Anda di halaman 1dari 13

KEUTAMAAN SEPULUH HARI PERTAMA

BULAN DZULHIJJAH
almanhaj.or.id

KEUTAMAAN SEPULUH HARI PERTAMA BULAN DZULHIJJAH


Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
https://almanhaj.or.id/3404-keutamaan-sepuluh-hari-pertama-bulan-dzulhijjah.html

Sepuluh hari prtama bulan Dzulhijjah merupakan hari-hari yang paling utama dibanding dengan
hari-hari yang lainnya, karena Nabi bersaksi bahwa sepuluh hari tersebut adalah hari-hari yang
paling utama di dunia, dan beliau juga menganjurkan untuk memperbanyak amalan shalih pada
hari-hari tersebut. Semua amalan shalih yang paling utama di dunia, dan beliau juga
menganjurkan untuk memperbanyak amalan shalih pada hari-hari tersebut. Semua amalan
shalih yang dikerjakan pada sepuluh hari ini lebih dicintai oleh Allah dari pada amalan-amalan
shalih yang dikerjakan pada selain hari-hari tersebut. Ini menunjukkan betapa utamanya
amalan shalih pada hari tersebut dan betapa banyak pahalanya. Amalan-amalan shalih yang
dikerjakan pada sepuluh hari tersebut akan berlipat ganda pahalanya, tanpa terkecuali.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

:
:

Tidak ada hari dimana suatu amal shalih lebih di cintai Allah melebihi amal shalih yang
dilakukan di hari-hari ini (yakni sepuluh hari pertama Dzulhijjah) . Para sahabat
bertanya, Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad di jalan Allah? Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam bersabda, Termasuk lebih utama dibanding jihad di jalan Allah, kecuali orang
yang keluar dengan jiwa dan hartanya (kemedan jihad) dan tidak ada satu pun yang kembali (ia
mati syahid) .[1]

Dalam lafazh lain:

Tidak ada amalan yang lebih suci di sisi Allah dan lebih besar pahalanya dari pada kebaikan
yang dilakukan pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah . Lalu ada yang bertanya, Termasuk jihad
di jalan Allah ? Rasulullah bersabda, Termasuk jihad di jalan Allah, kecuali seseorang keluar

1
dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad) dan tidak ada satu pun yang kembali (ia mati
syahid) .[2]

Diantara keutamaan sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah ini yaitu:


1. Bahwa Allah bersumpah dengan sepuluh hari tersebut dalam firman-Nya.

Demi fajar, demi malam yang sepuluh. [al-Fajr/89:1-2]


Yang dimaksud dengan malam yang sepuluh adalah sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah,
sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Ibnu az-Zubair, Mujahid, dan lainnya dari
kalangan kaum Salaf dan Khalaf.[3]

2. Sepuluh hari tersebut termasuk hari-hari yang ditentukan, yang padanya Allah Subhanahu wa
Ta ala memerintahkan hamba-Nya untuk banyak bertasbih, bertahlil, dan bertahmid. Allah
Ta ala berfirman:

da agar ereka e yebut a a Allah pada beberapa hari ya g telah dite tuka atas rizki
yang diberikan kepada mereka berupa hewan ternak..[al-Hajj/22:28].

Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu berkata, Hari-hari itu adalah sepuluh hari pertama Dzulhijjah .
Imam Ahmad meriwayatkan dari Jabir secara marfu bahwa ini (hari yang dimaksud) adalah
sepuluh hari yang disumpah oleh Allah Subhanahu wa Ta ala dalam firman-Nya,

(Demi fajar, demi malam yang sepuluh) [al-Fajr/89 ayat 1-2].[4]

3. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersaksi bahwa sepuluh hari tersebut termasuk hari-
hari yang paling utama di dunia. Beliau bersabda:

:
: :

Hari-hari yang paling utama di dunia ini yaitu hari yang sepuluh, yakni sepuluh hari pertama
Dzulhijjah . Dikatakan kepada beliau, Termasuk lebih utama dari jihad dijalan Allah? Beliau
menjawab, Termasuk lebih utama dari jihad di jalan Allah. Kecuali seseorang yang menutup
wajahnya dengan debu (mati syahid-pent) [5]

4. Di dalamnya terdapat hari Arafah, yang merupakan hari yang terbaik. Dan ibadah haji tidak
sah apabila tidak wukuf di Arafah. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

Haji itu wukuf di Arafah.[6]

5. Di dalamnya terdapat hari penyembelihan qurban.

6. Pada sepuluh hari tersebut, terkumpul pokok-pokok ibadah yaitu shalat, puasa, sedekah, haji,
yang tidak terdapat pada hari-hari selainnya.

AMAL-AMAL SUNNAH PADA BULAN DZULHIJJAH


Tentu banyak dari kita yang telah mengetahui bahwa di hari raya ini, ummat Islam
menyembelih qurbannya dalam rangka ketaatan kepada AllahAzza wa Jalla. Akan tetapi, bagi
kaum Muslimin, sesungguhnya hari raya ini tidak sekedar mengumandangkan takbir dan pergi
untuk shalat Ied, kemudian menyembelih qurban, lalu dimasak menjadi makanan yang lezat.
Ada hal-hal lain yang perlu dilakukan, sehingga hari raya ini penuh makna dalam usaha kita
meraih pahala dan ganjaran dari Allah Azza wa Jalla. Semoga hari raya tahun ini menjadi hari
raya yang lebih baik dengan amalan-amalan Sunnah yang sesuai dengan tuntunan Nabi kita
Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam

Di dalam hadits di atas, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan bahwa
amal-amal shalih pada sepuluh hari di awal bulan Dzulhijjah lebih utama dari amal-amal shalih
di bulan lainnya. Yang termasuk dari amal-amal shalih sangatlah banyak, di antaranya:

1. Berpuasa Pada Sembilan Hari Pertama Bulan Dzulhijjah.


Mulai dari awal bulan Dzulhijjah, ternyata telah ada amalan yang disunnahkan untuk kita
kerjakan. Diriwayatkan dari sebagian isteri Nabi, mereka berkata:

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari bulan Dzulhijjah, hari
Asyura, tiga hari pada setiap bulan, dan hari Senin pertama awal bulan serta hari Kamis.[7]

Hadits ini menganjurkan kita berpuasa pada sembilan hari bulan Dzulhijjah. Dan ini merupakan
pendapat jumhur ulama. Adapun hadits Aisyah Radhiyallahu anhuma berikut ini:

Aku tidak pernah sekali pun melihat Rasulullah berpuasa pada sepuluh hari pertama bulan
Dzulhijjah.[8]

Imam Ahmad rahimahullah berkata tentang dua hadits yang bertentangan ini, Bahwasanya
yang menetapkan (puasa pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah) lebih didahulukan dari yang
e afika . [9]

3
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, Perkataan Aisyah Radhiyalalahu anhuma bahwa
beliau Shallallahu alihi wa sallam tidak berpuasa pada sepuluh hari tersebut, mungkin beliau
tidak berpuasa karena suatu sebab, seperti sakit, safar, atau selainnya. Atau Aisyah
Radhiyallahu anhuma memang tidak melihat beliau berpuasa pada hari-hari tersebut. Tetapi
tidak melihatnya Aisyah Radhiyallahu anhuma idak mesti menunjukkan bahwa beliau
Shallallahu alaihi wa sallam tidak berpuasa. Dan ini ditunjukkan oleh hadits yang
perta a. [10]

Syaikh Muhammad bin al- Utsaimin rahimahullah berkata, Bahwasanya itu merupakan
pengabaran dari Aisyah Radhiyallahu anhuma tentang apa yang ia ketahui. Dan perkataan
Rasul Shallallahu alaihi wa sallam didahulukan atas sesuatu yang tidak diketahui oleh perawi.
Imam Ahmad rahimahullah telah merajihkan bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
berpuasa pada sepuluh hari tersebut. Jika hadits tersebut ditetapkan, maka tidak ada masalah,
dan jika tidak ditetapkan, sesungguhnya puasa pada sepuluh hari tersebut masuk dalam
keumuman amalan shalih yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam : Tidak
ada hari dimana suatu amal shalih lebih dicintai Allah melebihi amal shalih yang dilakukan di
hari-hari ini (yakni sepuluh hari pertama Dzulhijjah ). Dan puasa termasuk dalam amalan
shalih .[11]

2. Puasa Arafah
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

Puasa pada hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah), aku berharap kepada Allah, akan menghapuskan
dosa satu tahu sebelu ya da satu tahu setelah ya.[ ]

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda ketika ditanya tentang puasa hari Arafah:

.. e ghapuska dosa setahu sebelu ya da setahu setelah ya[ ]

Puasa ini dikenal pula dengan nama puasa Arafah karena pada tanggal tersebut orang yang
sedang menjalankan haji berkumpul di Arafah untuk melakukan runtutan amalan yang wajib
dikerjakan pada saat berhaji yaitu ibadah wukuf.

Pendapat jumhur ulama bahwa dosa-dosa yang dihapus dengan puasa Arafah ini yaitu dosa-
dosa kecil. Adapun dosa-dosa besar, maka wajib baginya taubat. Pendapat mereka dikuatkan
dengan perkataan mereka:

Karena puasa Arafah tidak lebih kuat dan lebih utama dari shalat wajib yang lima waktu, shalat
Jum at, dan Ramadhan. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

Shalat yang lima waktu, shalat Jum at sampai ke Jum at berikutnya, Ramadhan sampai ke
Ramadhan berikutnya, itu menghapus (dosa-dosa) di antara keduanya, selama dia menjauhi
dosa-dosa besar.[14]

Mereka berkata: Jika ibadah-ibadah yang agung dan mulia tersebut yang termasuk dari rukun-
rukun Islam tidak kuat untuk menghapuskan dosa-dosa besar, maka puasa Arafah yang sunnah
ini lebih tidak bisa lagi . Inilah pendapat yang rajih.[15]

3. Takbiran
Ketahuilah, bahwa disyari atkan bertakbir, bertahmid dan bertahlil pada sepuluh hari pertama
Dzulhijjah ini. Dari Abu Hurairah secara marfu :

Tidak ada hari-hari yang amal shalih lebih dicintai oleh Allah dari pada sepuluh hari pertama
Dzulhijjah. Maka hendaklah kalian bertasbih, bertahlil, dan bertakbir.[16]

Disyari atkan juga bertakbir setelah shalat shubuh pada hari Arafah sampai akhir hari tasyriq,
yaitu dengan takbir:

Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain
Allah, Allah Maha Besar. Allah Maha Besar, dan bagi Allah-lah segala puji.

4. Memperbanyak Amal Shalih Dan Ketaatan Kepada Allah Subhanahu wa Ta ala


Yaitu dengan memperbanyak shalat-shalat sunnah, sedekah, berbakti kepada orang tua,
menyambung tali kekerabatan, bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benarnya,
memperbanyak dzikir kepada Allah, bertakbir, membaca al-Qur an, dan amalan-amalan shalih
lainnya. Sedekah dianjurkan setiap hari, maka pada hari-hari ini lebih sangat dianjurkan lagi,
begitu juga ibadah-ibadah yang lain.

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, ia berkata:

Bahwa Sa id bin Jubair jika memasuki bulan Dzulhijjah, ia sangat bersungguh-sungguh sampai-
sampai dia hampir tidak mampu melakukannya. [17]

5. Haji dan Umrah


Allah Ta ala berfirman:

.kewajiba bagi manusia kepada Allah, berhaji ke Baitullah, bagi siapa yang memiliki
ke a pua u tuk elakuka perjala a .. [Ali Imran/3:97]

Haji dan Umrah adalah salah satu ibadah yang paling mulia dan sarana taqarrub (pendekatan
diri) kepada Allah yang paling afdhal. Di antara keutamaan haji dan Umrah adalah:

Barangsiapa yang berhaji dan umrah ke Baitullah, dia tidak berkata kotor, berbuat
kefasikan, maka akan kembali seperti baru dilahirkan oleh ibunya.
Antara dua umrah menghapuskan dosa di antara keduanya, dan haji yang mabrur
balasannya surga.
Haji menghapus dosa-dosa sebelumnya.
Haji mabrur termasuk seutama-utama amal setelah jihad fi sabilillah.
Haji dan umrah menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa.
Jihad yang paling bagus dan paling utama adalah haji yang mabrur.
Orang yang haji dan umrah adalah tamu Allah.
Do a orang yang haji dan umrah dikabulkan oleh Allah.
Orang yang meninggal dunia ketika pergi melaksanakan haji dan umrah, akan dicatat
baginya pahala umrah sampai hari kiamat.
Orang yang meninggal ketika dalam keadaan ihram, akan dibangkitkan di hari Kiamat
dalam keadaan membaca talbiyah.[18]

6. Idul Adh-ha
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu beliau berkata: Bahwa ketika Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam tiba di Madinah, masyarakat Madinah memiliki dua hari yang mereka rayakan dengan
bermain. Kemudian Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bertanya: dua hari apakah ini? Mereka
menjawab: Kami merayakannya dengan bermain di dua hari ini ketika zaman Jahiliyyah,
kemudian Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

Sesungguhnya Allah telah memberikan ganti kepada kalian dua hari yang lebih baik; Idul Fithri
dan Idul Adh-ha[19]

7. Berqurban
Di antara amal taat dan ibadah yang mulia yang dianjurkan adalah berqurban. Qurban adalah
hewan yang disembelih pada hari raya Idul Adh-ha berupa unta, sapi dan kambing yang
dimaksudkan dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta ala.

Allah Subhanahu wa Ta ala berfirman :

Laksanakanlah shalat untuk Rabb-mu dan sembelihlah kurban. [al-Kautsar/108:2].

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

Barang siapa yang memiliki kelapangan namun ia tidak berqurban maka jangan mendekati
tempat shalat kami.[20

Sebagian ulama berpendapat dengan dasar hadits di atas, bahwa hukum menyembelih
binatang qurban bagi seseorang adalah wajib bagi yang mampu.

Atha bin Yasar bertanya kepada Abu Ayyub al-Anshari: Bagaimana penyembelihan qurban
pada zaman Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam? Beliau menjawab:

Seseorang berqurban dengan seekor kambing untuk diri dan keluarganya. Kemudian mereka
memakannya dan memberi makan orang-orang sampai mereka berbangga. Maka jadilah
seperti yang engkau lihat .[21]

Barangsiapa yang berqurban untuk diri dan keluarganya maka disunnahkan ketika
menyembelih mengucapkan:

Dengan nama Allah, dan Allah Maha Besar, Ya Allah, terimalah (qurban) dariku, ya Allah, ini
dariku dan dari keluargaku.

Disunnahkan bagi orang yang berqurban agar menyembelih sendiri. Jika tidak mampu maka
hendaklah ia menghadiri, dan tidak diperbolehkan memberikan upah bagi tukang jagal dari
hewan kurban tersebut.

Kemudian, juga tidak memotong rambut dan kuku bagi yang berqurban. Seseorang yang ingin
berqurban, dilarang memotong kuku atau rambut dirinya (bukan hewannya) ketika sudah
masuk tanggal 1 Dzulhijjah sampai ia memotong hewan qurbannya.

Dari Ummu Salamah bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

7
Barang siapa yang memiliki hewan yang hendak ia sembelih(pada hari raya), jika sudah masuk
tanggal 1 Dzulhijjah maka janganlah memotong (mencukur) rambutnya dan kukunya
sedikitpun, sampai dia menyembelih qurbannya.[22]
Wallahu a lam.

Semoga Allah Azza wa Jalla selalu melimpahkan shalawat, salam dan berkah-Nya kepada Nabi
kita Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, beserta keluarga serta para Sahabatnya dan
orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik sampai hari Kiamat.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XVII/1434H/2013M. Penerbit Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-
858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Shahih : HR al-Bukhari (no. 969), Abu Dawud (no. 2438), at-Tirmidzi (no. 757), Ibnu Majah
(no. 1727) ad-Darimi (II/25), Ibnu Khuzaimah (no.2865), Ibnu Hibban (no.324, at-Taliqatul-
Hisan), at-Thahawy dalam Syarh Musykilil Atsar (no.2970), Ahmad (I/224, 239, 346), al-Baghawi
dalam Syarhus-Sunnah (no.1125), Abu Dawud ath-Thayalisi dalam Musnad-nya (no.2753),
Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf (no. 8121), Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (no.
19771), al-Baihaqi (IV/284), dan ath-Thabrani dalam al-Mu jamul-Kabir (no. 12326-12328), dari
Sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma.
[2]. Shahih : HR ad-Darimi (II/26), ath-Thahawi dalam Syarh Musykilil-Atsar (no.2970) dan al-
Baihaqi dalam Syu abul Iman (no. 3476), dari Sahabat Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma
[3]. Tafsir Ibni Katsir (VIII/390). Cet. Dar Thaybah
[4]. Tafsir Ibni Katsir (V/415). Cet Dar Thaybah
[5]. Hasan : HR al-Bazaar dalam Kasyful-Atsar (II/28. No.1128) Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani
dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib (no. 1150)
[6]. Shahih : HR at-Tirmidzi (no. 889) dan lainnya
[7]. Shahih : HR Abu Dawud (no. 2437)
[8]. Shahih : HR Muslim (no. 1176)
[9]. ASy-Syarhul Mumti ala Zad al-Mustaqni (VI/470)
[10]. Syarh Shahih Muslim (VIII/71)
[11]. Fatawa Fadhillati asy-Syaikh al-Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin fiz ZAkati wash-
Shiyam (I/792 no. 401)
[12]. Shahih : HR Muslim (no. 1162 (196))
[13]. Shahih : HR Muslim (no. 1162 (197))
[14]. Shahih : HR Muslim (no. 233))
[15]. Fat-hu Dzil-Jalail wal-Ikram (VII/356) Lihat juga Tas-hilul Ilmam (III/241) dam Taudhihul
Ahkam (III/530-531)
[16] HR Abu Utsman al-Buhairi dalam al-Fawa-id. Lihat Irwa-ul Ghalil (III/398-399)
[17]. HRad-Darimi (II/26)
[18]. Selengkapnya seilakan lihat buku penulis Panduan Manasik Haji dan Umrah, Cet. 4,
Pustaka Imam asy-Syafi i.

8
[19]. Shahih : HR Ahmad (III/103, 178, 235, 250), Abu Dawud (no. 1134), an-Nasa-i (III/179-180),
Abd bin Humaid (no.1390) dan ath-Thahawi dalam Syarh Musykilil Atsar (IV/131,no. 1488), al-
Hakim (I/294), al-Baihaqi (III/272), dan al-Baihaqi (III/277) dan al-Baghawi (no.1098) dari
Sahabat Anas Radhiyallahu anhu
[20]. Hasan : HR Ahmad (1/321), Ibnu Majah (no.3132) dan al-Hakim 9no.389), dari Sahabat
Abu Hurairah Radhiyallahu, Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Takhrij Musykilatil Faqr
(no.102) dan Shahih at-Targhib wat Tarhib (I/629, no. 1087)
[21]. Shahih : HR at-Tirmidzi (no. 1505) dan Ibnu Majah (no. 3147), Dishahihkan oleh Syaikh al-
Albani dalam Irwa ul Ghalil (no. 1142) dan Shahih Ibni Majah (II/203)
[22]. Shahih : HR Muslim (no. 1977)

KEUTAMAAN SEPULUH HARI PERTAMA BULAN DZULHIJJAH


Dr Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar
https://almanhaj.or.id/3404-keutamaan-sepuluh-hari-pertama-bulan-dzulhijjah.html

Imam al-Bukhari dalam shahiihnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma dari
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:

: :

Tidak ada amalan yang lebih utama dari amalan di sepuluh hari pertama Dzulhijjah ini. Mereka
bertanya, Tidak juga jihad? Beliau menjawab, Tidak juga jihad, kecuali seorang yang keluar
menerjang bahaya dengan dirinya dan hartanya sehingga tidak kembali membawa sesuatu
pun. [1]

Dengan demikian, jelaslah bahwa sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah adalah hari-hari dunia
terbaik secara mutlak. Hal itu karena ibadah induk berkumpul padanya dan tidak berkumpul
pada selainnya. Padanya terdapat seluruh ibadah yang ada di hari lain, seperti shalat, puasa,
shadaqah dan dzikir, namun hari-hari tersebut memiliki keistimewan yang tidak dimiliki hari-
hari lain yaitu manasik haji dan syari at berkurban pada hari Id (hari raya) dan hari-hari Tasyriq.

Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, Yang rajih bahwa sebab keistimewaan bulan Dzulhijjah
karena ia menjadi tempat berkumpulnya ibadah-ibadah induk, yaitu shalat, puasa, shadaqah
dan haji. Hal ini tidak ada di bulan lainnya. Berdasarkan hal ini apakah keutamaan tersebut
khusus kepada orang yang berhaji atau kepada orang umum? Ada kemungkinan di
dalamnya.[2]

Dalam Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah Terdapat Amalan Berikut Ini.
1. Haji dan umrah. Keduanya termasuk amalan terbaik yang dapat mendekatkan seorang
hamba kepada Rabb-nya.

9
2. Puasa sembilan hari pertama dan khususnya hari kesembilan yang termasuk amalan-amalan
terbaik. Cukuplah dalam hal ini sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam :

Puasa hari Arafah yang mengharapkan pahala dari Allah dapat menghapus dosa-dosa satu
tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang. [3]

3. Takbir dan dzikir di hari-hari ini diijabahi (dikabulkan) berdasarkan firman Allah:

Dan supaya mereka menyebut Nama Allah pada hari yang telah ditentukan [Al Hajj/22: 28]

4. Disyari atkan pada hari ini menyembelih kurban dari hari raya dan hari Tasyriq. Ini adalah
sunnah Bapak kita, Ibrahim ketika Allah mengganti anaknya, Isma il dengan hewan sembelihan
yang besar dan juga Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah menyembelih dua kambing gemuk
lagi bertanduk untuk diri dan umatnya.

5. Sebagaimana juga disyari atkan pada hari raya kepada seorang muslim untuk bersemangat
melaksanakan shalat, mendengarkan khutbah dan memanfaatkannya untuk mengenal hukum-
hukum kurban dan yang berhubungan dengannya.

6. Disyari atkan juga pada hari-hari ini dan hari-hari lainnya untuk memperbanyak amalan
sunnah, berupa shalat, membaca al-Qur-an, shadaqah, memperbaharui taubat dan
meninggalkan dosa dan kemaksiatan, baik yang kecil maupun yang besar.

Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, Sepuluh hari pertama Dzulhijjah seluruhnya adalah
kemuliaan dan keutamaan, amalan di dalamnya dilipatgandakan, dan disunnahkan agar
bersungguh-sungguh dalam ibadah di hari-hari tersebut. [4]

MAKSUD DARI HARI-HARI YANG DITENTUKAN (AL-AYYAAM AL-MALUUMAAT) DAN HARI-


HARI YANG BERBILANG (AL-AYAAM AL-MADUUDAAT)
Allah berfirman:

Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Nama Allah dalam beberapa hari yang berbilang.
Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tidak ada dosa
baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu),
maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah,
dan ketahuilah bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya. [al-Baqarah/2: 203]

10
Dan Allah Ta ala berfirman:

Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut
Nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rizki yang Allah telah berikan kepada mereka
berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah
untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. [al-Hajj/22: 28]

Para ulama berselisih pendapat dalam maksud dari firman Allah di atas tentang hari-hari yang
berbilang dan yang ditentukan. Di antara pendapat mereka adalah:
1. Hari-hari yang ditentukan tersebut adalah hari kurban dengan perbedaan di antara mereka
apakah itu tiga hari ataukah empat hari.

2. Hari-hari yang ditentukan tersebut adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dari awal
bulan sampai hari raya.

3. Hari-hari berbilang adalah hari-hari Tasyriq.

4. Hari-hari yang ditentukan adalah sepuluh hari pertama Dzulhijjah dan hari-hari Tasyriq,
berarti mulai awal bulan sampai akhir tanggal tiga belas.

5. Hari-hari yang ditentukan adalah sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah dan hari-hari
berbilang adalah hari-hari Tasyriq bersama hari Id.

Ada juga pendapat lemah yang mengatakan bahwa hari-hari yang ditentukan adalah sepuluh
hari pertama bulan Dzulhijjah dan hari-hari berbilang adalah hari-hari penyembelihan. Ini
menyelisihi ijma .

Yang benar bahwa hari-hari yang ditentukan tersebut adalah sepuluh hari pertama bulan
Dzulhijjah dan hari-hari berbilang adalah hari-hari Tasyriq.

Ibnul Arabi rahimahullah mengatakan, Ulama-ulama kami mengatakan bahwa hari-hari


melempar jumrah adalah hari-hari berbilang (ma duudaat) dan hari-hari penyembelihan adalah
hari-hari yang telah ditentukan (ma luumaat). [5]

Sedangkan Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, Ada yang mengatakan, hari-hari yang
ditentukan adalah hari-hari penyembelihan dan ada yang mengatakan ia adalah sepuluh hari
pertama Dzulhijjah. [6]

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma mengatakan bahwa
hari-hari yang berbilang adalah hari-hari Tasyriq, dan hari-hari yang ditentukan adalah sepuluh
hari pertama bulan Dzulhijjah. [7]

11
Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fat-hul Baari [8] dan asy-Syaukani dalam Fat-hul Qadiir 9] telah
memaparkan pernyataan para ulama dalam masalah ini dan semuanya hampir tidak keluar dari
apa yang telah kami sampaikan di atas. Wallahu a laam.

PERBANDINGAN ANTARA SEPULUH HARI TERAKHIR RAMADHAN DENGAN SEPULUH HARI


PERTAMA BULAN DZULHIJJAH
Hendaklah seorang muslim mengetahui bahwa membandingkan antara perkara-perkara baik
tidak bermaksud merendahkan dari yang lebih utama, bahkan hal ini seharusnya menjadi
pendorong untuk melipatgandakan amalan pada hal yang diutamakan dan mengambil
keutamaannya sekuat dan semampunya.

Para ulama telah membahas masalah ini dan yang rajih menurut saya -wallaahu a lam- bahwa
sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah lebih utama dari sepuluh hari terakhir Ramadhan, dan
sepuluh malam terakhir Ramadhan lebih utama dari sepuluh malam pertama bulan Dzulhijjah,
itu karena keutamaan malam Ramadhan tersebut dilihat dari adanya malam Qadar dan ini
untuk malamnya. Sedangkan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah diutamakan hari-harinya
dilihat dari adanya hari Arafah, hari penyembelihan dan hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah).

Syaikhul Islam pernah ditanya tentang perbandingan antara dua waktu tersebut, beliau
menjawab, Sepuluh hari pertama Dzulhijjah lebih utama dari sepuluh hari terakhir Ramadhan,
sedangkan malam sepuluh terakhir Ramadhan lebih utama dari malam sepuluh hari pertama
bulan Dzulhijjah.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, Apabila orang yang mulia lagi cendikia merenungkan
jawaban ini, tentulah ia mendapatinya sebagai jawaban yang cukup dan memuaskan. [10]

PERBANDINGAN ANTARA DUA HARI RAYA


Para ulama telah membahas seputar permasalahan ini, ada yang mengutamakan Idul Adh-ha
atas Idul Fithri dan ada yang sebaliknya. Setelah memaparkan keutamaan dua hari raya dan
keduanya termasuk hari paling utama dalam setahun, maka yang rajih adalah Idul Adh-ha lebih
utama dari Idul Fithri, karena ibadah dalam Idul Adh-ha adalah sembelihan kurban dengan
shalat sedangkan dalam Idul Fithri adalah shadaqah dengan shalat. Padahal jelas sembelihan
kurban lebih utama dari shadaqah, karena padanya berkumpul dua ibadah yaitu ibadah badan
(fisik) dan harta. Kurban adalah ibadah fisik dan harta, sedangkan shadaqah dan hadyah
hanyalah ibadah harta saja.

Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan bahwa Idul Adh-ha lebih utama dari Idul Fithri,
karena dua hal:

1. Ibadah di hari Idul Adh-ha, yaitu kurban lebih utama dari ibadah di hari Idul Fithri yaitu
shadaqah.

2. Shadaqah di hari Idul Fithri ikut kepada puasa, karena diwajibkan untuk membersihkan
orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan kejelekan dan memberi makan orang miskin serta

12
disunnahkan dikeluarkan sebelum shalat. Sedangkan kurban disyari atkan di hari-hari tersebut
sebagai ibadah tersendiri, oleh karena itu disyari atkan setelah shalat.

Allah -Ta ala- berfirman tentang yang pertama:

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat
Nama Rabb-nya, lalu dia shalat. [al-A laa/87: 14-15]

Dan tentang yang kedua:

Maka dirikanlah shalat karena Rabb-mu dan berkurbanlah. [al-Kautsar/108: 2]

Kemudian Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan lagi, Sehingga shalatnya orang-orang di


negeri-negerinya sama kedudukannya dengan jama ah haji yang melempar jumrah al- Aqabah
dan sembelihan mereka di negeri-negerinya sama kedudukannya dengan sembelihan hadyu
jama ah haji. [11]

[Disalin dari kitab Ahkaamul Iidain wa Asyri Dzil Hijjah, Edisi Indonesia Lebaran Menurut Sunnah
Yang Shahih, Penulis Dr Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar, Penerjemah Kholid
Syamhudi Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. HR. Al-Bukhari lihat Fat-hul Baari (II/457).
[2]. Fat-hul Baari (II/460).
[3]. HR. Muslim, lihat Shahiih Muslim (II/818-819).
[4]. Al-Mughni (IV/446).
[5]. Ahkaamul Qur-aan (I/140), karya Ibnul Arabi.
[6]. Majmuu al-Fataawaa (XXIII/225).
[7]. Tafsiir Ibnu Katsiir (I/244).
[8]. Fat-hul Baari (II/458).
[9]. Fat-hul Qadiir (I/205).
[10]. Majmuu al-Fataawaa (XXV/287) dan Zaadul Ma aad (I/57).
[11]. Majmuu al-Fataawaa (XXIII/222).

13

Anda mungkin juga menyukai