Oleh :
Novita Novaliana
A34304048
Oleh :
Novita Novaliana
A34304048
RINGKASAN
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Tanggal Pengesahan:
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
segala rahnat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul Pengaruh Pelapisan dan Suhu Simpan terhadap Kualitas dan Daya
Simpan Buah Nenas (Ananas comosus (L.) Merr).
Penulis haturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda dan
Ibunda tercinta atas kasih sayang, dukungan, dan doa yang senantiasa menyertai
perjalanan penulis selama ini. Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Dr Ir Darda Efendi, MSi. selaku dosen pembimbing yang senantiasa
memberikan bimbingan dan dukungan kerpada penulis. Terimakasih atas segala
ilmu, waktu dan kesabaran yang selalu diberikan kepada penulis.
2. Pusat Kajian Buah-buahan Tropika untuk dukungan penelitian.
3. Kakak dan adik tercinta; teteh Fitri dan adik Nanda. Terimakasih untuk
kasih sayang, dukungan dan doanya selama ini.
4. Fahmi Farhani yang telah memberikan kasih sayang, bantuan, dukungan
dan doanya selama ini.
6. Teman-teman terbaik yang selalu mendukung perjalanan penulis;
Heliyana, Renda, Masyita, Rita, Anna, Hana, Eneng, Nika, Dini, Melly, Rina,
Puspita, Chika, Adi dan Hendy.
7. Teman-teman sekelasku di PS Hortikultura 41.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis dan semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN........................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Tujuan .............................................................................................................. 2
Hipotesis........................................................................................................... 2
Halaman
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 46
LAMPIRAN .................................................................................................... 50
DAFTAR TABEL
No Halaman
Teks
1. Konsentrasi Emulsi Lilin Optimal Beberapa Komoditas
Hortikultura ............................................................................................... 8
2. Persentasi Nilai Color Chart Exclusively for Training
Program of Variety Protection Center ..................................................... 17
3. Data Pengamatan Minggu ke- 0 ................................................................ 20
4. Rekapitulasi Peluang Nyata Data Pengamatan Per Minggu ..................... 22
5. Pengaruh Faktor Tunggal Pelapisan atau Suhu Simpan
terhadap Susut Bobot Buah Nenas ............................................................ 23
6. Pengaruh Faktor Tunggal Pelapisan atau Suhu Simpan
terhadap Kadar Air Buah Nenas ............................................................... 25
7. Pengaruh Interaksi Pelapisan (P) dan Suhu Simpan (T)
terhadap Kelunakan Buah Nenas pada 1 MSP.......................................... 26
8. Pengaruh Faktor Tunggal Pelapisan atau Suhu Simpan
terhadap Kelunakan Buah Nenas .............................................................. 26
9. Pengaruh Faktor Tunggal Pelapisan atau Suhu Simpan
terhadap Padatan Terlarut Total Buah Nenas ........................................... 28
10. Pengaruh Faktor Tunggal Pelapisan atau Suhu Simpan
terhadap Total Asam Tertitrasi Buah Nenas ............................................. 29
11. Korelasi Antar Peubah Pengamatan pada 2 MSP .................................... 30
12. Korelasi Antar Peubah Pengamatan pada 4 MSP .................................... 30
13. Korelasi Antar Peubah Pengamatan pada 5 MSP .................................... 31
14. Persentase Warna Merah, Hijau dan Biru Permukaaan Kulit
Buah Nenas pada 1 MSP........................................................................... 33
15. Persentase Warna Merah, Hijau dan Biru Permukaaan Kulit
Buah Nenas pada 2 MSP........................................................................... 34
16. Persentase Warna Merah, Hijau dan Biru Permukaaan Kulit
Buah Nenas pada 3 MSP........................................................................... 35
17. Persentase Warna Merah, Hijau dan Biru Permukaaan Kulit
Buah Nenas pada 4 MSP........................................................................... 35
18. Persentase Warna Merah, Hijau dan Biru Permukaaan Kulit
Buah Nenas pada 5 MSP........................................................................... 36
19. Uji Organoleptik Aroma Buah Nenas terhadap 20 Orang
Responden (%) pada Minggu ke-1............................................................ 38
20. Uji Organoleptik Aroma Buah Nenas terhadap 20 Orang
Responden (%) pada Minggu ke-2............................................................ 39
21. Uji Organoleptik Aroma Buah Nenas terhadap 20 Orang
Responden (%) pada Minggu ke-3............................................................ 39
22. Uji Organoleptik Aroma Buah Nenas terhadap 20 Orang
Responden (%) pada Minggu ke-4............................................................ 40
23. Uji Organoleptik Rasa Buah Nenas terhadap 20 Orang
Responden (%) pada Minggu ke-1............................................................ 41
24. Uji Organoleptik Rasa Buah Nenas terhadap 20 Orang
Responden (%) pada Minggu ke-2............................................................ 41
No Halaman
Lampiran
1. Sidik Ragam Pelapisan dan Suhu Penyimpanan terhadap
Susut Bobot Buah Nenas .......................................................................... 50
2. Sidik Ragam Pelapisan dan Suhu Penyimpanan terhadap
Kadar Air Buah Nenas .............................................................................. 51
3. Sidik Ragam Pelapisan dan Suhu Penyimpanan terhadap
Kelunakan Buah Nenas ............................................................................. 52
4. Sidik Ragam Pelapisan dan Suhu Penyimpanan terhadap
Padatan Terlarut Total Buah Nenas .......................................................... 53
5. Sidik Ragam Pelapisan dan Suhu Penyimpanan Terhadap
Total Asam Tertitrasi Buah Nenas ............................................................ 54
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
Teks
1. Skema Prose Penelitian ................................................................................ 19
2. Pengamatan Warna Permukaan Kulit Buah Nenas pada Minggu ke-0....... 20
3. Kerusakan Buah ........................................................................................... 21
4. Pengamatan Warna Permukaan Kulit Buah Nenas pada Minggu ke-1........ 33
5. Pengamatan Warna Permukaan Kulit Buah Nenas pada Minggu ke-2........ 34
6. Pengamatan Warna Permukaan Kulit Buah Nenas pada Minggu ke-3........ 36
7 .Pengamatan Warna Permukaan Kulit Buah Nenas pada Minggu ke-4........ 37
8. Pengamatan Warna Permukaan Kulit Buah Nenas pada Minggu ke-5........ 37
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nenas (Ananas comosus (L). Merr) merupakan peringkat ketiga buah
tropika yang sangat penting dalam produksi di dunia setelah pisang dan jeruk
(Rohrbach, et. al., 2003). Produksi nenas di dunia pada tahun 2005 adalah sebesar
17 692 310 ton. Sedangkan di Indonesia produksi nenas pada tahun 2005 adalah
sebesar 673 070 ton (Faostat, 2007). Indonesia hanya mampu memproduksi 3.8%
dari total produksi dunia. Penanganan budidaya dan pasca panen buah nenas di
Indonesia pun masih kurang sehingga perlu dikembangkan agar kualitas maupun
kuantitasnya menjadi lebih baik.
Pemanenan komoditas nenas juga perlu diperhatikan karena menyangkut
susut kualitas dan kuantitas buah. Mutu buah-buahan setelah panen tidak dapat
ditingkatkan tetapi hanya dapat dipertahankan. Mutu yang baik didapatkan hanya
jika pemanenan dilakukan pada tingkat kemasakan yang sesuai dengan tujuan atau
penggunaan akhirnya.
Produk buah nenas dalam perdagangan internasional antara lain berupa
buah kalengan, potongan buah, hancuran buah (kemasan padat), sari buah dan
buah segar (Rohrbach, et. al., 2003). Tren pangan saat ini, para konsumen lebih
menyukai produk pangan seperti buah-buahan, yang masih segar karena pada
kondisi tersebut kandungan gizi produk masih tinggi.
Menurut Kadel dan Role dalam Poerwanto (2006) sepertiga produk
hortikultura dunia tidak dapat dikonsumsi karena rusak. Buah merupakan struktur
hidup yang akan mengalami perubahan fisik dan kimia setelah dipanen. Proses
pemasakan buah-buahan akan terus berlangsung karena jaringan dan sel di dalam
buah masih hidup dan melakukan respirasi. Proses respirasi akan menyebabkan
penurunan mutu dan masa simpan buah (Pantastico, 1986).
Untuk memperpanjang umur simpan dan menjaga kesegaran produk buah-
buahan dapat digunakan selaput pelindung (coating) pada kulit buah.
Pengembangan teknologi coating serta tuntutan konsumen terhadap produk yang
segar membuka peluang bagi para penyedia produk-produk yang digunakan
sebagai bahan pelapis. Selain memperpanjang umur simpan, coating juga banyak
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pelapisan dan suhu
simpan terhadap kualitas dan daya simpan buah nenas.
Hipotesis
1. Terdapat jenis pelapis yang lebih baik dari pelapis lilin dengan konsentrasi 6%
dalam perpanjangan umur simpan buah nenas.
2. Terdapat perbedaan kualitas dan daya simpan pada buah nenas yang disimpan
pada suhu kamar dengan buah yang disimpan pada suhu 15C.
TINJAUAN PUSTAKA
Nenas
Botani dan Ekologi
Nenas (Ananas comosus (L.) Merrill, famili Bromeliaceae) berasal dari
Brazilia bagian tenggara, Paraguay dan Argentina Utara (Baker dan Collins, 1939;
Laison-Cabot, 1992 dalam Paull, 1997). Nenas dibudidayakan di daerah tropika
maupun subtropika antara 33LU dan 3358LS (Bartholomew dan Malezieux,
1994 dalam Paull, 1997). Negara penghasil utama komoditi nenas antara lain
Hawai, Meksiko, Costa Rica, Kolombia, Honduras, Republik Dominika,
Malaysia, India, Kongo, Kenya, China, Taiwan, Vietnam, Australia, Filipina,
Bangladesh, Thailand, Indonesia, Afrika Selatan, Zaire dan Ivory Coast (Paull,
1997). Di Indonesia daerah penghasil buah yang penting adalah Palembang, Riau,
Jambi, Bogor, Subang, Pandeglang, Tasikmalaya, Kutai dan Pasir (Ashari, 1995).
Tanaman nenas merupakan tanaman herba tahunan, tergolong dalam
liliopsidae (monokotil) (dEeckenbrugge, 2003). Tinggi tanaman nenas dapat
mencapai 50-100 cm. Daunnya berbentuk pita, pipih, panjangnya dapat mencapai
100 cm, tersusun dalam spiral yang tertutup (roset), pangkalnya memeluk poros
utama. Buahnya terminal, berbentuk silinder dan terbentuk dari gabungan buah
beri yang berkembang dari perbungaan (Mohammed, 2004).
Tanaman nenas dapat tumbuh pada tipe tanah yang sangat bervariasi
dengan drainase dan aerasi yang baik. Menurut Collins (1960) dalam Nakasone
dan Paull (1998) tipe tanah yang ideal untuk penanaman nenas yaitu tanah
vulkanik berpasir, dengan drainase yang baik untuk mencegah jenuh air dan
penyakit yang menyerang bagian akar, dan kisaran pH 4.5-5. Kisaran suhu di areal
penanamannya ialah 23-32C. Tanaman ini tidak toleran terhadap hujan salju, dan
buahnya sensitif terhadap terik matahari. Tanaman nenas toleran terhadap
kekeringan serta kisaran hujannya luas. Curah hujan 1000-1500 mm per tahun
dianggap optimal (Verheij dan Coronel, 1997).
Klon Cayenne
Kultivar pada nenas disebut dengan klon, karena umumnya tanaman ini
diperbanyak secara vegetatif. Klon nenas dikelaskan menjadi 4-5 kelompok yaitu
Cayenne, Spanish, Queen, dan Pernambuco yang mewakili varietas-
varietas botani. Klon Cayenne yang juga dikenal dengan Smooth Cayenne adalah
jenis yang paling utama dalam produksi komersial (Mohammed, 2004). Salah satu
contoh nenas Cayenne yang dikembangkan di Indonesia adalah nenas Smooth
Cayenne asal Subang.
Klon Cayenne merupakan klon yang paling luas penanamannya. Kultivar
ini merupakan kelompok yang heterozigot. Ukuran daunnya 100 cm x 6.5 cm,
sebelah atasnya berbintik kemerah-merahan, sebelah bawahnya kelabu keperak-
perakan, pinggirannya rata hanya memiliki beberapa duri di pangkal dan
ujungnya. Buahnya kurang lebih berbentuk silinder, beratnya sekitar 2.5 kg,
daging buahnya kuning pucat sampai kuning (Verheij dan Coronel, 1997).
Walaupun Smooth Cayenne adalah varietas utama dunia, namun memiliki
kekurangan jika dikonsumsi segar. Kelemahan tersebut antara lain keasaman yang
tinggi, asam askorbat rendah, rasanya kurang baik (Paull, 1997). Menurut
Mohammed (2004) Smooth Cayenne memilki dua karakteristik yang tak
diinginkan apabila dijual sebagai buah yang dikonsumsi segar, yaitu buah tidak
menjadi masak atau memperbaiki kualitas rasa setelah pemanenan dan
kematangan buah sulit dinilai dari warna permukaan kulit atau karakteristik luar
lainnya.
Smooth Cayenne peka terhadap banyak serangan hama dan penyakit serta
mudah terjadi pencoklatan pada daging buahnya (internal browning) (Paull dan
Chen, 2003). Smooth Cayenne sangat mudah terserang penyakit yang disebabkan
oleh kutu putih (mealy bug) (Nakasone dan Paull, 1998). Menurut Collins (1960)
dalam Samson (1980) serangan kutu putih adalah penyakit pada nenas yang paling
luas penyebarannya dan juga salah satu yang paling merugikan, terutama pada
Smooth Cayenne.
mempengaruhi respirasi dapat dibedakan atas dua yaitu faktor internal (dari dalam
bahan sendiri) seperti tingkat perkembangan organ, komposisi kimia jaringan,
ukuran produk, adanya pelapisan alami pada permukaan kulitnya dan jenis
jaringan; faktor eksternal (dari luar atau lingkungan di sekeliling bahan) seperti
suhu, penggunaan etilen, ketersediaan oksigen dan karbondioksida, terdapatnya
senyawa pengatur pertumbuhan dan adanya luka pada buah.
Laju respirasi buah merupakan petunjuk aktivitas metabolisme jaringan
dan oleh karena itu berguna sebagai petunjuk lama penyimpanan buah-buahan.
Selama periode perkembangan, pematangan, pemasakan dan senesen, pola
respirasi tertentu akan diperoleh (Santoso dan Purwoko, 1993).
Buah yang memperlihatkan kenaikan respirasi yang cepat selama
pematangan dinamakan buah klimakterik. Buah-buahan lainnya yang tidak
mempunyai pola respirasi demikian dinamakan buah non klimakterik (Pantastico
et. al., 1986). Buah-buahan yang termasuk ke dalam buah klimakterik antara lain
apel, pear, peach, apokat, pisang, mangga, delima dan tomat; buah yang termasuk
buah non klimakterik yaitu lemon, anggur, jeruk manis dan nenas (Santoso dan
Purwoko, 1993).
Nenas adalah buah non klimakterik yang memproduksi CO2 sekitar 22 ml
kg jam-1 pada 23C dan selama pematangan tidak terjadi perubahan respirasi dan
-1
biokimia yang berarti (Dull et. al., 1967 dalam Paull, 1997). Buah dapat
diklasifikasikan sebagai buah klimakterik dan non klimakterik bergantung pada
ada tidaknya produksi etilen selama pematangan dan responnya terhadap etilen
dari luar (Inaba, 2006).
Etilen adalah gas hormon tumbuhan, olefin sederhana (C2H4) dan aktif
secara biologi pada konsentrasi yang rendah (Abeles, 1992; Saltveit, 1999 dalam
Baldwin, 2004). Etilen disebut hormon karena dapat memenuhi persyaratan
sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobil dalam jaringan
tanaman dan merupakan senyawa organik (Winarno dan Aman, 1981).
Etilen memegang peranan penting dalam pematangan, kadang kala
menguntungkan karena dapat meningkatkan kualitas buah melalui percepatan dan
penyeragaman pematangan sebelum dipasarkan, seringkali merugikan karena
meningkatkan laju senesen dan mengurangi masa simpan (Santoso dan Purwoko,
1993). Jumlah etilen tidak selalu tetap, akan tetapi berubah-ubah selama
pematangan. Pada buah-buah yang termasuk ke dalam golongan non klimakterik
akan mengalami proses klimakterik setelah ditambah etilen dalam jumlah yang
besar. Aktifitas etilen dalam pematangan buah akan menurun dengan menurunnya
suhu (Winarno dan Aman, 1981).
Pelilinan
Buah-buahan umumnya mempunyai selaput lilin alami di permukaan luar
yang sebagian hilang oleh pencucian (Akamine et. al., 1986; Muchtadi dan
Sugiyono, 1992). Umur simpan (storage life) buah nenas dapat diperpanjang jika
buah dicelupkan ke dalam emulsi lilin yang mengandung fungisida yang cocok.
Bidang irisan gagang buahnya hendaknya diperlakukan demikian juga (Verheij
dan Coronel, 1997).
Buah dilapisi dengan lilin setelah proses pencucian, lilin yang digunakan
antara lain polietilen/parafin atau lilin carnauba/parafin. Pelapisan lilin dapat
mengurangi gejala pencoklatan daging buah (internal browning) karena chilling
injury, mengurangi kehilangan air, diaplikasikan bersama dengan fungisida dan
memperbaiki penampakan buah (Paull dan Rohrbach, 1985 dalam Paull, 1997).
Suatu lapisan lilin tambahan juga untuk menghindarkan keadaan anaerobik di
dalam buah dan memberikan perlindungan yang diperlukan terhadap serangan
organisme-organisme pembusuk.
Pembuatan emulsi lilin dapat dilakukan dengan menambahkan air panas
pada lilin, menambahkan lilin pada air panas dan dengan tekanan. Emulsi lilin
dalam air dapat digunakan tanpa harus mengeringkan buah dulu. Zat-zat
pengemulsi yang cocok dicampurkan untuk mendapatkan emulsi lilin dalam air.
Trietanolamin dan asam oleat biasanya digunakan untuk pengemulsi.
Lilin lebah merupakan salah satu jenis yang banyak digunakan untuk
produk hortikultura. Lilin lebah adalah hasil proses metabolisme dari kelenjar
malam yang dimiliki lebah, hasil metabolisme itu dikeluarkan (diekskresi) melalui
ruas-ruas bagian abdomen (Maduterapi, 2008). Lilin lebah mengandung senyawa
organik hidrokarbon jenuh dan tak jenuh, ester-ester dan alkohol monoester,
kolesterol dan sedikit mineral-mineral tetentu. Warna lilin bervariasi, kuning atau
oranye bersih, pada suhu kamar akan beku dan sedikit lunak, pada suhu dingin
bersifat mudah pecah sedangkan pada suhu 85F keadaannya lunak tetapi tidak
melekat di tangan kalau dipijat. Berbau khas, beraroma tanaman-tanaman
(Multias, 2008).
Berdasarkan penelitian pelapisan pada pisang Cavendish yang dilakukan
Purwoko dan Suryana (2000) diketahui bahwa lilin carnauba 6% paling baik
dalam menghambat susut bobot buah dibandingkan dengan buah yang tidak
dilapisi, dilapisi lilin lebah 6% dan dilapisi samperfresh. Pada penelitian Purwoko
dan Fitradesi (2000) buah pepaya yang diperlakukan dengan lilin carnauba 6%
dapat disimpan selama 19 hari pada suhu dingin, 13.7 hari lebih lama
dibandingkan buah kontrol yang disimpan pada suhu kamar. Ruspita (2007)
menyimpulkan bahwa pelapisan lilin lebah 6% dapat meningkatkan daya simpan
buah nenas hingga minggu ke-3 tanpa adanya pengerasan dan pengkeriputan pada
kulit buah, dan kualitas penampakan warna buahnya baik.
Konsentrasi emulsi lilin optimal beberapa komoditas hortikultura
berdasarkan data Sub Balai Penelitian Hortikultura Pasar Minggu dapat dilihat
pada Tabel1.
Kitosan
Kitosan adalah polisakarida yang diperoleh melalui proses deasetilasi dari
kitin (2-acetoamide-2-deoxy--D-glucan) yang biasanya diproduksi dari binatang
air crustasea atau jenis udang-udangan (Soepartono, 2006). Kitosan memiliki sifat
larut dalam suatu larutan asam organik, tetapi tidak larut dalam pelarut organik
lainnya seperti dimetil sulfoksida dan juga tidak larut pada pH 6,5. Pelarut kitosan
yang baik adalah asam asetat (Kompas, 2007).
Kitin dan kitosan tidak terdapat pada jaringan manusia, tetapi
acetylglucosamine dan chitobiose ditemukan dalam glycoproteins dan
glycosaminoglycans. Sejak kitosan dinyatakan bersifat biodegradable, tidak
beracun, nonimmunogenic dan biocompatible pada jaringan hewan, banyak riset
telah diarahkan ke arah penggunaannya pada aplikasi medis seperti pemberian
obat, pencegah pembekuan darah dan kulit tiruan (Muzzarelli dan Muzzarelli,
2007).
Pada saat ini kitosan banyak dimanfaatkan dalam bidang industri,
perikanan, dan kesehatan di luar negeri, seperti untuk bahan pelapis, perekat,
penstabil, serta sebagai polimer dalam bidang teknologi polimer (Kompas, 2007).
Pada industri pangan kitosan digunakan untuk menjaga kesegaran buah dan sayur.
Fungsi kitosan adalah untuk mencegah keluarnya gas CO2 dan etilen dari buah
dan sayur serta menunda proses pematangan dan mencegah proses kontaminasi
mikroba (Soepartono, 2006).
Pelapis edible kitosan 2%, baik di suhu kamar maupun di suhu dingin,
memberikan susut bobot tertinggi dan berbeda nyata dengan kontrol, kitosan 1%
dan kitosan 1.5%. Ada kecenderungan semakin tinggi konsentrasi kitosan,
semakin tinggi susut bobotnya. Kitosan merupakan pelapis edible yang memiliki
daya barrier yang kurang baik (Nurrachman, 2004).
Kelunakan
Secara fisiologis umumnya semakin lama buah disimpan maka permukaan
buah semakin lunak. Menurut Matto et. al. (1986) menjadi lunaknya buah
disebabkan oleh perombakan protopektin yang tak larut menjadi pektin yang larut.
Ada petunjuk bahwa angka-angka yang diperoleh dengan penetrometer
bergantung pada tebalnya kulit luar dan kandungan total zat padat (Pantastico,
1986). Nilai kelunakan buah yang tinggi menunjukkan bahwa tingkat kekerasan
buah rendah (lembek).
Padatan terlarut total
Padatan terlarut total, terutama gula sering digunakan sebagai petunjuk
dari kematangan dan kualitas buah (Paull, 1993 dalam Paull dan Chen, 2003).
Kualitas buah yang ditentukan oleh kandungan kadar gula sebagai padatan terlarut
total diukur dengan alat refraktometer yang memiliki satuan persen gula atau
disebut juga dengan brix (Paull dan Chen, 2003).
Dalam proses pematangan buah kandungan gula dan karbohidrat selalu
berubah (Winarno dan Aman, 1981). Total padatan terlarut yang dikehendaki
untuk buah segar di Hawai minimum 12% (Anon, 1968 dalam Paull, 1997).
Menurut Bartholomew et. al. (2003) dalam Mohammed (2004) nenas yang
berwarna kuning dan mengandung 10-18% total padatan terlarut adalah yang
paling baik untuk dikonsumsi segar. Sedangkan untuk buah nenas yang masak
untuk pengalengan harus mempunyai 12% total padatan terlarut (Pantastico et. al.,
1986).
Nilai padatan terlarut buah apel yang dilapisi dengan kitosan cenderung
lebih rendah daripada buah yang tidak dilapisi atau kontrol. Pada awal
pengamatan nilai kandungan PTT pada kontrol, kitosan 0.5% dan 1% yaitu
11.1Brix, sedangkan pada kitosan 1.5% adalah 11.3Brix. Pada pengamatan hari
ke-15 nilai PTT berturut-turut adalah 14.6, 14.1, 14.2 dan 13.7Brix (Nurrachman,
2004).
Total asam tertitrasi
Asam-asam dapat dianggap sebagai sumber cadangan energi pada buah
dan kemudian diharapkan menurun selama aktifitas metabolisme yang lebih tinggi
selama pemasakan. Perkecualian pada nenas, dimana taraf asam yang sangat
tinggi pada stadia masak penuh tetapi tidak tinggi pada tahap perkembangan
lainnya ( Santoso dan Purwoko, 1993). Total asam yang terdapat pada buah nenas
dinyatakan sebagai asam sitrat yang utama yang terdapat dalam buah nenas
dengan persentase 87% dari total asam yang ada (Samson, 1980).
Perubahan keasaman dalam penyimpanan dapat berbeda-beda sesuai
dengan tingkat kemasakan dan suhu penyimpanan (Pantastico et. al., 1986).
Semakin masaknya buah, kadar-kadar asam tertitrasi meningkat (Lodh dan
Pantastico, 1986). Menurut Bartholomew et. al. (2003) dalam Mohammed (2004)
kandungan total asam tertitrasi 0.5-1.6% adalah yang paling baik untuk konsumsi
segar, sedangkan untuk pengalengan buah nenas yang masak harus mempunyai
tingkat keasaman 0.5-0.6% (Anon, 1965 dalam Pantastico et. al., 1986).
Nilai asam total buah apel pengamatan pertama pada kontrol, pelapis
kitosan 0.5%, 1% dan 1.5% berturut-turut adalah 0.38, 0.37, 0.36 dan 0.38
mg/100 g. nilai ini terus menurun hingga pada akhir pengamatan menjadi 0.21,
0.20, 0.22 dan 0.27 mg/100 g. pelapis kitosan mampu menghambat penurunan
nilai asam total, meskipun pada pelapis kitosan 0.5% tidak menunjukkan
perbedaan dengan kontrol (Nurrachman, 2004).
Warna
Perubahan-perubahan buah selama pematangan dapat dilihat dalam hal
warna. Berubahnya warna dapat disebabkan oleh proses degradasi maupun proses
sintesis dari pigmen-pigmen yang terdapat dalam buah (Muchtadi dan Sugiyono,
1992). Pigmen tersebut pada umumnya dapat dibagi menjadi empat kelompok
yaitu khlorofil, antosianin, flavonoid dan karotenoid (Winarno dan Aman, 1981).
Pada umumnya pada sebagian besar buah-buahan, menghilangnya warna
hijau merupakan pertanda kematangan. Selama pematangan kandungan klorofil
buah menurun secara perlahan (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Hasil dari
degradasi klorofil diduga digunakan sebagai bahan sintesa dalam pembuatan
etilen dalam buah-buahan (Winarno dan Aman, 1981).
Buah nenas mengalami perubahan-perubahan selama pemasakan dan
pematangan. Warna kulit buah seperti berikut ini biasanya digunakan untuk
menentukan berbagai tingkat kemasakan:
No. 0 : Semua mata hijau seluruhnya, tanpa tanda-tanda kuning.
Metode
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Percobaan Faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK).
Penelitian ini terdiri dari dua faktor perlakuan yaitu pelapisan dan suhu simpan.
Perlakuan pelapisan buah terdiri dari lima taraf perlakuan yaitu
(P0) : Kontrol
(P1) : Lilin Lebah 6%
(P2) : Lilin Lebah 9%
(P3) : Lilin Lebah 12%
(P4) : Kitosan 2%
Perlakuan suhu penyimpanan terdiri dari dua taraf perlakuan yaitu
penyimpanan pada suhu kamar (T1) dan penyimpanan pada suhu 15oC (T2). Setiap
perlakuan terdiri dari tiga ulangan, sehingga terdapat 30 satuan percobaan.
permukaan kulit buah yang seragam berwarna hijau. Crown dan tangkai buah
nenas dibiarkan utuh.
b. Pembuatan lilin lebah untuk konsentrasi 12%
1. Air dipanaskan sampai dengan suhu 90-95oC.
2. Lilin lebah sebanyak 120 g dipanaskan dalam panci pada suhu 82-90oC
hingga lilin menjadi cair sambil diaduk-aduk terus.
3. 20 ml asam oleat ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam lilin yang
telah dicairkan sambil diaduk-aduk.
4. 40 ml trietanolamine ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk-aduk
terus.
5. Setelah lilin, asam oleat dan trietanolamine tercampur dengan rata aduk-
aduk terus larutan sampai benar-benar kental dan suhu larutan campuran
tetap dipertahankan 90-95oC.
6. Kemudian air panas ditambahkan dengan suhu 90-95oC sedikit demi
sedikit hingga volume larutan menjadi 1000 ml. Campuran tersebut
kemudian diaduk-aduk terus sehingga didapat emulsi lilin.
7. Setelah emulsi terbentuk, emulsi didinginkan segera menggunakan air
dingin.
c. Metode perlakuan
Sebelum buah diberikan perlakuan, buah dicuci terlebih dahulu dan
dikering-anginkan. Pelapisan buah dilakukan dengan mencelupkan buah ke dalam
4 liter larutan selama 1 menit kemudian dikering-anginkan. Selanjutnya nenas
disimpan pada suhu kamar atau pada suhu 15oC sesuai dengan perlakuan (Gambar
1).
d. Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap beberapa peubah selama 6 minggu.
Pengamatan destruktif maupun pengamatan non-destruktif dilakukan setiap 1
minggu sekali. Pengamatan tersebut meliputi
Pengamatan Non Destruktif :
1. Susut bobot buah selama penyimpanan
Bobot buah awal adalah bobot ketika buah belum disimpan setelah diberi
perlakuan. Pengambilan data bobot selanjutnya dengan menimbang tiap-tiap
perlakuan yang sama setiap minggu dengan timbangan non analitik. Perhitungan
susut bobot buah menggunakan rumus berikut :
Keterangan :
A = Bobot buah awal
B = Bobot buah hari ke-n
2. Warna buah
Warna permukaan kulit buah diamati secara kualitatif (visual) dengan
menggunakan color chart Exclusively for Training Program of Variety Protection
Center. Color chart ini terdiri dari tiga set nilai yang menggambarkan persentasi
nilai kandungan warna merah, hijau dan biru. Warna-warna tersebut tersaji dalam
nilai heksadesimal (Tabel 2).
Tabel 2. Persentasi Nilai Color Chart Exclusively for Training Program of
Variety.Protection Center
Color Red Green Blue Hexadecimal
Black 0 0 0 #000000
White 255 255 255 #FFFFFF
Red 255 0 0 #FF0000
Green 0 192 0 #00CC00
Blue 0 0 255 #0000FF
Yellow 255 255 0 #FFFF00
(http://216_color_chart.htm.,2008)
Pengamatan Destruktif :
1. Kelunakan
Tingkat kelunakan buah diukur dengan menggunakan alat penetrometer.
Bagian yang diukur adalah pada bagian pangkal, tengah, dan ujung buah nenas.
2. Total Asam Tertitrasi
Daging buah dipisahan dari kulit buah lalu diblender dan diambil pastanya
sebanyak 15 g. Kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan
air sampai dengan tanda tera, dikocok dan disaring untuk dimbil filtratnya
sebanyak 25 ml. Filtrat tersebut kemudian diberikan indikator phenolphtalein,
kemudian dititrasi dengan NaOH sampai muncul warna pink.
Keterangan :
Fp = faktor pengencer
3. Padatan Terlarut Total
Untuk melihat padatan terlarut buah digunakan alat refraktometer. Sari
buah diambil dengan menghancurkan buah dan diteteskan di atas permukaan kaca
refraktometer. Skala yang tertera pada refraktometer akan terbaca Brix.
4. Kadar air
Kadar air diukur dengan metode pengeringan. Daging buah dipisahkan
dari kulit buah lalu diblender dan dimbil pastanya sebanyak 10 g. Kemudian
dimasukkan ke dalam oven yag diset pada suhu 105oC selama 24 jam.
Keterangan :
Wa = Bobot segar (g)
Wb = Bobot setelah dioven (g)
5. Uji organoleptik
Pengamatan uji organoleptik meliputi aroma, rasa dan tingkat kerenyahan
buah oleh 20 orang panelis. Hasil penilaian dari panelis digunakan sebagai acuan
untuk menghitung nilai rata-rata masing-masing perlakuan. Skala yang digunakan
adalah 1 (sangat suka), 2 (suka), 3 (biasa), 4 (tidak suka), 5 (sangat tidak suka).
Nenas
Varietas Smooth Cayenne
Sortasi
HASIL DA
AN PEMBA
AHASAN
Keadaan
n Umum Pen
nelitian
Berd ngamatan paada minggu ke-0 diketahhui bahwa buah
dasarkan pen b nenas
y
yang digunaakan dalam penelitian
p memiliki tinggkat kelunakkan awal 5.15 mm/4.83
m
g
g/detik, totall asam tertitrrasi 0.36%, padatan teraarut total 12..9Brix, kad
dar air buah
8
87.34% (Tabbel 3) dan permukaan
p kkulit buah teerlihat berwarna hijau (Gambar 2)
d
dengan kanddungan warnna merah 40%
%, hijau 40%
% dan biru 0%.
T
Tabel 3. Datta Pengamatan Minggu kke-0
Peubah Nilai
N
1. Tingkat Kelunakan
K (mm/4.83
( g/5 detik) 5.15
2. Total Assam Tertitrassi (%) 0.36
3. Padatan Terlarut Tottal (Brix) 12.9
4. Kadar Air
A (%) 877.34
G
Gambar 2. Buah
B Nenas pada
p Minggu ke-0 (buah
h tidak pada skala yang sama)
s
Gambar 3. Kerusakan Buah: Gejala Penyakit Black Rot pada Permukaan Kulit
Buah (a) dan Bagian Daging Buah (b), Gejala Internal Browning (c) dan Hama
Mealy bugs pada Permukaan Kulit Buah (d).
Susut Bobot
Susut bobot terjadi karena selama proses penyimpanan menuju pemasakan
terjadi perubahan fisikokimia berupa pelepasan air. Semakin lama waktu
penyimpanan suatu komoditas hortikultura maka akan semakin menambah
kehilangan bobot akibat proses metabolisme yang terus berlangsung walaupun
buah telah dipanen (Pantastico et al.,1986).
Tabel 5. Pengaruh Faktor Tunggal Pelapisan atau Suhu Penyimpanan terhadap
Susut Bobot (%) Buah Nenas.
Susut Bobot (%)
Perlakuan 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP 5MSP
Pelapisan
Kontrol 5.33 12.12a 16.66a 18.47b 17.93
Lilin 6% 5.79 8.21b 12.06b 17.40bc 15.10
Lilin 9% 4.31 8.84b 11.37b 16.82bc 13.97
Lilin 12% 5.29 7.99b 8.74b 13.50c 17.29
Kitosan 2% 5.25 11.84a 17.32a 23.56a 17.69
Suhu
Kamar 5.54 11.49a 14.62 21.46a 16.96
15C 4.85 8.80b 12.54 15.20b 17.60
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
adalah tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf 5%.
MSP : Minggu Setelah Perlakuan.
Hal tersebut diduga karena kitosan merupakan pelapis edibel yang memiliki daya
barrier yang kurang baik.
Faktor suhu simpan berpengaruh terhadap susut bobot buah nenas pada 2
MSP dan 4 MSP. Susut bobot buah nenas yang disimpan pada suhu 15C lebih
rendah dibandingkan bila disimpan pada suhu kamar (Tabel 5). Penelitian lain
juga melaporkan bahwa suhu dingin dapat menghambat susut bobot buah pisang
Cavendish (Purwoko dan Suryana, 2000) dan nenas Smooth Cayenne (Ruspita,
2007). Menurut Ruspita (2007) proses kehilangan air pada suhu tinggi terjadi
lebih cepat dibandingkan pada suhu rendah, meskipun dalam lingkungan dengan
kelembaban yang sama.
Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas
buah nenas. Kehilangan air terjadi disebabkan oleh luka-luka mekanik, seperti
kerusakan fisik permukaan, memar karena tumbukan, memar karena gesekan dan
sebagainya (Santoso dan Purwoko, 1993). Menurut Muchtadi dan Sugiyono
(1992) kehilangan air juga disebabkan oleh sebagian air dalam jaringan bahan
yang menguap.
Interaksi faktor pelapisan dan suhu simpan tidak berpengaruh nyata
terhadap kadar air buah nenas pada seluruh minggu pengamatan. Faktor pelapisan
atau suhu simpan berpengaruh terhadap kadar air buah nenas hanya pada 5 MSP.
Buah yang tidak dilapisi (kontrol) memiliki kadar air yang paling rendah
dibandingkan dengan buah yang dilapisi lilin dan kitosan (Tabel 6). Ruspita
(2007) juga melaporkan bahwa buah yang tidak dilapisi (kontrol) memilki kadar
air yang lebih rendah dibandingkan dengan buah yang dilapisi dengan lilin lebah
6%. Pelilinan mampu mengurangi kehilangan air dan memperbaiki penampakan
buah selama pascapanen (Mohammed, 2004).
Buah yang disimpan pada suhu kamar memiliki kadar air yang lebih
rendah dibandingkan dengan buah yang disimpan pada suhu 15C. Menurut
Ruspita (2007) proses kehilangan air pada suhu tinggi terjadi lebih cepat
dibandingkan pada suhu rendah, sehingga kadar air buah pun semakin menurun.
Kelunakan Buah
Selama proses pematangan buah, zat pektik akan terhidrolisa menjadi
komponen-komponen yang larut air sehingga total zat pektik akan menurun
kadarnya dan komponen yang larut air akan meningkat jumlahnya yang
mengakibatkan buah menjadi lunak ( Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Penelitian
ini mengukur tingkat kelunakan buah nenas dengan menggunakan alat
penetrometer. Menurut Pantastico (1986) angka-angka yang diperoleh dengan
penetrometer bergantung pada tebalnya kulit luar dan kandungan total zat padat.
Nilai kelunakan buah yang tinggi menunjukkan bahwa tingkat kekerasan buah
rendah (lembek).
Interaksi faktor pelapisan dan suhu simpan berpengaruh pada tingkat
kelunakan buah nenas hanya pada 1 MSP. Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa
kombinasi perlakuan kitosan 2% - suhu ruang memiliki tingkat kelunakan yang
paling rendah dibanding dengan semua kombinasi lainnya. Menurut Ruspita
(2007) konsentrasi kitosan yang semakin tinggi (pekat) membuat peningkatan O2
untuk proses respirasi menjadi sedikit terhambat, akibatnya laju respirasi menjadi
rendah dan air yang dihasilkan dari proses transpirasi menjadi sedikit. Kombinasi
perlakuan kontrol - suhu 15C dan lilin 12% - suhu ruang berturut-turut memiliki
tingkat kelunakan yang lebih rendah dibanding semua kombinasi lainnya setelah
kombinasi perlakuan kitosan 2% - suhu ruang.
Tabel 7. Pengaruh Interaksi Pelapisan (P) dan Suhu Simpan (T) terhadap
Kelunakan Buah Nenas (mm/4.83 g/5 detik) pada 1 MSP.
Suhu Pelapisan
Kontrol Lilin 6% Lilin 9% Lilin 12% Kitosan 2%
Kamar 8.853a 7.817c 8.150b 5.923h 3.407j
15C 5.557i 7.297e 7.000f 6.557g 7.447d
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris
yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf 5%.
buah pisang Cavendish. Penyimpanan pada suhu dingin dapat menurunkan reaksi
biokimia yang terjadi pada buah, mengurangi produksi dan kerja etilen, dan
menghambat proses pelunakan.
Berdasarkan pengamatan pada 1 MSP hingga 5 MSP (Tabel 8) terlihat
bahwa buah yang tidak dilapisi (kontrol), buah yang dilapisi lilin 6%, lilin 9%,
lilin 12% dan kitosan 2% menunjukan peningkatan tingkat kelunakan hingga
3 MSP dan mengalami penurunan pada 4 MSP dan 5 MSP. Penurunan tingkat
kelunakan buah pada 4 MSP dan 5 MSP diduga karena permukaan kulit buah
mengalami pengeriputan dan pengkerasan.
lebah 6% memberikan nilai padatan terlarut total buah yang rendah juga
dikemukakan oleh Purwoko dan Fitradesi (2000) pada buah pepaya Solo.
Tabel 9. Pengaruh Faktor Tunggal Pelapisan atau Suhu Penyimpanan terhadap
Padatan Terlarut Total Buah Nenas.
Padatan Terlarut Total (Brix)
Perlakuan 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP 5 MSP
Pelapisan
Kontrol 11.92 12.77 10.25 11.25 13.60a
Lilin 6% 11.50 12.86 11.72 10.95 8.55c
Lilin 9% 11.12 9.97 12.18 11.07 10.84b
Lilin 12% 10.83 12.15 10.23 9.73 11.16b
Kitosan 2% 11.42 12.87 10.65 11.13 10.77b
Suhu
Kamar 11.31 11.53 11.37 11.10 12.04a
15C 11.40 12.54 10.86 10.78 10.53b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
adalah tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf 5%.
MSP : Minggu Setelah Perlakuan.
Buah yang disimpan pada suhu kamar memiliki nilai padatan terlarut lebih
tinggi dibandingkan dengan buah yang disimpan pada suhu 15C. Menurut
Purwoko dan Suryana (2000) pada penyimpanan dingin, kadar gula total buah
pisang Cavendish lebih kecil dibandingkan kadar gula total pada penyimpanan
suhu kamar. Hal tersebut diduga akibat terhambatnya produksi etilen pada buah
yang disimpan pada suhu rendah.
tinggi dibandingkan dengan buah yang disimpan dalam suhu ruang. Menurut
Lodh dan Pantastico (1986) semakin masak buah kadar asam-asam tertitrasi
meningkat. Perubahan dalam keasaman selama penyimpanan dapat berbeda-beda
sesuai tingkat kemasakan dan suhu penyimpanan (Pantastico et al., 1986).
Tabel 10. Pengaruh Pelapisan dan Suhu Penyimpanan terhadap Total Asam
Tertitrasi Buah Nenas.
% Total Asam Tertitrasi
Perlakuan 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP 5 MSP
Pelapisan
Kontrol 0.32 0.35 0.36 0.41 0.23
Lilin 6% 0.29 0.29 0.39 0.39 0.23
Lilin 9% 0.25 0.28 0.27 0.41 0.23
Lilin 12% 0.22 0.23 0.26 0.35 0.18
Kitosan 2% 0.29 0.35 0.33 0.38 0.28
Suhu
Kamar 0.27 0.30 0.29b 0.35 0.22
15C 0.28 0.31 0.36a 0.41 0.23
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
adalah tidak berbeda nyata pada uji Duncan pada taraf 5%.
MSP : Minggu Setelah Perlakuan.
Korelasi
Hubungan antara masing-masing komponen kualitas komoditi dan korelasi
metode evaluasi kualitas secara subyektif dan obyektif sangat penting diketahui.
Peubah-peubah yang diamati antara lain susut bobot buah, tingkat kelunakan,
kadar air, padatan terlarut total dan total asam tertitrasi. Pengamatan dilakukan
selama 5 minggu. Hasil korelasi kualitas buah berbeda nyata pada 2 MSP, 4 MSP
dan 5 MSP.
Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa pada 2 MSP ada korelasi antara
kadar air dan padatan terlarut total buah. Padatan terlarut total memiliki korelasi
negatif (0.80618) sangat nyata terhadap kadar air, yang artinya 65% [(100) (R2) =
(100) (0.806182) = 65)] dari keragaman dalam peubah padatan terlarut total dapat
diterangkan oleh fungsi linear peubah kadar air, semakin rendah kadar air buah
padatan terlarut total yang dikandung buah tersebut semakin tinggi. Selama proses
pematangan buah, zat pektik akan terhidrolisa menjadi komponen-komponen yang
larut air sehingga total zat pektik akan menurun kadarnya dan komponen yang
larut air akan meningkat jumlahnya yang mengakibatkan buah menjadi lunak
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Menurut Pantastico (1986) angka-angka yang
air, semakin rendah kadar air buah padatan terlarut total yang dikandung buah
tersebut semakin tinggi. Total asam tertitrasi memiliki korelasi negatif (0.69846)
nyata terhadap kadar air buah yang artinya 49% dari keragaman dalam peubah
total asam tertitrasi dapat diterangkan oleh fungsi linear peubah kadar air.
Semakin rendah kadar air, total asam tertitrasi buah tersebut semakin tinggi. Pada
4 MSP total asam tertitrasi juga memiliki korelasi positif (0.71252) nyata terhadap
padatan terlarut total buah, yang artinya 51% dari keragaman dalam peubah total
asam tertitrasi dapat diterangkan oleh fungsi linear padatan terlarut total. Semakin
tinggi total asam tertitrasi buah, padatan terlarut total buah tersebut semakin
tinggi. Menurut Lodh dan Pantastico (1986) dengan semakin masaknya buah, total
zat terlarut bertambah sebagai akibat kenaikan kadar asam-asam tertitrasi. Taraf
asam buah nenas yang sangat tinggi diperoleh pada stadia masak penuh, dan pada
saat yang bersamaan terjadi perubahan kuantitatif pemecahan polimer karbohidrat
khususnya perubahan pati menjadi gula (Santoso dan Purwoko, 1993).
Tabel 13. Nilai R Korelasi Antar Peubah Pengamatan pada 5 MSP
Peubah Susut Bobot Kadar Air Kelunakan PTT
Kadar air -0.77052
*
Kelunakan 0.68273 -0.76691
tn *
PTT 0.76545 -0.78595 0.53733
* * tn
TAT 0.05185 0.34582 -0.49758 0.17829
tn tn tn tn
Keterangan : PTT: Padatan Terlarut Total, TAT: Total Asam Tertitrasi, **: Beda
nyata pada taraf 1%, *: Beda nyata pada taraf 5%, tn: tidak berbeda
nyata.
yang artinya 59% dari keragaman dalam peubah padatan terlarut total dapat
diterangkan oleh fungsi linear peubah susut bobot dan 62% oleh kadar air buah.
Semakin rendah kadar air buah, padatan terlarut total dan susut bobot buah
tersebut semakin tinggi. Menurut Pantastico et al., 1986) susut bobot terjadi
karena selama proses penyimpanan menuju pemasakan terjadi perubahan
fisikokimia berupa pelepasan air.
Kelunakan buah pada 5 MSP memiliki korelasi negatif (0.767) nyata
terhadap kadar air buah, yang artinya 59% dari keragaman dalam peubah
kelunakan dapat diterangkan oleh fungsi linear peubah kadar air. Semakin
meningkat kadar air buah, tingkat kelunakan buah tersebut akan semakin rendah.
Hal tersebut hanya berdasarkan analisis statistik karena pengamatan parameter
kelunakan dan kadar air dilakukan pada bagian buah yang berbeda. Kelunakan
buah diukur pada bagian permukaan kulit buah, sedangkan parameter kadar air
diukur dari pasta daging buahnya yang dioven.
Warna
Perubahan-perubahan buah selama pematangan dapat dilihat dalam hal
warna. Berubahnya warna dapat disebabkan oleh proses degradasi maupun proses
sntesis dari pigmen-pigmen yang terdapat dalam buah (Muchtadi dan Sugiyono,
1992). Pengamatan warna dilakukan dengan menggunakan Color Chart
Exclusively for Training Program of Variety.Protection Center. Color chart ini
terdiri dari tiga set nilai yang menggambarkan persentasi nilai kandungan warna
merah, hijau dan biru.
Tingkat kematangan buah nenas Smooth Cayenne yang digunakan dalam
penelitian ini lebih kurang 20%. Warna permukaan buah nenas pada awal
pengamatan terlihat berwarna hijau dengan kandungan warna merah 40%, hijau
40% dan biru 0%.
Pelapisan buah dengan lilin dan kitosan tidak membuat kulit buah menjadi
kotor melainkan membuat permukaan kulit terlihat menjadi mengkilap sehingga
penampakan buah menjadi lebih menarik. Pada 1 MSP warna permukaan kulit
buah nenas masih didominasi warna hijau. Namun pada buah kontrol dan yang
dilapisi dengan kitosan 2% yang disimpan pada suhu kamar terlihat permukaan
k
kulit buahny
ya mulai meenjadi sedikiit menguningg dibandingkkan dengan kombinasi
p
perlakuan laainnya (Tabbel 14, Gam
mbar 4). Seetelah panenn khlorofil mengalami
m
d
degradasi, hal
h ini menggakibatkan w
warna buah yang hijau menjadi kunning. Hasil
d degradaasi khlorofil diduga diguunakan sebag
dari gai bahan sinntesa dalam pembuatan
e
etilen dalam
m buah-buahaan (Winarnoo dan Aman, 1981).
T
Tabel 14. Peersentase Waarna Merah, Hijau dan Biru
B Permukaaan Kulit Buuah Nenas
paada 1 MSP
Perlakuan %WWarna
Pelapisan Suhu merahh hhijau biru
Kontrol Ruang 20-800 200-40 0
15 C 20-400 200-40 0
Lilin 6 % Ruang 60-800 400-60 0-20
15 C 20-400 200-40 0-20
Lilin 9 % Ruang 20-600 200-40 0-20
15 C 0-60 200-40 0-20
Lilin 12 % Ruang 0-20 20 20
15 C 20-400 0
0-40 0
Kitosan 2 % Ruang 20-1000 200-40 0
15 C 0-40 200-40 0-20
Suhu
kamar
Suhu
15C
G
Gambar 4. P
Pengamatan Warna Perm mukaan Kullit Buah Nennas pada Minggu ke-1
(buah
( tidak pada skalaa yang sam
ma, hanya untuk
u mempperlihatkan
warna)
w
T
Tabel 15. Peersentase Waarna Merah, Hijau dan Biru
B Permukaaan Kulit Buuah Nenas
paada 2 MSP
Perlakuan %WWarna
Pelapisan Suhu merah h hhijau biru
Kontrol Ruang 60-1000 0 0
15 C 40-800 0
0-20 0-20
Lilin 6 % Ruang 60-1000 0
0-20 0-20
15 C 60-800 0
0-20 0-20
Lilin 9 % Ruang 20-800 0 0
15 C 60-800 0
0-20 0-20
Lilin 12 % Ruang 20-600 0 0
15 C 20-800 0 0
Kitosan 2 % Ruang 80-1000 0 0
15 C 60-1000 0
0-20 0-20
Suhu
kamar
Suhu
15C
G
Gambar 5. P
Pengamatan Warna Perm mukaan Kullit Buah Nennas pada Minggu ke-2
(buah
( tidak pada skalaa yang sam
ma, hanya untuk
u mempperlihatkan
warna)
w
hijau pada buah, mungkin karena terjadinya oksidasi atau penjenuhan terhadap
ikatan rangkap molekul klorofil (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Pada 3 MSP warna buah terlihat hampir seragam menjadi lebih kuning
hingga oranye (Gambar 6), namun buah yang dilapisi lilin terlihat lebih segar
dibandingkan dengan buah yang tidak dilapisi (kontrol) dan yang dilapisi kitosan
yang mulai terjadi pengeringan pada kulit dan mahkota buahnya. Pada 4 MSP
kulit buah terlihat hampir seragam berwarna oranye atau jingga, namun pada buah
kontrol, buah yang dilapisi lilin lebah 6% dan kitosan 2% kulit buah sudah mulai
mengalami pencoklatan, pengkeriputan dan pengerasan (Gambar 7).
Tabel 16. Persentase Warna Merah, Hijau dan Biru Permukaan Kulit Buah Nenas
pada 3 MSP
Perlakuan % Warna
Pelapisan Suhu merah hijau biru
Kontrol Ruang 100 40 0
15 C 80-100 40-80 0-20
Lilin 6 % Ruang 100 40-60 0-20
15 C 60-100 60 0-20
Lilin 9 % Ruang 80-100 40-60 0-20
15 C 80 60 0
Lilin 12 % Ruang 60-100 40-60 0-20
15 C 60 60 20
Kitosan 2 % Ruang 80-100 40-80 0
15 C 80-100 40-60 0-20
Tabel 17. Persentase Warna Merah, Hijau dan Biru Permukaan Kulit Buah Nenas
pada 4 MSP
Perlakuan % Warna
Pelapisan Suhu merah hijau biru
Kontrol Ruang 100 40 20
15 C 80 40-60 0
Lilin 6 % Ruang 100 60 0
15 C 80-100 40-60 0-20
Lilin 9 % Ruang 80-100 40-60 0
15 C 80-100 40-60 0-20
Lilin 12 % Ruang 100 40-60 0
15 C 80 0 0
Kitosan 2 % Ruang 80 60 0
15 C 80-100 40-60 0
Suhu
kamar
Suhu
15C
G
Gambar 6. P
Pengamatan Warna Perm mukaan Kullit Buah Nennas pada Minggu ke-3
(buah
( tidak pada skalaa yang sam
ma, hanya untuk
u mempperlihatkan
warna)
w
Suhu
kamar
Suhu
15C
G
Gambar 7. P
Pengamatan Warna Perm mukaan Kullit Buah Nennas pada Minggu ke-4
(buah
( tidak pada skalaa yang sam
ma, hanya untuk
u mempperlihatkan
warna)
w
Suhu
kamar
Suhu
15C
G
Gambar 8. Pengamatan
P Warna Permmukaan Kulitt Buah Nenaas pada Ming ggu ke-5
Keterangan:
K Buah perlakkuan pelapissan lilin lebbah 6% dan kitosan
k 2%
tidak diamati karena busuk. (buah tidak pada skala yang
sama, hanyya untuk mem mperlihatkann warna)
Uji Organoleptik
Evaluasi kualitas buah melibatkan indra perasa terhadap senyawa yang
mempengaruhi aroma, rasa dan kerenyahan buah. Penentuan kualitas (evaluasi
obyektif) terhadap komponen kritikal yang harus digabungkan dengan evaluasi
subyektif oleh suatu panel agar bisa memberikan informasi yang berarti tentang
kualitas buah (Santoso dan Purwoko, 1993).
Organoleptik Aroma
Aroma buah merupakan salah satu faktor yang menentukan perkembangan
kualitas yang optimal bagi kebanyakan buah. Pada beberapa buah aroma yang
khas disebabkan oleh terdapatnya satu atau dua senyawa organik (volatil).
Senyawa-senyawa tersebut terutama ester, alkohol, asam dan karbonil (aldehid
dan keton) (Santoso dan Purwoko, 1993).
Berdasarkan data pada Tabel 19, 20 dan 21 diketahui bahwa pada 1 MSP
hingga 3 MSP umumnya responden lebih menyukai aroma yang dihasilkan oleh
buah yang disimpan pada suhu kamar dibandingkan pada suhu 15C. Derajat
kemasakan merupakan faktor fisiologi utama yang mempengaruhi produksi zat-
zat atsiri, namun komposisi aromanya sangat dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan selama pematangan (Pantastico et al., 1986). Diduga produksi zat-zat
atsiri buah nenas yang disimpan pada suhu kamar lebih banyak dibandingkan
dengan buah buah yang disimpan pada suhu 15C yang mengakibatkan aroma
buah yang dihasilkan oleh penyimpanan pada suhu kamar lebih kuat
dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu 15C.
Tabel 19. Uji Organoleptik Aroma Buah Nenas Terhadap 20 Orang Responden
(%) pada Minggu ke-1.
Respon (%)
Pelapisan Suhu Sangat Suka Biasa Tidak Sangat
suka suka tidak suka
Kontrol Kamar 5 15 70 10 0
Lilin 6% Kamar 0 25 60 10 5
Lilin 9% Kamar 15 25 50 10 0
Lilin12% Kamar 5 25 55 15 0
Kitosan 2% Kamar 10 25 55 10 0
Kontrol 15C 0 10 75 15 0
Lilin 6% 15C 5 15 65 15 0
Lilin 9% 15C 5 10 65 20 0
Lilin12% 15C 0 10 80 10 0
Kitosan 2% 15C 0 10 75 15 0
Tabel 20. Uji Organoleptik Aroma Buah Nenas Terhadap 20 Orang Responden
(%) pada Minggu ke-2.
Respon (%)
Pelapisan Suhu Sangat Suka Biasa Tidak Sangat
suka suka tidak suka
Kontrol Kamar 0 35 30 30 5
Lilin 6% Kamar 10 50 20 10 10
Lilin 9% Kamar 0 30 70 0 0
Lilin12% Kamar 5 30 55 10 0
Kitosan 2% Kamar 0 45 50 5 0
Kontrol 15C 0 20 40 40 0
Lilin 6% 15C 0 25 50 15 10
Lilin 9% 15C 10 25 45 10 10
Lilin12% 15C 5 50 25 10 10
Kitosan 2% 15C 10 20 45 15 10
Tabel 21. Uji Organoleptik Aroma Buah Nenas Terhadap 20 Orang Responden
(%) pada Minggu ke-3.
Respon (%)
Pelapisan Suhu Sangat Suka Biasa Tidak Sangat
suka suka tidak suka
Kontrol Kamar 5 25 55 10 5
Lilin 6% Kamar 0 50 35 15 0
Lilin 9% Kamar 0 35 45 20 0
Lilin12% Kamar 0 25 60 10 5
Kitosan 2% Kamar 5 45 40 10 0
Kontrol 15C 5 20 40 35 0
Lilin 6% 15C 5 35 35 20 5
Lilin 9% 15C 5 20 45 30 0
Lilin12% 15C 0 15 70 10 5
Kitosan 2% 15C 5 10 80 5 0
Tabel 22. Uji Organoleptik Aroma Buah Nenas Terhadap 20 Orang Responden
(%) pada Minggu ke-4.
Respon (%)
Pelapisan Suhu Sangat Suka Biasa Tidak Sangat
suka suka tidak suka
Kontrol Kamar 15 30 40 15 0
Lilin 6% Kamar 10 30 55 0 5
Lilin 9% Kamar 15 35 40 10 0
Lilin12% Kamar 0 45 30 15 10
Kitosan 2% Kamar 15 40 30 15 0
Kontrol 15C 10 35 30 15 10
Lilin 6% 15C 0 35 50 15 0
Lilin 9% 15C 10 30 30 30 0
Lilin12% 15C 0 40 45 15 0
Kitosan 2% 15C 10 50 20 5 15
Organoleptik Rasa
Rasa merupakan salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi kualitas
buah nenas. Untuk konsumsi segar buah nenas perbandingan kandungan gula
yang tinggi dengan asam yang rendah akan menghasilkan kualitas rasa yang baik
sesuai dengan keinginan konsumen. Buah nenas paling baik dikonsumsi saat
tingkat kemanisan buah antara 10-18Brix dan mengandung 0.5-0.6% asam
tertitrasi (Bartholomew et al., 2003 dalam Mohammed, 2004).
Berdasarkan data pada Tabel 23 diketahui bahwa pada 1 MSP umumnya
responden lebih menyukai rasa yang dihasilkan oleh buah yang disimpan pada
suhu kamar dibandingkan pada suhu 15C. Sampai dengan 2 MSP responden
lebih menyukai rasa buah nenas yang disimpan pada suhu kamar dibandingkan
pada suhu 15C (Tabel 24).
Berdasarkan data pada Tabel 25, pada 3 MSP responden lebih banyak
menyukai rasa yang dihasilkan oleh buah yang dilapisi lilin 9% pada suhu ruang
dan yang dilapisi lilin 6% pada suhu 15C dibandingkan dengan kombinasi
perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena pada 3 MSP kandungan padatan terlarut
total buah yang dilapisi lilin 9% pada suhu ruang dan yang dilapisi lilin 6% pada
suhu 15C lebih tinggi dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya.
Tabel 23. Uji Organoleptik Rasa Buah Nenas Terhadap 20 Orang Responden (%)
pada Minggu ke-1.
Respon (%)
Pelapisan Suhu Sangat Suka Biasa Tidak Sangat
suka suka tidak suka
Kontrol Kamar 0 40 25 15 20
Lilin 6% Kamar 0 50 25 10 15
Lilin 9% Kamar 5 40 35 20 0
Lilin12% Kamar 0 40 35 15 10
Kitosan 2% Kamar 20 35 30 15 0
Kontrol 15C 0 0 15 55 30
Lilin 6% 15C 0 25 25 35 15
Lilin 9% 15C 5 0 25 60 10
Lilin12% 15C 0 25 55 20 0
Kitosan 2% 15C 0 15 15 40 30
Tabel 24. Uji Organoleptik Rasa Buah Nenas Terhadap 20 Orang Responden (%)
pada Minggu ke-2.
Respon (%)
Pelapisan Suhu Sangat Suka Biasa Tidak Sangat
suka suka tidak
suka
Kontrol Kamar 0 40 40 15 5
Lilin 6% Kamar 5 35 15 10 35
Lilin 9% Kamar 0 50 15 35 0
Lilin12% Kamar 5 50 35 10 0
Kitosan 2% Kamar 20 40 25 15 0
Kontrol 15C 10 10 35 35 10
Lilin 6% 15C 10 30 25 30 5
Lilin 9% 15C 30 20 10 35 5
Lilin12% 15C 15 10 10 55 10
Kitosan 2% 15C 10 20 30 30 100
Tabel 25. Uji Organoleptik Rasa Buah Nenas Terhadap 20 Orang Responden (%)
pada Minggu ke-3.
Respon (%)
Pelapisan Suhu Sangat Suka Biasa Tidak Sangat
suka suka tidak suka
Kontrol Kamar 0 35 45 20 0
Lilin 6% Kamar 5 25 35 15 20
Lilin 9% Kamar 15 50 20 10 5
Lilin12% Kamar 10 20 5 45 20
Kitosan 2% Kamar 25 30 35 10 0
Kontrol 15C 20 30 25 20 5
Lilin 6% 15C 20 50 30 0 0
Lilin 9% 15C 5 15 65 15 0
Lilin12% 15C 0 5 25 65 5
Kitosan 2% 15C 15 10 30 40 5
Tabel 26. Uji Organoleptik Rasa Buah Nenas Terhadap 20 Orang Responden (%)
pada Minggu ke-4.
Respon (%)
Pelapisan Suhu Sangat Suka Biasa Tidak Sangat
suka suka tidak suka
Kontrol Kamar 30 15 15 40 0
Lilin 6% Kamar 10 30 35 15 10
Lilin 9% Kamar 5 25 35 35 0
Lilin12% Kamar 5 15 0 50 30
Kitosan 2% Kamar 20 20 20 30 10
Kontrol 15C 5 40 40 15 0
Lilin 6% 15C 0 35 40 25 0
Lilin 9% 15C 15 45 20 10 10
Lilin12% 15C 5 20 20 45 10
Kitosan 2% 15C 5 25 20 15 35
Organoleptik Kerenyahan
Uji organoleptik ini dilakukan untuk mengetahui penilaian responden
terhadap tingkat kerenyahan buah nenas dari berbagai kombinasi pelapisan dan
suhu simpan selama 4 minggu pengamatan.
Berdasarkan Tabel 27 dan 28 diketahui bahwa hingga 2 MSP responden
masih menyukai kerenyahan hampir semua kombinasi perlakuan. Hal ini diduga
karena tingkat kelunakan buah masih rendah. Buah belum banyak mengalami
proses pemecahan protopektin menjadi pektin maupun terjadinya hidrlisis pati
yang menyebabkan pelunakan pada buah.
Saran
1. Untuk penyimpanan buah nenas Smooth Cayenne disarankan menggunakan
jenis pelapis lilin dengan konsentrasi 9%.
2. Suatu penelitian yang melibatkan subyektifitas skoring disarankan untuk tidak
melibatkan skor nilai tengah atau skor penilaian biasa.
DAFTAR PUSTAKA
M, J., Fiz dan Rizky. 2003. Nenas Perlu industry Hilir untuk Meraih Peluang.
Hortikultura 2(3):24-26.
Nugroho, W. 2002. Pengaruh Pelilinan terhadap Kualitas dan Daya Simpan Buah
Durian (Durio zibhetinus Murr.) Varietas Rancamaya pada Suhu Kamar.
Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian FATETA. IPB. Bogor.
Pantastico, Er. B. 1986. Susunan buah-buahan dan sayur-sayuran. hal 3-37. dalam
Er. B. Pantastico. Fisiologi Pasca Panen: Penanganan dan Pemanfaatan
Buah-Buahan dan Sayur -Sayuran Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada
University Press Yogyakarta.
Phan. C. T., Er. B. Pantastico, K. Ogata dan K. Chachin. 1986. Respirasi dan
puncak respirasi. hal 136-159. dalam Er. B. Pantastico (Ed). Fisiologi
Pasca Panen: Penanganan dan Pemanfaatan Buah-Buahan dan Sayur -
Sayuran Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada University Press
Yogyakarta.
Purwoko, B. S. dan K. Suryana. 2000. Efek Suhu Simpan dan Pelapis terhadap
Kualitas Buah Pisang Cavendish. Bul. Agron. 28(3):77-83.
Purwoko, B. S. dan P. Fitradesi. 2000. Pengaruh Jenis Bahan Pelapis dan Suhu
Simpan terhadap Kualitas dan Daya Simpan Buah Pepaya. Bul. Agron.
28(2):66-72.
Winarno, F. G dan M. Aman. 1981. Fisiologi lepas panen. Sastra Hudaya. Jakarta.
96 hal.
http://faostat.fao.org/site/340/DesktopDefault.aspx?PageID=340. 4 Desember
2007.
www.kompas.com/kompas-cetak/0407/15/Jendela/1148279.htm. 4 Desember
2007.
http://multias.indonetwork.co.id/4478/lilin-lebahmalam-tawon-beeswax.htm.
5 Mei 2008.
http://maduterapi.blogspot.com/2007/12/lilin-atau-malem-lebah-bees-wax.html.
5 Mei 2008.
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1. Sidik Ragam Pelapisan dan Suhu Penyimpanan terhadap Susut
Bobot Buah Nenas.
Tabel Lampiran 2. Sidik Ragam Pelapisan dan Suhu Penyimpanan terhadap Kadar
Air Buah Nenas.
Tabel Lampiran 5. Sidik Ragam Pelapisan dan Suhu Penyimpanan terhadap Total
Asam Tertitrasi Buah Nenas.