TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kontrak Kerja Konstruksi
Definisi kontrak menurut PMBOK adalah dokumen yang mengikat pembeli dan penjual secara hukum. Kontrak
merupakan persetujuan yang mengikat penjual dan penyedia jasa, barang, maupun suatu hasil, dan mengikat
pembeli untuk menyediakan uang atau pertimbangan lain yang berharga.Kontrak berarti Perjanjian Kontrak
(Contract Agreement), Surat Penunjukan (Letter of Acceptance), Surat Penawaran (Letter of Tender),
Persyaratan (Conditions), Spesifikasi (Spesifications), Gambar-gambar (Drawings), Jadual/Daftar (Schedules),
dan dokumen lain (bila ada) yang tercantum dalam perjanjian kontrak atau dalam Surat Penunjukan (FIDIC Edisi
2006). UU Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi dijelaskan bahwa kontrak kerja
konstruksi merupakan keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan
penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.Kontrak kerja konstruksi adalah juga kontrak bisinis
yang merupakan suatu perjanjian dalam bentuk tertulis dimana substansi yang disetujui oleh para pihak yang
terikat di dalamnya terdapat tindakan-tindakan yang bermuatan bisnis. Sedangkan yang dimaksud bisnis adalah
tindakan yang mempunyai aspek komersial. Dengan demikian kontrak kerja konstruksi yang juga merupakan
kontrak bisnis adalah perjanjian tertulis antara dua atau lebih pihak yang mempunyai nilai komersial (Hikmahanto
Juwana, 2001).
Dalam menggunakan kontrak jenis ini, kontraktor hanya menentukan harga satuan pekerjaan. Kontraktor perlu
memperhitungkan semua biaya yang mungkin dikeluarkan pada item penawarannya, seperti biaya overhead dan
keuntungan. Jenis kontrak ini digunakan jika kuantitas aktual masing-masing item pekerjaan sulit untuk
diestimasi secara akurat sebelum proyek dimulai. Untuk menentukan kuantitas pekerjaan yang sesungguhnya,
dilakukan pengukuran (opname) bersama pemilik dan kontraktor terhadap kuantitas terpasang. Kelemahan dari
penggunaan kontrak jenis ini, yaitu pemilik tidak dapat mengetahui secara pasti biaya aktual proyek hingga
proyek itu selesai.
2. Kontrak Biaya Plus Jasa (Cost Plus Fee Contract)
Pada kontrak jenis ini, kontraktor akan menerima pembayaran atas pengeluarannya, ditambah dengan biaya
untuk overhead dan keuntungan. Besarnya biaya overhead dan keuntungan, umumnya didasarkan atas
persentase biaya yang dikeluarkan kontraktor.Kontrak jenis ini umumnya digunakan jika biaya aktual dari proyek
belum bisa diestimasi secara akurat, karena perencanaan belum selesai, proyek tidak dapat digambarkan secara
akurat, proyek harus diselesaikan dalam waktu singkat, sementara rencana dan spesifikasi belum dapat
diselesaikan. Kekurangan dari kontrak jenis ini, yaitu pemilik tidak dapat mengetahui biaya aktual proyek yang
akan dilaksanakan.
3. Cost Plus Fix Fee Contract
Kontrak ini jumlah fee ditetapkan secara pasti tanpa melihat besarnya biaya fisik yang dikeluarkan. Kontrak ini
dapat diterapkan bila pekerjaan sudah dirumuskan secara garis besar dan jelas.
4. Kontrak Biaya Menyeluruh (Lump Sum Contract)
Kontrak ini menyatakan bahwa kontraktor akan melaksanakan proyek sesuai dengan rancangan biaya tertentu.
Jika terjadi perubahan dalam kontrak, perlu dilakukan negosiasi antara pemilik dan kontraktor untuk menetapkan
besarnya pembayaran (tambah atau kurang) yang akan diberikan kepada kontraktor terhadap perubahan
tersebut. Kontrak ini dapat diterapkan jika perencanaan benar-benar telah selesai, sehingga kontraktor dapat
melakukan estimasi kuantitas secara akurat. Pemilik dengan anggaran terbatas akan memilih jenis kontrak ini,
karena merupakan satu-satunya jenis kontrak yang memberi nilai pasti terhadap biaya yang akan dikeluarkan.
Setiap proyek melalui suatu daur hidup proyek. Sistem pelaksanaan seluruh tahapan yang terkait dengan pihak-
pihak yang akan terlibat dalam setiap tahapan disebut project delivery system (PDS) atau sistem pelaksanaan
proyek. Pemilik proyek di hadapkan pada pilihan untuk menetapkan PDSdengan pertimbanganPengalaman,
kebiasaan, Saran konsultan, Sumber dan kendala pembiayaan, Penggunaan sumber daya yang dimiliki dan
keinginanstakeholder dari proyek.
Jenis kontrak proyek berdasarkan delivery method adalah :
1. General Contracting.
Pada sistem ini owner hanya memberikan desain kepada general contractor (Main Contractor) yang berfungsi
sebagai construction manager untuk mengkoordinasikan beberapasub-kontraktor.
2. Design and Build.
Pada sistem ini pekerjaan desain dan konstruksidiserahkan kepada perusahaan. Perusahaan yang ditunjuk
dapat mengerjakan proyek dan pekerjaannya sendiri atau mengalihkan sebagian pekerjaannya pada sub
contractor. Untuk bangunan industri seperti pabrik dan power plant dikenal istilah yang mirip dengan DB, yaitu
Engineering, Procurement, Construction (EPC). Dalam EPC satu entitas bertugas untuk melakukan kegiatan
perancangan engineering, pembelian bahan dan alat, serta melakukan pelaksanaan konstruksi.
3. Construction Management.
Pada sistem ini proses desain dan pembuatan jadwal ditangani oleh konsultan. Pemilihan suatu kontraktor
dilakukan secara langsung oleh klien. Kontraktor yang dipilih dapat lebih dari satu, jadi dalam satu proyek bisa
terdapat beberapakontraktor. Untuk mengkoordinasikan para kontraktor tersebut, maka klien mengangkat
sebuah tim manajemenkonstruksi.
4. Management Contracting.
Pada sistem ini klien menyerahkan tugas desain kepada konsultan yang juga bertindak sebagai pengawas
jalannya proyek.
5. Swakelola (owner-provided)
Swakelola dilakukan jika lingkup pekerjaan sesuai dengan keahlian, pengalaman, dan sumber daya yang dimiliki
oleh owner. Swakelola bias dilakukan baik untuk perancangan maupun pelaksanaan. Owner dapat
menambahkan sumber daya pada bagian perancangan dari seorang ahli perancangan. Owner dapat pula
berlaku sebagai general contractor yang mengelola beberapa sub-kontraktor. Dalam hal ini owner harus memiliki
ijin praktek dan juga sertifikat yang memadai. Contoh: Bina Marga melakukan swakelola untuk pekerjaan
pemeliharaan jalan dan jembatan.
Keterangan.
Merah : E (Ekstrim Risk), Diperlukan tindakan segera
Coklat : H (High Risk), Dibutuhkan perhatian manajemen senior
Kuning : M (Moderat Risk), Tanggung jawab manajemen harus ditentukan
Hijau : L (Low Risk), Dikelola dengan prosedur rutin
1. Avoid Risks. Opsi menghindari risiko ini diambil apabila risiko memiliki kemungkinan tinggi dengan
dampak yang tinggi.
2. Transfer Risk. Yaitu memindahkan risiko kepada pihak lain dengan kompensasi, opsi ini diambil jika
risiko memiliki kemungkinan medium dengan dampak yang tinggi. Contohnya dengan melakukan
pekerjaan Outsourcing, di subkontrakkan atau di asuransikan.
3. Treat Risks with Control. Opsi ini diambil apabila resiko mempunyai kemungkinan tinggi dengan
dampak medium.
4. Accept Risk. Menerima resiko karena memiliki kemungkinan rendah dengan dampak rendah.
Pemilihan tipe kontrak yang tepat dengan mempertimbangkan faktor risiko dan alokasi risiko tidak hanya akan
mempengaruhi besarnya biaya pekerjaan konstruksi, tetapi juga akan mempengaruhi kesuksesan suatu proyek
baik dari sisi penyedia jasa maupun dari pengguna jasa.
Dalam pemilihan tipe kontrak berdasarkan perhitungan biaya, penggunaan tipe cost plus contract akan
memberikan tingkat kesuksesan pada proyek yang semakin tinggi dilihat dari perspektif pengguna jasa dan
penyedia jasa, seiring dengan semakin tingginya ketidakpastian yang terdapat pada proyek tersebut. Demikian
pula sebaliknya pemilihan fixed price contract akan memberikan tingkat kesuksesan yang semakin tinggi dilihat
dari perspektif penyedia jasa dan pengguna jasa, seiring dengan semakin rendahnya ketidak pastian yang
terdapat pada proyek tersebut.