Anda di halaman 1dari 4

Analisa Risiko Dan Pemilihan Jenis Kontrak

Posted on November 22, 2016 by ivanemmoy


PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kota Surabaya adalah ibu kota Provinsi Jawa Timur sekaligus menjadi kota metropolitan terbesar kedua
di Indonesia setelah Jakarta. Menjadi pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di Jawa Timur serta
wilayah Indonesia bagian timur. Hal ini membawa konsekuensi logis tingginya urbanisasi dan tuntutan
ketersediaan pemukiman dan hunian yang layak. Terbatasnya ketersediaan lahan dan mahalnya harga tanah
menjadi kendala utama pengembang dalam menyediakan perumahan yang terjangkau bagi masyarakat kelas
menengah kebawah. Hal ini menjadi pertimbangan sehingga pengembang perumahan di Surabaya tidak lagi
horizontal yang memakan banyak lahan tetapi mengarah kehunian vertikal, kalaupun pilih landed, terpaksa jauh
dari pusat Surabaya.
Pemerintah Kota Surabaya berkomitmen memudahkan izin bisnis properti bagi para pengembang yang ingin
berinvestasi di Kota Pahlawan. Komitmen tersebut akan diwujudkan melalui penerbitan Peraturan Wali Kota,
yang di antaranya menyederhanakan proses perizinan sehingga menghemat waktu dan biaya. Jika sebelumnya
proses terbitnya Izin Mendirikan Bangunan atau IMB bisa memakan waktu dua tahun atau lebih menjadi selama
enam bulan. Proses perizinan yang harus satu persatu, mulai dari Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK),
Upaya Kelola Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL), hingga berbagai jenis Analisis mengenai
Dampak Lingkungan (Amdal) dapat dilakukan secara bersamaan.
Kebutuhan apartemen di Surabaya sangat tinggi, terutama untuk kelas menengah dan menengah ke bawah.
Apalagi, tidak mudah untuk mendapatkan hunian tapak dengan harga terjangkau. Sehingga banyak sekali di
bangun Apartemen dan Komplek Pertokoan Central Business District (CBD) dengan konsep superblok.
Kombinasi antara hunian, perkantoran, ruko dan mall.
1.2. Batasan Masalah
Terdapat banyak hal yang dipertimbangkan dalam menyepakati kontrak. Aspek hukum , teknis , keuangan ,
perpajakan , asuransi , sosial ekonomi dan Administrasi adalah aspek-aspek yang ditinjau dalam pelaksanaan
kontrak konstruksi. Tentu dalam pelaksanaan kontrak dengan banyak aspek yang dipertimbangkan , ada risiko-
risiko yang dapat mengancam , bahkan membatalkan kontrak yang dibuat.
Penulisan makalah ini fokus pada pembahasan proses pemilihan kontrak pada proyek kontruksi Pembangunan
Struktur, Arsitektur, Mekanikal Elektrikal & Plumbing Apartemen Dan Ruko XXX Surabaya.
Melakukan analisis terkait resiko proyek dan dengan memperhatikan alokasi resiko-resiko tersebut kemudian
merekomendasikan bentuk kontrak berdasarkan delivery method dan cara perhitungan biaya (fixed lump
sum/fixed unit rate/cost+fee/turn-key).
1.3. Data Proyek
Terlampir.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kontrak Kerja Konstruksi
Definisi kontrak menurut PMBOK adalah dokumen yang mengikat pembeli dan penjual secara hukum. Kontrak
merupakan persetujuan yang mengikat penjual dan penyedia jasa, barang, maupun suatu hasil, dan mengikat
pembeli untuk menyediakan uang atau pertimbangan lain yang berharga.Kontrak berarti Perjanjian Kontrak
(Contract Agreement), Surat Penunjukan (Letter of Acceptance), Surat Penawaran (Letter of Tender),
Persyaratan (Conditions), Spesifikasi (Spesifications), Gambar-gambar (Drawings), Jadual/Daftar (Schedules),
dan dokumen lain (bila ada) yang tercantum dalam perjanjian kontrak atau dalam Surat Penunjukan (FIDIC Edisi
2006). UU Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi dijelaskan bahwa kontrak kerja
konstruksi merupakan keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan
penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.Kontrak kerja konstruksi adalah juga kontrak bisinis
yang merupakan suatu perjanjian dalam bentuk tertulis dimana substansi yang disetujui oleh para pihak yang
terikat di dalamnya terdapat tindakan-tindakan yang bermuatan bisnis. Sedangkan yang dimaksud bisnis adalah
tindakan yang mempunyai aspek komersial. Dengan demikian kontrak kerja konstruksi yang juga merupakan
kontrak bisnis adalah perjanjian tertulis antara dua atau lebih pihak yang mempunyai nilai komersial (Hikmahanto
Juwana, 2001).

2.2. Jenis- Jenis Kontrak


Pemilihan jenis kontrak yang sesuai untuk suatu proyek konstruksi lebih didasarkan pada karakteristik dan
kondisi proyek. Tiga jenis kontrak pada proyek konstruksi berdasarkan perhitungan biaya adalah

1. Kontrak Harga Satuan (Unit Price Contract)

Dalam menggunakan kontrak jenis ini, kontraktor hanya menentukan harga satuan pekerjaan. Kontraktor perlu
memperhitungkan semua biaya yang mungkin dikeluarkan pada item penawarannya, seperti biaya overhead dan
keuntungan. Jenis kontrak ini digunakan jika kuantitas aktual masing-masing item pekerjaan sulit untuk
diestimasi secara akurat sebelum proyek dimulai. Untuk menentukan kuantitas pekerjaan yang sesungguhnya,
dilakukan pengukuran (opname) bersama pemilik dan kontraktor terhadap kuantitas terpasang. Kelemahan dari
penggunaan kontrak jenis ini, yaitu pemilik tidak dapat mengetahui secara pasti biaya aktual proyek hingga
proyek itu selesai.
2. Kontrak Biaya Plus Jasa (Cost Plus Fee Contract)
Pada kontrak jenis ini, kontraktor akan menerima pembayaran atas pengeluarannya, ditambah dengan biaya
untuk overhead dan keuntungan. Besarnya biaya overhead dan keuntungan, umumnya didasarkan atas
persentase biaya yang dikeluarkan kontraktor.Kontrak jenis ini umumnya digunakan jika biaya aktual dari proyek
belum bisa diestimasi secara akurat, karena perencanaan belum selesai, proyek tidak dapat digambarkan secara
akurat, proyek harus diselesaikan dalam waktu singkat, sementara rencana dan spesifikasi belum dapat
diselesaikan. Kekurangan dari kontrak jenis ini, yaitu pemilik tidak dapat mengetahui biaya aktual proyek yang
akan dilaksanakan.
3. Cost Plus Fix Fee Contract
Kontrak ini jumlah fee ditetapkan secara pasti tanpa melihat besarnya biaya fisik yang dikeluarkan. Kontrak ini
dapat diterapkan bila pekerjaan sudah dirumuskan secara garis besar dan jelas.
4. Kontrak Biaya Menyeluruh (Lump Sum Contract)
Kontrak ini menyatakan bahwa kontraktor akan melaksanakan proyek sesuai dengan rancangan biaya tertentu.
Jika terjadi perubahan dalam kontrak, perlu dilakukan negosiasi antara pemilik dan kontraktor untuk menetapkan
besarnya pembayaran (tambah atau kurang) yang akan diberikan kepada kontraktor terhadap perubahan
tersebut. Kontrak ini dapat diterapkan jika perencanaan benar-benar telah selesai, sehingga kontraktor dapat
melakukan estimasi kuantitas secara akurat. Pemilik dengan anggaran terbatas akan memilih jenis kontrak ini,
karena merupakan satu-satunya jenis kontrak yang memberi nilai pasti terhadap biaya yang akan dikeluarkan.

Setiap proyek melalui suatu daur hidup proyek. Sistem pelaksanaan seluruh tahapan yang terkait dengan pihak-
pihak yang akan terlibat dalam setiap tahapan disebut project delivery system (PDS) atau sistem pelaksanaan
proyek. Pemilik proyek di hadapkan pada pilihan untuk menetapkan PDSdengan pertimbanganPengalaman,
kebiasaan, Saran konsultan, Sumber dan kendala pembiayaan, Penggunaan sumber daya yang dimiliki dan
keinginanstakeholder dari proyek.
Jenis kontrak proyek berdasarkan delivery method adalah :

1. General Contracting.

Pada sistem ini owner hanya memberikan desain kepada general contractor (Main Contractor) yang berfungsi
sebagai construction manager untuk mengkoordinasikan beberapasub-kontraktor.
2. Design and Build.
Pada sistem ini pekerjaan desain dan konstruksidiserahkan kepada perusahaan. Perusahaan yang ditunjuk
dapat mengerjakan proyek dan pekerjaannya sendiri atau mengalihkan sebagian pekerjaannya pada sub
contractor. Untuk bangunan industri seperti pabrik dan power plant dikenal istilah yang mirip dengan DB, yaitu
Engineering, Procurement, Construction (EPC). Dalam EPC satu entitas bertugas untuk melakukan kegiatan
perancangan engineering, pembelian bahan dan alat, serta melakukan pelaksanaan konstruksi.
3. Construction Management.
Pada sistem ini proses desain dan pembuatan jadwal ditangani oleh konsultan. Pemilihan suatu kontraktor
dilakukan secara langsung oleh klien. Kontraktor yang dipilih dapat lebih dari satu, jadi dalam satu proyek bisa
terdapat beberapakontraktor. Untuk mengkoordinasikan para kontraktor tersebut, maka klien mengangkat
sebuah tim manajemenkonstruksi.
4. Management Contracting.
Pada sistem ini klien menyerahkan tugas desain kepada konsultan yang juga bertindak sebagai pengawas
jalannya proyek.
5. Swakelola (owner-provided)
Swakelola dilakukan jika lingkup pekerjaan sesuai dengan keahlian, pengalaman, dan sumber daya yang dimiliki
oleh owner. Swakelola bias dilakukan baik untuk perancangan maupun pelaksanaan. Owner dapat
menambahkan sumber daya pada bagian perancangan dari seorang ahli perancangan. Owner dapat pula
berlaku sebagai general contractor yang mengelola beberapa sub-kontraktor. Dalam hal ini owner harus memiliki
ijin praktek dan juga sertifikat yang memadai. Contoh: Bina Marga melakukan swakelola untuk pekerjaan
pemeliharaan jalan dan jembatan.

2.3. Manajemen Risiko


Setiap proyek konstruksi pada dasarnya melibatkan risiko yang tidak dapat dihindari dari berbagai jenis.
Walaupun telah dianalisis dan diklasifikasikan, tetapi analisis awal kadang jarang terjadi. Biasanya, spektrum
yang luas dari risiko berkurang untuk beberapa kategori, seperti waktu, biaya, kinerja / kualitas, kesehatan dan
keselamatan bahkan mungkin resiko lingkungan. Contoh-contoh berikut ini merangkum banyak risiko
(berdasarkan Abrahamson 1984, Buni 1985), antara lain Manajemen, pengarahan dan pengawasan, Fhysical
work, Delay dan perselisihan, Kerusakan dan cedera dan property, Faktor eksternal, Pembayaran, Hukum dan
arbitrase

2.4. Analisa Risiko


Secara sederhana, analisis resiko atau risk analysis dapat diartikan sebagai sebuah prosedur untuk mengenali
satu ancaman dan kerentanan, kemudian menganalisanya untuk memastikan hasil pembongkaran, dan
menyoroti bagaimana dampak-dampak yang ditimbulkan dapat dihilangkan atau dikurangi. Analisis resiko juga
dipahami sebagai sebuah proses untuk menentukan pengamanan macam apa yang cocok atau layak untuk
sebuah sistem atau lingkungan (ISO 1799, An Introduction To Risk Analysis, 2012).
Pengertian Analisa risiko kuantitatif menurut Santosa (2009) adalah salah satu metode untuk mengidentifikasi
risiko kemungkinan kerusakan atau kegagalan sistem dan memprediksi besarnya kerugian. Dalam menganalisa
risiko kuantitatif, dilakukan perhitungan antara probabilitas kejadian dengan dampak. Hal tersebut dapat dilihat
pada rumus dibawah ini :
Tingkat kepentingan risiko = probabilitas x dampak (1)
Sedangkan untuk mengurutkan risiko yang merupakan perkalian antara frekuensi dengan dampak dimulai dari
yang terbesar sampai yang terkecil.
Indeks risiko dirumuskan oleh Sonhadji (2011) berdasarkan probabilitas dan dampaknya. Probabilitas adalah
banyaknya kemungkinan terjadinya risiko. Probabilitas dapat didasarkan pada analisis statistik atau didasarkan
pada frekwensi kejadian yang terjadi dimasa lalu. Sedangkan dampak merupakan akibat dari terjadinya risiko,
dimana dampak tersebut dapat mengakibatkan terjadinya kerugian yang berpengaruh terhadap pencapaian
tujuan dari proyek. Besar kecilnya dampak dilihat dari besar kecilnya kerugian yang ditimbulkan.
Dari indeks risiko dapat ditetapkan tingkat risiko. Dimana tingkat risiko dibagi menjadi 4 (empat) yaitu risiko
rendah (R), risiko sedang / moderat (M), risiko tinggi (T) dan risiko ekstrim (E). Penggolongan untuk tingkat
risiko menggunakan tabel 1.

Tabel Rating Risiko

Keterangan.
Merah : E (Ekstrim Risk), Diperlukan tindakan segera
Coklat : H (High Risk), Dibutuhkan perhatian manajemen senior
Kuning : M (Moderat Risk), Tanggung jawab manajemen harus ditentukan
Hijau : L (Low Risk), Dikelola dengan prosedur rutin

2.5. Pengendalian Risiko


Pengendalian resiko ( risk control ) adalah suatu tindakan untuk menyelamatkan perusahaan dari kerugian.
Proses pengendalian risiko dilakukan dengan melakukan penanganan meliputi :

1. Avoid Risks. Opsi menghindari risiko ini diambil apabila risiko memiliki kemungkinan tinggi dengan
dampak yang tinggi.

2. Transfer Risk. Yaitu memindahkan risiko kepada pihak lain dengan kompensasi, opsi ini diambil jika
risiko memiliki kemungkinan medium dengan dampak yang tinggi. Contohnya dengan melakukan
pekerjaan Outsourcing, di subkontrakkan atau di asuransikan.

3. Treat Risks with Control. Opsi ini diambil apabila resiko mempunyai kemungkinan tinggi dengan
dampak medium.

4. Accept Risk. Menerima resiko karena memiliki kemungkinan rendah dengan dampak rendah.

2.6. Alokasi Risiko Dan Keputusan Pemilihan Jenis Kontrak


Pemilihan jenis kontrak adalah penentuan besaran risiko yang dialokasikan ke masing-masing pihak. Jenis
kontrak tertentu memberikan besaran risiko yang tertentu pula pada masing-masing pihak dalam proyek. Pada
jenis kontrak lump sum, kontraktor akan menanggung lebih banyak risiko dibandingkan dengan kontrak unit
price.
Pemilihan jenis kontrak yang baik pada dasarnya adalah penentuan alokasi risiko berdasarkan kondisi proyek
yang diberikan secara tepat kepada masing-masing pihak (yang terikat dalam kontrak) dimana dianggap paling
mampu untuk mengatasi alokasi risiko tersebut. Pemilihan jenis kontrak tidak boleh dipandang untuk
mengalihkan seluruh risiko kepada kontraktor sebagaimana yang sering terjadi terutama pada proyek swasta,
karena hal ini hanya akan meningkatkan biaya dari yang seharusnya.
Dalam menentukan jenis kontrak berdasarkan delivery method. Hal yang harus diperhatikan adalah bagaimana
pendanaan, desain dan koordinasi proyek tersebut akan di lakukan. Pendekatan yang harus di pertimbangkan
dalam pemilihat jenis kontrak berdasarkan delivery metode ditunjukkan pada gambar 2 di bawah ini.

Pemilihan tipe kontrak yang tepat dengan mempertimbangkan faktor risiko dan alokasi risiko tidak hanya akan
mempengaruhi besarnya biaya pekerjaan konstruksi, tetapi juga akan mempengaruhi kesuksesan suatu proyek
baik dari sisi penyedia jasa maupun dari pengguna jasa.
Dalam pemilihan tipe kontrak berdasarkan perhitungan biaya, penggunaan tipe cost plus contract akan
memberikan tingkat kesuksesan pada proyek yang semakin tinggi dilihat dari perspektif pengguna jasa dan
penyedia jasa, seiring dengan semakin tingginya ketidakpastian yang terdapat pada proyek tersebut. Demikian
pula sebaliknya pemilihan fixed price contract akan memberikan tingkat kesuksesan yang semakin tinggi dilihat
dari perspektif penyedia jasa dan pengguna jasa, seiring dengan semakin rendahnya ketidak pastian yang
terdapat pada proyek tersebut.

Anda mungkin juga menyukai