PENDAHULUAN
Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat.
Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran napas atas
dan infeksi saluran napas bawah. Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis,
laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi saluran napas bawah meliputi infeksi
pada bronkhus, alveoli seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia. Infeksi Saluran napas bawah
akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian
produktivitas kerja. ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk yang paling banyak dijumpai
adalah pneumonia. Pneumonia ini dapat terjadi secara primer atau merupakan tahap lanjut
manifestasi ISBN lainnya misalnya sebagai perluasan bronkiektasis yang terinfeksi.
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem pernapasan dimana alveoli
(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung jawab untuk menyerap oksigen
dari atmosfer) menjadi radang dan dengan penimbunan cairan. Pneumonia disebabkan oleh
berbagai macam sebab, meliputi infeksi karena bakteri, virus, jamur atau parasit. Pneumonia juga
dapat terjadi karena bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru, atau secara tidak langsung
dari penyakit lain seperti kanker paru atau penggunaan alkohol. Gejala khas yang berhubungan
dengan pneumonia meliputi batuk,nyeri dada demam,dan sesak nafas. Pengobatan tergantung
penyebab dari pneumonia, pneumonia kerena bakteri diobati dengan antibiotika. Pneumonia
merupakan penyakit yang umumnya terjadi pada semua kelompok umur, dan menunjukan
penyebab kematian pada orang tua dan orang dengan penyakit kronik. Tersedia vaksin tertentu
untuk pencegahan terhadap jenis pnuemonia. Prognosis untuk tiap orang berbeda tergantung dari
jenis pneumonia, pengobatan yang tepat, ada tidaknya komplikasi dan kesehatan orang tersebut.
Ditinjau dari prevalensinya, Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian
pneumonia tertinggi ke-6 di seluruh dunia menurut laporan UNICEF dan WHO pada tahun 2006.
Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1992, 1995 dan 2001
didapatkan pneumonia sebagai urutan terbesar penyebab kematian pada balita. Hasil ini juga
sesuai dengan survei mortalitas terhadap 10 propinsi di Indonesia yang dilakukan oleh Subdit
ISPA Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 mencatat pneumonia
merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak yaitu sejumlah 15,5% (IDAI, 2009). Di
1
daerah Surakarta terdapat 610 orang penderita penyakit pneumonia yang menyerang pada orang
dewasa dengan keluhan panas, batuk dan sesak pada tahun 2009 di RSUD Dr.Moewardi
Surakarta (Rekam Medik, 2009).
Pneumonia merupakan penyakit yang dapat terjadi pada semua umur. Menurut sejarah,
pneumonia merupakan penyebab utama kematian di Amerika dan negara-negara berkembang.
Pada awal tahun 1900, diperkirakan 47 dari 1000 orang anak di bawah usia 5 tahun meninggal
akibat pneumonia. Peningkatan standar kehidupan dan perbaikan nutrisi di Amerika pada
beberapa dekade awal abad 20 telah menyebabkan adanya penurunan angka kematian akibat
pneumonia, meskipun saat itu belum ditemukan antibiotik sebagai terapi. Pneumonia masih
menjadi penyebab utama kematian anak di negara-negara miskin seperti di Asia dan Afrika. Di
negara berkembang, 25% anak mengalami pneumonia klinis yang episodik setiap tahun selama 5
tahun pertama masa kehidupannya. Rata-rata setiap tahun 2-3% anak mengalami pneumonia
berat dan membutuhkan perawatan di rumah sakit. Secara singkat dapat dikatakan bahwa di
negara berkembang dari setiap 1.000 kelahiran hidup 1220 orang anak diantaranya akan
meninggal akibat pneumonia sebelum ulang tahunnya yang ke-5. Kematian akibat pneumonia
juga dipengaruhi akibat malnutrisi dan kurang-nya sarana pengobatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem pernapasan dimana
alveoli(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung jawab untuk
menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan penimbunan cairan.
2
Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam sebab,meliputi infeksi karena
bakteri,virus,jamur atau parasit.
B. Patogenesis
Pengertian epidemologi dan patogenesis serta perkembangan antibiotik
memberikan sumbangan yang besar pada pengelolaan penyakit paru. Patogenesis
pneumonia mencakup interaksi antara mikroorganisme penyebab yang masuk melalui
berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh pasien. Kuman mencapai alveoli melalui
inhalasi, aspirasi kuman orofaring, penyebaran hematogen dari fokus infeksi lain.
Terjadinya pneumonia tergantung kepada virulensi mikroorganisme, tingkat kemudahan
dan luasnya paru-paru yang terkena serta penurunan daya tahan tubuh.Pneumonia dapat
terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun pada kebanyakan
pasien dewasa yang mendertita pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar
yang mengganggu daya tahan tubuh. Faktor predisposisi antara lain berupa kebiasaan
merokok, pasca infeksi virus, penyakit jantung kronik, diabetes melitus, keadaan
imunodefisiensi, kelainan struktur organ dada dan penurunan kesadaran. Pneumonia
diharapkan akan sembuh setelah terapi 2-3 minggu bila lebih lama perlu dicurigai adanya
infeksi kronik oleh baktei anaerob atau non bakteri seperti jamur, mikrobakterium atau
parasit. Karena itu penyelidikan lanjut terhadap mikroorganisme perlu dilakukan bila
pneumonia berlangsung lama. Pada umumnya pasien dengan gangguan imunitas yang
berat mempunyai prognosis yang lebih buruk dan kemungkinan rekurensi yang lebih
besar. Masuknya mikroorganisme ke saluran napas dan paru dapat melalui berbagai cara:
a. Inhalasi langsung dari udara
b. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
c. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
d. Penyebaran secara hematogen
Faktor Resiko
Usia tua atau anak-anak
Merokok
Adanya penyakit paru yang menyertai
Infeksi Saluran Pernapasan yang disebabkan oleh virus
Splenektomi (Pneumococcal Pneumonia)
Obstruksi Bronkhial
3
Immunocompromise atau mendapat obat Immunosupressive seperti kortikosteroid
Perubahan kesadaran (predisposisi untuk pneumonia aspirasi)
Ditinjau dari asal patogen, maka pneumonia dibagi menjadi tiga macam yang
berbeda penatalaksanaannya.
1. Community acquired pneumonia (CAP)
Merupakan pneumonia yang didapat di luar rumah sakit atau panti jompo. Patogen
umum yang biasa menginfeksi adalah Streptococcus pneumonia, H. influenzae,
bakteri atypical, virus influenza, respiratory syncytial virus (RSV). Pada anak-anak,
patogen yang biasa dijumpai sedikit berbeda yaitu adanya keterlibatan Mycoplasma
pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, di samping bakteri pada pasien dewasa.
2. Nosokomial Pneumonia
Merupakan pneumonia yang didapat selama pasien di rawat di rumah sakit. Patogen
yang umum terlibat adalah bakteri nosokomial yang resisten terhadap antibiotika yang
beredar di rumah sakit. Biasanya adalah bakteri enterik golongan gram negatif batang
seperti E.coli, Klebsiella sp, Proteus sp. Pada pasien yang sudah lebih dulu mendapat
terapi cefalosporin generasi ke-tiga, biasanya dijumpai bakteri enterik yang lebih
bandel seperti Citrobacter sp., Serratia sp., Enterobacter sp.. Pseudomonas
aeruginosa merupakan patogen yang kurang umum dijumpai, namun sering dijumpai
pada pneumonia yang fulminan. Staphylococcus aureus khususnya yang resisten
terhadap methicilin seringkali dijumpai pada pasien yang dirawat di ICU.
3. Pneumonia Aspirasi
Merupakan pneumonia yang diakibatkan aspirasi secret oropharyngeal dan cairan
lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat pada pasien dengan status mental
terdepresi, maupun pasien dengan gangguan refleks menelan. Patogen yang
menginfeksi pada Community Acquired Aspiration Pneumoniae adalah kombinasi dari
flora mulut dan flora saluran napas atas, yakni meliputi Streptococci anaerob.
Sedangkan pada Nosocomial Aspiration Pneumoniae bakteri yang lazim dijumpai
campuran antara Gram negatif batang + S. aureus + anaerob.
C. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri,
virus, jamur, dan protozoa.Tabel dibawah ini memuat daftar mikroorganisme dan masalah
patologis yang menyebabkan pneumonia.
5
Infeksi Bakteri Infeksi Atipikal Infeksi Jamur
Mycoplasma
Streptococcus pneumoniae Aspergillus
pneumoniae
Legionella
Haemophillus influenza Histoplasmosis
pneumophillia
Klebsiella pneumoniae Coxiella burnetii Candida
Pseudomonas aeruginosa Chlamydia psittaci Nocardia
Gram-negatif (E. Coli)
Infeksi Virus Infeksi Protozoa Penyebab lain
Influenza Pneumocytis carinii Aspirasi
Coxsackie Toksoplasmosis Pneumonia lipoid
Adenovirus Amebiasis Bronkiektasis
Sinsitial respiratori Fibrosis kistik
6
- Streptococcus pneumonia : merupakan bakteri anaerob fakultatif. Bakteri patogen
ini di temukan pneumonia komunitas rawat inap di luar ICU sebanyak 20-60%,
sedangkan pada pneumonia komunitas rawat inap di ICU sebanyak 33%.
- Staphylococcus aureus : bakteri anaerob fakultatif. Pada pasien yang diberikan
obat secara intravena (intravena drug abusers) memungkinkan infeksi kuman ini
menyebar secara hematogen dari kontaminasi injeksi awal menuju ke paru-paru.
Kuman ini memiliki daya taman paling kuat, apabila suatu organ telah terinfeksi
kuman ini akan timbul tanda khas, yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan
abses. Methicillin-resistant S. Aureus (MRSA) memiliki dampak yang besar
dalam pemilihan antibiotik dimana kuman ini resisten terhadap beberapa
antibiotik.
- Enterococcus (E. faecalis, E faecium) : organisme streptococcus grup D yang
merupakan flora normal usus.
Penyebab pneumonia berasal dari gram negatif sering menyerang pada pasien
defisiensi imun (immunocompromised) atau pasien yang di rawat di rumah sakit
dalam waktu yang lama dan dilakukan pemasangan endotracheal tube. Contoh
bakteri gram negatif dibawah adalah :
Pseudomonas aeruginosa : bakteri anaerob, bentuk batang dan memiliki bau
yang sangat khas.
Klebsiella pneumonia : bakteri anaerob fakultatif, bentuk batang tidak
berkapsul. Pada pasien alkoholisme kronik, diabetes atau PPOK (Penyakit Paru
Obstruktif Kronik) dapat meningkatkan risiko terserang kuman ini.
Haemophilus influenza : bakteri bentuk batang anaerob dengan berkapsul atau
tidak berkapsul. Jenis kuman ini yang memiliki virulensi tinggi yaitu
encapsulated type B (HiB).
2. Atipikal organisme
Bakteri yang termasuk atipikal ada alah Mycoplasma sp , chlamedia sp. ,
Legionella sp.
Virus
7
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet , biasanya menyerang
pada pasien dengan imunodefisiensi. Diduga virus penyebabnya adalah
cytomegalovirus , herpes simplex virus, varicella zooster virus.
Fungi
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur oportunistik, dimana
spora jamur masuk kedalam tubuh saat menghirup udara. Organisme yang menyerang
adalah Candida sp. , Aspergillus sp. , Cryptococcus neoformans.
D. Patofisoilogi
8
alveolus. Rehidrasi akan semakin menambah ukuran partikel, sehingga dapat
menghambat pernapasan keluar (ekshalasi). Partikel yang dikeluarkan melalui hembusan
napas, batuk atau bersin mengambil posisi lebih dekat ke titik asal-usulnya dan membuat
sejumlah orang berisiko terkena infeksi.Partikel-partikel yang kecil terus berjalan dan
tetap di udara dalam waktu yang lama.Sejumlah orang dianggap lebih efisien sebagai
sumber partikel infeksi dibandingkan orang lain, khususnya untuk infeksi virus seperti
influenza dan SARS. Inhalasi mikroorganime dari orang yang terinfeksi (droplet) mengisi
alveoli paru dengan cairan, sehingga oksigen tidak sampai ke aliran darah. Gabungan
antara kerusakan sel dan respon imun menyebabkan gangguan pengangkutan oksigen.
Infeksi saluran pernapasan juga bisa terjadi ketika bakteri di dalam darah
menyebar ke paru-paru dari daerah lain di tubuh. Patogen umumnya dikeluarkan melalui
batuk atau dipertahankan posisinya oleh sistem kekebalan tubuh. Jika mikroorganisme
lolos dari sistem pertahanan jalan napas atas setelah batuk, maka makrofag alveolus
adalah pertahanan berikutnya.Jika terlalu banyak organisme dan terlalu kuat untuk
makrofag, maka terjadi aktivasi mediator inflamasi, aktivasi imun dan infiltrasi sel dalam
sistem pertahanan tubuh.
Sel-sel ini dapat menyebakan kerusakan terhadap selaput lendir di dalam bronki
dan selaput alveolokapiler yang menyebabkan infeksi, debris dan eksudat mengisi
bronkiolus. Mikroorganisme juga melepaskan toksin dari dinding-dinding sel sehingga
lebih banyak jaringan paru-paru yang rusak.
E. Gejala Klinis
Gejala pneumonia yang paling sering terjadi adalah napas pendek; nyeri dada
khusunya saat menghirup udara; batuk; napas dangkal dan cepat; demam; dan menggigil.
Batuk biasanya disertai dahak, atau disebut sputum. Sputum bahkan bisa bercampur
darah atau nanah.Pada kasus yang sering, bibir atau dasar kuku pasien terlihat membiru
akibat kurangnya oksigen.Pemeriksaan fisik dapat mendeteksi takipnea dan tanda-tanda
gabungan, seperti bunyi gemericik disertai bunyi napas bronkial.Hal ini biasanya
disebabkan oleh bakteri, seperti S.pneumoniae dan H. influenza. Orang-orang yang
mengalami pneumonia bakteri biasanya sakit berat. Gejala-gejala pneumonia bakteri
biasanya terjadi tiba-tiba dan berkembang setelah infeksi pernapasan atas, seperti
influenza atau pilek.
9
Gejala-gejala pneumonia virus biasanya lebih samar, lebih ringan, dan terjadi
perlahan. Pneumonia virus sering tidak dikenali, karena penderita mungkin tidak terlihat
sakit. Gejalanya berbeda menurut usia dan kondisi kesehatan seseorang. Pneumonia yang
disebabkan oleh bakteri anaerob seperti Bakteroides dapat menyebabkan abses yang
berbahaya di dalam paru-paru. Penderita pneumonia dapat mengalami demam
berkepanjangan serta batuk basah (produktif), terkadang ada darah di sputum. Adanya
darah menunjukkan jaringan paru-paru yang mati (nekrosis) dan pasien dapat mengalami
penurunan berat badan. Orang dewasa menunjukkan gejala yang lebih ringan, seperti
batuk kering (nonproduktif), kadang-kadang tidak terjadi demam. Perubahan status
kejiwaan (bingung atau delirium) atau pemburukan penyakit paru-paru adalah tanda-
tanda utama pneumonia pada orang dewasa.
F. Penatalaksanaan
Pneumonia komunitas /
nosokomial
Faktor Diagnosis
Diagnostik
Diagnosis Empirik ISNBA
Terapi Empirik
Faktor Pasien
Faktor Antibiotik
Terapeutik
10
Pilihan Antibiotik
Evaluasi Terapi
Penyesuaian Antibiotik
G. Diagnosis
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat
dapat melebihi 40 C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai
11
2. Pemeriksaan penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan
diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan " air
broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto
toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris
tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan
Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas
kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
b. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih
dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit
terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur
darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.
12
Gambar : X-ray dada-paru-paru normal (atas);
H. Pengobatan
1. Pengobatan Antibiotik Oral
Beri antibiotik oral pilihan pertama (kotrimoksazol yaitu trimetropin dan
sulfametoksazol) bila tersedia. Ini dipilih karena sangat efektif, cara pemberiannya
mudah dan murah. Antibiotik pilihan kedua (amoksisilin) diberikan hanya apabila obat
pilihan pertama tidak tersedia atau apabila dengan pemberian obat pilihan pertama
tidak memberi hasil yang baik.
Kotrimoksasol Amoksilin
Sirup/5ml
Umur/ berat Tablet dewasa Tablet anak
40mg Tmp. Kaplet Sirup
badan 80 mg Tmp. 20 mg Tmp.+
+200mg Smz 500mg 125mg/ml
400 mg Smz 40 mg Smz
2.5ml (0.5 5ml (1 sendok
2-<4 bulan
1 sendok takar) takar)
4-<6kg
4<12 bulan 2 5ml (1 sendok 10ml (2 sendok
13
takar)
6-<10kg takar)
7.5ml (1.5 12.5ml (2.5
1-<3th
2.5 sendok takar) 2/3 sendok takar)
1-10-<16kg
10ml (2 15ml (3 sendok
3-<5 th
1 3 sendok takar) takar)
16-<19kg
Pastikan bahwa sediaan antibiotik yang diberikan cukup untuk 3 hari.
Pengobatan antibiotik 3 hari tidak direkomendasikan di daerah dengan risiko HIV tinggi.
Tabel 2. Pemberian antibiotik oral
2. Pengobatan Demam
Demam sangat umum terjadi pada infeksi saluran pernapasan akut. Penatalaksanaan
demam tergantung dari apakah demam itu tinggi atau rendah.GGI (> 38,50C)
- Jika demam tidak tinggi (<38,5OC)
Nasihati ibunya untuk memberi cairan lebih banyak. Tidak diperlukan pemberian
parasetamol.
- Jika demam tinggi (>38,5OC)
Anak dengan demam tinggi bisa diturunkan dengan parasetamol sehingga anak
akan merasa lebih enak dan makan lebih banyak. Anak dengan pneumonia akan
lebih sulit bernapas bila mengalami demam tinggi. Beritahukan ibunya untuk
memberikan parasetamol tiap 6 jam dengan dosis yang sesuai sampai demam
mereda. Berikan parasetamol kepada ibu untuk 3 hari. Beritahukan ibunya untuk
anak yang demam berilah pakaian yang ringan. Demam itu sendiri bukan indikasi
untuk pemberian antibiotik, kecuali pada bayi kurang dari 2 bulan. Pada bayi
kurang dari 2 bulan kalau ada demam harus dirujuk, jangan berikan parasetamol
untuk demamnya.
Umur/ berat badan Tablet 500mg Tablet 100mg Sirup 120mg/5ml
2 bln- <6 bln 1/8 2.5ml
(4-<7kg) sendok takar
6 bln- <3th 1 5ml
(7- <14kg) 1 sendok takar
3th- 5th 2 7.5ml
(14- 19kg 1 sendok takar
Tabel 3. Dosis parasetamol
3. Pengobatan wheezing
14
Pada bayi berumur <2 bulan: wheezing merupakan tanda bahaya dan harus
dirujuk segera. Pada kelompok umur 2 bulan - <5 tahun: penatalaksanaan wheezing
dengan 15ronchodilator tergantung dari apakah wheezing itu merupakan episode
pertama atau berulang.
15
b. Bila anak mengalami distress pernafasan
- Berilah 16ronchodilator kerja cepat (rapid acting) sehingga pernapasan anak sudah
membaik sebelum dirujuk tentang pemberian bronkodilator kerja cepat). Kalau di
puskesmas tidak tersedia ronchodilator kerja cepat, berilah satu dosis bronkodilator
oral
- Rujuk segera untuk rawat inap.
c. Bila anak tidak mengalami distress pernafasan
- Berikan 16ronchodilator oral (sebaiknya Salbutamol) dengan dosis yang tepat untuk
3 hari dengan pemberian 3 kali sehari (lihat tabel 5.8.) dan ajarkan pada ibu
bagaimana cara pemberiannya.
- Rujuk segera bila ada TDDK.
- Berilah pengobatan sesuai dengan tanda-tanda lain yang tampak (misalnya napas
cepat atau demam), atau mungkin cukup dengan perawatan di rumah.
d. Jika wheezing berulang (asma)
Sebagian besar anak dengan wheezing yang berulang menderita asma. Mereka
sering datang ke Puskesmas dengan pernapasan mencuit-cuit. Anak ini akan mudah
dikenal dan kita bisa angsung mengobatinya dengan obat 16ronchodilator.
Bronkhodilator sangat berguna bagi anak yang mengalami wheezing, dan dapat
membedakan sesak napas oleh penyakit asma atau sesak oleh pneumonia. Respons
terhadap 16ronchodilator kerja cepat dapat membantu menentukan diagnosis dan
terapi. Jika seorang anak dengan batuk atau napas cepat atau terdapat TDDK yang
juga menderita wheezing, beri 16ronchodilator kerja cepat sebanyak 2 siklus dan
lakukan penilaian masingmasing setelah 20 menit sebelum didiagnosis sebagai
pneumonia atau pneumonia Berat.
Kalau anak dengan wheezing yang berulang juga menunjukkan tanda bahaya
yang lain, harus diingat bahwa sangat penting merujuk anak ini untuk rawat inap.
Karena penilaian terhadap wheezing yang berulang ini perlu waktu cukup lama, bisa
terjadi keterlambatan merujuk. Kita akan belajar dari pengalaman di Puskesmas,
kasus mana yang perlu penilaian lebih jauh dan mana yang perlu segera dirujuk tanpa
menunggu penilaian lebih dahulu.
16
Bronkodilator
Bronkodilator adalah obat yang membantu pernapasan anak dengan jalan
melebarkan saluran udara dan melonggarkan spasme (penyempitan) bronkus. Berikut
ini adalah uraian tentang bronkodilator kerja cepat dan 17ronchodilator oral.
Bronkodilator Oral:
Ketika anak jelas membaik untuk bisa dipulangkan bila tidak tersedia atau
tidak mampu membeli salbutamol hirup berikan salbutamol oral (dalam sirup atau
tablet).
Salbutamol oral 3x sehari selama 3 hari
Umur dan Berat Badan Tablet 2mg Tablet 4mg
2bln-<12bln (<10kg)
1th-<15th (10-19kg) 1
Tabel 4. Salbutamol Oral
BAB III
STUDI KASUS
17
Mekanisme
Nama Obat Indikasi Interaksi Kontraindikasi Efek samping
kerja
Sedasi, gangguan
Gejala alergi
saluran cerna, efek
seperti hay
Alcohol, Searangan asma antimuskarinik,
Menghambat fever,
depresan SSP, akut, bayi hipotensi,
Klorpeniramin kerja histamin urtikaria,
anti kolinergik, prematur, kelemahan otot,
maleat pada otot polos pengobatan
penghambat kehamilan dan tinnitus, euphoria,
usus dan bronkus darurat
MAO menyusui nyeri kepala,
reaksi
stimulasi SSP, reaksi
anafilaktik
alergi
Amoksisilin
Indikasi: termasuk obat yang
untuk Amoksisilin
aman. Sejumlah efek
profilaksis tidak boleh
samping yang
endokartitis, diberikan pada
pernah ditemukan
terpi pasien yang
dan persentase
Menghaambat tambahan pernah
Amoksisilin - kemunculannya
pembentukan pada listerial mengalami alergi
adalah sebagai
endokartitis, terhadap
berikut: Infeksi
eradikasi H. antibiotik
jamur pada kelamin,
pylori amoksilin dan
Diare, Mual, Sakit
penisilin.
kepala, Muntah,
Nyeri perut.
a. Perhitungan Resep
1. Ambroxol (DL = 30 mg 2-3x sehari)
Perhitungan berdasarkan skala denekamp = untuk anak 4 tahun dosis dewasa x 40%
1x = 40 % x 30 mg = 12 mg
1 hari = 2-3 x sehari x 12 mg = 24-36 mg
Perhitungan berdasarkan resep
1x = 30 mg x 3 = 90 mg : 10 = 9 mg < DL
1hari = 3x sehari x 9 mg = 27 mg DL
3. Salbutamol (DL = 1-3 mg 3-4 x sehari untuk anak umur 2-6 tahun)
1x = 1-3 mg
1 hari = 3-4 x sehari x 1-3 mg = 3-12 mg
Perhitungan berdasarkan resep
1x = 2 mg x 4 = 8 mg : 10 = 0,8 mg < DL
1 hari = 3 x sehari x 0,8 mg = 2,4 mg < DL
20
Ada indikasi
tidak ada obat - - - - -
BAB IV
KESIMPULAN
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa resep tersebut tidak rasional karena dosis
CTM lebih besar dari dosis lazim sehingga dapat menimbulkan efek samping yang tidak
21
diinginkan sedangkan dosis salbutamol dan amoksisilin terlalu kecil sehingga tidak
tercapai efek terapi
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai penerbit FKUI.
Jakarta.
2. Supratiwi, Agnes. 2011. Pneumonia Pada Anak. Jurusan Biologi FMIPA Universitas
Cendrawasih.
22
3. Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2005. Pharmaceutical Care Untuk penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan. Departemen Kesehatan RI.
4. Syamsudin. 2013. Buku Ajar Farmakoterapi: Gangguan Saluran Pernapasan. Jakarta:
Salemba medika.
5. Syamsudin. 2013. Interaksi Obat: Konsep Dasar dan Klinis. Jakarta: UI Press.
6. Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia. IONI: Informatorium Obat Nasional
Indonesia 2008. Jakarta: Sagung Seto; 2008.
7. Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO) Volume 46. Jakarta: ISFI Penerbitan; 2010.
8. Kemenkes.2012. Modul Pelaksanaan Tatalaksana Pneumonia. Direktorat Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
23