TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian
10
mewajibkan adanya kerjasama antar rumah sakit. Dalam keadaan yang seperti ini,
salah satu rumah sakit menyediakan diri untuk mengelola IGD, untuk kemudian dapat
dimanfaatkan secara bersama.
Kegiatan yang menjadi tanggung jawab Instalasi Gawat Darurat (IGD)
banyak macamnya, secara umum dapat dibedakan atas tiga macam (Djemari, 2011) :
a. Menyelenggarakan Pelayanan Gawat Darurat
1. Ada dokter terlatih sebagai kepala instalasi gawat darurat yang bertanggung
jawab atas pelayanan di instalasi gawat darurat.
2. Ada Perawat sebagai penanggung jawab pelayanan keperawatan gawat
darurat.
3. Semua tenaga dokter dan keperawatan mampu melakukan teknik pertolongan
hidup dasar (Basic Life Support).
4. Ada program penanggulangan korban massal, bencana (disaster plan)
5. Semua staf / pegawai harus menyadari dan mengetahui kebijakan dan tujuan
dari unit.
6. Ada ketentuan tertulis tentang manajemen informasi medis (prosedur) rekam
medik.
7. Semua pasien yang masuk harus melalui Triase. Pengertian : Bila perlu triase
dilakukan sebelum indentifikasi.
8. Triase harus dilakukan oleh dokter atau perawat senior yang berijazah /
berpengalaman.
9. Triase sangat penting untuk penilaian ke gawat daruratan pasien dan
pemberian pertolongan / terapi sesuai dengan derajat ke gawat daruratan yang
dihadapi.
10. Petugas triase juga bertanggung jawab dalam organisasi dan pengawasan
penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu.
11. Rumah Sakit yang hanya dapat memberi pelayanan terbatas pada pasien
gawat darurat harus dapat mengatur untuk rujukan ke rumah sakit lainnya.
Kriteria :
1. Ada ketentuan tertulis indikasi tentang pasien yang dirujuk ke rumah sakit
lainnya.
2. Ada ketentuan tertulis tentang pendamping pasien yang di transportasi.
3. Pasien dengan kegawatan yang mengancam nyawa harus selalu
diobservasi dan dipantau oleh tenaga terampil dan mampu.
Pengertian :
2. Ada jadwal jaga harian bagi konsulen, dokter dan perawat serta petugas non
medis yang bertugas di IGD.
3. Pelayanan radiologi, hematologi, kimia, mikrobiologi dan patologi harus di
organisir / di atur sesuai kemampuan pelayanan rumah sakit.
4. Ada pelayanan transfusi darah selama 2 jam.
1. Sistem yang optimum adalah bila rekam medik unit gawat darurat
menyatu dengan rekam medik rumah sakit. Rekam medik harus dapat
melayani selama 24 jam.
2. Bila hal ini tidak dapat diselenggarakan setiap pasien harus dibuatkan
rekam medik sendiri. Rekam medik untuk pasien minimal harus
mencantumkan :
a) Tanggal dan waktu datang (tempat bertemu secara pribadi)
c) Pengobatan dan tindakan yang jelas dan tepat serta waktu keluar dari
instalasi gawat darurat.
d) Identitas dan tanda tangan dari dokter yang menangani.
Instalasi Gawat Darurat harus dipimpin oleh dokter, dibantu oleh tenaga
medis keperawatan dan tenaga lainnya yang telah mendapat Pelatihan
Penanggulangan Gawat Darurat (PPGD).
Kriteria :
1. Jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga yang tersedia di instalasi / unit gawat
darurat harus sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
2. Unit harus mempunyai bagan organisasi yang dapat menunjukkan hubungan
antara staf medis, keperawatan, dan penunjang medis serta garis otoritas, dan
tanggung jawab.
3. Instalasi Gawat Darurat harus ada bukti tertulis tentang pertemuan staf yang
dilakukan secara tetap dan teratur membahas masalah pelayanan gawat dan
langkah pemecahannya.
4. Rincian tugas tertulis sejak penugasan harus selalu ada bagi tiap petugas.
5. Pada saat mulai diterima sebagai tenaga kerja harus selalu ada bagi tiap
petugas.
6. Harus ada program penilaian untuk kerja sebagai umpan balik untuk seluruh
staf No. Telp. petugas.
7. Harus ada daftar petugas, alamat dan nomor telephone.
1. Di instalasi gawat darurat harus ada petunjuk dan informasi yang jelas bagi
masyarakat sehingga menjamin adanya kemudahan, kelancaran dan ketertiban
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
2. Letak unit / instalasi harus diberi petunjuk jelas sehingga dapat dilihat dari
jalan di dalam maupun di luar rumah sakit.
3. Ada kemudahan bagi kendaraan roda empat dari luar untuk mencapai lokasi
instalasi gawat darurat (IGD) di rumah sakit, dan kemudahan transportasi
pasien dari dan ke instalasi gawat darurat (IGD) dari arah dalam rumah sakit.
4. Ada pemisahan tempat pemeriksaan dan tindakan sesuai dengan kondisi
penyakitnya.
5. Daerah yang tenang agar disediakan untuk keluarga yang berduka atau
gelisah.
6. Besarnya rumah sakit menentukan perlu tidaknya :
a) Ruang penyimpanan alat steril, obat cairan infus, alat kedokteran serta
ruang penyimpanan lain.
b) Ruang kantor untuk kepala staf, perawat, dan lain-lain.
e) Kamar mandi.
7. Pelayanan ambulan.
Harus ada kebijakan dan prosedur pelaksanaan tertulis di unit yang selalu di
tinjau dan di sempurnakan (bila perlu) dan mudah di lihat oleh seluruh petugas.
Kriteria :
a. Kasus perkosaan
c. Asuransi kecelakaan
e. Kasus lima besar gawat darurat murni (true emergency) sesuai dengan
data morbiditas instalasi / unit gawat darurat
f. Kasus kegawatan di ruang rawat
Ada upaya secara terus menerus menilai kemampuan dan hasil pelayanan
Instalasi Gawat Darurat.
Kriteria :
a. Jumlah kunjungan
d. Angka kematian
Instalasi Gawat Darurat harus menyelenggarakan evaluasi terhadap
pelayanan kasus gawat darurat sedikitnya satun kali dalam setahun.
Indikator Instalasi Gawat Darurat
9. Tidak adanya pasien yang diharuskan membayar uang muka standar 100%.
Pengertian
Penelitian Terdahulu
Landasan Teori
Teori Kinerja
Semakin baik aspek kuantitatif sebagai bagian dari aspek standar pekerjaan maka
semakin cepat waktu tanggap d ruang instalasi gawat darurat. Sebaliknya semakin
tidak baik aspek kuantitatif sebagai bagian dari aspek standar pekerjaan maka
semakin lambat waktu tanggap di ruang instalasi gawat darurat.
2. Aspek kualitatif yaitu :
Semakin baik aspek kualitatif sebagai bagian dari aspek standar pekerjaan maka
semakin cepat waktu tanggap di ruang instalasi gawat darurat. Sebaliknya,
semakin tidak baik kualitatif sebagai bagian dari aspek standar pekerjaan, maka
semakin lambat waktu tanggap di ruang instalasi gawat darurat.
Strategi waktu tanggap adalah kecepatan dan ketepatan pelayanan di suatu
rumah sakit yang dapt memberikan keyakinan kepada pelanggan agar selalu
menggunakan jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut (Suyanto, 2010).
Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke
Instalasi Gawat Darurat (IGD) memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan
kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan
waktu tanggap yang cepat dan penanganan yang tepat.
Kecepatan Pelayanan yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam
waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.
(Kepmen:Nomor:63/KEP/M.PAN/7/2003). Kecepatan pelayanan dalam hal ini adalah
pelaksanaan tindakan atau pemeriksaan oleh dokter dan perawat dalam waktu kurang
dari 5 menit dari pertama kedatangan pasien di IGD.
Ketepatan pelayanan adalah waktu yang dibutuhkan pasien untuk
mendapatkan pertolongan yang sesuai dengan ke gawat daruratan penyakitnya sejak
memasuki pintu Instalasi Gawat Darurat (IGD). Lingkup pelayanan ke gawat
daruratan tersebut di ukur dengan melakukan primary survey tanpa dukungan alat
bantu diagnostik kemudian dilanjutkan dengan secondary survey menggunakan
tahapan ABCD yaitu: A : Airway management; B : Breathing management; C :
Circulation management; D : Drug Defibrilator Disability (Basoeki dkk, 2008).
Dari kerangka pemikiran di atas dapat dibuat bagian kerangka konsep sebagai
berikut:
Independen Variabel (X) Dependen Variabel (Y)
Penatalaksanaan Penangangan
Instalasi Gawat Darurat (IGD) (X)