Anda di halaman 1dari 3

Mimpi yang Membawa Hikmah

Khalifah Umar bin Abdul Azis pernah gemetar ketakutan. Bukan karena
menghadapi musuh di medan pertempuran. Tetapi ketika beliau mendengar cerita
tentang alam akhirat.
Khalifah Umar bin Abdul Azis pernah gemetar ketakutan. Bukan karena menghadapi
musuh di medan pertempuran. Tetapi ketika beliau mendengar cerita tentang alam
akhirat.
Teman-teman tentu pernah mendengar, semua perbuatan manusia di dunia akan
dimintai pertanggungjawabannya di akhirat. Di akhirat kelak setiap manusia akan
diperintahkan berjalan melewati jembatan shiratal mustaqim. Manusia akan
terlempar ke neraka jika tidak bisa melewati jembatan itu. Sebaliknya, manusia
tersebut akan menikmati keindahan surga jika bisa melewati jembatan itu.
Setiap manusia akan menemui kesulitan dan kemudahan yang beragam saat
berjalan di atas jembatan shiratal mustaqim. Jika selama hidup di dunia, manusia itu
banyak beramal saleh, ia akan mudah melewatinya. Jika tidak, iaakan sulit berjalan
di atas shiratal mustaqim. Bahkan, besarkemungkinan iaakan terlempar dan jatuh ke
jurang neraka di bawahnya.
Hal itu membuat banyak orang khawatir. Tentu saja. Sebab, kita tidak pernah tahu
secara pasti apakah selama di dunia kita tergolong orang yang banyak beramal saleh
atau justru banyak berbuat dosa. Nah, perasaan itu juga dirasakan khalifah Umar bin
Abdul Azis. Apalagi waktu khalifah Umar bin Abdul Azis mendengar cerita seorang
hamba sahaya tentang mimpinya di suatu hari.
Umar bin Abdul Azis tertarik waktu hamba sahaya itu bercerita. "Ya, Amirul
Mukminin. Semalam saya bermimpi kita sudah tiba di hari kiamat. Semua manusia
dibangkitkan Allah, lalu dihisab. Saya juga melihat jembatan shiratal mustaqim."
Umar bin Abdul Azis mendengarkan dengan seksama. "Lalu apayang engkau lihat?"
tanyanya.
"Hamba melihat satu per satu manusia diperintahkan berjalan melewati jembatan
shiratal mustaqim. Penguasa Bani Umaiyah, Abdul Malik bin Marwan, hamba lihat
ada di antara orang yang pertama kali dihisab. la berjalan melewati jembatan
shiratal mustaqim. Tapi, baru dua langkah, dia sudah jatuh ke dalam jurang neraka.
Saat ia jatuh, ubuhnya tak terlihat lagi. Hamba hanya mendengar suaranya. la
terdengar menangis dan memohon ampun kepada Allah," jawab hamba sahaya itu.
Umar bin Abdul Azis tertegun mendengar cerita itu. Hatinya gelisah.
"Lalu bagaimana?" ia bertanya dengan gundah.
"Setelah itu giliran putranya, Walid bin Abdul Malik bin Marwan. Ia juga terpeleset
dan masuk ke dalam jurang neraka. Lalu tiba giliran para khalifah yang lain. Saya
melihat, satu per satu mereka pun jatuh. Sehingga tidak ada yang sanggup melewati
jembatan shiratal mustaqim itu," kata sang hamba sahaya.
Umar bin Abdul Azis tercekat karena merasakan takut dan khawatir dalam dadanya.
Sebab, ia juga seorang khalifah. la sadar, menjaga amanah kepemimpinan dan
kekuasaan itu sangat berat. Dan ia punyakin, setiap pemimpin harus bisa
mempertanggungjawabkan kepemimpinannya. Tidak ada seorang pun yang akan
lolos dari hitungan Allah.
Jantung Umar seketika berdegub kencang. Nafasnya memburu. Ia cemas, jangan-
jangan nasibnya akan sama dengan para pemimpin lain yangdikisahkan hamba
sahaya itu. Karena cemas dan takut, Umar bin Abdul Azis meneteskan air mata. Ia
menangis.
"Ya, Allah. Apakah aku akan I bernasib sama dengan mereka yang dilihat hamba
sahaya ini di dalam mimpinya? Apakah aku telah berlaku tidak adil selama
memimpin? Pantaskah aku merasakan surga-Mu, ya Allah?" bisik Umar bin Abdul
Azis di dalam hati. Air matanya kian deras mengalir.
"Lalu tibalah giliran Anda, Amirul Mukminin," kata hamba sahaya itu.
Ucapan hamba sahaya itu menambah deras air mata Umar bin Abdul Azis. Umar kian
cemas. Kecemasan Umar membuat tubuhnya gemetaran. Ia menggigil ketakutan.
Wajahnya pucat. Matanya menatap nanar kesatu sudut ruangan.
Saat itu, Umar bin Abdul Azis mengingat dengan jelas peringatan Allah SWT,
"Ingatlah pada hari mereka diseret ke neraka atas muka mereka. Dikatakan kepada
mereka, Rasakanlah sentuhan api neraka"
Hamba sahaya itu justru kaget melihat reaksi khalifah Umar bin Abdul Azis yang luar
biasa. Dalam hati, ia merasa serba salah. Sebab, ia sama sekali tidak punya maksud
untuk menakut-nakuti khalifah. Ia sekadar menceritakan mimpi yang dialaminya.
Melihat kepanikan khalifah, hamba sahaya itu lalu berusaha menenangkan Umar bin
Abdul Azis. Namun, Umar bin Abdul Azis belum bisa tenang. Maka, hamba sahaya itu
pun meneruskan ceritanya dengan berkata, "Wahai, Amirul Mukminin. Demi Allah,
aku melihat engkau berhasil melewati jembatan itu. Engkau sampai di surga dengan
selamat!"
Mendengar itu, Umar bin Abdul Azis bukan tersenyum apalagi tertawa. Ia diam.
Cukup lama Umar tertegun. Cerita itu benar-benar membuatnya berpikir dan
merenung.
Ada hikmah yang lalu dipetik Umar dari cerita itu. Dan sejak itu, ia menanamkan
tekad untuk lebih berhati-hati dalam amanah kekuasaan. Itu adalah amanah Allah
yang sangat berat.
Teman-teman juga harus menanamkan tekad itu di hati masing-masing, ya. Sebab,
setiap amanah akan dimintai pertanggungjawabannya kelak. Sekecil apa pun
amanah itu.

Anda mungkin juga menyukai