, yaitu warna, bentuk, ukuran, panjang, lebar, kasar-halus, bunyi,
bau dan lain sebaginya. Berdasarkan persepsi itu, orang mampu membedakan obyek yang satu
dengan yang lain, meskipun mungkin mirip satu sama lain, misalnya menyebutkan merk mobil-
mobil yang lewat di jalan. Kemampuan untuk mengadakan diskriminasi semacam ini, oleh
Gagne sudah di pandang sebagai kemahiran intelektual. Hasil belajar diskriminasi jamak antara
lain :
Anak-anak TK menemukan perbedaan-perbedaan antara benda menurut ciri-ciri fisiknya,
yaitu bentuk, ukuran, warna, panjang, lebar, kasar, halus, dan bunyi.
Anak SD dapat membedakan bentuk-bentuk huruf (misalnya D dan F) dan bentuk-bentuk
angka (misalnya 6 dan 7)
Siswa SMP bisa membedakan bentuk segitiga dengan lingkaran; garis panjang denga garis
lengkung ; rasa asin, bau busuk; bau harum.
b. Konsep (Concep)
Konsep ialah kemampuan untuk mengadakan diskriminasi antara golongan-golongan
obyek dan sekaligus mengadakan generalisasi dengan mengelompokkan obyek-obyek yang
mempunyai satu atau lebih ciri yang sama.
Orang yang memiliki konsep, mampu mengadakan abstraksi terhadap obyek-obyek
yang dihadapi, sehingga obyek ditempatkan dalam golongan tertentu (klasifikasi). Konsep
sendiri pun dapat di lambangkan dalam bentuk suatu kata yang mewakili konsep itu; jadi
lambang mental (konsep) dituangkan dalam bentuk suatu kata (lambang bahasa).
Konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep
konkret adalah pengertian yang menunjuk pada obyek-obyek dalam lingkungan fisik. Konsep
itu mewakili golongan benda tertentu, seperti meja, kursi, pohon dan lain sebagainya; golongan
sifat tertentu seperti warna dan bentuk dan lain sebagainya; relasi tempat diantara benda-benda,
seperti di atas, di bawah, di samping, dan lain sebagainya. Golongan perbuatan tertentu seperti
duduk, mengangkat, menurunkan. Orang yang memiliki konsep, mampu untuk menunjukkan
benda atau perbuatan tertentu yang diwakili dalam konsep itu; dengan menunjuk pada realitas
dalam lingkungan fisik, dia memberikan prestasi yang membuktikan bahwa dia sudah
mempunyai konsep yang tepat. Misalnya, anak kecil yang disuruh menaruh piring di bawah
meja, tetapi kemudian menaruhnya di atas meja, terbukti belum memiliki konsep konkret di
bawah. konsep konkret diperoleh melalui pengamatan terhadap lingkungan hidup yang fisik,
yang bermateri. Konsep yang didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi
tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak
bermateri. Realitas yang tidak bermateri, tidak dapat diamatai secara langsung. Misalnya, anak
A adalah saudara sepupu anak B; ini merupakan suatu kenyataan, tetapi, kenyataan itu tidak
dapat diketahui dengan mengamati anak A dan anak B saja. Kenyataan itu diberitahukan
melalui penggunaan bahasa dan sekaligus, dijelaskan apa yang dimaksud dengan saudara
sepupu; maka konsep yang didefinisikan, diajarkan tanpa ada kemungkinan untuk
menunjukkan dua orang bersaudara sepupu hanya dengan mengamati dua orang itu. Konsep
yang demikian biasanya, telah dituangkan dalam suatu definisi; maka timbullah istilah konsep
yang didefinisikan. Misalnya, saudara sepupu ialah anak dari paman atau bibi; keponakan
ialah anak dari kakak atau adik sekandung; lingkaran ialah garis tertutup yang berbentuk
bundar dan memiliki jari-jari sama panjang. Siswa yang sudah sampai di Sekolah Menengah
akan belajar banyak konsep semacam itu, misalnya kebenaran, keadilan, kekeluargaan.
Seorang mahasiswa tidak mungkin menjadi ahli di suatu bidang studi tanpa memiliki
seperangkat konsep yang didefinisikan, misalnya mahasiswa di Fakultas Ilmu Pendidikan anak
memiliki konsep seperti pendidikan, lingkungan, keturunan, pembawaan dan
menggunakannya dalam membahas masalah-masalah pendidikan sekolah.
c. Kaidah (Rule)
Kaidah ialah kemampuan untuk menghubungkan beberapa konsep, sehingga terbentuk
suatu pemahaman baru yang mewakili kenyataan yang biasanya terjadi.
Bila dua konsep atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang
merepresentasikan suatu keteraturan. Orang yang telah mempelajari suatu kaidah, mampu
menghubungkan beberapa konsep. Misalnya, seorang anak yang berkata Benda yang bulat
berguling di alas miring telah menguasai konsep benda, bulat, alas, miring dan
berguling dan menentukan adanya suatu relasi tetap antara kelima konsep itu. Seandainya
anak itu tidak menguasai tiga konsep dasar, maka, dengan sendirinya, dia tidak menguasai
kaidah Benda yang bulat berguling. Maka, memiliki kaidah mengandaikan kemampuan
menguasai konsep-konsep yang relevan, yang bersama-sama membentuk kaidan itu. Di sini
nampak jelas apa yang dimaksud dengan urutan hierarkis, sebagaimana dikatakan oleh Gagne.
Selama belajar di sekolah, akan memperoleh banyak kaidah yang menjadi miliknya hal
itu memungkinkannya untuk maju dalam belajar, khususnya di bidang belajar kognitif.
Misalnya dalam rangka pelajaran IPA, siswa memperoleh kaidah udara yang lembab
mengakibatkan besi berarat dan Air yang dimasukkan dalam ruang bersuhu nol derajat
Celcius, atau kurang dari itu, akan membeku. Berdasarkan penguasaan kaidah-kaidah
semacam itu, siswa memahami kenyataan dalam alam fisik dan menjadi mampu untuk
mengatur alam fisik dan menjadi mampu untuk mengatur alam fisik. Kaidah merupakan suatu
representasi mental dari kenyataan hidup dan sangat berguna dalam mengatur kehidupan
sehari-hari. Kaidah-kaidah diajarkan melalui bahasa dan biasanya dituangkan dalam bentuk
suatu kalimat, misalnya Perkembangan anak dipengaruhi oleh keturunan dan lingkungan dan
Dua kali satu pon sama dengan satu kilo.
d. Aturan-Aturan (Prinsip / Higher-order rule)
Prinsip ialah kemampuan untuk menggabungkan beberapa kaidah sehinggaterjadi
pemahaman yang lebih tinggi yang membantu memecahkan suatu problem atau masalah.
Dalam prinsip telah terjadi kombinasi dari beberapa kaidah, sehingga terbentuk suatu
kaidah yang bertaraf lebih tinggi dan lebih kompeks. Kaidah semacam itu, disebut prinsip.
Berdasarkan prisip yang dipegang, orang mampu memecahkan suatu problem dan, kemudian,
menerapkan prinsif itu pada problem yang jelas.
3. Starategi-strategi kognitif (Cognitive Strategies)
Strategi-strategi kognitif adalah kemampuan-kemampuan internal yang terorganisasi.
Siswa menggunakan strategi kognitif ini dalam memikirkan tentang apa yang telah
dipelajarinya dan dalam memecahkan masalah secara kreatif.
Kemampuan ini merupakan suatu kemahiran yang berbeda sifat dengan kemahiran-
kemahiran intelektual yang dibahas sebelumnya; maka diberi nama tersendiri supaya tidak
dicampur-adukan dengan konsep dan kaidah. Orang yang memiliki kemamuan ini, dapat
menyalurkan dan mengarahkan aktifitas kognitifnya sendiri, khususnya bila sedang belajar dan
berpikir. Ruang gerak kegiatan pengaturan kognitif adalah aktifitas mentalnya sendiri,
sedangkan ruang gerak kemahiran intelektual ialah representasi dalam kesadaran terhadap
lingkungan hidup dan diri sendiri. Pengaturan kegiatan kognitif mencakup penggunaan konsep
dan kaidah yang telah dimiliki, terutama bila sedang menghadapi suatu problem. Orang yang
mampu mengatur dan mengarahkan aktivias mentalnya sendiri di bidang kognitif, akan jauh
lebih efisien dan efektif dalam mempergunakan semua konsep dan kaidah yang pernah
dipelajari, dibanding dengan orang yang tidak berkemampuan demikian.
Siasat -siasat semacam itu, oleh Gagne disebut cognitive strategy, yang merupakan
suatu cara menangani aktivitas belajar dan berpikirnya sendiri. Sebagimana seorang jenderal
ABRI akan memikirkan lebih dahulu, bagaimanakah sebaiknya cara menyerang pihak musuh
sebelum menggerakkan pasukannya, demikian pula seorang yang bertekad untuk belajar dan
berpikir sebaik mungkin, akan menyusun rencana kerja lebih dahulu dan mempertimbangkan
kemungkinan-kemungkian yang terbuka untuk sampai sasaran yang telah ditentukan.
Misalnya, seorang mahasiswa yang mengetahui banyak sekali tentang cara belajar yang
efisien dan memahami beberapa kaidah tentang penyusunan catatan kuliah dan penguasaan
materi yang dibahas dalam buku literatur. Namun, ini semua belum berarti mahasiswa itu telah
menemukan cara belajar yang paling efisien dan efektif bagi dirinya sendiri, mengingat
keadaan dirinya dan keadaan lingkungannya. Dia harus masih mencari bentuk pelaksanaan,
sampai akhirnya menemukan bentuk yang paling memuaskan baginya. Dengan demikian, dia
telah berhasil menemukan suatu bentuk pengaturan kegiatan kognitif, dalam hal ini belajarnya
sendiri. Misalnya pula, seorang siswa yang harus memecahkan suatu persoalan matematika
mungkin sekali akan tertolong, bila dia membuat suatu gambar atau menuangkan data dalam
bentuk suatu grafik. Cara-cara itu merupakan suatu heuristik dan dengan demikian, siswa itu
mengatur kegiatan kognitifnya sendiri. .
Maka, jelaslah kiranya bahwa kemampuan mengatur kegiatan kognitif pada dirinya
sendiri, mendapat aplikasi yang luas sekali. Makin mampu seseorang dalam hal ini, makin baik
pula hasil pemikiranya.
4. Sikap-sikap (Attitudes)
Sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi tingkah
laku kita terhadap benda-benda, kejadian-kejadian atau makhluk hidup. Sekolompok sikap
yang penting ialah sikap-sikap kita terhadap orang lain atau sikap sosial. Dengan demikian
maka akan tertanam sikap sosial pada para siswa.
Orang yang bersikap tertentu, cenderung menerima atau menolak suatu obyek
berdasarkan penilaian terhadap obyek itu, berguna/berharga baginya atau tidak. Bila obyek
dinilai baik untuk saya, dia mempunyai sikap positif; bila obyek dinilai jelek untuk saya,
dia mempunyai sikap negatif. Misalnya, siswa yang memandang belajar di sekolah sebagai
sesuatu yang sangat bermanfaat baginya, memiliki sikap yang positif terhadap belajar di
sekolah; dan sebaliknya kalau ada siswa memandang belajar di sekolah sebagai sesuatu yang
tidak berguna. sikap dan niai (Value) kerap disamakan meskipun ada ahli psikologi yang
memandang nilai sebagai sikap sosial, yaitu masyarakat luas terhadap sesuatu, seperti sikap
hormat terhadap bendera nasional dan sikap menolak tindakan korupsi. Orang-perorangan
dapat mengambil sikap sosial itu dan menjadikannya sikap pribadi, atau menolaknya dan
menentukan sikap sendiri.
Sikap merupakan kemampuan internal yang berperanan sekali dalam mengambil
tidakan, lebih-lebih bila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak. Orang yang memiliki
sikap jelas, mampu untuk memilih secara tegas di antara beberapa kemungkinan.

5. Keterampilan motorik (Motor skills)


Keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan-kegiatan fisik, tetapi juga
kegiatan-kegiatan fakta, tetapi juga kegiatan-kegiatan motorik yang digabungkan dengan
keterampilan intelektual, misalnya : bila berbicara, menulis, atau dalam menggunakan berbagai
alat IPA seperti menggunakan pipa kapiler, termometer dan sebagainya.
Orang yang memiliki suatu keterampilan motorik, mampu melakukan suatu rangkaian
gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadaka koordinasi antara gerak-gerik
berbagai anggota badan secara terpadu. Keterampila semacam ini disebut motorik, karena
otot, urat dan persendian, terlibat secara langsung, sehingga keterampilan sungguh-sungguh
berakar dalam kejasmanian. Ciri khas dari keterampilan motorik ialah otomatisme, yaitu
rangkaian gerak-gerik berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar, tanpa dibutuhkan
banyak refleksi tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa diikuti urutan gerak-gerik
tertentu.
Dalam kehidupan manusia, berketerampilan motorik memegang peranan yang sangat
pokok. Seorang anak kecil harus sudah menguasai berbagai keterampilan motorik, seperti
mengenakan pakaiannya sendiri, mempergunakan alat-alat makan, mengucapkan bunyi-bunyi
yang berarti, sehingga bisa berkomunikasi dengan saudara-saudara dan lain sebagainya. Pada
waktu masuk Sekolah Dasar, anak memperoleh keterampialn-keterampilan baru, seperti
menulis dan memegang alat tulis dan membuat gambar-gambar keterampilan-keterampilan ini
menjadi bekal dalam perkembangan kognitifnya.

C. Fase Belajar Menurut Gagne


1. Fase eksternal
a. Fase Motivasi
Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan, bahwa belajar
akan memperoleh hadiah. Misalnya, siswa-siswa dapat mengharapkan bahwa informasi akan
memenuhi keingintahuan mereka tentang suatu pokok bahasan, akan berguna bagi mereka atau
dapat menolong mereka untuk memperoleh angka yang lebih baik.
b. Fase Pengenalan
Siswa harus memberi perhatian pada bagian-bagian yang esensial dari suatu kajian
instruksional, jika belajar akan terjadi. Misalnya, siswa memperhatikan aspek-aspek yang
relevan tentang apa yang dikatakan guru, atau tentang gagasan-gagasan utama dalam buku teks.
c. Fase Perolehan
Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia telah siap untuk menerima
pelajaran. Informasi tidak langsung terserap dalam memori ketika disajikan, informasi itu di
ubah kedalam bentuk yang bermakna yang dihubungkan dengan materi yang telah ada dalam
memori siswa.
d. Fase Retensi
Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori
jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali (rehearsal), praktek (practice),
elaborasi atau lain-lainnya.
e. Fase Pemanggilan
Mungkin saja kita dapat kehilangan hubungan dengan informasi dalam memori jangka-
panjang. Jadi bagian penting dalam belajar adalah belajar memperoleh hubungan dengan apa
yang telah dipelajari, untuk memangil informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
f. Fase Generalisasi
Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan di luar konteks
dimana informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasiatau transfer informasi pada situasi-situasi
baru merupakan fase kritis dalam belajar. Transfer dapat ditolong dengan meminta para siswa
untuk menggunakan informasi dalam keadaan baru.
g. Fase Penampilan
Siswa harus memperhatikan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui penampilan
yang tampak.
h. Fase Umpan Balik
Para siswa memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka yang menunjukkan
apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan.
2. Fase Internal
a. Fase penerimaan (apprehending phase)
Pada fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Ini ada beberapa langkah.
Pertama timbulnya perhatian, kemudian penerimaan, dan terakhir adalah pencatatan (dicatat
dalam jiwa tentang apa yang sudah diterimanya).
b. Fase penguasaan (Acquisition phase)
Pada tahap ini akan dapat dilihat apakah seseorang telah belajar atau belum. Orang yang
telah belajar akan dapat dibuktikannya dengan memperlihatkan adanya perubahan pada
kemampuan atau sikapnya.
c. Fase pengendapan (Storage phase)
Sesuatu yang telah dimiliki akan disimpan agar tidak cepat hilang sehingga dapat
digunakan bila diperlukan. Fase ini berhubungan dengan ingatan dan kenangan.
d. Fase pengungkapan kembali (Retrieval phase)
Apa yang telah dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dalam ingatan) dengan maksud untuk
digunakan (memecahkan masalah) bila diperlukan. Jika kita akan menggunakan apa yang
disimpan, maka kita harus mengeluarkannya dari tempat penyimpanan tersebut, dan inilah
yang disebut dengan pengungkapan kembali. Fase ini meliputi penyadaran akan apa yang telah
dipelajari dan dimiliki, serta mengungkapkannya dengan kata-kata (verbal) apa yang telah
dimiliki tidak berubah-ubah.
Menurut Gagne, fase pertama dan kedua merupakan stimulus, dimana terjadinya proses
belajar,sedangkan pada fase ketiga dan keempat merupakan hasil belajar.
D. Penerapan teori Gagne dalam mengajarkan IPA di SD
Model mengajar menurut Gagne disebut kejadian-kejadian instruksional yang
ditujukan pada guru dalam menyajikan suatu pelajaran pada sekelompok siswa.
1. Mengaktifkan Motivasi
Langkah pertama dalam pembelajaran adalah memotivasi para siswa untuk belajar.
Kerap kali ini dilakukan dengan membangkitkan perhatian mereka dalam isi pelajaran, dan
mengemukakan kegunaannya.
Expectancy dapat pula dianggap sebagai motivasi khusus dari pelajar untuk mencapai
tujuan belajar. Expectancy dapat dipengaruhi sehingga dapat mengaktifkan motif-motif belajar
siswa, misalnya motif untuk ingin tahu (curiosity) atau motif untuk menyelidiki,dan motif
untuk ingin mencapainya.
2. Memberitahu Pelajar Tentang Tujuan-Tujuan Belajar
Kejadian instruksi kedua ini sangat erat kaitannya dengan kejadian instruksi pertama.
Sebagian dari mengaktifkan motivasi para siswa ialah dengan memberitahu mereka tentang
mengapa mereka belajar, apa yang mereka pelajari, dan apa yang akan mereka pelajari.
Memberi tahu tujuan belajar juga menolong memusatkan perhatian para siswa terhadap aspek-
aspek yang relevan tentang pelajaran.
Agar seorang siswa secara komprehensif tahu tentang tujuan instruksional khusus yang
akan dicapainya setelah suatu pelajaran selesai diajarkan/dipelajari atau dalam buku pelajaran
sebaginya dicantumkan tujuan-tujuan khusus yang akan dicapai oleh siswa setelah mempelajari
buku tersebut.
3. Mengarahkan Perhatian
Gagne mengemukakan dua bentuk perhatian, diantaranya:
1) Perhatikan yang pertama berfungsi untuk membuat siswa atau pelajar siap menerima stimulus
atau rangsangan belajar.
2) Bentuk kedua dari perhatian disebut persepsi selektif.
Dengan cara ini siswa memilih informasi yang akan diteruskan ke memori jangka
pendek, cara ini dapat ditolong dengan cara mengeraskan suara pada suatu kata atau menggaris
bawah suatu kata atau beberapa kata dalam satu kalimat.
4. Merangsang Ingatan
Menurut Gagne bagian yang paling kritis dalam proses belajar adalah pemberian kode
pada informasi yang berasal dari memori jangka pendek yang disimpan dalam memori jangka
panjang. Guru dapat berusaha untuk menolong siswa-siswa dalam mengingat atau
mengeluarkan pengetahuan yang disimpan dalam memori jangka panjang itu. Cara menolong
ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada siswa, yang merupakan
suatu cara pengulangan. Adapun cara yang dilakukan guru untuk merangsang ingatan siswa,
yaitu:
a. Guru dapat berusaha menolong siswa dalam mengingat atau memanggil kembali pengetahuan
yang disimpan dalam memori jangka panjang. Cara ini dapat dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan pada siswa.
b. Bila ternyata siswa tidak dapat juga ingat akan pengetahuan yang diinginkan guru, karena
sudah lama dipelajarannya, maka sebaiknya guru dapat menggunakan teknik bertanya dengan
jalan membimbing.
5. Menyediakan Bimbingan Belajar
Untuk memperlancar masuknya infomasi ke memori jangka panjang, diperlukan
bimbingan langsung dalam pemberian kode pada informasi. Untuk mempelajari informasi
verbal, bimbingan itu dapat diberikan dengan cara mengkaitkan informasi baru itu dengan
pengalaman siswa. Untuk mempelajari informasi verbal, bimbingan itu dapat diberikan dengn
cara mengaitkan informasi baru itu dengan pengalaman siswa. Bimbingan yang diberikan guru
dapat berupa pertanyaan,juga dapat berupa gambar-gambar atau ilustrasi.

6. Meningkatkan Retensi
Retensi atau bertahannya materi yang dipelajari dapat diusahakan baik oleh guru atau
pun oleh siswa. Usaha yang dapat diusahakan agar materi yang diajarkan dapat bertahan lama
adalah dengan cara:
a. Mengulang pelajaran yang sama berulang kali.
b. Dengan memberi berbagai contoh atau ilustrasi yang sederhana dan dapat dicerna oleh siswa,
seperti menggunakan tabel-tabel grafik, dan gambar .
7. Membantu Transfer Belajar
Tujuan transfer belajar ialah menerapkan apa yang telah dipelajari pada situasi yang
baru. Untuk dapat melaksanakan ini para siswa tentu diharapkan telah menguasai fakta-fakta,
konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan. Melalui tugas pemecahan
masalah dan diskusi kelompok guru dapat membantu transfer balajar kepada para siswa.
8. Memperlihatkan / Perbuatan dan Memberikan Umpan Balik
Hasil belajar perlu diperlihatkan melalui suatu cara, agar guru dan siswa itu sendiri
mengetahui apakah tujuan belajar telah tercapai. Untuk itu sebaiknya guru tidak menunggu
hingga seluruh pelajaran selesai. Sebaiknya guru memberikan kesempatan sedini mungkin
pada siswa untuk memperlihatkan hasil belajar mereka, agar dapat diberi umpan balik,
sehingga pelajaran selanjutnya berjalan dengan lancar. Cara-cara yang dilakukan adalah
pemberian tes atau mengamati prilaku siswa umpan balik bila bersifa positif menjadi pertanda
bagi siswa bahwa ia telah mencapai tujuan belajar.
SUMBER
Ulfa, Nadia. Kegiatan Belajar 3. (Online), di akses pada tanggal 30 Maret 2016,
https://www.academia.edu/9308860/Teori_Belajar_Bruner_dan_Gagne
Shoffy, Aulia. Teori Belajar Bruner dan Gagne. (Online), di akses pada tanggal 30 Maret 2016,
https://www.academia.edu/9308860/Teori_Belajar_Bruner_dan_Gagne
Sukiyo. 2012. Teori Belajar Gagne. (Online), di akses pada tnggal 30 Maret 2016,
http://jeranopendidikan.blogspot.co.id/2012/09/teori-belajar-gagne.html
Puspita, Tri Ari. 2014. Teori Belajar Jerome Bruner & Robert M. Gagne Dan Penerapannya Dalam
Pembelajaran Ipa SD. (Online), di akses pada tanggal 30 Maret 2016, http://puspitasari-
triari.blogspot.co.id/2014/10/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
UPI. Bbm 2 Teori Teori Belajar Ipa. (Online), di akses pada tanggal 30 Maret 2016,
http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/PENDIDIKAN_IPA_DI_SD/BBM_2.pdf

Anda mungkin juga menyukai