Anda di halaman 1dari 2

Pasang Surut

Pasang surut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut
secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik
benda-benda astronomi terutama matahari, bumi, dan bulan. Periode pasang surut adalah
waktu antara puncak atau lembah gelombang ke puncak atau lembah gelombang
berikutnya. Menurut Dronkers (1964), periode pasang surut bervariasi antara 12 jam 25
menit hingga 24 jam 50 menit dan berlangsung selama 14 hari. Perairan laut yang berbeda
seperti perbedaan letak lintang dan bujur memberikan respon yang berbeda terhadap gaya
pembangkit pasang surut.
Ada tiga tipe pasang surut yang dikemukakan oleh Dronkers (1964), yakni: 1) Pasang surut
diurnal bila dalam sehari terjadi satukali pasang dan satu kali surut, biasanya terjadi di laut
sekitar katulistiwa; 2) pasang surut semi diurnal bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan
dua kali surut yang hampir sama tingginya; 3) pasang surut campuran yaitu gabungan dari
tipe 1 dan 2 bila bulan melintasi khatulistiwa (deklanasi kecil), pasangsurutnya bertipe
semidiurnal, dan jika deklanasi bulan mendekati maksimum terbentuk pasang surut diurnal.
Siklus bulan mempengaruhi pasang surut. Ada dua macam pasang akibat siklus bulan, yakni
pasang purnama dan pasang perbani. Pasang purnama adalah peristiwa terjadinya pasang
naik dan pasang surut tertinggi. Pasang tertinggi terjadi pada tanggal 1 (berdasarkan
kalender bulan) dan pada tanggal 14 (saat bulan purnama). Pada kedua tanggal tersebut
posisi bumi-bulan-matahari berada pada satu garis sehingga kekuatan gaya tarik bulan dan
matahari berkumpul menjadi satu menarik permukaan bumi. Permukaan bumi yang
menghadap ke bulan mengalami pasang naik tertinggi. Pasang perbani adalah peristiwa
terjadinya pasang naik dan pasang surut terendah. Pasang kecil ini terjadi pada tanggal 7
dan 21 kalender bulan. Pada kedua tanggal tersebut posisi matahari-bulan-bumi membentuk
sudut 90o . Gaya tarik bulan dan matahari berlawanan arah sehingga kekuatannya menjadi
berkurang (saling melemahkan) dan terjadilah pasang terendah.
Salinitas
Salinitas dan Suhu adalah factor lingkungan yang sangat dipengaruhi oleh musim dan
memiliki pengaruh yang besar bagi budidaya tambak. Salinitas atau kadar garam adalah
banyaknya garam-garaman yang terdapat dalam air laut. Kadar garam dinyatakan dengan
0/00 atau perseribu (ppt = g/kg air laut). Salinitas umumnya stabil, namun di beberapa
tempat terjadi fluktuasi akibat beberapa factor, antara lain: a) penguapan, makin besar
tingkat penguapan di suatu wilayah, maka salinitasnya tinggi, dan sebaliknya pada daerah
yang tingkat penguapannya rendah salinitasnya rendah. b) curah hujan, makin tinggi curah
hujan, maka salinitas makin rendah sebaliknya makin rendah curah hujan maka salinitas air
laut makin tinggi. C) banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin banyak
sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas air laut tersebut makinrendah, dan
sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitasnya akan
tinggi. Tambak budidaya kepiting lunak yang diamati, berada pada lokasi, yang mana tidak
terdapat sungai sehingga salinitas air cenderung meningkat ketika memasuki musim
kemarau. Salinitas yang tinggi selama musim kemarau menyebabkan produksi kepiting
lunak menurun . Hal ini diperburuk oleh suhu yang tinggi. Suhu merupakan faktor fisika yang
penting. Kenaikan suhu mempercepat reaksi-reaksi kimiawi; menurut hukum vant Hoff
kenaikan suhu 10C melipat gandakan kecepatan reaksi, walaupun hukum ini tidak selalu
berlaku. Misalnya saja proses metabolisme akan menaik sampai puncaknya dengan
kenaikan suhu tetapi kemudian menurun lagi. Setiap perubahan suhu cenderung untuk
mempengaruhi banyak proses kimiawi yang terjadi secara bersamaan pada jaringan
sehingga mempengaruhi biota secara keseluruhan. Suhu yang melewati ambang batas
toleransi biota akan berpengaruh negative secara langsung bagi proses metabolisme dan
secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas air lingkungannya. Interaksi antara
salinitas yang tinggi dengan suhu yang tinggi menyebabkan kelarutan bahan-bahan toksik
dalam tambak menjadi meningkat. Pada tambak budidaya kepiting, yang mana buangan
bahan organik dari hewan peliharaan tinggi menyebabkan oksigen turun drastis di pagi hari.
Interaksi Suhu dan Salinitas yang tinggi serta DO yang rendah menyebabkan amoniak toksik
meningkat dan seringkali mengakibatkan kematian kepiting secara massal. Keadaan ini
pernah terjadi di tambak budidaya kepiting lunak Adycrab.
Turano (2007) mengemukakan bahwa dalam produksi kepiting lunak, amoniak toksik dan nitrit
sebaiknya hanya berada pada kisaran 0.5-1.0 ppm. Amoniak adalah suatu bentuk dari nitrogen. Tidak
semua bentuk amoniak bersifat toksik pada kepiting. Ada dua bentuk amoniak adalah yang tidak
terionisasi (NH3- ) dan terionisasi (NH4+ ). NH3- , dalam bentuk tidak terionisasi, adalah toksik
terhadap kepiting pada konsentrasi rendah, sedangkan NH4+ relatif tidak toksik. Kedua bentuk
amoniak ini tergantung pada suhu dan pH. Amoniak dapat dihilangkan melalui proses nitrifikasi atau
melalui pergantian air

Dronkers J.J. 1964. Tidal Computations in Rivers and Coastal Waters. North-Holland Publishing
Company. Amsterdam

Turano, M. 2007. Closed blue crab shedding systems: understanding water quality. Diakses pada
http://aquatic.org/species/shrimp/document/closed_blue_crab_ shedding_systems.pdf

Anda mungkin juga menyukai