Anda di halaman 1dari 66

PENGARUH PELAPISAN DAN SUHU SIMPAN

TERHADAP KUALITAS DAN DAYA SIMPAN BUAH NENAS


(Ananas comosus (L).Merr)

Oleh :
Novita Novaliana
A34304048

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

PENGARUH PELAPISAN DAN SUHU SIMPAN


TERHADAP KUALITAS DAN DAYA SIMPAN BUAH NENAS
(Ananas comosus (L).Merr)

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana


Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :
Novita Novaliana
A34304048

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

RINGKASAN

NOVITA NOVALIANA. Pengaruh Pelapisan dan Suhu Simpan terhadap


Kualitas dan Daya Simpan Buah Nenas (Ananas comosus (L.) Merr)
(Dibawah bimbingan DARDA EFENDI).

Nenas (Ananas comosus (L.) Merrill, famili Bromeliaceae) berasal dari


Brazilia bagian tenggara, Paraguay dan Argentina Utara (Baker dan Collins, 1939;
Laison-Cabot, 1992 dalam Paull, 1997). Klon nenas dikelaskan menjadi 4
kelompok yaitu Cayenne, Spanish, Queen, dan Pernambuco yang mewakili
varietas-varietas botani. Klon Cayenne yang juga dikenal dengan Smooth
Cayenne adalah jenis yang paling utama dalam produksi komersial (Mohammed,
2004). Salah satu contoh nenas Cayenne yang dikembangkan di Indonesia adalah
nenas Smooth Cayenne asal Subang.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pelapisan dan suhu simpan
terhadap kualitas dan daya simpan buah nenas. Diharapkan terdapat jenis pelapis
yang lebih baik dari pelapis lilin dengan konsentrasi 6% dalam perpanjangan
umur simpan buah nenas dan terdapat perbedaan kualitas dan daya simpan pada
buah nenas yang disimpan pada suhu kamar dengan buah yang disimpan pada
suhu 15C.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Kajian Buah-buahan
Tropika (PKBT), Laboratorium Research Group on Crop Improvement (RGCI),
Laboratorium Produksi dan Labdik Hortikultura Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari
hingga April 2008.
Buah nenas yang digunakan dalam penelitian ini adalah nenas Smooth
Cayenne dengan tingkat kematangan lebih kurang 20% yang diperoleh dari
Kabupaten Subang, Jawa Barat. Bahan penelitian lainnya adalah emulsi lilin lebah
6%, lilin lebah 9%, lilin lebah 12%, kitosan 2% dan bahan kimia untuk analisis.
Peralatan yang digunakan adalah ruang penyimpanan dingin, penetrometer, alat
titrasi, refraktometer, oven, color chart dan timbangan.

Penelitian disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok


dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah
pelapisan yang terdiri dari lima taraf perlakuan yaitu kontrol atau tanpa pelapisan
(P0), lilin lebah 6% (P1), lilin lebah 9% (P2), lilin lebah 12% (P3), kitosan 2% (P4).
Faktor kedua adalah suhu simpan yang terdiri dari dua taraf perlakuan yaitu
penyimpanan pada suhu kamar (T1) dan penyimpanan pada suhu 15C (T2).
Peubah yang diamati selama penelitian meliputi susut bobot, warna, kadar air,
kelunakan, padatan terlarut total, total asam tertitrasi dan uji organoleptik.
Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali selama 6 minggu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur simpan buah nenas yang tidak
dilapisi (kontrol), yang dilapisi lilin lebah 6% dan yang dilapisi kitosan 2% hanya
3 minggu sedangkan buah yang dilapisi dengan lilin lebah 9% dan 12% mampu
bertahan hingga 4 minggu. Dari uji organoleptik yang dilakukan, pada 4 MSP
responden masih menyukai aroma dan rasa buah namun tidak untuk kerenyahan
buah baik yang disimpan di suhu kamar maupun suhu 15C.
Aplikasi perlakuan lilin lebah 9% paling baik diterapkan untuk mempertahankan
kualitas buah nenas karena dengan perlakuan ini dapat menghambat susut bobot,
mempertahankan kadar air, mempertahankan padatan terlarut total dan menunda
pengkeriputan kulit buah hingga 4 minggu. Penyimpanan buah nenas pada suhu
15C dapat menghambat susut bobot, mempertahankan kadar air, menunda
kelunakan, mempertahankan total asam tertitrasi dan mempertahankan kualitas
penampakan buah lebih baik dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu
kamar.

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : PENGARUH PELAPISAN DAN SUHU SIMPAN TERHADAP


KUALITAS DAN DAYA SIMPAN BUAH NENAS
(Ananas comosus (L.) Merr)
Nama : Novita Novaliana
NRP : A34304048

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr Ir Darda Efendi, MSi.


NIP: 131 841 755

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr Ir Didy Sopandie, M Agr.


NIP: 131 124 019

Tanggal Pengesahan:

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 11 November 1986. Penulis


merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Tatang
Muchtadin dan Ibu Euis Purnama Alam.
Penulis pertama kali mendapatkan pendidikan di TK Islam Permata Bunda
pada tahun 1991. Tahun 1998 penulis lulus dari SDN Pesanggrahan 10 Pagi,
kemudian pada tahun 2001 penulis menyelesaikan studi di SMPN 177 Jakarta.
Selanjutnya penulis lulus dari SMAN 5 Bogor pada tahun 2004. Tahun 2004
penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru (SPMB).

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
segala rahnat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul Pengaruh Pelapisan dan Suhu Simpan terhadap Kualitas dan Daya
Simpan Buah Nenas (Ananas comosus (L.) Merr).
Penulis haturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda dan
Ibunda tercinta atas kasih sayang, dukungan, dan doa yang senantiasa menyertai
perjalanan penulis selama ini. Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Dr Ir Darda Efendi, MSi. selaku dosen pembimbing yang senantiasa
memberikan bimbingan dan dukungan kerpada penulis. Terimakasih atas segala
ilmu, waktu dan kesabaran yang selalu diberikan kepada penulis.
2. Pusat Kajian Buah-buahan Tropika untuk dukungan penelitian.
3. Kakak dan adik tercinta; teteh Fitri dan adik Nanda. Terimakasih untuk
kasih sayang, dukungan dan doanya selama ini.
4. Fahmi Farhani yang telah memberikan kasih sayang, bantuan, dukungan
dan doanya selama ini.
6. Teman-teman terbaik yang selalu mendukung perjalanan penulis;
Heliyana, Renda, Masyita, Rita, Anna, Hana, Eneng, Nika, Dini, Melly, Rina,
Puspita, Chika, Adi dan Hendy.
7. Teman-teman sekelasku di PS Hortikultura 41.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis dan semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2008

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN........................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Tujuan .............................................................................................................. 2
Hipotesis........................................................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3


Nenas ................................................................................................................ 3
Botani dan Ekologi ...................................................................................... 3
Klon Cayenne .............................................................................................. 4
Panen dan Pascapanen ..................................................................................... 5
Respirasi dan Etilen ......................................................................................... 5
Pelilinan ........................................................................................................... 7
Kitosan ............................................................................................................. 9
Perubahan Kualitas Buah ................................................................................. 10
Susut Bobot ................................................................................................. 10
Kadar Air ..................................................................................................... 10
Kelunakan .................................................................................................... 11
Padatan Terlarut Total ................................................................................. 11
Total Asam Tertitrasi................................................................................... 11
Warna .......................................................................................................... 12

BAHAN DAN METODE ............................................................................... 14


Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................... 14
Bahan dan Alat ................................................................................................. 14
Metode ............................................................................................................. 14
Pelaksanaan ...................................................................................................... 15
a. Pemanenan buah nenas................................................................................. 15
b. Pembuatan lilin lebah untuk konsentrasi 12 % ............................................ 16
c. Metode perlakuan ......................................................................................... 16
d. Pengamatan .................................................................................................. 16

HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 20


Keadaan Umum Penelitian............................................................................... 20
Susut Bobot ...................................................................................................... 23
Kadar Air.......................................................................................................... 24
Kelunakan ........................................................................................................ 25
Padatan Terlarut Total ...................................................................................... 27
Total Asam Tertitrasi ....................................................................................... 28
Korelasi ............................................................................................................ 29
Warna ............................................................................................................... 32
Uji Organoleptik .............................................................................................. 38

KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 45


Halaman
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 46
LAMPIRAN .................................................................................................... 50

DAFTAR TABEL
No Halaman
Teks
1. Konsentrasi Emulsi Lilin Optimal Beberapa Komoditas
Hortikultura ............................................................................................... 8
2. Persentasi Nilai Color Chart Exclusively for Training
Program of Variety Protection Center ..................................................... 17
3. Data Pengamatan Minggu ke- 0 ................................................................ 20
4. Rekapitulasi Peluang Nyata Data Pengamatan Per Minggu ..................... 22
5. Pengaruh Faktor Tunggal Pelapisan atau Suhu Simpan
terhadap Susut Bobot Buah Nenas ............................................................ 23
6. Pengaruh Faktor Tunggal Pelapisan atau Suhu Simpan
terhadap Kadar Air Buah Nenas ............................................................... 25
7. Pengaruh Interaksi Pelapisan (P) dan Suhu Simpan (T)
terhadap Kelunakan Buah Nenas pada 1 MSP.......................................... 26
8. Pengaruh Faktor Tunggal Pelapisan atau Suhu Simpan
terhadap Kelunakan Buah Nenas .............................................................. 26
9. Pengaruh Faktor Tunggal Pelapisan atau Suhu Simpan
terhadap Padatan Terlarut Total Buah Nenas ........................................... 28
10. Pengaruh Faktor Tunggal Pelapisan atau Suhu Simpan
terhadap Total Asam Tertitrasi Buah Nenas ............................................. 29
11. Korelasi Antar Peubah Pengamatan pada 2 MSP .................................... 30
12. Korelasi Antar Peubah Pengamatan pada 4 MSP .................................... 30
13. Korelasi Antar Peubah Pengamatan pada 5 MSP .................................... 31
14. Persentase Warna Merah, Hijau dan Biru Permukaaan Kulit
Buah Nenas pada 1 MSP........................................................................... 33
15. Persentase Warna Merah, Hijau dan Biru Permukaaan Kulit
Buah Nenas pada 2 MSP........................................................................... 34
16. Persentase Warna Merah, Hijau dan Biru Permukaaan Kulit
Buah Nenas pada 3 MSP........................................................................... 35
17. Persentase Warna Merah, Hijau dan Biru Permukaaan Kulit
Buah Nenas pada 4 MSP........................................................................... 35
18. Persentase Warna Merah, Hijau dan Biru Permukaaan Kulit
Buah Nenas pada 5 MSP........................................................................... 36
19. Uji Organoleptik Aroma Buah Nenas terhadap 20 Orang
Responden (%) pada Minggu ke-1............................................................ 38
20. Uji Organoleptik Aroma Buah Nenas terhadap 20 Orang
Responden (%) pada Minggu ke-2............................................................ 39
21. Uji Organoleptik Aroma Buah Nenas terhadap 20 Orang
Responden (%) pada Minggu ke-3............................................................ 39
22. Uji Organoleptik Aroma Buah Nenas terhadap 20 Orang
Responden (%) pada Minggu ke-4............................................................ 40
23. Uji Organoleptik Rasa Buah Nenas terhadap 20 Orang
Responden (%) pada Minggu ke-1............................................................ 41
24. Uji Organoleptik Rasa Buah Nenas terhadap 20 Orang
Responden (%) pada Minggu ke-2............................................................ 41

25. Uji Organoleptik Rasa Buah Nenas terhadap 20 Orang


Responden (%) pada Minggu ke-3............................................................ 42
26. Uji Organoleptik Rasa Buah Nenas terhadap 20 Orang
Responden (%) pada Minggu ke-4............................................................ 42
27. Uji Organoleptik Kerenyahan Buah Nenas terhadap 20
Orang Responden (%) pada Minggu ke-1................................................. 43
28. Uji Organoleptik Kerenyahan Buah Nenas terhadap 20
Orang Responden (%) pada Minggu ke-2................................................. 43
29. Uji Organoleptik Kerenyahan Buah Nenas terhadap 20
Orang Responden (%) pada Minggu ke-3................................................. 44
30. Uji Organoleptik Kerenyahan Buah Nenas terhadap 20
Orang Responden (%) pada Minggu ke-4................................................. 44

No Halaman
Lampiran
1. Sidik Ragam Pelapisan dan Suhu Penyimpanan terhadap
Susut Bobot Buah Nenas .......................................................................... 50
2. Sidik Ragam Pelapisan dan Suhu Penyimpanan terhadap
Kadar Air Buah Nenas .............................................................................. 51
3. Sidik Ragam Pelapisan dan Suhu Penyimpanan terhadap
Kelunakan Buah Nenas ............................................................................. 52
4. Sidik Ragam Pelapisan dan Suhu Penyimpanan terhadap
Padatan Terlarut Total Buah Nenas .......................................................... 53
5. Sidik Ragam Pelapisan dan Suhu Penyimpanan Terhadap
Total Asam Tertitrasi Buah Nenas ............................................................ 54

DAFTAR GAMBAR
No Halaman
Teks
1. Skema Prose Penelitian ................................................................................ 19
2. Pengamatan Warna Permukaan Kulit Buah Nenas pada Minggu ke-0....... 20
3. Kerusakan Buah ........................................................................................... 21
4. Pengamatan Warna Permukaan Kulit Buah Nenas pada Minggu ke-1........ 33
5. Pengamatan Warna Permukaan Kulit Buah Nenas pada Minggu ke-2........ 34
6. Pengamatan Warna Permukaan Kulit Buah Nenas pada Minggu ke-3........ 36
7 .Pengamatan Warna Permukaan Kulit Buah Nenas pada Minggu ke-4........ 37
8. Pengamatan Warna Permukaan Kulit Buah Nenas pada Minggu ke-5........ 37

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Nenas (Ananas comosus (L). Merr) merupakan peringkat ketiga buah
tropika yang sangat penting dalam produksi di dunia setelah pisang dan jeruk
(Rohrbach, et. al., 2003). Produksi nenas di dunia pada tahun 2005 adalah sebesar
17 692 310 ton. Sedangkan di Indonesia produksi nenas pada tahun 2005 adalah
sebesar 673 070 ton (Faostat, 2007). Indonesia hanya mampu memproduksi 3.8%
dari total produksi dunia. Penanganan budidaya dan pasca panen buah nenas di
Indonesia pun masih kurang sehingga perlu dikembangkan agar kualitas maupun
kuantitasnya menjadi lebih baik.
Pemanenan komoditas nenas juga perlu diperhatikan karena menyangkut
susut kualitas dan kuantitas buah. Mutu buah-buahan setelah panen tidak dapat
ditingkatkan tetapi hanya dapat dipertahankan. Mutu yang baik didapatkan hanya
jika pemanenan dilakukan pada tingkat kemasakan yang sesuai dengan tujuan atau
penggunaan akhirnya.
Produk buah nenas dalam perdagangan internasional antara lain berupa
buah kalengan, potongan buah, hancuran buah (kemasan padat), sari buah dan
buah segar (Rohrbach, et. al., 2003). Tren pangan saat ini, para konsumen lebih
menyukai produk pangan seperti buah-buahan, yang masih segar karena pada
kondisi tersebut kandungan gizi produk masih tinggi.
Menurut Kadel dan Role dalam Poerwanto (2006) sepertiga produk
hortikultura dunia tidak dapat dikonsumsi karena rusak. Buah merupakan struktur
hidup yang akan mengalami perubahan fisik dan kimia setelah dipanen. Proses
pemasakan buah-buahan akan terus berlangsung karena jaringan dan sel di dalam
buah masih hidup dan melakukan respirasi. Proses respirasi akan menyebabkan
penurunan mutu dan masa simpan buah (Pantastico, 1986).
Untuk memperpanjang umur simpan dan menjaga kesegaran produk buah-
buahan dapat digunakan selaput pelindung (coating) pada kulit buah.
Pengembangan teknologi coating serta tuntutan konsumen terhadap produk yang
segar membuka peluang bagi para penyedia produk-produk yang digunakan
sebagai bahan pelapis. Selain memperpanjang umur simpan, coating juga banyak

digunakan karena tidak membahayakan kesehatan manusia serta mudah diuraikan


di alam.
Pelilinan dan pelapisan dengan kitosan merupakan salah satu cara
penundaan kematangan yang bertujuan memperpanjang umur simpan produk
hortikultura. Lilin lebah, yaitu hasil proses metabolisme dari kelenjar malam yang
dimiliki lebah banyak digunakan sebagai pelapis buah. Pelapis kitosan merupakan
polisakarida yang diperoleh melalui proses deasetilasi dari kitin. Kitosan tidak
beracun dan bersifat biodegradable sehingga aman bagi lingkungan.
Penyimpanan buah dapat dilakukan pada suhu kamar maupun suhu
rendah. Untuk buah-buahan tropika direkomendasikan penyimpanan dimgin pada
kisaran suhu 7.5-15C. Buah nenas dapat disimpan selama 4-6 minggu pada suhu
7-8C dan kelembapan nisbinya 80-90C, asalkan pengaliran udaranya memadai
(Verheij dan Coronel, 1997). Menurut Paull (1997) temperatur antara 7.5-12C
dengan kelembapan relatif antara 70-95C direkomendasikan untuk penyimpanan
buah nenas.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pelapisan dan suhu
simpan terhadap kualitas dan daya simpan buah nenas.

Hipotesis
1. Terdapat jenis pelapis yang lebih baik dari pelapis lilin dengan konsentrasi 6%
dalam perpanjangan umur simpan buah nenas.
2. Terdapat perbedaan kualitas dan daya simpan pada buah nenas yang disimpan
pada suhu kamar dengan buah yang disimpan pada suhu 15C.

TINJAUAN PUSTAKA

Nenas
Botani dan Ekologi
Nenas (Ananas comosus (L.) Merrill, famili Bromeliaceae) berasal dari
Brazilia bagian tenggara, Paraguay dan Argentina Utara (Baker dan Collins, 1939;
Laison-Cabot, 1992 dalam Paull, 1997). Nenas dibudidayakan di daerah tropika
maupun subtropika antara 33LU dan 3358LS (Bartholomew dan Malezieux,
1994 dalam Paull, 1997). Negara penghasil utama komoditi nenas antara lain
Hawai, Meksiko, Costa Rica, Kolombia, Honduras, Republik Dominika,
Malaysia, India, Kongo, Kenya, China, Taiwan, Vietnam, Australia, Filipina,
Bangladesh, Thailand, Indonesia, Afrika Selatan, Zaire dan Ivory Coast (Paull,
1997). Di Indonesia daerah penghasil buah yang penting adalah Palembang, Riau,
Jambi, Bogor, Subang, Pandeglang, Tasikmalaya, Kutai dan Pasir (Ashari, 1995).
Tanaman nenas merupakan tanaman herba tahunan, tergolong dalam
liliopsidae (monokotil) (dEeckenbrugge, 2003). Tinggi tanaman nenas dapat
mencapai 50-100 cm. Daunnya berbentuk pita, pipih, panjangnya dapat mencapai
100 cm, tersusun dalam spiral yang tertutup (roset), pangkalnya memeluk poros
utama. Buahnya terminal, berbentuk silinder dan terbentuk dari gabungan buah
beri yang berkembang dari perbungaan (Mohammed, 2004).
Tanaman nenas dapat tumbuh pada tipe tanah yang sangat bervariasi
dengan drainase dan aerasi yang baik. Menurut Collins (1960) dalam Nakasone
dan Paull (1998) tipe tanah yang ideal untuk penanaman nenas yaitu tanah
vulkanik berpasir, dengan drainase yang baik untuk mencegah jenuh air dan
penyakit yang menyerang bagian akar, dan kisaran pH 4.5-5. Kisaran suhu di areal
penanamannya ialah 23-32C. Tanaman ini tidak toleran terhadap hujan salju, dan
buahnya sensitif terhadap terik matahari. Tanaman nenas toleran terhadap
kekeringan serta kisaran hujannya luas. Curah hujan 1000-1500 mm per tahun
dianggap optimal (Verheij dan Coronel, 1997).

Klon Cayenne
Kultivar pada nenas disebut dengan klon, karena umumnya tanaman ini
diperbanyak secara vegetatif. Klon nenas dikelaskan menjadi 4-5 kelompok yaitu
Cayenne, Spanish, Queen, dan Pernambuco yang mewakili varietas-
varietas botani. Klon Cayenne yang juga dikenal dengan Smooth Cayenne adalah
jenis yang paling utama dalam produksi komersial (Mohammed, 2004). Salah satu
contoh nenas Cayenne yang dikembangkan di Indonesia adalah nenas Smooth
Cayenne asal Subang.
Klon Cayenne merupakan klon yang paling luas penanamannya. Kultivar
ini merupakan kelompok yang heterozigot. Ukuran daunnya 100 cm x 6.5 cm,
sebelah atasnya berbintik kemerah-merahan, sebelah bawahnya kelabu keperak-
perakan, pinggirannya rata hanya memiliki beberapa duri di pangkal dan
ujungnya. Buahnya kurang lebih berbentuk silinder, beratnya sekitar 2.5 kg,
daging buahnya kuning pucat sampai kuning (Verheij dan Coronel, 1997).
Walaupun Smooth Cayenne adalah varietas utama dunia, namun memiliki
kekurangan jika dikonsumsi segar. Kelemahan tersebut antara lain keasaman yang
tinggi, asam askorbat rendah, rasanya kurang baik (Paull, 1997). Menurut
Mohammed (2004) Smooth Cayenne memilki dua karakteristik yang tak
diinginkan apabila dijual sebagai buah yang dikonsumsi segar, yaitu buah tidak
menjadi masak atau memperbaiki kualitas rasa setelah pemanenan dan
kematangan buah sulit dinilai dari warna permukaan kulit atau karakteristik luar
lainnya.
Smooth Cayenne peka terhadap banyak serangan hama dan penyakit serta
mudah terjadi pencoklatan pada daging buahnya (internal browning) (Paull dan
Chen, 2003). Smooth Cayenne sangat mudah terserang penyakit yang disebabkan
oleh kutu putih (mealy bug) (Nakasone dan Paull, 1998). Menurut Collins (1960)
dalam Samson (1980) serangan kutu putih adalah penyakit pada nenas yang paling
luas penyebarannya dan juga salah satu yang paling merugikan, terutama pada
Smooth Cayenne.

Panen dan Pascapanen


Buah nenas biasanya dipanen dengan sarung tangan dan pisau untuk
memotong gagangnya. Pada perkebunan-perkebunan komersial atau setengah
komersial, pemanenan telah dilakukan secara mekanik. Untuk buah yang
dipasarkan segar, mahkota pada ujung buah harus dibiarkan dan dijaga jangan
sampai daun-daunnya rusak. Mahkota berwarna hijau cerah menunjukkan bahwa
buah baru saja dipanen (Thompson et. al., 1986).
Kematangan buah dapat ditentukan dari jumlah keratan mata buah dan
luasan kulit buah yang menguning (Paull, 1997). Tingkat kemasakan untuk
dipanen bagi buah nenas sebagian besar bergantung pada tujuan atau penggunaan
akhirnya. Buah untuk digunakan di rumah biasanya dipetik bila warna kuning
sudah mencapai 25 %. Sedangkan buah untuk dijual secara komersial, lebih-lebih
kalau daerah penghasilnya jauh dari pasaran, biasanya dipanen bila semua mata
masih hijau dan belum ada tanda-tanda warna kuning sama sekali (Pantastico et.
al., 1986).
Buah nenas dapat disimpan selama 4-6 minggu pada suhu 7-8C dan
kelembapan nisbinya 80-90C, asalkan pengaliran udaranya memadai (Verheij
dan Coronel, 1997). Menurut Paull (1997) temperatur antara 7.5-12C dengan
kelembapan relatif antara 70-95C direkomendasikan untuk penyimpanan.
Kelembapan yang lebih tinggi mampu mengurangi kehilangan air, belakangan ini
lebih direkomendasikan kelembapan relatif antara 90-95C.

Respirasi dan Etilen


Respirasi adalah suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan
oksigen dalam pembakaran senyawa makromolekul seperti karbohidrat, protein
dan lemak yang akan menghasilkan CO2, air dan sejumlah besar elektron-
elektron. Dari reaksi respirasi yang panjang dihasilkan energi dalam bentuk ATP
(Adenosin Tri Fosfat), yaitu sebesar 38 mol ATP/mol glukosa (Winarno dan
Aman, 1981).
Dalam proses respirasi beberapa senyawa penting yang dapat digunakan
untuk mengukur proses ini adalah glukosa, ATP, CO2 dan O2 (Winarno dan
Aman, 1981). Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992) faktor-faktor yang

mempengaruhi respirasi dapat dibedakan atas dua yaitu faktor internal (dari dalam
bahan sendiri) seperti tingkat perkembangan organ, komposisi kimia jaringan,
ukuran produk, adanya pelapisan alami pada permukaan kulitnya dan jenis
jaringan; faktor eksternal (dari luar atau lingkungan di sekeliling bahan) seperti
suhu, penggunaan etilen, ketersediaan oksigen dan karbondioksida, terdapatnya
senyawa pengatur pertumbuhan dan adanya luka pada buah.
Laju respirasi buah merupakan petunjuk aktivitas metabolisme jaringan
dan oleh karena itu berguna sebagai petunjuk lama penyimpanan buah-buahan.
Selama periode perkembangan, pematangan, pemasakan dan senesen, pola
respirasi tertentu akan diperoleh (Santoso dan Purwoko, 1993).
Buah yang memperlihatkan kenaikan respirasi yang cepat selama
pematangan dinamakan buah klimakterik. Buah-buahan lainnya yang tidak
mempunyai pola respirasi demikian dinamakan buah non klimakterik (Pantastico
et. al., 1986). Buah-buahan yang termasuk ke dalam buah klimakterik antara lain
apel, pear, peach, apokat, pisang, mangga, delima dan tomat; buah yang termasuk
buah non klimakterik yaitu lemon, anggur, jeruk manis dan nenas (Santoso dan
Purwoko, 1993).
Nenas adalah buah non klimakterik yang memproduksi CO2 sekitar 22 ml
kg jam-1 pada 23C dan selama pematangan tidak terjadi perubahan respirasi dan
-1

biokimia yang berarti (Dull et. al., 1967 dalam Paull, 1997). Buah dapat
diklasifikasikan sebagai buah klimakterik dan non klimakterik bergantung pada
ada tidaknya produksi etilen selama pematangan dan responnya terhadap etilen
dari luar (Inaba, 2006).
Etilen adalah gas hormon tumbuhan, olefin sederhana (C2H4) dan aktif
secara biologi pada konsentrasi yang rendah (Abeles, 1992; Saltveit, 1999 dalam
Baldwin, 2004). Etilen disebut hormon karena dapat memenuhi persyaratan
sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobil dalam jaringan
tanaman dan merupakan senyawa organik (Winarno dan Aman, 1981).
Etilen memegang peranan penting dalam pematangan, kadang kala
menguntungkan karena dapat meningkatkan kualitas buah melalui percepatan dan
penyeragaman pematangan sebelum dipasarkan, seringkali merugikan karena
meningkatkan laju senesen dan mengurangi masa simpan (Santoso dan Purwoko,

1993). Jumlah etilen tidak selalu tetap, akan tetapi berubah-ubah selama
pematangan. Pada buah-buah yang termasuk ke dalam golongan non klimakterik
akan mengalami proses klimakterik setelah ditambah etilen dalam jumlah yang
besar. Aktifitas etilen dalam pematangan buah akan menurun dengan menurunnya
suhu (Winarno dan Aman, 1981).

Pelilinan
Buah-buahan umumnya mempunyai selaput lilin alami di permukaan luar
yang sebagian hilang oleh pencucian (Akamine et. al., 1986; Muchtadi dan
Sugiyono, 1992). Umur simpan (storage life) buah nenas dapat diperpanjang jika
buah dicelupkan ke dalam emulsi lilin yang mengandung fungisida yang cocok.
Bidang irisan gagang buahnya hendaknya diperlakukan demikian juga (Verheij
dan Coronel, 1997).
Buah dilapisi dengan lilin setelah proses pencucian, lilin yang digunakan
antara lain polietilen/parafin atau lilin carnauba/parafin. Pelapisan lilin dapat
mengurangi gejala pencoklatan daging buah (internal browning) karena chilling
injury, mengurangi kehilangan air, diaplikasikan bersama dengan fungisida dan
memperbaiki penampakan buah (Paull dan Rohrbach, 1985 dalam Paull, 1997).
Suatu lapisan lilin tambahan juga untuk menghindarkan keadaan anaerobik di
dalam buah dan memberikan perlindungan yang diperlukan terhadap serangan
organisme-organisme pembusuk.
Pembuatan emulsi lilin dapat dilakukan dengan menambahkan air panas
pada lilin, menambahkan lilin pada air panas dan dengan tekanan. Emulsi lilin
dalam air dapat digunakan tanpa harus mengeringkan buah dulu. Zat-zat
pengemulsi yang cocok dicampurkan untuk mendapatkan emulsi lilin dalam air.
Trietanolamin dan asam oleat biasanya digunakan untuk pengemulsi.
Lilin lebah merupakan salah satu jenis yang banyak digunakan untuk
produk hortikultura. Lilin lebah adalah hasil proses metabolisme dari kelenjar
malam yang dimiliki lebah, hasil metabolisme itu dikeluarkan (diekskresi) melalui
ruas-ruas bagian abdomen (Maduterapi, 2008). Lilin lebah mengandung senyawa
organik hidrokarbon jenuh dan tak jenuh, ester-ester dan alkohol monoester,
kolesterol dan sedikit mineral-mineral tetentu. Warna lilin bervariasi, kuning atau

oranye bersih, pada suhu kamar akan beku dan sedikit lunak, pada suhu dingin
bersifat mudah pecah sedangkan pada suhu 85F keadaannya lunak tetapi tidak
melekat di tangan kalau dipijat. Berbau khas, beraroma tanaman-tanaman
(Multias, 2008).
Berdasarkan penelitian pelapisan pada pisang Cavendish yang dilakukan
Purwoko dan Suryana (2000) diketahui bahwa lilin carnauba 6% paling baik
dalam menghambat susut bobot buah dibandingkan dengan buah yang tidak
dilapisi, dilapisi lilin lebah 6% dan dilapisi samperfresh. Pada penelitian Purwoko
dan Fitradesi (2000) buah pepaya yang diperlakukan dengan lilin carnauba 6%
dapat disimpan selama 19 hari pada suhu dingin, 13.7 hari lebih lama
dibandingkan buah kontrol yang disimpan pada suhu kamar. Ruspita (2007)
menyimpulkan bahwa pelapisan lilin lebah 6% dapat meningkatkan daya simpan
buah nenas hingga minggu ke-3 tanpa adanya pengerasan dan pengkeriputan pada
kulit buah, dan kualitas penampakan warna buahnya baik.
Konsentrasi emulsi lilin optimal beberapa komoditas hortikultura
berdasarkan data Sub Balai Penelitian Hortikultura Pasar Minggu dapat dilihat
pada Tabel1.

Tabel 1. Konsentrasi Emulsi Lilin Optimal Beberapa Komoditas Hortikultura


Komoditas Konsentrasi Optimal
Apokad 4
Apel 8
Cabe 12
Jeruk 12
Kentang 12
Mangga Alphonso 6
Nenas 6
Pepaya 6
Pisang raja 9
Tomat 9
Wortel 12
Sumber: Sub Balai Penelitian Hortikultura Pasar Minggu dalam Nugroho (2002)

Kitosan
Kitosan adalah polisakarida yang diperoleh melalui proses deasetilasi dari
kitin (2-acetoamide-2-deoxy--D-glucan) yang biasanya diproduksi dari binatang
air crustasea atau jenis udang-udangan (Soepartono, 2006). Kitosan memiliki sifat
larut dalam suatu larutan asam organik, tetapi tidak larut dalam pelarut organik
lainnya seperti dimetil sulfoksida dan juga tidak larut pada pH 6,5. Pelarut kitosan
yang baik adalah asam asetat (Kompas, 2007).
Kitin dan kitosan tidak terdapat pada jaringan manusia, tetapi
acetylglucosamine dan chitobiose ditemukan dalam glycoproteins dan
glycosaminoglycans. Sejak kitosan dinyatakan bersifat biodegradable, tidak
beracun, nonimmunogenic dan biocompatible pada jaringan hewan, banyak riset
telah diarahkan ke arah penggunaannya pada aplikasi medis seperti pemberian
obat, pencegah pembekuan darah dan kulit tiruan (Muzzarelli dan Muzzarelli,
2007).
Pada saat ini kitosan banyak dimanfaatkan dalam bidang industri,
perikanan, dan kesehatan di luar negeri, seperti untuk bahan pelapis, perekat,
penstabil, serta sebagai polimer dalam bidang teknologi polimer (Kompas, 2007).
Pada industri pangan kitosan digunakan untuk menjaga kesegaran buah dan sayur.
Fungsi kitosan adalah untuk mencegah keluarnya gas CO2 dan etilen dari buah
dan sayur serta menunda proses pematangan dan mencegah proses kontaminasi
mikroba (Soepartono, 2006).
Pelapis edible kitosan 2%, baik di suhu kamar maupun di suhu dingin,
memberikan susut bobot tertinggi dan berbeda nyata dengan kontrol, kitosan 1%
dan kitosan 1.5%. Ada kecenderungan semakin tinggi konsentrasi kitosan,
semakin tinggi susut bobotnya. Kitosan merupakan pelapis edible yang memiliki
daya barrier yang kurang baik (Nurrachman, 2004).

Perubahan Kualitas Buah


Kualitas diartikan sebagai beberapa hal yang membuat sesuatu itu bernilai
atau unggul. Komoditas hortikultura segar merupakan kombinasi dari ciri-ciri,
sifat dan nilai harga yang mencerminkan nilai komoditi tersebut. Pentingnya tiap
faktor kualitas tergantung pada komoditi dan penggunaan (segar atau diproses)
(Santoso dan Purwoko, 1993).
Banyak faktor-faktor pra dan pasca panen yang mempengaruhi komposisi
dan kualitas komoditi hortikultura segar antara lain faktor genetik, faktor
lingkungan pra panen, pemanenan, perlakuan pascapanen dan interaksi antara
beberapa faktor tersebut. Beberapa komponen yang termasuk dalam kualitas buah
yaitu susut bobot, kadar air, kelunakan, padatan terlarut total, total asam tertitrasi
dan warna buah.
Susut Bobot
Susut bobot terjadi karena selama proses penyimpanan menuju pemasakan
tejadi perubahan fisikokimia berupa pelepasan air (Pantastico et. al., 1986).
Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992) kehilangan berat buah-buahan selama
disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air. Rata-rata susut bobot buah
nenas subang adalah 10.46% pada penyimpanan minggu pertama dan 14.89%
pada penyimpanan minggu kedua (Winantikaria, 2007).
Kadar air
Kehilangan air disebabkan oleh sebagian air dalam jaringan menguap atau
terjadinya transpirasi (Muchtadi dan Sugiyono, 1992), luka-luka mekanik seperti
kerusakan fisik permukaan, memar karena tumbukan, memar karena gesekan dan
sebagainya (Santoso dan Purwoko, 1993).
Rata-rata kadar air buah nenas segar adalah 88.9% (Dull, 1971 dalam
Ruspita, 2007), rata-rata kadar air nenas Smooth Cayenne adalah 83.2% dan kadar
air nenas Queen adalah 84.97% (JM. , et. al., 2003).
Pelilinan mampu mengurangi kehilangan air dan memperbaiki
penampakan buah selama pascapanen (Mohammed, 2004). Menurut Ruspita
(2007) pelapisan lilin akan menutupi sebagian stomata sehingga dapat mengurangi
kehilangan air akibat transpirasi.

Kelunakan
Secara fisiologis umumnya semakin lama buah disimpan maka permukaan
buah semakin lunak. Menurut Matto et. al. (1986) menjadi lunaknya buah
disebabkan oleh perombakan protopektin yang tak larut menjadi pektin yang larut.
Ada petunjuk bahwa angka-angka yang diperoleh dengan penetrometer
bergantung pada tebalnya kulit luar dan kandungan total zat padat (Pantastico,
1986). Nilai kelunakan buah yang tinggi menunjukkan bahwa tingkat kekerasan
buah rendah (lembek).
Padatan terlarut total
Padatan terlarut total, terutama gula sering digunakan sebagai petunjuk
dari kematangan dan kualitas buah (Paull, 1993 dalam Paull dan Chen, 2003).
Kualitas buah yang ditentukan oleh kandungan kadar gula sebagai padatan terlarut
total diukur dengan alat refraktometer yang memiliki satuan persen gula atau
disebut juga dengan brix (Paull dan Chen, 2003).
Dalam proses pematangan buah kandungan gula dan karbohidrat selalu
berubah (Winarno dan Aman, 1981). Total padatan terlarut yang dikehendaki
untuk buah segar di Hawai minimum 12% (Anon, 1968 dalam Paull, 1997).
Menurut Bartholomew et. al. (2003) dalam Mohammed (2004) nenas yang
berwarna kuning dan mengandung 10-18% total padatan terlarut adalah yang
paling baik untuk dikonsumsi segar. Sedangkan untuk buah nenas yang masak
untuk pengalengan harus mempunyai 12% total padatan terlarut (Pantastico et. al.,
1986).
Nilai padatan terlarut buah apel yang dilapisi dengan kitosan cenderung
lebih rendah daripada buah yang tidak dilapisi atau kontrol. Pada awal
pengamatan nilai kandungan PTT pada kontrol, kitosan 0.5% dan 1% yaitu
11.1Brix, sedangkan pada kitosan 1.5% adalah 11.3Brix. Pada pengamatan hari
ke-15 nilai PTT berturut-turut adalah 14.6, 14.1, 14.2 dan 13.7Brix (Nurrachman,
2004).
Total asam tertitrasi
Asam-asam dapat dianggap sebagai sumber cadangan energi pada buah
dan kemudian diharapkan menurun selama aktifitas metabolisme yang lebih tinggi
selama pemasakan. Perkecualian pada nenas, dimana taraf asam yang sangat

tinggi pada stadia masak penuh tetapi tidak tinggi pada tahap perkembangan
lainnya ( Santoso dan Purwoko, 1993). Total asam yang terdapat pada buah nenas
dinyatakan sebagai asam sitrat yang utama yang terdapat dalam buah nenas
dengan persentase 87% dari total asam yang ada (Samson, 1980).
Perubahan keasaman dalam penyimpanan dapat berbeda-beda sesuai
dengan tingkat kemasakan dan suhu penyimpanan (Pantastico et. al., 1986).
Semakin masaknya buah, kadar-kadar asam tertitrasi meningkat (Lodh dan
Pantastico, 1986). Menurut Bartholomew et. al. (2003) dalam Mohammed (2004)
kandungan total asam tertitrasi 0.5-1.6% adalah yang paling baik untuk konsumsi
segar, sedangkan untuk pengalengan buah nenas yang masak harus mempunyai
tingkat keasaman 0.5-0.6% (Anon, 1965 dalam Pantastico et. al., 1986).
Nilai asam total buah apel pengamatan pertama pada kontrol, pelapis
kitosan 0.5%, 1% dan 1.5% berturut-turut adalah 0.38, 0.37, 0.36 dan 0.38
mg/100 g. nilai ini terus menurun hingga pada akhir pengamatan menjadi 0.21,
0.20, 0.22 dan 0.27 mg/100 g. pelapis kitosan mampu menghambat penurunan
nilai asam total, meskipun pada pelapis kitosan 0.5% tidak menunjukkan
perbedaan dengan kontrol (Nurrachman, 2004).
Warna
Perubahan-perubahan buah selama pematangan dapat dilihat dalam hal
warna. Berubahnya warna dapat disebabkan oleh proses degradasi maupun proses
sintesis dari pigmen-pigmen yang terdapat dalam buah (Muchtadi dan Sugiyono,
1992). Pigmen tersebut pada umumnya dapat dibagi menjadi empat kelompok
yaitu khlorofil, antosianin, flavonoid dan karotenoid (Winarno dan Aman, 1981).
Pada umumnya pada sebagian besar buah-buahan, menghilangnya warna
hijau merupakan pertanda kematangan. Selama pematangan kandungan klorofil
buah menurun secara perlahan (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Hasil dari
degradasi klorofil diduga digunakan sebagai bahan sintesa dalam pembuatan
etilen dalam buah-buahan (Winarno dan Aman, 1981).
Buah nenas mengalami perubahan-perubahan selama pemasakan dan
pematangan. Warna kulit buah seperti berikut ini biasanya digunakan untuk
menentukan berbagai tingkat kemasakan:
No. 0 : Semua mata hijau seluruhnya, tanpa tanda-tanda kuning.

No. 1 : Tidak lebih dari 20% mata jelas berwarna kuning.


No. 2 : Tidak kurang dari 20% tetapi tidak lebih dari 40% mata-matanya jelas
berwarna kuning.
No. 3 : Tidak kurang dari 40% tetapi tidak lebih dari 65% mata-matanya jelas
berwarna kuning.
No. 4 : Tidak kurang dari 65% tetapi tidak lebih dari 90% mata-matanya berwarna
kuning penuh.
No. 5 : Tidak kurang dari 90% matanya berwarna kuning penuh tetapi tidak lebih
dari 20% mata-matanya berwarna jingga kemerah-merahan.
No. 6 : 20 sampai 100% matanya berwarna perang kemerah-merahan.
No. 7 : Kulit berwarna perang kemerah-merahan dan memperlihatkan tanda-tanda
pembusukan.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Kajian Buah-buahan
Tropika (PKBT), Laboratorium Research Group on Crop Improvement (RGCI),
Laboratorium Produksi dan Labdik Hortikultura Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Februari 2008 dan berakhir sampai dengan April 2008.

Bahan dan Alat


Buah nenas yang digunakan dalam penelitian ini adalah nenas Smooth
Cayenne dengan tingkat kematangan lebih kurang 20% yang diperoleh dari
Kabupaten Subang, Jawa Barat. Bahan penelitian lainnya adalah kitosan, lilin
lebah (bees wax), trietanolamine, asam oleat, air panas, aquades, NaOH dan
phenophtalein.
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah ruang penyimpanan dingin,
penetrometer, oven, pemanas listrik, gelas ukur, refraktometer, alat titrasi, ember,
timbangan, blender dan alat-alat penunjang lainnya.

Metode
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Percobaan Faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK).
Penelitian ini terdiri dari dua faktor perlakuan yaitu pelapisan dan suhu simpan.
Perlakuan pelapisan buah terdiri dari lima taraf perlakuan yaitu
(P0) : Kontrol
(P1) : Lilin Lebah 6%
(P2) : Lilin Lebah 9%
(P3) : Lilin Lebah 12%
(P4) : Kitosan 2%
Perlakuan suhu penyimpanan terdiri dari dua taraf perlakuan yaitu
penyimpanan pada suhu kamar (T1) dan penyimpanan pada suhu 15oC (T2). Setiap
perlakuan terdiri dari tiga ulangan, sehingga terdapat 30 satuan percobaan.

Pengamatan destruktif dan non-destruktif dilakukan sebanyak 7 kali yaitu untuk


minggu ke-0 hanya untuk perlakuan kontrol (tiga buah nenas) dan selanjutnya
untuk minggu ke-1 sampai minggu ke-6 sebanyak satu satuan pengamatan setiap
minggunya. Sehingga total buah nenas yang digunakan adalah 183 buah.
Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yijk = + Ai + Bj + (AB)ij + Pik + ijk
Keterangan :
Yijk = nilai pengamatan pada faktor pelapisan taraf ke-i, faktor suhu ke-j dan
ulangan ke-k
= rataan umum
Ai = pengaruh faktor utama pelapisan pada taraf ke-i
Bj = pengaruh faktor suhu pelapisan pada taraf ke-j
(AB)ij = pengaruh interaksi antara faktor pelapisan pada taraf ke-i dan pengaruh
faktor suhu pada taraf ke-j
Pik = komponen acak dari petak utama yang menyebar nomal (0, 2)
ijk = pengaruh acak dari interaksi AB yang menyebar normal (0, 2)
Data diuji dengan analisis ragam. Jika uji F nyata dilakukan uji lanjut
DMRT (Duncan Multiple Range Test).
Data hasil dari tiap-tiap peubah pengamatan juga dilakukan analisis
korelasi. Analisis korelasi ini diolah dengan program SAS. Hasil yang diperoleh
dari analisis berupa nilai R. Apabila nilai R nyata maka terdapat korelasi antar
peubah yang diamati. Keeratan keragaman dalam peubah X dapat diterangkan
oleh fungsi linear peubah Y yang dapat dihitung dengan rumus berikut:

Keeratan Korelasi = (100) (R2)

(Gomez dan Gomez, 1945)


Pelaksanaan
a. Pemanenan buah nenas
Buah nenas Smooth Cayenne dipanen dari kebun petani di Subang, Jawa
Barat. Setelah dilakukan pemanenan , buah disortasi berdasarkan ukuran bobot
buah dan warna. Rata-rata bobot buah yang digunakan berkisar 1-1.2 kg, dengan

permukaan kulit buah yang seragam berwarna hijau. Crown dan tangkai buah
nenas dibiarkan utuh.
b. Pembuatan lilin lebah untuk konsentrasi 12%
1. Air dipanaskan sampai dengan suhu 90-95oC.
2. Lilin lebah sebanyak 120 g dipanaskan dalam panci pada suhu 82-90oC
hingga lilin menjadi cair sambil diaduk-aduk terus.
3. 20 ml asam oleat ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam lilin yang
telah dicairkan sambil diaduk-aduk.
4. 40 ml trietanolamine ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk-aduk
terus.
5. Setelah lilin, asam oleat dan trietanolamine tercampur dengan rata aduk-
aduk terus larutan sampai benar-benar kental dan suhu larutan campuran
tetap dipertahankan 90-95oC.
6. Kemudian air panas ditambahkan dengan suhu 90-95oC sedikit demi
sedikit hingga volume larutan menjadi 1000 ml. Campuran tersebut
kemudian diaduk-aduk terus sehingga didapat emulsi lilin.
7. Setelah emulsi terbentuk, emulsi didinginkan segera menggunakan air
dingin.
c. Metode perlakuan
Sebelum buah diberikan perlakuan, buah dicuci terlebih dahulu dan
dikering-anginkan. Pelapisan buah dilakukan dengan mencelupkan buah ke dalam
4 liter larutan selama 1 menit kemudian dikering-anginkan. Selanjutnya nenas
disimpan pada suhu kamar atau pada suhu 15oC sesuai dengan perlakuan (Gambar
1).
d. Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap beberapa peubah selama 6 minggu.
Pengamatan destruktif maupun pengamatan non-destruktif dilakukan setiap 1
minggu sekali. Pengamatan tersebut meliputi
Pengamatan Non Destruktif :
1. Susut bobot buah selama penyimpanan
Bobot buah awal adalah bobot ketika buah belum disimpan setelah diberi
perlakuan. Pengambilan data bobot selanjutnya dengan menimbang tiap-tiap

perlakuan yang sama setiap minggu dengan timbangan non analitik. Perhitungan
susut bobot buah menggunakan rumus berikut :

Susut bobot = A-B x 100 %


A

Keterangan :
A = Bobot buah awal
B = Bobot buah hari ke-n
2. Warna buah
Warna permukaan kulit buah diamati secara kualitatif (visual) dengan
menggunakan color chart Exclusively for Training Program of Variety Protection
Center. Color chart ini terdiri dari tiga set nilai yang menggambarkan persentasi
nilai kandungan warna merah, hijau dan biru. Warna-warna tersebut tersaji dalam
nilai heksadesimal (Tabel 2).
Tabel 2. Persentasi Nilai Color Chart Exclusively for Training Program of
Variety.Protection Center
Color Red Green Blue Hexadecimal
Black 0 0 0 #000000
White 255 255 255 #FFFFFF
Red 255 0 0 #FF0000
Green 0 192 0 #00CC00
Blue 0 0 255 #0000FF
Yellow 255 255 0 #FFFF00
(http://216_color_chart.htm.,2008)

Pengamatan Destruktif :
1. Kelunakan
Tingkat kelunakan buah diukur dengan menggunakan alat penetrometer.
Bagian yang diukur adalah pada bagian pangkal, tengah, dan ujung buah nenas.
2. Total Asam Tertitrasi
Daging buah dipisahan dari kulit buah lalu diblender dan diambil pastanya
sebanyak 15 g. Kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan
air sampai dengan tanda tera, dikocok dan disaring untuk dimbil filtratnya
sebanyak 25 ml. Filtrat tersebut kemudian diberikan indikator phenolphtalein,
kemudian dititrasi dengan NaOH sampai muncul warna pink.

Perhitungan Total Asam Tertitrasi menggunakan rumus berikut :

TAT = ml NaOH x N NaOH x 40 x Fp


Bobot contoh (mg)

Keterangan :
Fp = faktor pengencer
3. Padatan Terlarut Total
Untuk melihat padatan terlarut buah digunakan alat refraktometer. Sari
buah diambil dengan menghancurkan buah dan diteteskan di atas permukaan kaca
refraktometer. Skala yang tertera pada refraktometer akan terbaca Brix.
4. Kadar air
Kadar air diukur dengan metode pengeringan. Daging buah dipisahkan
dari kulit buah lalu diblender dan dimbil pastanya sebanyak 10 g. Kemudian
dimasukkan ke dalam oven yag diset pada suhu 105oC selama 24 jam.

KA (% bb) = Wa / (Wa + Wb) x 100 %

Keterangan :
Wa = Bobot segar (g)
Wb = Bobot setelah dioven (g)
5. Uji organoleptik
Pengamatan uji organoleptik meliputi aroma, rasa dan tingkat kerenyahan
buah oleh 20 orang panelis. Hasil penilaian dari panelis digunakan sebagai acuan
untuk menghitung nilai rata-rata masing-masing perlakuan. Skala yang digunakan
adalah 1 (sangat suka), 2 (suka), 3 (biasa), 4 (tidak suka), 5 (sangat tidak suka).

Nenas
Varietas Smooth Cayenne

Sortasi

Pembersihan dan Pencucian

Pencelupan dalam Emulsi Lilin Lebah 6%, 9%,


12% dan Kitosan 2%

Pengeringan dengan Diangin-anginkan

Penyimpanan Suhu 15C Penyimpanan Suhu Kamar

Pengamatan dan Pengukuran (Susut Bobot, Warna,


Kelunakan, Total Asam Tertitrasi, Padatan Terlarut Total,
Kadar Air dan Uji Organoleptik)

Gambar 1. Skema Proses Penelitian


HASIL DA
AN PEMBA
AHASAN

Keadaan
n Umum Pen
nelitian
Berd ngamatan paada minggu ke-0 diketahhui bahwa buah
dasarkan pen b nenas
y
yang digunaakan dalam penelitian
p memiliki tinggkat kelunakkan awal 5.15 mm/4.83
m
g
g/detik, totall asam tertitrrasi 0.36%, padatan teraarut total 12..9Brix, kad
dar air buah
8
87.34% (Tabbel 3) dan permukaan
p kkulit buah teerlihat berwarna hijau (Gambar 2)
d
dengan kanddungan warnna merah 40%
%, hijau 40%
% dan biru 0%.
T
Tabel 3. Datta Pengamatan Minggu kke-0
Peubah Nilai
N
1. Tingkat Kelunakan
K (mm/4.83
( g/5 detik) 5.15
2. Total Assam Tertitrassi (%) 0.36
3. Padatan Terlarut Tottal (Brix) 12.9
4. Kadar Air
A (%) 877.34

kontrol Lilin lebah Lilin lebah Lilin lebah Kitosan


6% 9% 12% 2%

G
Gambar 2. Buah
B Nenas pada
p Minggu ke-0 (buah
h tidak pada skala yang sama)
s

pisan buah dengan lilinn maupun kitosan


Pelap k tidakk membuat kulit buah
m
menjadi kootor melainkkan membuuat permukaaan kulit bbuah terlihaat menjadi
m
mengkilap sehingga penampakan
p buah men
njadi lebih menarik. Pada
P awal
p
perlakuan (M
Minggu ke-00) permukaann kulit buah
h yang dilapiisi kitosan teerlihat agak
m
menguning. Hal tersebbut diduga karena peelapis kitossan berwarnna kuning
t
transparan, namun warrna dari peelapis kitosaan tersebut tidak mem
mpengaruhi
p
perubahan w
warna minggu selannjutnya karena warna
kulitt buah padaa minggu-m
k
kuning padaa pelapis kito
osan akan terrdegradasi.

Suhu penyimpanan buah selama penelitian yaitu pada suhu kamar


(261C) dan suhu dingin (15.51.5C). Suhu udara yang tidak stabil
menyebabkan buah menjadi lebih peka terhadap kerusakan fisik sehingga daya
simpan buah tidak bertahan secara optimal. Penyimpanan buah nenas tidak pada
suhu yang optimal (7.5-12C) (Paull, 1997) menyebabkan proses transpirasi dan
respirasi buah berlangsung lebih cepat.
Kerusakan buah nenas selama penelitian diamati secara visual. Kerusakan
buah nenas pada penyimpanan suhu kamar sama dengan kerusakan buah pada
suhu 15C yaitu pembusukan pada daging buah di daerah pangkal yang akhirnya
menyebar ke seluruh hati buah. Hal ini disebabkan oleh serangan cendawan
pembusuk yang masuk melalui daerah pangkal buah. Gejala pembusukan pada
hati buah nenas ini diduga merupakan gejala Black Rot yang disebabkan oleh
cendawan Chalara Paradoxa (Paull, 1997). Pada 5 MSP dan 6 MSP buah
mengalami internal browning atau pencoklatan daging buah yang
mengindikasikan buah sudah tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Selain itu pada
buah yang di simpan dalam suhu ruang juga terserang hama mealy bugs atau kutu
putih pada bagian permukaan kulit buah. Hama tersebut diduga terbawa sejak di
lapang.

Gambar 3. Kerusakan Buah: Gejala Penyakit Black Rot pada Permukaan Kulit
Buah (a) dan Bagian Daging Buah (b), Gejala Internal Browning (c) dan Hama
Mealy bugs pada Permukaan Kulit Buah (d).

Tabel 4. Rekapitulasi Peluang Nyata Data Pengamatan Per Minggu


Pengamatan Pelapisan Suhu Pelapisan*Suhu
Susut Bobot
1 MSP tn tn tn
2 MSP * ** tn
3 MSP ** tn tn
4 MSP ** ** tn
5 MSP tn tn tn
Kadar Air
1 MSP tn tn tn
2 MSP tn tn tn
3 MSP tn tn tn
4 MSP tn tn tn
5 MSP * * tn
Kelunakan
1 MSP ** tn **
2 MSP tn tn tn
3 MSP tn ** tn
4 MSP tn ** tn
5 MSP * * tn
PTT
1 MSP tn tn tn
2 MSP tn tn tn
3 MSP tn tn tn
4 MSP tn tn tn
5 MSP * * tn
TAT
1 MSP tn tn tn
2 MSP tn tn tn
3 MSP tn * tn
4 MSP tn tn tn
5 MSP tn tn tn
Keterangan : MSP = Minggu setelah perlakuan. * = berbeda nyata pada taraf 5%.
** = berbeda nyata pada taraf 1%. tn = berbeda tidak nyata.

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa faktor pelapisan buah berpengaruh


nyata terhadap susut bobot buah nenas pada 2 MSP hingga 4 MSP, kadar air pada
5 MSP, kelunakan pada 1 MSP dan 5 MSP, dan padatan terlarut total pada 5 MSP.
Faktor suhu simpan berpengaruh nyata terhadap susut bobot buah nenas pada 2
MSP dan 4 MSP, kadar air pada 5 MSP, kelunakan pada 3 MSP hingga 5 MSP,
padatan terlarut total pada 5 MSP, dan total asam tertitrasi pada 3 MSP. Interaksi
faktor pelapisan dan suhu penyimpanan hanya berpengaruh nyata terhadap
kelunakan buah pada 1 MSP.

Susut Bobot
Susut bobot terjadi karena selama proses penyimpanan menuju pemasakan
terjadi perubahan fisikokimia berupa pelepasan air. Semakin lama waktu
penyimpanan suatu komoditas hortikultura maka akan semakin menambah
kehilangan bobot akibat proses metabolisme yang terus berlangsung walaupun
buah telah dipanen (Pantastico et al.,1986).
Tabel 5. Pengaruh Faktor Tunggal Pelapisan atau Suhu Penyimpanan terhadap
Susut Bobot (%) Buah Nenas.
Susut Bobot (%)
Perlakuan 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP 5MSP
Pelapisan
Kontrol 5.33 12.12a 16.66a 18.47b 17.93
Lilin 6% 5.79 8.21b 12.06b 17.40bc 15.10
Lilin 9% 4.31 8.84b 11.37b 16.82bc 13.97
Lilin 12% 5.29 7.99b 8.74b 13.50c 17.29
Kitosan 2% 5.25 11.84a 17.32a 23.56a 17.69
Suhu
Kamar 5.54 11.49a 14.62 21.46a 16.96
15C 4.85 8.80b 12.54 15.20b 17.60
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
adalah tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf 5%.
MSP : Minggu Setelah Perlakuan.

Interaksi faktor pelapisan dan suhu simpan tidak berpengaruh nyata


terhadap susut bobot buah nenas pada seluruh minggu pengamatan. Faktor
pelapisan buah berpengaruh pada susut bobot buah nenas pada 2 MSP, 3 MSP dan
4 MSP. Pada 2 MSP dan 3 MSP pelapisan lilin lebah 6%, 9% dan 12% dapat
menghambat susut bobot lebih baik dibandingkan dengan kontrol dan kitosan 2%
(Tabel 5). Peneliti lain juga mengemukakan bahwa pelapisan lilin lebah 6% dapat
menghambat susut bobot buah pepaya Solo (Purwoko dan Fitradesi, 2000) dan
pisang Cavendish (Purwoko dan Suryana, 2000). Pada 4 MSP pelapisan dengan
lilin lebah 12% dapat menghambat susut bobot lebih baik dari kontrol dan kitosan
2% tetapi tidak berbeda dengan lilin lebah 6% dan 9% (Tabel 5). Hal tersebut
diduga karena pori-pori buah yang dilapisi lilin lebah lebih tertutup dibandingkan
dengan kontrol dan kitosan sehingga transpirasi buah dapat ditekan. Pelapisan
kitosan 2% memberikan nilai susut bobot tertinggi dan berbeda nyata dengan
kontrol, lilin lebah 6%, 9% dan 12 %. Pelapisan kitosan 2% memberikan nilai
susut bobot yang tinggi juga dilaporkan oleh Musaddad (2002) pada buah tomat.

Hal tersebut diduga karena kitosan merupakan pelapis edibel yang memiliki daya
barrier yang kurang baik.
Faktor suhu simpan berpengaruh terhadap susut bobot buah nenas pada 2
MSP dan 4 MSP. Susut bobot buah nenas yang disimpan pada suhu 15C lebih
rendah dibandingkan bila disimpan pada suhu kamar (Tabel 5). Penelitian lain
juga melaporkan bahwa suhu dingin dapat menghambat susut bobot buah pisang
Cavendish (Purwoko dan Suryana, 2000) dan nenas Smooth Cayenne (Ruspita,
2007). Menurut Ruspita (2007) proses kehilangan air pada suhu tinggi terjadi
lebih cepat dibandingkan pada suhu rendah, meskipun dalam lingkungan dengan
kelembaban yang sama.

Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas
buah nenas. Kehilangan air terjadi disebabkan oleh luka-luka mekanik, seperti
kerusakan fisik permukaan, memar karena tumbukan, memar karena gesekan dan
sebagainya (Santoso dan Purwoko, 1993). Menurut Muchtadi dan Sugiyono
(1992) kehilangan air juga disebabkan oleh sebagian air dalam jaringan bahan
yang menguap.
Interaksi faktor pelapisan dan suhu simpan tidak berpengaruh nyata
terhadap kadar air buah nenas pada seluruh minggu pengamatan. Faktor pelapisan
atau suhu simpan berpengaruh terhadap kadar air buah nenas hanya pada 5 MSP.
Buah yang tidak dilapisi (kontrol) memiliki kadar air yang paling rendah
dibandingkan dengan buah yang dilapisi lilin dan kitosan (Tabel 6). Ruspita
(2007) juga melaporkan bahwa buah yang tidak dilapisi (kontrol) memilki kadar
air yang lebih rendah dibandingkan dengan buah yang dilapisi dengan lilin lebah
6%. Pelilinan mampu mengurangi kehilangan air dan memperbaiki penampakan
buah selama pascapanen (Mohammed, 2004).
Buah yang disimpan pada suhu kamar memiliki kadar air yang lebih
rendah dibandingkan dengan buah yang disimpan pada suhu 15C. Menurut
Ruspita (2007) proses kehilangan air pada suhu tinggi terjadi lebih cepat
dibandingkan pada suhu rendah, sehingga kadar air buah pun semakin menurun.

Tabel 6. Pengaruh Faktor Tunggal Pelapisan atau Suhu Penyimpanan terhadap


Kadar Air (%) Buah Nenas.
Kadar Air (%)
Perlakuan 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP 5MSP
Pelapisan
Kontrol 87.0 87.8 91.5 88.0 85.0b
Lilin 6% 88.8 88.6 89.8 89.0 91.5a
Lilin 9% 89.2 90.2 90.0 89.0 90.2a
Lilin 12% 89.3 88.0 88.3 90.3 89.0a
Kitosan 2% 88.8 87.3 90.0 89.2 91.7a
Suhu
Kamar 88.6 88.6 89.0 88.8 87.4b
15C 88.7 88.3 91.0 89.15 90.6a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
adalah tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf 5%.
MSP : Minggu Setelah Perlakuan.

Kelunakan Buah
Selama proses pematangan buah, zat pektik akan terhidrolisa menjadi
komponen-komponen yang larut air sehingga total zat pektik akan menurun
kadarnya dan komponen yang larut air akan meningkat jumlahnya yang
mengakibatkan buah menjadi lunak ( Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Penelitian
ini mengukur tingkat kelunakan buah nenas dengan menggunakan alat
penetrometer. Menurut Pantastico (1986) angka-angka yang diperoleh dengan
penetrometer bergantung pada tebalnya kulit luar dan kandungan total zat padat.
Nilai kelunakan buah yang tinggi menunjukkan bahwa tingkat kekerasan buah
rendah (lembek).
Interaksi faktor pelapisan dan suhu simpan berpengaruh pada tingkat
kelunakan buah nenas hanya pada 1 MSP. Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa
kombinasi perlakuan kitosan 2% - suhu ruang memiliki tingkat kelunakan yang
paling rendah dibanding dengan semua kombinasi lainnya. Menurut Ruspita
(2007) konsentrasi kitosan yang semakin tinggi (pekat) membuat peningkatan O2
untuk proses respirasi menjadi sedikit terhambat, akibatnya laju respirasi menjadi
rendah dan air yang dihasilkan dari proses transpirasi menjadi sedikit. Kombinasi
perlakuan kontrol - suhu 15C dan lilin 12% - suhu ruang berturut-turut memiliki
tingkat kelunakan yang lebih rendah dibanding semua kombinasi lainnya setelah
kombinasi perlakuan kitosan 2% - suhu ruang.

Tabel 7. Pengaruh Interaksi Pelapisan (P) dan Suhu Simpan (T) terhadap
Kelunakan Buah Nenas (mm/4.83 g/5 detik) pada 1 MSP.
Suhu Pelapisan
Kontrol Lilin 6% Lilin 9% Lilin 12% Kitosan 2%
Kamar 8.853a 7.817c 8.150b 5.923h 3.407j
15C 5.557i 7.297e 7.000f 6.557g 7.447d
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris
yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf 5%.

Faktor pelapisan buah berpengaruh terhadap tingkat kelunakan buah nenas


pada 1 MSP dan 5 MSP (Tabel 8). Pelapisan dengan kitosan dapat menghambat
kelunakan lebih baik dari kontrol dan lilin lebah 6%, 9% tetapi tidak berbeda
dengan lilin lebah 12% pada 1 MSP. Ruspita (2007) juga mengemukakan bahwa
pelapisan kitosan 2% dapat menghambat kelunakan buah nenas Smooth Cayenne
dibandingkan dengan kontrol, kitosan 1% dan kitosan 1.5%. Pada 5 MSP
perlakuan kontrol memiliki tingkat kelunakan yang paling rendah dibandingkan
dengan kitosan 2%, lilin lebah 9% dan lilin lebah 12% tetapi tidak berbeda dengan
lilin lebah 6%. Hal tersebut terjadi karena buah mengalami susut air yang
mengakibatkan pengeriputan dan pengeringan kulit buah.
Tabel 8. Pengaruh Faktor Tunggal Pelapisan atau Suhu Penyimpanan terhadap
Tingkat Kelunakan Buah Nenas.
Kelunakan (mm/4.83 g/5 detik)
Perlakuan 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP 5 MSP
Pelapisan
Kontrol 7.2050a 10.982 11.415 9.795 7.220c
Lilin 6% 7.5567a 10.886 10.870 12.240 8.500bc
Lilin 9% 7.5750a 11.832 12.756 12.072 11.556a
Lilin 12% 6.2400ab 10.168 12.670 13.187 12.824a
Kitosan 2% 5.4267b 10.462 11.758 10.982 10.590ab
Suhu
Kamar 6.8300 11.0733 13.602a 13.1014a 12.4475a
15C 6.7713 10.7913 10.000b 9.7438b 10.6750b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
adalah tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf 5%.
MSP : Minggu Setelah Perlakuan.

Suhu simpan berpengaruh terhadap tingkat kelunakan buah nenas pada


3 MSP hingga 5 MSP. Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa buah yang disimpan
pada suhu 15C memiliki tingkat kelunakan yang lebih rendah dibandingkan
dengan buah yang di simpan dalam suhu kamar. Kemampuan suhu dingin dalam
menghambat kelunakan juga dilaporkan oleh Purwoko dan Suryana (2000) pada

buah pisang Cavendish. Penyimpanan pada suhu dingin dapat menurunkan reaksi
biokimia yang terjadi pada buah, mengurangi produksi dan kerja etilen, dan
menghambat proses pelunakan.
Berdasarkan pengamatan pada 1 MSP hingga 5 MSP (Tabel 8) terlihat
bahwa buah yang tidak dilapisi (kontrol), buah yang dilapisi lilin 6%, lilin 9%,
lilin 12% dan kitosan 2% menunjukan peningkatan tingkat kelunakan hingga
3 MSP dan mengalami penurunan pada 4 MSP dan 5 MSP. Penurunan tingkat
kelunakan buah pada 4 MSP dan 5 MSP diduga karena permukaan kulit buah
mengalami pengeriputan dan pengkerasan.

Padatan Terlarut Total


Gula, baik yang bebas maupun terikat pada zat-zat lain, merupakan
komponen yang penting untuk mendapatkan rasa buah yang menyenangkan
melalui perimbangan antara gula dan asam, warna yang menarik dan tekstur yang
utuh (Matto et al., 1986). Menurut Paull dan Chen (2003) kualitas buah
ditentukan oleh kandungan kadar gula sebagai padatan terlarut total yang diukur
dengan alat refraktometer dengan satuan persen gula atau disebut juga dengan
brix.
Interaksi faktor pelapisan dan suhu simpan tidak berpengauh nyata
terhadap padatan terlarut total buah nenas pada seluruh minggu pengamatan.
Faktor pelapisan atau suhu simpan berpengaruh terhadap padatan terlarut total
buah nenas hanya pada 5 MSP (Tabel 9). Buah yang tidak dilapisi (kontrol)
memiliki padatan terlarut yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan
pelapisan lilin dan kitosan. Hal tersebut diduga karena produksi etilen pada buah
kontol lebih banyak dibandingkan dengan buah yang dilapisi lilin lebah dan
khitosan. Pelapisan kitosan 2% tidak berbeda nyata dengan lilin lebah 9% dan
12% tetapi berbeda nyata dengan lilin lebah 6%. Pelapisan dengan lilin 6%
memiliki nilai padatan terlarut total yang paling rendah. Hal yang serupa juga
dikemukaan oleh Purwoko dan Suryana (2000) bahwa buah pisang Cavendish
yang dilapisi lilin lebah 6% secara umum memberikan nilai padatan terlarut total
yang paling rendah dibandingkan bahan pelapis lainnya. Pelapisan dengan lilin

lebah 6% memberikan nilai padatan terlarut total buah yang rendah juga
dikemukakan oleh Purwoko dan Fitradesi (2000) pada buah pepaya Solo.
Tabel 9. Pengaruh Faktor Tunggal Pelapisan atau Suhu Penyimpanan terhadap
Padatan Terlarut Total Buah Nenas.
Padatan Terlarut Total (Brix)
Perlakuan 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP 5 MSP
Pelapisan
Kontrol 11.92 12.77 10.25 11.25 13.60a
Lilin 6% 11.50 12.86 11.72 10.95 8.55c
Lilin 9% 11.12 9.97 12.18 11.07 10.84b
Lilin 12% 10.83 12.15 10.23 9.73 11.16b
Kitosan 2% 11.42 12.87 10.65 11.13 10.77b
Suhu
Kamar 11.31 11.53 11.37 11.10 12.04a
15C 11.40 12.54 10.86 10.78 10.53b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
adalah tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf 5%.
MSP : Minggu Setelah Perlakuan.

Buah yang disimpan pada suhu kamar memiliki nilai padatan terlarut lebih
tinggi dibandingkan dengan buah yang disimpan pada suhu 15C. Menurut
Purwoko dan Suryana (2000) pada penyimpanan dingin, kadar gula total buah
pisang Cavendish lebih kecil dibandingkan kadar gula total pada penyimpanan
suhu kamar. Hal tersebut diduga akibat terhambatnya produksi etilen pada buah
yang disimpan pada suhu rendah.

Total Asam Tertitrasi

Keasaman dianggap sebagai sumber energi pada buah yang kemudian


diharapkan menurun selama aktivitas metabolisme yang lebih tinggi muncul
selama pemasakan. Perkecualian pada nenas, dimana taraf asam yang sangat
tinggi diperoleh pada stadia masak penuh, tetapi tidak tinggi pada tahap
perkembangan lainnya seperti buah-buahan lainnya (Santoso dan Purwoko, 1993).
Interaksi faktor pelapisan dan suhu simpan tidak berpengaruh nyata terhadap total
asam tertitrasi buah nenas pada seluruh minggu pengamatan. Faktor pelapisan
juga tidak berpengaruh terhadap total asam tertitrasi buah nenas pada seluruh
minggu pengamatan. Faktor suhu simpan berpengaruh terhadap total asam
tertitrasi buah nenas hanya pada 3 MSP. Data pada Tabel 10 menunjukan bahwa
buah nenas yang disimpan pada suhu 15C memiliki total asam tertitrasi lebih

tinggi dibandingkan dengan buah yang disimpan dalam suhu ruang. Menurut
Lodh dan Pantastico (1986) semakin masak buah kadar asam-asam tertitrasi
meningkat. Perubahan dalam keasaman selama penyimpanan dapat berbeda-beda
sesuai tingkat kemasakan dan suhu penyimpanan (Pantastico et al., 1986).
Tabel 10. Pengaruh Pelapisan dan Suhu Penyimpanan terhadap Total Asam
Tertitrasi Buah Nenas.
% Total Asam Tertitrasi
Perlakuan 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP 5 MSP
Pelapisan
Kontrol 0.32 0.35 0.36 0.41 0.23
Lilin 6% 0.29 0.29 0.39 0.39 0.23
Lilin 9% 0.25 0.28 0.27 0.41 0.23
Lilin 12% 0.22 0.23 0.26 0.35 0.18
Kitosan 2% 0.29 0.35 0.33 0.38 0.28
Suhu
Kamar 0.27 0.30 0.29b 0.35 0.22
15C 0.28 0.31 0.36a 0.41 0.23
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
adalah tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf 5%.
MSP : Minggu Setelah Perlakuan.

Korelasi
Hubungan antara masing-masing komponen kualitas komoditi dan korelasi
metode evaluasi kualitas secara subyektif dan obyektif sangat penting diketahui.
Peubah-peubah yang diamati antara lain susut bobot buah, tingkat kelunakan,
kadar air, padatan terlarut total dan total asam tertitrasi. Pengamatan dilakukan
selama 5 minggu. Hasil korelasi kualitas buah berbeda nyata pada 2 MSP, 4 MSP
dan 5 MSP.
Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa pada 2 MSP ada korelasi antara
kadar air dan padatan terlarut total buah. Padatan terlarut total memiliki korelasi
negatif (0.80618) sangat nyata terhadap kadar air, yang artinya 65% [(100) (R2) =
(100) (0.806182) = 65)] dari keragaman dalam peubah padatan terlarut total dapat
diterangkan oleh fungsi linear peubah kadar air, semakin rendah kadar air buah
padatan terlarut total yang dikandung buah tersebut semakin tinggi. Selama proses
pematangan buah, zat pektik akan terhidrolisa menjadi komponen-komponen yang
larut air sehingga total zat pektik akan menurun kadarnya dan komponen yang
larut air akan meningkat jumlahnya yang mengakibatkan buah menjadi lunak
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Menurut Pantastico (1986) angka-angka yang

diperoleh dengan penetrometer dalam mengukur tingkat kelunakan buah


bergantung pada tebalnya kulit luar dan kandungan total zat padat.
Tabel 11. Nilai R Korelasi Antar Peubah Pengamatan pada 2 MSP
Peubah Susut Bobot Kadar Air Kelunakan PTT
Kadar air -0.25998
tn
kelunakan 0.27680 0.24750
tn tn
PTT -0.09394 -0.80618 -0.44391
tn ** tn
TAT 0.53943 -0.39172 0.25057 0.31318
tn tn tn tn
Keterangan : PTT: Padatan Terlarut Total, TAT: Total Asam Tertitrasi, **: Beda
nyata pada taraf 1%, *: Beda nyata pada taraf 5%, tn: tidak berbeda
nyata.

Tabel 12. Nilai R Korelasi Antar Peubah Pengamatan pada 4 MSP


Peubah Susut Bobot Kadar Air Kelunakan PTT
Kadar air -0.60252
tn
kelunakan 0.41590 -0.01892
tn tn
PTT 0.74224 -0.89213 0.04419
* ** tn
TAT 0.23156 -0.69846 -0.25264 0.71252
tn * tn *
Keterangan : PTT: Padatan Terlarut Total, TAT: Total Asam Tertitrasi, **: Beda
nyata pada taraf 1%, *: Beda nyata pada taraf 5%, tn: tidak berbeda
nyata.

Berdasarkan Tabel 12 diketahui bahwa pada 4 MSP ada korelasi antara


padatan terlarut total dengan susut bobot dan kadar air, dan korelasi antara total
asam tertitrasi dengan kadar air dan padatan terlarut total. Padatan terlarut total
memiliki korelasi positif (0.74224) nyata terhadap susut bobot buah. Keragaman
dalam peubah padatan terlarut total dapat diterangkan oleh fungsi linear peubah
susut bobot sebesar 55% yaitu semakin tinggi susut bobot buah, semakin tinggi
pula padatan terlarut total buah tersebut.
Padatan terlarut total pada 4 MSP juga memiliki korelasi negatif (0.89213)
sangat nyata terhadap kadar air buah, yang artinya 80% dari keragaman dalam
peubah padatan terlarut total dapat diterangkan oleh fungsi linear peubah kadar

air, semakin rendah kadar air buah padatan terlarut total yang dikandung buah
tersebut semakin tinggi. Total asam tertitrasi memiliki korelasi negatif (0.69846)
nyata terhadap kadar air buah yang artinya 49% dari keragaman dalam peubah
total asam tertitrasi dapat diterangkan oleh fungsi linear peubah kadar air.
Semakin rendah kadar air, total asam tertitrasi buah tersebut semakin tinggi. Pada
4 MSP total asam tertitrasi juga memiliki korelasi positif (0.71252) nyata terhadap
padatan terlarut total buah, yang artinya 51% dari keragaman dalam peubah total
asam tertitrasi dapat diterangkan oleh fungsi linear padatan terlarut total. Semakin
tinggi total asam tertitrasi buah, padatan terlarut total buah tersebut semakin
tinggi. Menurut Lodh dan Pantastico (1986) dengan semakin masaknya buah, total
zat terlarut bertambah sebagai akibat kenaikan kadar asam-asam tertitrasi. Taraf
asam buah nenas yang sangat tinggi diperoleh pada stadia masak penuh, dan pada
saat yang bersamaan terjadi perubahan kuantitatif pemecahan polimer karbohidrat
khususnya perubahan pati menjadi gula (Santoso dan Purwoko, 1993).
Tabel 13. Nilai R Korelasi Antar Peubah Pengamatan pada 5 MSP
Peubah Susut Bobot Kadar Air Kelunakan PTT
Kadar air -0.77052
*
Kelunakan 0.68273 -0.76691
tn *
PTT 0.76545 -0.78595 0.53733
* * tn
TAT 0.05185 0.34582 -0.49758 0.17829
tn tn tn tn
Keterangan : PTT: Padatan Terlarut Total, TAT: Total Asam Tertitrasi, **: Beda
nyata pada taraf 1%, *: Beda nyata pada taraf 5%, tn: tidak berbeda
nyata.

Berdasarkan Tabel 13 diketahui bahwa pada 5 MSP ada korelasi antara


kadar air dan padatan terlarut total terhadap susut bobot buah dan korelasi antara
kelunakan dan padatan terlarut total terhadap kadar air buah. Kadar air memiliki
korelasi negatif (0.77052) nyata terhadap susut bobot buah, yang artinya 59% dari
keragaman dalam peubah susut bobot dapat diterangkan oleh fungsi linear peubah
kadar air. Semakin menurun kadar air buah, susut bobot buah akan semakin
tinggi.
Padatan terlarut total memiliki korelasi positif (0.76545) nyata terhadap
susut bobot buah dan korelasi negatif (0.78595) nyata terhadap kadar air buah,

yang artinya 59% dari keragaman dalam peubah padatan terlarut total dapat
diterangkan oleh fungsi linear peubah susut bobot dan 62% oleh kadar air buah.
Semakin rendah kadar air buah, padatan terlarut total dan susut bobot buah
tersebut semakin tinggi. Menurut Pantastico et al., 1986) susut bobot terjadi
karena selama proses penyimpanan menuju pemasakan terjadi perubahan
fisikokimia berupa pelepasan air.
Kelunakan buah pada 5 MSP memiliki korelasi negatif (0.767) nyata
terhadap kadar air buah, yang artinya 59% dari keragaman dalam peubah
kelunakan dapat diterangkan oleh fungsi linear peubah kadar air. Semakin
meningkat kadar air buah, tingkat kelunakan buah tersebut akan semakin rendah.
Hal tersebut hanya berdasarkan analisis statistik karena pengamatan parameter
kelunakan dan kadar air dilakukan pada bagian buah yang berbeda. Kelunakan
buah diukur pada bagian permukaan kulit buah, sedangkan parameter kadar air
diukur dari pasta daging buahnya yang dioven.

Warna
Perubahan-perubahan buah selama pematangan dapat dilihat dalam hal
warna. Berubahnya warna dapat disebabkan oleh proses degradasi maupun proses
sntesis dari pigmen-pigmen yang terdapat dalam buah (Muchtadi dan Sugiyono,
1992). Pengamatan warna dilakukan dengan menggunakan Color Chart
Exclusively for Training Program of Variety.Protection Center. Color chart ini
terdiri dari tiga set nilai yang menggambarkan persentasi nilai kandungan warna
merah, hijau dan biru.
Tingkat kematangan buah nenas Smooth Cayenne yang digunakan dalam
penelitian ini lebih kurang 20%. Warna permukaan buah nenas pada awal
pengamatan terlihat berwarna hijau dengan kandungan warna merah 40%, hijau
40% dan biru 0%.
Pelapisan buah dengan lilin dan kitosan tidak membuat kulit buah menjadi
kotor melainkan membuat permukaan kulit terlihat menjadi mengkilap sehingga
penampakan buah menjadi lebih menarik. Pada 1 MSP warna permukaan kulit
buah nenas masih didominasi warna hijau. Namun pada buah kontrol dan yang
dilapisi dengan kitosan 2% yang disimpan pada suhu kamar terlihat permukaan

k
kulit buahny
ya mulai meenjadi sedikiit menguningg dibandingkkan dengan kombinasi
p
perlakuan laainnya (Tabbel 14, Gam
mbar 4). Seetelah panenn khlorofil mengalami
m
d
degradasi, hal
h ini menggakibatkan w
warna buah yang hijau menjadi kunning. Hasil
d degradaasi khlorofil diduga diguunakan sebag
dari gai bahan sinntesa dalam pembuatan
e
etilen dalam
m buah-buahaan (Winarnoo dan Aman, 1981).
T
Tabel 14. Peersentase Waarna Merah, Hijau dan Biru
B Permukaaan Kulit Buuah Nenas
paada 1 MSP
Perlakuan %WWarna
Pelapisan Suhu merahh hhijau biru
Kontrol Ruang 20-800 200-40 0
15 C 20-400 200-40 0
Lilin 6 % Ruang 60-800 400-60 0-20
15 C 20-400 200-40 0-20
Lilin 9 % Ruang 20-600 200-40 0-20
15 C 0-60 200-40 0-20
Lilin 12 % Ruang 0-20 20 20
15 C 20-400 0
0-40 0
Kitosan 2 % Ruang 20-1000 200-40 0
15 C 0-40 200-40 0-20

Suhu
kamar

Suhu
15C

kontrol Lilin leba


ah Lilin leb
bah Lilin lebah Kitossan
6% 9% 12%% 2%%

G
Gambar 4. P
Pengamatan Warna Perm mukaan Kullit Buah Nennas pada Minggu ke-1
(buah
( tidak pada skalaa yang sam
ma, hanya untuk
u mempperlihatkan
warna)
w

T
Tabel 15. Peersentase Waarna Merah, Hijau dan Biru
B Permukaaan Kulit Buuah Nenas
paada 2 MSP
Perlakuan %WWarna
Pelapisan Suhu merah h hhijau biru
Kontrol Ruang 60-1000 0 0
15 C 40-800 0
0-20 0-20
Lilin 6 % Ruang 60-1000 0
0-20 0-20
15 C 60-800 0
0-20 0-20
Lilin 9 % Ruang 20-800 0 0
15 C 60-800 0
0-20 0-20
Lilin 12 % Ruang 20-600 0 0
15 C 20-800 0 0
Kitosan 2 % Ruang 80-1000 0 0
15 C 60-1000 0
0-20 0-20

Suhu
kamar

Suhu
15C

kontrol Lilin leba


ah Lilin leb
bah Lilin lebah Kitos
san
6% 9% 12%% 2%%

G
Gambar 5. P
Pengamatan Warna Perm mukaan Kullit Buah Nennas pada Minggu ke-2
(buah
( tidak pada skalaa yang sam
ma, hanya untuk
u mempperlihatkan
warna)
w

Padaa 2 MSP waarna permukkaan kulit buuah nenas mulai


m menguuning pada
b
buah yang disimpan pada suhu kkamar (Gam
mbar 5). Hall tersebut teerlihat dari
p
persentasi w
warna merah pada kulit buah yang leb
bih tinggi yaang menandaakan warna
b
buah sudah mulai mengguning (Tabbel 15). Umuumnya padaa sebagian besar
b buah-
b
buahan, menghilangnyaa warna hijaau merupak
kan pertandaa kematangaan. Selama
p
pematangan kandungan klorofil buaah menurun secara perlaahan. Hilanggnya warna

hijau pada buah, mungkin karena terjadinya oksidasi atau penjenuhan terhadap
ikatan rangkap molekul klorofil (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Pada 3 MSP warna buah terlihat hampir seragam menjadi lebih kuning
hingga oranye (Gambar 6), namun buah yang dilapisi lilin terlihat lebih segar
dibandingkan dengan buah yang tidak dilapisi (kontrol) dan yang dilapisi kitosan
yang mulai terjadi pengeringan pada kulit dan mahkota buahnya. Pada 4 MSP
kulit buah terlihat hampir seragam berwarna oranye atau jingga, namun pada buah
kontrol, buah yang dilapisi lilin lebah 6% dan kitosan 2% kulit buah sudah mulai
mengalami pencoklatan, pengkeriputan dan pengerasan (Gambar 7).
Tabel 16. Persentase Warna Merah, Hijau dan Biru Permukaan Kulit Buah Nenas
pada 3 MSP
Perlakuan % Warna
Pelapisan Suhu merah hijau biru
Kontrol Ruang 100 40 0
15 C 80-100 40-80 0-20
Lilin 6 % Ruang 100 40-60 0-20
15 C 60-100 60 0-20
Lilin 9 % Ruang 80-100 40-60 0-20
15 C 80 60 0
Lilin 12 % Ruang 60-100 40-60 0-20
15 C 60 60 20
Kitosan 2 % Ruang 80-100 40-80 0
15 C 80-100 40-60 0-20

Tabel 17. Persentase Warna Merah, Hijau dan Biru Permukaan Kulit Buah Nenas
pada 4 MSP
Perlakuan % Warna
Pelapisan Suhu merah hijau biru
Kontrol Ruang 100 40 20
15 C 80 40-60 0
Lilin 6 % Ruang 100 60 0
15 C 80-100 40-60 0-20
Lilin 9 % Ruang 80-100 40-60 0
15 C 80-100 40-60 0-20
Lilin 12 % Ruang 100 40-60 0
15 C 80 0 0
Kitosan 2 % Ruang 80 60 0
15 C 80-100 40-60 0

Suhu
kamar

Suhu
15C

kontrol Lilin lebah


h Lilin lebah
h Lilin leba
ah Kitosa
an
6% 9% 12% 2%

G
Gambar 6. P
Pengamatan Warna Perm mukaan Kullit Buah Nennas pada Minggu ke-3
(buah
( tidak pada skalaa yang sam
ma, hanya untuk
u mempperlihatkan
warna)
w

Padaa 5 MSP kuulit buah baggian pangkaal terlihat m


mencoklat haampir pada
s
semua perlaakuan (Gam
mbar 8). Croown dan taangkai buahh pun mulaii layu dan
m
mengering kecoklatan
k teerutama pada buah yangg disimpan pada
p 15C. Hal
H tersebut
d
diduga terjaadi karena buah
b sudah memasuki tahapan sennesen dan kelembaban
k
y
yang lebih reendah dibanndingkan denngan penyim
mpanan di suhhu ruang.
T
Tabel 18. Peersentase Waarna Merah, Hijau dan BiruB Permukaaan Kulit Buuah Nenas
paada 5 MSP
Perlakuan %WWarna
Pelapisan Suhu merahh hhijau biru
Kontrol Ruang 80 40 20
15 C 100 60 0
Lilin 6 % Ruang - - -
15 C 80-1000 400-60 0-20
Lilin 9 % Ruang 80-1000 40 0
15 C 80 40 0
Lilin 12 % Ruang 100 40 0
15 C 80 40 0
Kitosan 2 % Ruang - - -
15 C 100 40 0
K
Keterangan: - : buah tidaak diamati kkarena busukk.

Suhu
kamar

Suhu
15C

kontrol Lilin lebah Lilin lebah


h Lilin leba
ah Kitosan
6% 9% 12% 2%

G
Gambar 7. P
Pengamatan Warna Perm mukaan Kullit Buah Nennas pada Minggu ke-4
(buah
( tidak pada skalaa yang sam
ma, hanya untuk
u mempperlihatkan
warna)
w

Suhu
kamar

Suhu
15C

kontrol Lilin leba


ah Lilin lebah Lilin leb
bah Kitossan
6% 9% 12%% 2%%

G
Gambar 8. Pengamatan
P Warna Permmukaan Kulitt Buah Nenaas pada Ming ggu ke-5
Keterangan:
K Buah perlakkuan pelapissan lilin lebbah 6% dan kitosan
k 2%
tidak diamati karena busuk. (buah tidak pada skala yang
sama, hanyya untuk mem mperlihatkann warna)

Uji Organoleptik
Evaluasi kualitas buah melibatkan indra perasa terhadap senyawa yang
mempengaruhi aroma, rasa dan kerenyahan buah. Penentuan kualitas (evaluasi
obyektif) terhadap komponen kritikal yang harus digabungkan dengan evaluasi
subyektif oleh suatu panel agar bisa memberikan informasi yang berarti tentang
kualitas buah (Santoso dan Purwoko, 1993).
Organoleptik Aroma
Aroma buah merupakan salah satu faktor yang menentukan perkembangan
kualitas yang optimal bagi kebanyakan buah. Pada beberapa buah aroma yang
khas disebabkan oleh terdapatnya satu atau dua senyawa organik (volatil).
Senyawa-senyawa tersebut terutama ester, alkohol, asam dan karbonil (aldehid
dan keton) (Santoso dan Purwoko, 1993).
Berdasarkan data pada Tabel 19, 20 dan 21 diketahui bahwa pada 1 MSP
hingga 3 MSP umumnya responden lebih menyukai aroma yang dihasilkan oleh
buah yang disimpan pada suhu kamar dibandingkan pada suhu 15C. Derajat
kemasakan merupakan faktor fisiologi utama yang mempengaruhi produksi zat-
zat atsiri, namun komposisi aromanya sangat dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan selama pematangan (Pantastico et al., 1986). Diduga produksi zat-zat
atsiri buah nenas yang disimpan pada suhu kamar lebih banyak dibandingkan
dengan buah buah yang disimpan pada suhu 15C yang mengakibatkan aroma
buah yang dihasilkan oleh penyimpanan pada suhu kamar lebih kuat
dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 15C.
Tabel 19. Uji Organoleptik Aroma Buah Nenas Terhadap 20 Orang Responden
(%) pada Minggu ke-1.
Respon (%)
Pelapisan Suhu Sangat Suka Biasa Tidak Sangat
suka suka tidak suka
Kontrol Kamar 5 15 70 10 0
Lilin 6% Kamar 0 25 60 10 5
Lilin 9% Kamar 15 25 50 10 0
Lilin12% Kamar 5 25 55 15 0
Kitosan 2% Kamar 10 25 55 10 0
Kontrol 15C 0 10 75 15 0
Lilin 6% 15C 5 15 65 15 0
Lilin 9% 15C 5 10 65 20 0
Lilin12% 15C 0 10 80 10 0
Kitosan 2% 15C 0 10 75 15 0

Tabel 20. Uji Organoleptik Aroma Buah Nenas Terhadap 20 Orang Responden
(%) pada Minggu ke-2.
Respon (%)
Pelapisan Suhu Sangat Suka Biasa Tidak Sangat
suka suka tidak suka
Kontrol Kamar 0 35 30 30 5
Lilin 6% Kamar 10 50 20 10 10
Lilin 9% Kamar 0 30 70 0 0
Lilin12% Kamar 5 30 55 10 0
Kitosan 2% Kamar 0 45 50 5 0
Kontrol 15C 0 20 40 40 0
Lilin 6% 15C 0 25 50 15 10
Lilin 9% 15C 10 25 45 10 10
Lilin12% 15C 5 50 25 10 10
Kitosan 2% 15C 10 20 45 15 10

Tabel 21. Uji Organoleptik Aroma Buah Nenas Terhadap 20 Orang Responden
(%) pada Minggu ke-3.
Respon (%)
Pelapisan Suhu Sangat Suka Biasa Tidak Sangat
suka suka tidak suka
Kontrol Kamar 5 25 55 10 5
Lilin 6% Kamar 0 50 35 15 0
Lilin 9% Kamar 0 35 45 20 0
Lilin12% Kamar 0 25 60 10 5
Kitosan 2% Kamar 5 45 40 10 0
Kontrol 15C 5 20 40 35 0
Lilin 6% 15C 5 35 35 20 5
Lilin 9% 15C 5 20 45 30 0
Lilin12% 15C 0 15 70 10 5
Kitosan 2% 15C 5 10 80 5 0

Data pada Tabel 22 menunjukan bahwa pada 4 MSP jumlah responden


yang menyukai aroma buah yang disimpan pada suhu kamar sebanding dengan
jumlah responden yang menyukai aroma buah yang disimpan pada suhu 15C.
Responden banyak menyukai aroma buah yang dilapisi lilin 12% dan kitosan 2%
baik yang disimpan pada suhu kamar maupun yang disimpan pada suhu 15C. Hal
tersebut diduga bahwa pelapisan lilin dan kitosan menjaga aroma pada buah tidak
cepat menguap.

Tabel 22. Uji Organoleptik Aroma Buah Nenas Terhadap 20 Orang Responden
(%) pada Minggu ke-4.
Respon (%)
Pelapisan Suhu Sangat Suka Biasa Tidak Sangat
suka suka tidak suka
Kontrol Kamar 15 30 40 15 0
Lilin 6% Kamar 10 30 55 0 5
Lilin 9% Kamar 15 35 40 10 0
Lilin12% Kamar 0 45 30 15 10
Kitosan 2% Kamar 15 40 30 15 0
Kontrol 15C 10 35 30 15 10
Lilin 6% 15C 0 35 50 15 0
Lilin 9% 15C 10 30 30 30 0
Lilin12% 15C 0 40 45 15 0
Kitosan 2% 15C 10 50 20 5 15

Organoleptik Rasa
Rasa merupakan salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi kualitas
buah nenas. Untuk konsumsi segar buah nenas perbandingan kandungan gula
yang tinggi dengan asam yang rendah akan menghasilkan kualitas rasa yang baik
sesuai dengan keinginan konsumen. Buah nenas paling baik dikonsumsi saat
tingkat kemanisan buah antara 10-18Brix dan mengandung 0.5-0.6% asam
tertitrasi (Bartholomew et al., 2003 dalam Mohammed, 2004).
Berdasarkan data pada Tabel 23 diketahui bahwa pada 1 MSP umumnya
responden lebih menyukai rasa yang dihasilkan oleh buah yang disimpan pada
suhu kamar dibandingkan pada suhu 15C. Sampai dengan 2 MSP responden
lebih menyukai rasa buah nenas yang disimpan pada suhu kamar dibandingkan
pada suhu 15C (Tabel 24).
Berdasarkan data pada Tabel 25, pada 3 MSP responden lebih banyak
menyukai rasa yang dihasilkan oleh buah yang dilapisi lilin 9% pada suhu ruang
dan yang dilapisi lilin 6% pada suhu 15C dibandingkan dengan kombinasi
perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena pada 3 MSP kandungan padatan terlarut
total buah yang dilapisi lilin 9% pada suhu ruang dan yang dilapisi lilin 6% pada
suhu 15C lebih tinggi dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya.

Tabel 23. Uji Organoleptik Rasa Buah Nenas Terhadap 20 Orang Responden (%)
pada Minggu ke-1.
Respon (%)
Pelapisan Suhu Sangat Suka Biasa Tidak Sangat
suka suka tidak suka
Kontrol Kamar 0 40 25 15 20
Lilin 6% Kamar 0 50 25 10 15
Lilin 9% Kamar 5 40 35 20 0
Lilin12% Kamar 0 40 35 15 10
Kitosan 2% Kamar 20 35 30 15 0
Kontrol 15C 0 0 15 55 30
Lilin 6% 15C 0 25 25 35 15
Lilin 9% 15C 5 0 25 60 10
Lilin12% 15C 0 25 55 20 0
Kitosan 2% 15C 0 15 15 40 30

Tabel 24. Uji Organoleptik Rasa Buah Nenas Terhadap 20 Orang Responden (%)
pada Minggu ke-2.
Respon (%)
Pelapisan Suhu Sangat Suka Biasa Tidak Sangat
suka suka tidak
suka
Kontrol Kamar 0 40 40 15 5
Lilin 6% Kamar 5 35 15 10 35
Lilin 9% Kamar 0 50 15 35 0
Lilin12% Kamar 5 50 35 10 0
Kitosan 2% Kamar 20 40 25 15 0
Kontrol 15C 10 10 35 35 10
Lilin 6% 15C 10 30 25 30 5
Lilin 9% 15C 30 20 10 35 5
Lilin12% 15C 15 10 10 55 10
Kitosan 2% 15C 10 20 30 30 100

Tabel 26 menunjukkan bahwa pada 4 MSP responden lebih menyukai rasa


buah yang disimpan pada suhu 15C daripada yang disimpan pada suhu kamar.
Hal ini diduga karena buah yang disimpan pada suhu kamar sudah melewati
tahapan pematangan menuju senesen (kelayuan).

Tabel 25. Uji Organoleptik Rasa Buah Nenas Terhadap 20 Orang Responden (%)
pada Minggu ke-3.
Respon (%)
Pelapisan Suhu Sangat Suka Biasa Tidak Sangat
suka suka tidak suka
Kontrol Kamar 0 35 45 20 0
Lilin 6% Kamar 5 25 35 15 20
Lilin 9% Kamar 15 50 20 10 5
Lilin12% Kamar 10 20 5 45 20
Kitosan 2% Kamar 25 30 35 10 0
Kontrol 15C 20 30 25 20 5
Lilin 6% 15C 20 50 30 0 0
Lilin 9% 15C 5 15 65 15 0
Lilin12% 15C 0 5 25 65 5
Kitosan 2% 15C 15 10 30 40 5

Tabel 26. Uji Organoleptik Rasa Buah Nenas Terhadap 20 Orang Responden (%)
pada Minggu ke-4.
Respon (%)
Pelapisan Suhu Sangat Suka Biasa Tidak Sangat
suka suka tidak suka
Kontrol Kamar 30 15 15 40 0
Lilin 6% Kamar 10 30 35 15 10
Lilin 9% Kamar 5 25 35 35 0
Lilin12% Kamar 5 15 0 50 30
Kitosan 2% Kamar 20 20 20 30 10
Kontrol 15C 5 40 40 15 0
Lilin 6% 15C 0 35 40 25 0
Lilin 9% 15C 15 45 20 10 10
Lilin12% 15C 5 20 20 45 10
Kitosan 2% 15C 5 25 20 15 35

Organoleptik Kerenyahan
Uji organoleptik ini dilakukan untuk mengetahui penilaian responden
terhadap tingkat kerenyahan buah nenas dari berbagai kombinasi pelapisan dan
suhu simpan selama 4 minggu pengamatan.
Berdasarkan Tabel 27 dan 28 diketahui bahwa hingga 2 MSP responden
masih menyukai kerenyahan hampir semua kombinasi perlakuan. Hal ini diduga
karena tingkat kelunakan buah masih rendah. Buah belum banyak mengalami
proses pemecahan protopektin menjadi pektin maupun terjadinya hidrlisis pati
yang menyebabkan pelunakan pada buah.

Tabel 27. Uji Organoleptik Kerenyahan Buah Nenas Terhadap 20 Orang


Responden (%) pada Minggu ke-1.
Respon (%)
Pelapisan Suhu Sangat Suka Biasa Tidak Sangat
suka suka tidak suka
Kontrol Kamar 0 40 50 5 5
Lilin 6% Kamar 0 50 35 15 0
Lilin 9% Kamar 0 40 55 5 0
Lilin12% Kamar 0 20 60 20 0
Kitosan 2% Kamar 10 25 50 10 5
Kontrol 15C 20 55 10 10 5
Lilin 6% 15C 0 25 35 40 0
Lilin 9% 15C 15 45 15 25 0
Lilin12% 15C 0 40 30 30 0
Kitosan 2% 15C 0 40 50 10 0

Tabel 28. Uji Organoleptik Kerenyahan Buah Nenas Terhadap 20 Orang


Responden (%) pada Minggu ke-2.
Respon (%)
Pelapisan Suhu Sangat Suka Biasa Tidak Sangat
suka suka tidak suka
Kontrol Kamar 0 30 45 25 0
Lilin 6% Kamar 5 45 25 15 10
Lilin 9% Kamar 0 60 30 10 0
Lilin12% Kamar 5 45 40 10 0
Kitosan 2% Kamar 5 55 40 0 0
Kontrol 15C 5 35 50 10 0
Lilin 6% 15C 5 55 35 5 0
Lilin 9% 15C 10 50 30 10 0
Lilin12% 15C 5 60 20 15 0
Kitosan 2% 15C 5 40 45 5 5

Berdasarkan Tabel 29 diketahui bahwa pada 3 MSP jumlah responden


yang suka dan tidak menyukai kerenyahan buah nenas jumlahnya hampir
berimbang. Pada 4 MSP (Tabel 30) responden banyak yang tidak menyukai
kerenyahan buah nenas baik yang disimpan pada suhu kamar maupun pada suhu
15C. Hal ini diduga karena pada 4 MSP buah yang disimpan baik pada suhu
kamar maupun suhu 15C memiliki tingkat kelunakan yang tinggi akibat laju
degradasi senyawa pektin.

Tabel 29. Uji Organoleptik Kerenyahan Buah Nenas Terhadap 20 Orang


Responden (%) pada Minggu ke-3.
Respon (%)
Pelapisan Suhu Sangat Suka Biasa Tidak Sangat
suka suka tidak suka
Kontrol Kamar 5 15 65 15 0
Lilin 6% Kamar 5 20 45 30 0
Lilin 9% Kamar 0 20 65 15 0
Lilin12% Kamar 5 20 55 15 5
Kitosan 2% Kamar 0 25 55 20 0
Kontrol 15C 0 20 60 20 0
Lilin 6% 15C 0 20 60 20 0
Lilin 9% 15C 0 20 60 20 0
Lilin12% 15C 0 25 45 25 5
Kitosan 2% 15C 5 20 60 10 5

Tabel 30. Uji Organoleptik Kerenyahan Buah Nenas Terhadap 20 Orang


Responden %) pada Minggu ke-4.
Respon (%)
Pelapisan Suhu Sangat Suka Biasa Tidak Sangat
suka suka tidak suka
Kontrol Kamar 15 15 25 45 0
Lilin 6% Kamar 5 10 20 50 15
Lilin 9% Kamar 0 10 35 55 0
Lilin12% Kamar 0 25 20 40 15
Kitosan 2% Kamar 20 5 35 40 0
Kontrol 15C 15 5 25 55 0
Lilin 6% 15C 0 5 35 60 0
Lilin 9% 15C 20 10 15 55 0
Lilin12% 15C 5 20 25 50 0
Kitosan 2% 15C 0 10 15 60 15

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
1. Aplikasi perlakuan lilin lebah 9% paling baik diterapkan untuk
mempertahankan kualitas buah nenas Smooth Cayenne karena dengan
perlakuan ini dapat menghambat susut bobot, mempertahankan kadar air,
mempertahankan padatan terlarut total dan menunda pengkeriputan kulit buah
hingga 4 minggu.
2. Penyimpanan buah nenas Smooth Cayenne pada suhu 15C dapat menghambat
susut bobot, mempertahankan kadar air, menunda kelunakan, mempertahankan
total asam tertitrasi dan mempertahankan kualitas penampakan buah lebih baik
dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu kamar.
3. Umur simpan buah nenas Smooth Cayenne yang tidak dilapisi (kontrol), yang
dilapisi lilin lebah 6% dan yang dilapisi khitosan 2% hanya 3 minggu
sedangkan buah yang dilapisi dengan lilin lebah 9% dan 12% memiliki umur
simpan hingga 4 minggu.
4. Dari uji organoleptik yang dilakukan, pada 4 MSP responden masih menyukai
aroma dan rasa buah namun tidak untuk kerenyahan buah baik yang disimpan
di suhu kamar maupun suhu 15C.

Saran
1. Untuk penyimpanan buah nenas Smooth Cayenne disarankan menggunakan
jenis pelapis lilin dengan konsentrasi 9%.
2. Suatu penelitian yang melibatkan subyektifitas skoring disarankan untuk tidak
melibatkan skor nilai tengah atau skor penilaian biasa.

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press. Jakarta.

Baldwin, E. A. 2004. Ethylene and Postharvest Commodities. Hortscience.


39(7):1538-1539.

dEckenbrugge, G. C and F. Leal. 2003. Morphology, anatomy and taksonomy. p


13. In D. P. Bartholomew, R. E. Paull and K. G. Rohrbach (Eds). The
Pineapple : Botany, Production and Uses. CABI Publishing. UK.

Gomez, K. A and A. A. Gomez. 1945. Prosedur Statistik untuk Penelitian


Pertanian, Edisi ke-2 Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hal.

Inaba, A. 2007. Studies on Internal Feedback Regulation of Ethylene Biosyntesis


and Signal Tranduction during Fruit Ripening, and Improvement of Fruit
Quality. J. Japan Soc. Hort Sci 76(1):1-12.

Lodh, S. B. dan Er. B. Pantastico. 1986. Perubahan-perubahan fisikokimia selama


pertumbuhan organ-organ penimbun. hal 64-87. dalam Er. B. Pantastico
(Ed). Fisiologi Pasca Panen: Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan
dan Sayur-Sayuran Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada University
Press Yogyakarta.

M, J., Fiz dan Rizky. 2003. Nenas Perlu industry Hilir untuk Meraih Peluang.
Hortikultura 2(3):24-26.

Mattoo, A. K., T. Murata, Er. B. Pantastico, K. Chachin, K. Ogata dan C. T. Phan.


1986. Perubahan-perubahan kimiawi selama pematangan dan penuaan.
Hal 160-198. dalam Er. B. Pantastico (Ed). Fisiologi Pasca Panen:
Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan dan Sayur-Sayuran Tropika
dan Subtropika. Gadjah Mada University Press Yogyakarta.

Mohammed, M. 2004. Optimizing Postharvest Handling and Maintaining Quality


of Fresh Pineapples (Ananas comosus (L)). IICA. Trinidad & Tobago.

Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU


Pangan dan Gizi. IPB Bogor.

Musaddad, D. 2002. Mempelajari Efektivitas Pelapis Edibel Khitosan pada Buah


Tomat Segar selama Penyimpanan di Suhu Kamar dan Suhu Dingin.
Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Muzzarelli, R. A. A. and Corrado Muzzarelli. 2007. Chitosan as a dietary


supplement ang a food technology agent. p 215-247. dalam Costas. G.
Biliaderis and Marta. S. Izydorczyk. Functional Food Carbohydrates.
CRC Press. Boca Raton.

Nakasone, H. Y. dan R. E. Paull. 1998. Tropical Fruits. CAB International, USA.


455 hal.

Nugroho, W. 2002. Pengaruh Pelilinan terhadap Kualitas dan Daya Simpan Buah
Durian (Durio zibhetinus Murr.) Varietas Rancamaya pada Suhu Kamar.
Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian FATETA. IPB. Bogor.

Nurrachman. 2004. Pengaruh Pelapisan Chitosan terhadap Fisiologi Pascapanen


Buah Apel (Malus Sylvestris L.). Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Pantastico, Er. B. 1986. Susunan buah-buahan dan sayur-sayuran. hal 3-37. dalam
Er. B. Pantastico. Fisiologi Pasca Panen: Penanganan dan Pemanfaatan
Buah-Buahan dan Sayur -Sayuran Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada
University Press Yogyakarta.

Pantastico, Er. B., H. Subramanyam, M. B. Bhatti, N. Ali dan E. K. Akamine.


1986. Petunjuk-petunjuk untuk pemanenan hasil. hal 91-119. dalam Er.
B. Pantastico (Ed). Fisiologi Pasca Panen: Penanganan dan Pemanfaatan
Buah-Buahan dan Sayur -Sayuran Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada
University Press Yogyakarta.

Paul, R. E and C. Chen. 2003. Postharvest physiology, handling and storage of


pineopple. p 253-267. dalam D. P. Bartholomew, R. E. Paull and K. G.
Rohrbach (Eds). The Pineapple : Botany, Production and Uses. CABI
Publishing. UK.

Paull, R. E. 1997. Pineapple. p 123-139. In S. K. Mitra (Ed). Postharvest


Physiology and Storage of Tropical and Subtropical Fruits. CABI
Publishing. UK.

Phan. C. T., Er. B. Pantastico, K. Ogata dan K. Chachin. 1986. Respirasi dan
puncak respirasi. hal 136-159. dalam Er. B. Pantastico (Ed). Fisiologi
Pasca Panen: Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan dan Sayur -
Sayuran Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada University Press
Yogyakarta.

Poerwanto, R. 2007 Diktat Kuliah Manajemen Produksi tanaman. Departemen


AGH, Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Purwoko, B. S. dan K. Suryana. 2000. Efek Suhu Simpan dan Pelapis terhadap
Kualitas Buah Pisang Cavendish. Bul. Agron. 28(3):77-83.

Purwoko, B. S. dan P. Fitradesi. 2000. Pengaruh Jenis Bahan Pelapis dan Suhu
Simpan terhadap Kualitas dan Daya Simpan Buah Pepaya. Bul. Agron.
28(2):66-72.

Rohrbach, K. G, Freddy Leal and Geo Coppens dEckenbrugge. 2003. History,


distribution and world production. p 3-4. dalam D. P. Bartholomew, R. E.
Paull and K. G. Rohrbach (Eds). The Pineapple : Botany, Production and
Uses. CABI Publishing. UK.

Ruspita, A. 2007. Pengaruh Pelapisan Khitosan dan Pelilinan terhadap Kualitas


dan Daya Simpan (Ananas comosus L. Merr) pada Suhu Kamar dan Suhu
15C. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, IPB. Bogor.

Samson, J. A. 1980. Tropical Fruits. Longman. London and New York.

Santoso, B. B. dan B. S. Purwoko. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen


Tanaman Hortikultura. Indonesia Australia Eastern University Project.
187 hal.

Soepartono, W. 2006. Teknologi Coating pada Produk Pangan. Foodreview


Indonesia.

Thompson, A. K., M. B. Bhatti dan P. P. Rubio. 1986. Pemanenan. hal 371-387.


dalam Er. B. Pantastico (Ed). Fisiologi Pasca Panen: Penanganan dan
Pemanfaatan Buah-Buahan dan Sayur -Sayuran Tropika dan Subtropika.
Gadjah Mada University Press Yogyakarta.

Verheij, E. W. M dan R. E. Coronel. 1997. Sumberdaya Nabati Asia Tenggara 2 :


Buah-buahan yang dapat dimakan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakara.
568 hal.

Winantikaria, W. 2007. Pengaruh Raptor terhadap Pembungaan dan Lama


Penyimpanan terhadap Kualitas Buah Nenas (Ananas comosus (L) Merr).
Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,
IPB. Bogor.

Winarno, F. G dan M. Aman. 1981. Fisiologi lepas panen. Sastra Hudaya. Jakarta.
96 hal.

http://faostat.fao.org/site/340/DesktopDefault.aspx?PageID=340. 4 Desember
2007.

www.kompas.com/kompas-cetak/0407/15/Jendela/1148279.htm. 4 Desember
2007.

http://216_color_chart.htm. 1 Mei 2008.

http://tumoutou.net/702_07134/marganof.pdf. Marganof. 2003. Potensi Limbah


Udang sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal, Kadmium, Dan
Tembaga) di Perairan. 5 Mei 2008.

http://multias.indonetwork.co.id/4478/lilin-lebahmalam-tawon-beeswax.htm.
5 Mei 2008.
http://maduterapi.blogspot.com/2007/12/lilin-atau-malem-lebah-bees-wax.html.
5 Mei 2008.

LAMPIRAN

Tabel Lampiran 1. Sidik Ragam Pelapisan dan Suhu Penyimpanan terhadap Susut
Bobot Buah Nenas.

MSP Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Pr>f CV


Bebas Kuadrat Tengah
1 MSP Ul 2 0.42 0.21 0.08 0.922 31.00
P 4 7.02 1.75 0.68 0.617
T 1 3.66 3.66 1.41 0.250
P*T 4 0.70 0.18 0.07 0.991
Galat 18 46.68 2.59
Total 29 58.48
2 MSP Ul 2 18.10 9.05 1.96 0.175 21.48
P 4 87.47 21.87 4.74 0.011*
T 1 48.42 48.42 10.51 0.005**
P*T 4 9.98 2.49 0.54 0.708
Galat 15 69.14 4.61
Total 26 233.11
3 MSP Ul 2 5.11 2.55 0.34 0.712 20.09
P 4 230.66 57.67 7.74 0.002**
T 1 26.10 26.10 3.50 0.086
P*T 4 70.33 17.58 2.36 0.112
Galat 11 89.42 7.45
Total 23 421.63
4 MSP Ul 2 25.92 12.96 1.13 0.349 18.37
P 4 252.81 63.20 5.51 0.006**
T 1 264.40 264.40 23.04 0.0002**
P*T 4 53.96 13.49 1.18 0.361
Galat 15 172.17 11.48
Total 26 769.28
5 MSP Ul 2 41.28 20.64 0.54 0.607 35.67
P 4 291.56 72.89 1.89 0.216
T 1 1.63 1.63 0.04 0842
P*T 3 475.67 158.56 4.12 0.056
Galat 7 269.42 38.49
Total 17

Tabel Lampiran 2. Sidik Ragam Pelapisan dan Suhu Penyimpanan terhadap Kadar
Air Buah Nenas.

MSP Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Pr>f CV


Bebas Kuadrat Tengah
1 MSP Ul 2 1.87 0.92 0.45 0.646 1.63
P 4 21.13 5.28 2.54 0.076
T 1 0.03 0.03 0.02 0.900
P*T 4 14.47 3.62 1.74 0.185
Galat 18 37.47 2.08
Total 29 74.97
2 MSP Ul 2 23.23 11.61 4.20 0.081 1.88
P 4 28.32 7.08 2.56 0.630
T 1 0.67 0.67 0.24 0.245
P*T 4 16.86 4.22 1.53 0.035
Galat 15 41.44 2.76
Total 26 110.52
3 MSP Ul 2 8.12 4.09 0.69 0.520 2.71
P 4 17.50 4.37 0.74 0.584
T 1 24.00 24.00 4.05 0.067
P*T 4 3.17 0.79 0.13 0.967
Galat 12 71.15 5.93
Total 23 124.00
4 MSP Ul 2 0.30 0.15 0.04 0.957 2.07
P 4 11.46 2.87 0.84 0.520
T 1 0.91 0.91 0.27 0.612
P*T 4 1.25 031 0.09 0.983
Galat 15 51.04 3.40
Total 26 64.96
5 MSP Ul 2 20.08 10.04 2.53 0.149 2.22
P 4 65.92 16.48 4.16 0.049*
T 1 35.77 35.77 9.02 0.020*
P*T 2 0.00 0.00 0.00 1.000
Galat 7 27.75
Total 16 129.88

Tabel Lampiran 3. Sidik Ragam Pelapisan dan Suhu Penyimpanan terhadap


Kelunakan Buah Nenas.

MSP Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Pr>f CV


Bebas Kuadrat Tengah
1 MSP Ul 2 27.25 13.62 12.92 0.0003 15.10
P 4 21.22 5.30 5.03 0.007**
T 1 0.03 0.03 0.02 0.877
P*T 4 43.75 10.94 10.37 0.0002**
Galat 18 18.98 1.05
Total 29 111.23
2 MSP Ul 2 1.71 0.86 0.19 0.832 19.65
P 4 8.54 2.13 0.46 0.761
T 1 0.53 0.53 0.12 0.739
P*T 4 16.48 4.12 0.89 0.491
Galat 15 69.06 4.60
Total 26 96.32
3 MSP Ul 2 7.76 3.88 0.60 0.563 21.50
P 4 12.63 3.16 0.49 0.743
T 1 77.83 77.83 12.09 0.005**
P*T 4 15.32 3.83 0.59 0.673
Galat 12 77.28 6.44
Total 23 190.83
4 MSP Ul 2 8.76 4.38 1.44 0.268 15.19
P 4 32.83 8.21 2.69 0.071
T 1 75.99 75.99 24.94 0.0002**
P*T 4 3.91 0.98 0.32 0.860
Galat 15 45.70 3.04
Total 26 167.19
5 MSP Ul 2 83.30 41.65 24.84 0.0007 11.64
P 4 45.25 11.31 6.75 0.015*
T 1 9.42 9.42 5.62 0.049*
P*T 1 6.45 6.45 3.85 0.091
Galat 7 11.73 1.68
Total 15 156.15

Tabel Lampiran 4. Sidik Ragam Pelapisan dan Suhu Penyimpanan terhadap


Padatan Terlarut Total Buah Nenas.

MSP Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Pr>f CV


Bebas Kuadrat Tengah
1 MSP Ul 2 4.53 2.27 1.10 0.352 12.66
P 4 4.01 1.00 0.49 0.746
T 1 0.06 0.06 0.03 0.871
P*T 4 9.77 2.44 1.18 0.352
Galat 18 37.19 2.07
Total 29 55.57
2 MSP Ul 2 6.83 3.42 0.70 0.511 18.24
P 4 36.40 9.10 1.87 0.168
T 1 6.76 6.76 1.39 0.257
P*T 4 10.91 2.73 0.56 0.695
Galat 15 73.00 4.87
Total 26 133.90
3 MSP Ul 2 1.59 0.79 0.35 0.713 13.59
P 4 14.46 3.62 1.58 0.241
T 1 1.60 1.60 0.70 0.419
P*T 4 0.82 0.20 0.09 0.984
Galat 12 27.40 2.28
Total 23 45.87
4 MSP Ul 2 0.68 0.34 0.09 0.917 18.07
P 4 5.26 1.31 0.34 0.849
T 1 0.67 0.67 0.17 0.685
P*T 4 1.14 0.28 0.07 0.989
Galat 15 58.73 3.91
Total 26 66.49
5 MSP Ul 2 5.09 2.55 2.25 0.176 9.69
P 4 25.93 6.48 7.09 0.032*
T 1 8.01 8.01 7.09 0.032*
P*T 2 0.00 0.00 0.00 1.000
Galat 7 7.92 1.13
Total 16 41.77

Tabel Lampiran 5. Sidik Ragam Pelapisan dan Suhu Penyimpanan terhadap Total
Asam Tertitrasi Buah Nenas.

MSP Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Pr>f CV


Bebas Kuadrat Tengah
1 MSP Ul 2 0.0001 0.00009 0.02 0.981 25.51
P 4 0.037 0.009 1.87 0.160
T 1 0.0004 0.0004 0.10 0.758
P*T 4 0.025 0.006 1.28 0.314
Galat 18 0.088 0.005
Total 29 0.151
2 MSP Ul 2 0.007 0.004 0.43 0.661 30.26
P 4 0.047 0.012 1.35 0.296
T 1 0.002 0.002 0.22 0.644
P*T 4 0.018 0.004 0.52 0.722
Galat 15 0.130 0.008
Total 26 0.204
3 MSP Ul 2 0.017 0.008 1.52 0.261 22.99
P 4 0.054 0.013 2.40 0.113
T 1 0.029 0.029 5.13 0.045*
P*T 4 0.002 0.0005 0.10 0.980
Galat 11 0.062 0.006
Total 22 0.164
4 MSP Ul 2 0.014 0.007 0.70 0.513 25.99
P 4 0.061 0.015 1.52 0.245
T 1 0.025 0.025 2.53 0.133
P*T 4 0.012 0.003 0.31 0.864
Galat 15 0.150 0.010
Total 26 0.261
5 MSP Ul 2 0.006 0.003 0.89 0.452 24.99
P 4 0.021 0.005 1.63 0.268
T 1 0.0007 0.0007 0.22 0.655
P*T 3 0.004 0.002 0.65 0.553
Galat 7 0.022 0.003
Total 16 0.054

Anda mungkin juga menyukai