Anda di halaman 1dari 11

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR KOLONIAL DI KAWASAN POTROAGUNG

Muchlisiniyati Safeyah
Staff Pengajar Jurusan Teknik Arsitektur
UPN Veteran Surabaya

ABTRACT

Colonial architecture is an architecture that combine West and East culture. This architecture
presents trough the Dutchs architect works and it is for the benefit of the Dutches that live in Indonesia
before the Independence period. The architecture that present in the early period of the Independence,
more or less influenced by the colonial architecture, beside the desire from the architects to be different
from the colonial architecture which already exist (the jengki architecture). The architecture that present
in the Putroagung area has been known to the colonial architecture, which also has influence from the
jengki architecture. The colonial architecture characteristics are still stand until this moment.

Key words: development, colonial architecture, colonial

ABSTRAK

Arsitektur kolonial merupakan arsitektur yang memadukan antara budaya Barat dan Timur.
Arsitektur ini hadir melalui karya arsitek Belanda dan diperuntukkan bagi bangsa Belanda yang tinggal di
Indonesia, pada masa sebelum kemerdekaan. Arsitektur yang hadir pada awal masa setelah kemerdekaan
sedikit banyak dipengaruhi oleh arsitektur kolonial disamping itu juga adanya pengaruh dari keinginan
para arsitek untuk berbeda dari arsitektur kolonial yang sudah ada (arsitektur jengki). Arsitektur yang ada
di kawasan Potroagung ditengarai mengadopsi arsitektur kolonial, juga terdapat pengaruh arsitektur
jengki. Ciri-ciri arsitektur kolonial sebagian besar masih bertahan hingga sampai saat ini.

Kata kunci: Perkembangan, arsitektur kolonial, kolonial


JURNAL REKAYASA PERENCANAAN, Vol. 3, No. 1, Oktober 2006

PENDAHULUAN Salah satu faktor penting dalam


Arsitektur kolonial yang ada di perkembangan kota adalah faktor
Indonesia, tersebar di berbagai wilayah pembangunan perumahan. Pembangunan
kota-kota besar khususnya di Jawa. perumahan (buku rumah untuk seluruh
Arsitektur kolonial merupakan arsitektur rakyat) dipengaruhi oleh faktor peraturan
yang dibangun oleh arsitek Belanda yang perundang-undangan, kelembagaan,
diperuntukkan bagi Belanda. Setelah masa perkembangan teknologi dan industri jasa
kemerdekaan bentuk arsitektur yang konstruksi, kependudukan, pertanahan,
dibangun oleh arsitek Indonesia masih keterjangkauan daya beli, swadaya dan
berkiblat pada arsitektur kolonial tersebut. peran serta masyarakat, sosial budaya
Aliran lain yang mencoba sedikit berbeda masyarakat dan lain-lain. Bentuk
dikenal dengan arsitektur Jengki. Pada perumahan dapat dibedakan antara lain,
masa setelah kemerdekaan kota-kota besar perumahan yang teratur, perumahan yang
banyak membangun perumahan baik yang tidak teratur dan perumahan setengah
dibangun oleh pemerintah maupun oleh teratur. Perumahan yang teratur yang
swasta. Pembangunan perumahan pada dibangun pada masa penjajahan Belanda
masa ini, di kota Surabaya banyak yang diperuntukkan bagi penduduk bangsa
dilakukan terutama pada pusat kota, seperti Belanda, mempunyai ciri-ciri; berkualitas
pada wilayah jalan Darmo, sekitar tinggi, rumah besar-besar dengan halaman
Wonokromo, di wilayah Potroagung dan luas, baik di depan, di belakang dan di
sebagainya. samping. Jalannya lebar-lebar dan ditanami
Dengan melihat keberadaan arsitektur pohon-pohon peneduh. Memiliki taman-
perumahan yang ada di kawasan taman yang luas, lapangan bermain dan
potroagung, kajian ini bertujuan untuk olah raga. Sedangkan perumahan teratur
mengungkapkan bagaimana kehadiran yang dibangun setelah masa kemerdekaan
bangunan yang dibangun setelah masa- diperuntukkan bagi para pegawai negeri
masa kolonial berakhir, bagaimanakah cirri- atau pegawai perusahaan-perusahaan besar.
ciri arsitekturnya dan bagaimana Di lingkungan perumahan tersebut
perkembangan yang ada pada saat ini? dibangun berbagai tipe rumah mulai dari
KAJIAN TEORI tipe kecil hingga besar. Disediakan tanah
Perkembangan bentuk arsitektur tidak untuk membangun berbagai fasilitas seperti
terlepas dari perancangan dan pendidikan, pelayanan kesehatan,
perkembangan pembangunan perkotaan. pertamanan, lapangan olah raga dan
PERKEMBANGAN ARSITEKTUR KOLONIAL DI KAWASAN POTROAGUNG
(Muchlisiniyati Safeyah)

sebagainya. Kapling-kapling tanahnya lebih lokal. Pada perkembangannya arsitektur ini


kecil dan jalan-jalannya lebih sempit. sering disebut sebagai Indo-Europeesche
Sebagian besar terdiri dari rumah-rumah Architectuur Stijl. Menurut Prosper Wolff
koppel, petak atau bergandeng banyak. Schoemaker guru besar arsitektur
Bentuk arsitektur perumahan teratur Technische Hogeschool Bandoeng (ITB)
yang dibangun pada masa setelah tahun 1924-1938, ciri bangunan
kemerdekaan, banyak meniru bentuk yang berlanggam arsitektur Indo-Eropa ini relatif
ada pada perumahan teratur yang dibangun mudah dikenali. Sosok bangunan umumnya
pada masa sebelum kemerdekaan, yang simetris, memiliki ritme vertikal dan
disebut sebagai arsitektur kolonial. Selain horisontal relatif sama kuat. Konstruksi
itu juga terdapat bentuk lain yang disebut bangunan disesuaikan dengan iklim tropis,
sebagai arsitektur jengki. Martokusumo terutama pada pengaturan ruang,
menyatakan bahwa arsitektur kolonial di pemasukan pencahayaan sinar matahari dan
Indonesia (khususnya di Bandung) perlindungan terhadap curah hujan.
mencapai puncak perkembangannya pada Pendapat ini diperkuat oleh Handinoto
tahun 1920-1940-an. Arsitektur ini dalam bukunya Perkembangan Kota dan
merupakan karya arsitek Belanda yang Arsitektur Kolonial Belanda di Surabaya
mencoba melakukan inovasi dalam seni 1870 1940, bentuk arsitektur Kolonial
bangunan yang berbeda dari apa yang Belanda di Indonesia sesudah tahun 1900-
lazimnya dilakukan di negeri asal mereka an merupakan bentuk yang spesifik. Bentuk
yang beriklim sub-tropis. Menurut Helen tersebut merupakan hasil kompromi dari
Jessup, hal tersebut berkaitan dengan arsitektur modern yang berkembang di
gerakan pembaharuan dalam arsitektur Belanda dengan arsitektur Indonesia,
nasional dan internasional, yakni upaya sehingga bentuknya menjadi khas dan
mencari identitas arsitektur kolonial berlainan dengan arsitektur yang ada di
Belanda di tanah jajahan yang juga merujuk Belanda. Hal ini disebabkan kondisi iklim
arsitektur tradisional Nusantara (khususnya yang berbeda jauh dari kedua negara
Jawa). Arsitektur ini disebut pula sebagai tersebut. Untuk mengantisipasi iklim tropis
arsitektur hybrid yang merupakan yang ada di Indonesia ciri-ciri umum
perpaduan budaya Barat dan bangunan-bangunan Kolonial yang ada
lokal/vernakuler (Timur), juga merupakan mempunyai atap dengan kemiringan lebih
rekayasa sempurna ketika seni bangunan dari 35o sebagai antisipasi terhadap curah
Barat mencoba tanggap terhadap kondisi hujan yang cukup tinggi dan panas yang
JURNAL REKAYASA PERENCANAAN, Vol. 3, No. 1, Oktober 2006

cukup menyengat. Banyak terdapat bukaan dibandingkan dengan arsitektur kolonial.


dengan menghadirkan bukaan-bukaan Hal ini berakibat langsung pada
jendela berjalusi (berkisi-kisi) serta lubang pemeliharaan bangunan terutama pada
angin. Selain itu juga terdapat teras atau sudut bangunan yang menggunakan beton
serambi depan. dan sedikit terlindung dari ganasnya iklim
Imam Prakoso (dalam internet) tropis.
mengungkapkan bahwa hadirnya arsitektur
jengki di Indonesia tidak terlepas dari METODOLOGI
sejarah perkembangan Indonesia sebagai Kajian ini merupakan hasil dari
sebuah negara. Kepergian Belanda secara pengamatan terhadap perkembangan
perlahan meninggalkan Indonesia turut arsitektur kolonial di kawasan Jalan
mewarnai masa hadirnya arsitektur jengki. Potroagung. Untuk dapat mendeskripsikan
Hal ini beriringan dengan kepergian para perkembangan yang ada, maka kajian yang
arsitek Belanda yang kemudian digantikan dilakukan adalah dengan membandingkan
oleh beberapa arsitek Indonesia pertama bentuk, gaya dan tatanan ruang sebelumnya
dan para tukang ahli bangunan yang (aslinya) dengan yang sekarang. Kajian
menyebar di kota-kota Kolonial Belanda. pada perkembangan arsitektur kolonial
Perbedaan mendasar antara arsitektur yang ada di lapangan, berpijak pada studi
jengki dan arsitektur kolonial Belanda ada literatur tentang ciri-ciri arsitektur kolonial.
pada tingkat pemikiran, yakni penempatan
arsitektur yang membumi. Beberapa arsitek HASIL DAN BAHASAN
Belanda secara bersungguh-sungguh Perumahan yang ada di wilayah
mencoba pendekatan iklim tropis dan Potroagung dibangun pada masa setelah
kebudayaan sebagai sumber inspirasi kemerdekaan, sekitar tahun 1960-an.
terbentuknya karya arsitektur yang ideal. Perumahan ini merupakan perumahan yang
Sedangkan arsitektur jengki beranjak dibangun oleh swasta dengan menyediakan
kepada arsitektur modern untuk tanah beserta bangunan dan juga kapling-
menemukan jati dirinya. Perbedaan ini kapling siap bangun. Pada perumahan ini
terwujud dalam bentuk fisik yang dapat kita juga disediakan fasilitas lapangan yang
lihat secara langsung. Dengan sedikit berada di tengah-tengah perumahan.
mengabaikan kondisi iklim, terutama unsur
atap sebagai pelindung, arsitektur jengki
memiliki ketahanan yang lebih pendek jika
PERKEMBANGAN ARSITEKTUR KOLONIAL DI KAWASAN POTROAGUNG
(Muchlisiniyati Safeyah)

Bentuk Arsitektur Rumah Potroagung satu ujung nok tetapi dengan nok
Di kawasan Potroagung bentuk yang sedikit memanjang kearah
arsitektur rumah tinggalnya terdapat belakang (denah tidak bujur
beberapa tipe yang terlihat dari jenis sangkar tetapi persegi panjang).
atapnya, antara lain: Tanpa talang dan terdapat list plank
1. Tipe Atap Tunggal papan kayu selebar 20 cm yang
2. Tipe Atap Tunggal Bervariasi terletak dibawah genteng. Penutup
3. Tipe Atap Kopel atap genteng dengan kualitas yang
4. Tipe Atap Kopel Bervariasi cukup bagus sehingga sampai saat
Semua tipe-tipe tersebut secara merata ini masih dipergunakan. Pada atap
terdapat pada seluruh jalan-jalan yang ada, perisai ini tidak terdapat angin-
baik di sekitar lapangan terbuka (saat ini angin untuk menghapus panas pada
sebagai lapangan sepak bola), di Jl atap.
Potroagung Gang I, Gang II, Gang III,
bahkan terdapat pula di jalan Rangkah
Gang IV dan Gang V yang masih dalam
satu kawasan dengan Potroagung.
Tata letak dari tipe-tipe tersebut diatas
pada semua jalan mempunyai pola yang
berselang-seling atau tidak berkelompok
berdasar tipe tertentu. Dimulai dari tipe atap
tunggal, tipe atap tunggal bervariasi, tipe
atap kopel bervariasi, tipe atap kopel,
Gb. 1. Tipe atap tunggal
seperti terlihat di jalan Potroagung III yang
masih bisa diidentifikasi.
Untuk ciri-ciri lain selain bentuk atap, 2. Tipe Atap Tunggal Bervariasi
seperti bentuk jendela dan pintu, lubang Jenis bangunan dengan tipe ini
angin-angin, tata letak ruang, dan lain-lain merupakan varian dari tipe diatas,
tidak terdapat perbedaan dari masing- perbedaannya terdapat pada
masing tipe yang ada. tambahan atap yang menaungi
1. Tipe Atap Tunggal ruang tidur yang lebih menjorok
Beratap perisai, sudut kemiringan dari ruang tamu.
atap 45 o , atap tidak bertemu dalam
JURNAL REKAYASA PERENCANAAN, Vol. 3, No. 1, Oktober 2006

Gb. 2 Tipe atap tunggal Gb. 4. Tipe atap kopel


bervariasi bervariasi

3. Tipe Atap Kopel Ciri-ciri lain bangunan yang ada di


Beratap perisai, sudut kemiringan Potroagung , antara lain :
atap 45 o , dengan nok yang - Posisi Bangunan
memanjang searah jalan. Tipe ini Posisi bangunan terhadap lahan
merupakan tipe atap yang untuk tipe bangunan atap tunggal
menaungi 2 buah rumah dengan berada di tengah, terdapat jarak
satu atap. pada sisi kiri dan kanan batas lahan
sekitar 1 m hingga 2 m, sedangkan
untuk tipe atap kopel terdapat jarak
pada sisi kiri kanan saja atau kiri
saja selebar 2 m. Jarak rumah dari
jalan cukup besar sekitar 5 meter
bahkan ada yang lebih seperti pada
bangunan-bangunan di bagian
lapangan sebelah Utara.
Gb. 3. Tipe atap kopel
4. Tipe Atap Kopel Bervariasi
Sama halnya dengan tipe atap - Tatanan Ruang
tunggal bervariasi, tipe ini Jika diperhatikan dari tampilan
merupakan varian dari tipe atap depan bangunan, terdapat ruang
kopel dengan tambahan atap kecil tidur yang posisinya lebih
yang menaungi ruang tidur bagian menjorok kedepan dari pada ruang
depan. tamu, sekitar 1 meter. Terdapat
teras di depan ruang tamu tanpa
sosoran tambahan diatasnya, teras
PERKEMBANGAN ARSITEKTUR KOLONIAL DI KAWASAN POTROAGUNG
(Muchlisiniyati Safeyah)

tidak dilengkapi dengan badukan pintunya. Letak jendela pada ruang


(tembok pembatas yang bisa tamu ini berada 20 cm dari atas
difungsikan sebagai tempat duduk). lantai. Jendela dapat dibuka dan
Lebar teras kurang lebih 1,5 meter. bukan jenis jendela mati.
Rumah terdiri dari rumah induk
yang terdiri dari 2 buah ruang tidur - Lubang Angin
pada sisi kanan atau kiri dengan Terdapat lubang angin di atas
susunan berderet, 1 ruang tamu sepanjang jendela dan pintu, baik
yang menjadi satu dengan ruang yang ada di ruang tidur depan
keluarga tanpa ada sekat. Untuk ataupun ruang tamu. Lubang angin
dapur dan kamar mandi terletak dibuat dengan melubangi dinding
terpisah dengan rumah induk. dan beberapa terdapat variasi
tambahan berupa plesteran yang
- Jendela dan Pintu sedikit tebal diantara lubang angin.
Bentuk jendela ruang tidur terdiri Bentuk lubang angin persegi
dari 2 daun yang bisa dibuka 180 o panjang dengan ukuran 10 cm x 30
dan berlawanan arah, sehingga cm atau kotak dengan ukuran 20cm
pada saat jendela dibuka penuh x 20 cm.
posisinya akan menempel pada
dinding luar. Letak jendela berada Perkembangan Rumah di Kawasan
ditengah-tengah dinding (simetris), Potroagung
dengan ketinggian dari lantai
sekitar 80 cm dan tinggi jendelanya Perkembangan bangunan rumah yang
sekitar 120 cm. Kusen dan daun ada di Potroagung sejauh ini masih belum
pintunya semua dari kayu, dengan berubah secara drastis, banyak bangunan
model kisi-kisi pada separuh bagian yang masih mempertahankan bentuk atap.
atasnya. Pada ruang tamu terdapat Pada rumah-rumah kopel antara bangunan
jendela dan pintu yang yang berubah dan yang belum berubah
mendominasi seluruh dinding. tidak terdapat perbedaan yang mencolok,
Kusen terbuat dari kayu, daun belum terjadi Mutilasi (pengrusakan).
jendela terdiri dari kayu dengan Namun demikian ada beberapa bangunan
kaca, yang dibagi oleh garis-garis yang mengganti seluruh bangunan lama
kayu, demikian halnya dengan
JURNAL REKAYASA PERENCANAAN, Vol. 3, No. 1, Oktober 2006

menjadi bangunan baru, dari satu lantai


menjadi dua lantai. Gb. 5. Rumah yang diberi batu
Seiring dengan berubahnya waktu dan alam pada tembok bawah.
perkembangan sosial ekonomi penghuni,
rumah-rumah kolonial yang ada
berkembang, antara lain: - Pemberian Sosoran
Pada rumah asli tidak terdapat
sosoran. Penambahan sosoran
banyak dilakukan oleh penghuni di
- Pemberian Batu Alam kawasan ini. Bahan dari sosoran
Batu alam yang ditempelkan antara lain, seng, aluminium, fiber
sepanjang dinding depan rumah dan beton (terutama pada list
dan samping yang masih dapat planknya). Sosoran difungsikan
terlihat dari luar, ditempelkan tepat untuk menaungi teras-teras,
di bawah jendela, dilakukan oleh kadang-kadang pada ruang tidur
beberapa penghuni. Hal ini untuk depan, bahkan saat ini sudah
memberikan identitas rumah agar banyak yang difungsikan untuk
sedikit berbeda dengan bangunan- menaungi carport-carport.
bangunan tetangga. Batu-batu yang
dipergunakan seperti kerikil hitam
yang halus, batu pecah dari batu
kali (berwarna hitam) atau batu
gunung (berwarna kuning).

Gb. 6. Pemberian sosoran


pada bagian carport

- Gaya Jengki
PERKEMBANGAN ARSITEKTUR KOLONIAL DI KAWASAN POTROAGUNG
(Muchlisiniyati Safeyah)

Hampir pada setiap gang yang ada


terdapat 1 bangunan bergaya Jengki
yang hadir ditengah-tengah rumah-
rumah Kolonial.

Gb. 8. Takikan pada tampak


depan rumah

o Pemberian warna ataupun batu-batu


tempel pada dinding depan hal ini
menunjukkan bahwa dinding depan
merupakan sarana berekspresi

Gb. 7. Rumah dengan gaya jengki

Ciri-ciri Jengki yang ada pada kawasan


ini, antara lain:
o Atap pelana dengan kemiringan 35
o
lebih rendah dari atap rumah
kolonial, dengan sudut
kemiringan yang sama antara kiri
dan kanan bangunan kecuali pada Gb. 9. Dinding depan sebagai
media ekspresi
bangunan di Jl. Kapas Krampung
yang mempunyai kemiringan atap o Bentuk jendela dan pintu tidak jauh
yang berbeda antara kiri dan kanan berbeda dengan rumah Kolonial
o Pengolahan dinding dengan takikan hanya berbeda pada penggunaan
(susunan ruang depan sama dengan kaca yang lebih banyak
rumah kolonial) o Penggunaan dinding miring pada
bagian depan rumah
o Teras datar sebagai pelindung
beranda (teras)
JURNAL REKAYASA PERENCANAAN, Vol. 3, No. 1, Oktober 2006

jendela yang mirip dengan


- Gaya Modern bangunan sekitarnya berupa jendela
Saat ini mulai bermunculan gaya bingkai kayu dengan kaca polos,
Modern seperti yang terdapat di terdapat pembagian kotak-kotak
jalan Taman Potroagung. Bangunan yang sedikit berbeda dengan
1 lantai digantikan dengan bangunan lama yang berupa
bangunan 2 lantai untuk memenuhi pembagian garis-garis.
kebutuhan akan ruang bagi Adaptasi lainnya dilakukan pada
penghuninya. Ciri-ciri bangunan bangunan salon kecantikan New
bergaya modern, terlihat dari York di jalan Kapas Krampung,
pemakaian bahannya, antara lain dimana bentuk atap masih
pemakaian bahan beton terutama dipertahankan, penyesuaian
pada listplank, balkon, dll., terdapat pada bentuk jendela yang
pemakaian bahan kaca yang cukup menggunakan kaca warna gelap
lebar pada setiap bukaannya, bahan dan kusen kayu yang dipliture,
penutup atap genting beton, dll. lubang angin dihilangkan, terdapat
penambahan sosoran dari list plank
beton yang lebih menjorok pada
pintu masuk, bangunan tambahan
- A di sebelah kiri bangunan beratap
d perisai dengan disertai lubang
a angin pada atap, kemiringan atap
p lebih rendah.
t
asi Bentuk SIMPULAN DAN SARAN
Gb. 10. Rumah dengan gaya
Beberapa modern
bangunan melakukan - Bentuk perumahan yang ada di
perubahan dengan beradaptasi pada kawasan Potroagung pada awal
bangunan-bangunan disekitarnya. kehadirannya mengadopsi bentuk
Seperti pada bangunan Rumah arsitektur kolonial. Bentuk lain
Sakit Bersalin Dr. Gunadi di bagian yang hadir, khususnya yang
Selatan lapangan, yang adaptasinya dibangun sendiri oleh pemilik
terlihat dari bentuk atap perisai, (pembelian tanah kapling) memakai
kemiringan atap 45o, serta bentuk gaya arsitektur jengki.
PERKEMBANGAN ARSITEKTUR KOLONIAL DI KAWASAN POTROAGUNG
(Muchlisiniyati Safeyah)

- Perkembangan bentuk-bentuk
rumah yang ada sangat dipengaruhi
oleh perkembangan social ekonomi
penghuni.

DAFTAR PUSTAKA
Handinoto, Perkembangan Kota dan
Arsitektur Kolonial Belanda di
Surabaya 1870 1940
Martokusumo, Widjaja, 2004, Pelestarian
Warisan Seni Bangunan Indis di
Bandung, Kompas Minggu 23 Mei
2004.
Prakoso, Imam, 2002, Arsitektur Jengki,
Perkembangan Sejarah yang
Terlupakan (internet)
Yudohusodo, Siswono, 1991, Rumah Untuk
Seluruh Rakyat, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai