Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pola klinis pubertas sangat bervariasi. Pada 95% anak laki-laki pembesaran genetalia
mulai antara usia 9,5-13,5 tahun, yang mencapai maturasi antara 13-17 tahun. Pada
sebagian kecil anak laki-laki normal, pubertas mulai setelah usia 15 tahun. 50% anak
laki-laki, rambut pubis tumbuh pada usia 11 tahun, dan pada usia 13-17,5 tahun, rambut
ini jumlahnya ekuivalen dengan jumlah rambut orang laki-laki dewasa normal. Pada
beberapa anak laki-laki, perkembangan pubertas selesai pada kurang dari 2 tahun, tetapi
pada anak lain pertumbuhan ini dapat memerlukan waktu lebih lama dari pada usia 4,5
tahun. Pertumbuhan cepat remaja terjadi lebih lambat pada anak laki-laki dari pada anak
perempuan sejalan dengan tingkat maturasi seksual, misalnya, kecepatan puncak
perubahan dalam ketinggian tidak dapat dicapai pada anak laki-laki sampai genetalia
berkembang dengan baik, tetapi pada anak perempuan kecepatan pertumbuhan biasanya
ada pada maksimalnya ketika puting dan areola telah berkembang tetapi sebelum ada
perkembangan payudara lain yang berarti.
Kemajuan yang cepat dalam pemahaman interaksi hipothalamus-kelenjar pituitari-
gonad yang terlibat dengan pubertas dan pada diagnosa klinis penyimpangan
perkembangan pubertas telah dimungkinkan dengan pemeriksaan yang sangat diperbaiki
untuk hormon kelenjar pituitaria dan gonad yang dapat diukur pada sejumlah kecil darah.
Dengan GnRH juga dimungkinkan untuk membedakan antara defek kelenjar pituitari
primer dengan hipothalamus pada penderita hipogonadotropik.
2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis ingin mengetahui konsep asuhan
keperawatan Hipogonadisme.
3.1 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami bagaimana asuhan keperawatan Endokrin pada pasien
dengan Hipogonadisme.
2. Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi hipogonadisme
b. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami struktur dan fungsi kelenjar gonad
c. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami etiologi hipogonadisme

1|Asuhan Keperawatan Hipogonadisme


d. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami patofisiologi hipogonadisme
e. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pathway hipogonadisme
f. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami manifestasi klinik hipogonadisme
g. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami komplikasi dari hipogonadisme
h. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami penatalaksanaan medis dan
keperawatan hipogonadisme
i. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien
dengan hipogonadisme

2|Asuhan Keperawatan Hipogonadisme


BAB II
TINJAUAN TEORI
1.1 Definisi
Hipogonadisme adalah suatu kondisi ketika hormon seksual yang dihasilkan oleh
kelenjar seksual (pada pria disebut testis dan pada wanita disebut ovarium) berada di
bawah jumlah normal. Hormon seksual memiliki fungsi untuk mengatur karakteristik
seksual sekunder, di antaranya membantu produksi sperma dan perkembangan testis
pada pria. Sedangkan pada wanita, hormon ini berperan dalam pertumbuhan payudara
dan siklus menstruasi. Selain itu hormon seksual juga berperan dalam pertumbuhan
rambut kemaluan, baik pada pria maupun wanita.
Hipogonadisme (bahasa Inggris: hypogonadism, hypogenitalism) adalah istilah medis
untuk merujuk simtoma penurunan aktivitas kelenjar gonad. Kelenjar gonad, ovarium
atau testis, merupakan kelenjar yang memproduksi hormon reproduksi beserta sel gamet,
ovum atau spermatozoid. Hipoganadisme adalah suatu keadaan dimana terjadi difisiensi
hormon gonad. Hipogonadisme adalah berkurangnya atau menurunnya hormone
androgen sehingga mempengaruhi fungsi dan ciri seks dari kelamin baik pria dan wanita.
(Price, Sylvia Anderson, 2006)

2.1 Struktur dan Fungsi Kelenjar Gonad


1. Testis
a. Anatomi
Testis adalah organ utama dari sistem reproduksi pria. Testis kiri dan kanan
merupakan kelenjar yang terbungkus skrotum. Testis tersusun atas tubulus
seminiferus. Testis berkembang di dalam rongga abdomen sewaktu janin dan turun
melalui saluran inguinalis kanan dan kiri masuk ke dalam skrotum menjelang akhir
kehamilan. Testis ini terletak oblik menggantung pada urat-urat spermatik di dalam
skrotum.
Diantara tubulus-tubulus testis terdapat sarang-sarang sel yang mengandung
granula lemak, sel interstisium leydig yang mensekresi testosteron.
b. Fisiologi testis
a) Organ endokrin
Testis mensekresikan sejumlah besar androgen, terutama testosteron, tetapi
testis juga mensekresikan sedikit estrogen. Androgen adalah hormon seks sterol

3|Asuhan Keperawatan Hipogonadisme


yang efeknya maskulinisasi. Androgen disekresikan oleh korteks adrenal.
Testosteron disekresikan oleh sel interstisiil, yaitu sel-sel yang terletak di dalam
ruang antara tubula-tubula seminiferus testis atas rangsangan hormon
perangsang sel interstisiil (ICSH) dari hipofisis yang sebenarnya adalah bahan
yang sama dengan Luteinizing Hormon (LH). Pengeluaran testosteron
bertambah dengan nyata pada masa pubertas dan bertanggung jawab atas
pengembangan sifat-sifat kelamin sekunder yaitu pertumbuhan jenggot, suara
lebih berat, pembesaran genetalia. Nilai normal testosteron adalah 3-10 mg/dl.
Efek:
Efek testosteron pada fetus merangsang deferensiasi dan perkembangan genital
ke arah pria. Pada masa pubertas hormon ini akan merangsang perkembangan
tanda-tanda seks sekunder seperti perkembangan bentuk tubuh. Pertumbuhan
dan perkembangan alat genital, distribusi rambut tubuh, pembesaran larynx dan
penebalan pita suara serta perkembangan sifat agresif.
Mekanisme kerja:
Testosteron berikatan dengan suatu reseptor intra sel dan kompleks esterol-
reseptor kemudian berikatan dengan DNA di nukleus, menyebabkan transkripsi
berbagai gen. Selain itu testosteron dirubah menjadi dihidrotestosteron (DHT)
oleh sa-reduktase di beberapa jaringan sasaran dan DHT berikatan dengan
reseptor intra sel yang sama seperti testosteron.
DHT bersirkulasi dengan kadar plasma 10% kadar testosteron, kompleks
testosteron reseptor kurang stabil bila dibandingkan dengan kompleks DHT-
reseptor di sel sasaran dan transformasi kompleks tersebut ke DNA sel kurang
sempurna. Sehingga pembentukan DHT adalah salah satu cara untuk
meningkatkan efek testosteron dalam jaringan sasaran.
Kompleks testoteron-reseptor berperan dalam pematangan struktur dan duktus
wolffian sehingga bertanggung jawab terhadap pembentukan genetalia interna
pria selama pertumbuhan. Tetapi kompleks DHT-reseptor diperlukan untuk
membentuk genetalia eksterna pria. Kompleks DHT-reseptor juga berperan
dalam pembesaran prostat dan mungkin penis pada saat pubertas serta rambut
wajah, jerawat dan pengenduran temporal garis rambut. Dipihak lain
peningkatan masa otot dan munculnya dorongan seks dan libido pria lebih
tergantung pada testosteron dari pada ke DHT.

4|Asuhan Keperawatan Hipogonadisme


b) Organ reproduksi
Testis adalah organ tempat spermatozoa dibentuk dan testosteron dihasilkan.
Testosteron untuk mempertahankan spermatogenesis sementara FSH diperlukan
untuk memulai dan mempertahankan spermatogenesis.
2. Ovarium
Ovarium adalah kelenjar berbentuk biji buah kemiri, terletak di kanan dan kiri uterus,
di bawah tuba uterina dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uteri.
Ovarium berisi sejumlah besar ovum belum matang, yang disebut oosit primer. Setiap
oosit dikelilingi sekelompok sel folikel pemberi makanan. Pada setiap siklus haid
sebuah ovum primitif ini mulai matang dan kemudian cepat berkembang menjadi
folikel ovari yang vesikuler (folikel degraf). Ovarium memiliki 3 fungsi yaitu:
Memproduksi ovum, estrogen dan progesteron.
Fungsi ovarium:
a. Sebagai organ endokrin
Sebagai organ endokrin, ovarium menghasilkan hormon estrogen dan progesteron
a) Estrogen
Hormon estrogen dikeluarkan oleh ovarium dari mulai anak-anak sampai
sesudah menopouse. Hormon ini dinamakan hormon folikuler karena terus
dihasilkan oleh sejumlah besar folikel ovarium dan seperti semua hormon
beredar di dalam aliran darah. Estrogen penting untuk mengembangkan organ
kelamin wanita dan sifat-sifat kelamin yang sekunder dan menyebabkan
perubahan anak gadis pada masa pubertasnya serta untuk tetap adanya sifat fisik
dan mental yang menandakan wanita normal.
Efek pada genetalia:
Estrogen mempercepat pertumbuhan folikel ovarium dan meningkatkan
motilitas tuba uterina. Hormon ini meningkatkan aliran darah uterus dan
memiliki efek penting pada otot polos uterus. Estrogen meningkatkan jumlah
otot uterus dan kandungan protein kontraktilnya. Dibawah pengaruh estrogen,
otot menjadi lebih efektif dan mudah terangsang sehingga potensial aksi pada
masing-masing serat menjadi lebih sering. Uterus yang didominasi oleh
estrogen juga peka terhadap desitosin.

5|Asuhan Keperawatan Hipogonadisme


Efek pada organ endokrin:
Estrogen menurunkan sekresi FSH pada keadaan tertentu estrogen menghambat
sekresi LH (umpan balik negatif) pada keadaan lain estrogen meningkatkan
sekresi LH (umpan balik positif). Estrogen juga meningkatkan ukuran hipofisis.
Efek pada prilaku:
Hormon ini meningkatkan libido, hormon ini tampaknya menimbulkan efeknya
melalui langsung pada neuron-neuron tertentu di hipothalamus.
Efek pada payudara:
Estrogen menyebabkan pertumbuhan duktus pada payudara dan terutama
berperan dalam pembesaran payudara selama pubertas pada gadis. Estrogen
juga disebut sebagai hormon pertumbuhan payudara. Estrogen berperan dalam
terjadinya pigmentasi areola, walaupun pigmentasi biasanya lebih nyata selama
kehamilan pertama dibandingkan dengan masa pubertas.
b) Progesteron
Progesteron disekresikan oleh korpus luteum dan melanjutkan pekerjaan yang
dimulai oleh estrogen terhadap endometrium, yaitu menyebabkan endometrium
menjadi tebal lembut serta siap untuk penerimaan ovum yang telah dibuahi.
Progesteron menghambat menstruasi. Nilai normal progesteron adalah 18 mg
60 n mol.
Efek:
Organ sasaran utama progesteron adalah uterus, payudara dan otak. Progesteron
berperan dalam perubahan pregestasional di endometrium dan perubahan siklik
di serviks dan vagina. Hormon ini memiliki efek antiestrogenik pada sel
miometrium menurunkan terhadap oxitocin dan aktivitas listrik spontan
sementara meningkatkan potensial membran. Hormon ini juga menurunkan
jumlah reseptor estrogen di endometrium dan meningkatkan kecepatan
perubahan 17 -estradiol menjadi estrogen yang kurang aktif.
Di payudara progesteron merangsang pembentukan lobulus dan alveolus.
b. Sebagai organ reproduksi
Ovarium sebagai organ reproduksi yaitu menghasilkan ovum setiap bulannya ada
masa ovulasi untuk selanjutnya siap untuk dibuahi sperma.
FSH dari hipofisis bertanggung jawab pada pematangan awal folikel ovarium. FSH
serta LH bersama-sama bertanggung jawab terhadap pematangan akhir. Letupan
sekresi LH berperan dalam menyebabkan ovulasi dan pembentukan awal korpus

6|Asuhan Keperawatan Hipogonadisme


luteum. Terdapat letupan-letupan sekresi FSH yang lebih kecil pada pertengahan,
yang kemaknaannya masih belum diketahui. LH merangsang sekresi estrogen dan
progesteron dari korpus luteum.

3.1 Etiologi
Penyebab hipogonadisme dapat merupakan kelainan congenital atau gangguan
perkembangan, gangguan didapat ataupun sistemik. Hipognadisme di bagi menjadi 2
tipe,yakni :
1. Hipogonadisme primer akibat kekurangan testosterone menyebabkan peningkatan
produksi GnRH dan hormone-hormon gonadotropin untuk merangsang produksi
hormon androgen oleh testis. Jenis ini disebut sebagai hipogonadisme
hipergonadotropik. Yang termasuk dalam kategori ini adalah Sindrom Klinefelter,
Sindrom Reifenstein, Sindrom Turner pria, Sindrom sel-sertoli-saja, anorkisme,
orkitis, dan gejala sisa iradiasi.
Hipogonadisme Primer seperti :
a. Sindrom Klinefelter. Kondisi ini hasil dari kelainan bawaan dari kromosom seks,
X dan Y. Seorang laki-laki biasanya memiliki satu X dan satu kromosom Y. Pada
sindrom Klinefelter, dua atau lebih kromosom X hadir selain satu kromosom Y.
Kromosom Y mengandung materi genetik yang menentukan jenis kelamin anak
dan perkembangan terkait. Kromosom X tambahan yang terjadi pada sindrom
Klinefelter menyebabkan perkembangan abnormal dari testis, yang kemudian
menghasilkan rendahnya produksi testosteron.
b. Testis tidak turun. Sebelum lahir, testis berkembang di dalam perut dan biasanya
bergerak turun ke tempat permanen mereka di skrotum. Kadang-kadang satu atau
kedua testis tidak dapat diturunkan saat lahir. Kondisi ini sering membaik sendiri
dalam beberapa tahun pertama kehidupan tanpa pengobatan. Jika tidak dikoreksi
pada anak usia dini, dapat menyebabkan kerusakan testis dan mengurangi produksi
testosteron.
c. Gondok orchitis. Jika infeksi gondok melibatkan testis selain kelenjar liur
(gondok orchitis) terjadi selama masa remaja atau dewasa, kerusakan testis jangka
panjang dapat terjadi. Hal ini dapat mempengaruhi fungsi testis normal dan
produksi testosteron.

7|Asuhan Keperawatan Hipogonadisme


d. Hemochromatosis. Terlalu banyak zat besi dalam darah dapat menyebabkan
kegagalan testis atau disfungsi kelenjar hipofisis, yang mempengaruhi produksi
testosteron.
e. Cedera pada testis. Karena terletak di luar perut, testis rentan terhadap cedera.
Kerusakan pada testis yang berkembang normal dapat menyebabkan
hipogonadisme. Kerusakan pada satu testis mungkin tidak mengganggu total
produksi testosteron.
f. Pengobatan kanker. Kemoterapi atau terapi radiasi untuk pengobatan kanker
dapat mengganggu testosteron dan produksi sperma. Efek dari kedua perawatan ini
sering bersifat sementara, tapi infertilitas permanen dapat terjadi. Meskipun banyak
orang mendapatkan kembali kesuburan mereka dalam beberapa bulan setelah
perawatan berakhir, menyimpan sperma sebelum memulai terapi kanker
merupakan pilihan yang banyak dipertimbangkan pria.

2. Hipogonadisme sekunder akibat kekurangan testosterone menyebabkan penurunan


kadar GnRH dari hipotalamus, atau penurunan kadar hormone-hormon gonadotropin
dari hipofisis. Jenis ini disebut sebagai hipogonadisme hipogonadotropik. Yang
termasuk kategori ini adalah hipopituitarisme, difisiensi FSH-saja, Sindrom Kallman,
dan Sindrom Prader-willi
Hipogonadisme sekunder seperti :
a. Kallmann syndrome. Perkembangan abnormal dari hipotalamus daerah otak
yang mengontrol sekresi hormon hipofisis dapat menyebabkan hipogonadisme.
Kelainan ini juga terkait dengan perkembangan gangguan kemampuan untuk
membau (anosmia ) dan buta warna merah-hijau.
b. Gangguan hipofisis. Sebuah kelainan pada kelenjar hipofisis dapat mengganggu
pelepasan hormon dari kelenjar pituitary ke testis, mempengaruhi produksi
testosteron normal. Sebuah tumor hipofisis atau tumor otak jenis lainnya yang
berlokasi dekat kelenjar pituitari dapat menyebabkan kekurangan testosteron atau
hormon lainnya. Juga, pengobatan untuk tumor otak, seperti operasi atau terapi
radiasi, dapat merusak fungsi hipofisis dan menyebabkan hipogonadisme.
c. Penyakit radang. Penyakit inflamasi tertentu, seperti sarkoidosis, histiocytosis dan
TBC, melibatkan hipotalamus dan hipofisis kelenjar dan dapat mempengaruhi
produksi testosteron, menyebabkan hipogonadisme.

8|Asuhan Keperawatan Hipogonadisme


d. HIV / AIDS. dapat menyebabkan rendahnya tingkat testosteron dengan
mempengaruhi hipotalamus, hipofisis dan testis.
e. Obat-obatan. Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti obat sakit opiat dan
beberapa hormon, dapat mempengaruhi produksi testosteron.
f. Obesitas. Kelebihan berat badan yang signifikan pada usia berapa pun dapat
dikaitkan dengan hipogonadisme.
g. Penuaan normal. Pria yang lebih tua umumnya memiliki kadar testosteron yang
lebih rendah dibandingkan laki-laki yang lebih muda. Dengan bertambahnya usia
pria, ada penurunan yang lambat dan terus-menerus dalam produksi testosteron.
h. Penyakit bersamaan. Sistem reproduksi dapat mematikan fungsi sementara
karena stres fisik suatu penyakit atau operasi, serta selama stres emosional yang
signifikan. Ini adalah hasil dari sinyal yang berkurang dari hipotalamus dan
biasanya sembuh dengan pengobatan yang berhasil dari kondisi yang
mendasarinya.

Faktor Resiko Hipogonadisme :


a. Sindrom Kallmann
b. Testis tidak turun saat bayi
c. Infeksi gondok yang mempengaruhi testis Anda
d. Cedera testis Anda
e. Testis atau kelenjar di bawah otak tumor
f. HIV / AIDS
g. Sindrom Klinefelter
h. Hemochromatosis
i. Pernah kemoterapi atau terapi radiasi
j. Apnea tidur yang tidak diobati

4.1 Patofisiologi
Folitropin (FSH) dan lutropin (LH dilepaskan dihipofisis anterior, dan dirangsang
oleh pelepasan pulsatil gonadoliberin (gonadotropin-releasing hormone, GnRH). Sekresi
pulsatil dari gonadotropin ini dihambat oleh prolaktin. LH mengatur pelepasan
testosteron dari sel leydig di testis. Testosterone, dengan mekanisme umpan balik
negatif, menghambat pelepasan GnRH dan LH. Pembentukan inhibin, yang menghambat
pelepasan FSH, dan androgen binding protein (ABP) ditingkatkan oleh FSH di sel Sertoli

9|Asuhan Keperawatan Hipogonadisme


testis. Testosterone atau dihidrotestosteron yang dibentuk dari testosterone di sel sertoli
dan di beberapa organ meningkatkan pertumbuhan penis, tubulus seminiferus, dan
skrotum. Testosteron dan FSH diperlukan dalam pembentukan dan pematangan
spermatozoa. Selain itu, testosterone merangsang aktivitas sekretorik prostat
(menurunkan viskositas ejakulat) dan vesikula seminalis (campuran antara fruktosa dan
prostaglandin), serta aktivitas sekretorik kelenjar sebasea dan keringat di daerah aksila
dan genitalia. Testosteron meningkatkan ketebalan kulit, pigmentasi skrotum, dan
eritropoiesis.
Testosterone juga mempengaruhi tinggi badan dan postur badan dengan
meningkatkan pertumbuhan otot dan tulang (anabolisme protein), pertumbuhan
longitudinal, dan mineralisasi tulang serta penyatuan lempeng epifisis. Testosterone
merangsang pertumbuhan laring (kedalaman suara), pertumbuhan rambut pada daerah
pubis dan aksila, pada dada dan wajah (janggut); keberadaannya penting dalam
kebotakan pada laki-laki. Hormone ini juga merangsang libido dan perilaku agresif.
Akhirnya, hormone ini merangsang retensi elektrolit di ginjal, mengurangi konsentrasi
lipoprotein berdensitas tinggi (HDL) di dalam darah, dan mempengaruhi distribusi
lemak. Penurunan pelepasan androgen dapat disebabkan oleh kekurangan GnRH.
Bahkan sekresi GnRH nonpulsatil merangsang pembentukan androgen secara tidak
adekuat. Keduanya dapat terjadi pada kerusakan di hipotalamus (tumor, radiasi, perfusi
yang abnormal, kelainan genetik) serta sters psikologis dan fisik. Konsentrasi GnRH
(dan analognya) yang tinggi dan menetap akan menurunkan pelepasan gonadotropin
dengan menurunkan jumlah reseptornya. Penyebab lain adalah penghambatan pelepasan
gonadotropin pulsatil oleh prolaktin serta kerusakan di hipofisis (trauma, infark, penyakit
autoimun, tumor, hiperplasia) atau di testis (kelainan genetic, penyakit sistemik yang
berat). Akhirnya, efek androgen dapat dihambat oleh kelainan enzim pada sintesis
hormon, misalnya pada defisiensi reduktase genetic atau kelainan reseptor testosteron

10 | A s u h a n K e p e r a w a t a n H i p o g o n a d i s m e
5.1 PathWay (WOC)

6.1 Manifestasi Klinis


1. Pria
a. Defisiensi hormon pada masa kanak-kanak (prepubertas)
Gambaran klinisnya adalah enukoidisme, orang-orang enukoid yang berusia di atas
20 tahun, biasanya tinggi, bahu sempit dan otot kecil (konfigurasi tubuh yang mirip
dengan wanita dewasa). Selain itu genitalia kecil, suara memiliki nada tinggi,
pertumbuhan rambut pubis wanita yaitu segitiga dengan dasar di atas, bukan pola
segitiga yang dasarnya di bawah seperti yang dijumpai pada pria normal.

b. Difisiensi post pubertas


Pada pria dewasa mengalami penurunan sebagian libido, kadang-kadang
mengalami hot flashes, biasanya lebih mudah tersinggung, pasif dan menderita
depresi dibanding dengan yang memiliki testis utuh. Selain itu terjadi impotensi,
pengurangan progresif rambut dan bulu tubuh, jenggot dan berkurangnya
pertumbuhan otot.

11 | A s u h a n K e p e r a w a t a n H i p o g o n a d i s m e
2. Wanita
Berhentinya menstruasi atau amenorhoe, atropi payudara dan genetalia eksterna serta
penurunan libido.
3. Dampak Terhadap Sistem Lain
a. Sistem Reproduksi
Atropi testis dan ovarium
Impotensi
Kehilangan/penurunan libido
Genetalia kecil
Atropi payudara
b. Sistem Muskuloskeletal
Otot kecil
Pertumbuhan otot kurang
c. Sistem Integumen
Pertumbuhan rambut tubuh jarang

7.1 Komplikasi
Akibat hipogonadisme yang terlambat ditangani dapat diobati sesuai dengan usia orang
tersebut pertama kali memiliki hipogonadisme (selama perkembangan janin, masa
pubertas, atau dewasa).
1. Masa perkembangan Janin
Seorang bayi mungkin lahir dengan:
Alat kelamin yang ambigu
Alat kelamin yang abnormal
2. Masa pubertas
Perkembangan pada masa pubertas biasanya tidak lengkap atau tertunda, sehingga
menimbulkan:
Kurangnya atau ketiadaan jenggot serta rambut/ bulu tubuh
Gangguan pada penis dan pertumbuhan testis
Pertumbuhan yang tidak proporsional, lengan dan kaki biasanya lebih panjang
Pembesaran payudara pada laki-laki (gynecomastia)
3. Masa dewasa, Komplikasi mungkin termasuk:
Infertilitas

12 | A s u h a n K e p e r a w a t a n H i p o g o n a d i s m e
Disfungsi ereksi
Penurunan dorongan seks
Kelelahan
Kehilangan atau lemahnya otot
Pembesaran payudara pada laki-laki (gynecomastia)
Kurangnya jenggot atau rambut/bulu tubuh
Osteoporosis

8.1 Pemeriksaan Penunjang


a. CT Scan otak, untuk melihat adanya tumor pada hipofise/hipothalamus
b. Pengambilan kadar testoteron serum
c. Kadar gonadotropi serum dan kariotip
d. Test stimulasi dengan klomifen
e. Test stimulasi GnRH (Gonadotrophin Releasing Hormone)
f. Test stimulasi HCG (Human Chorionic Gonadotrophin)
g. Analisis semen untuk kuantitas dan kwalitas sperma.

9.1 Penatalaksanaan
1. Pria
Dengan pemberian testoteron dengan dosis yang sesuai untuk hasil yang maksimal
dikombinasikan dengan HCG diberikan 3x seminggu dalam waktu 4-6 bulan sampai
kadar testoteron normal. Setelah 6 bulan terapi, bila jumlah sperma tetap sedikit maka
pegobatan dihentikan, bila jumlah sperma meningkat maka terapi diteruskan.
2. Wanita
Dengan pemberian hormon estrogen dan progesteron

13 | A s u h a n K e p e r a w a t a n H i p o g o n a d i s m e
BAB III
KONSEP-KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIPOGONADISME

1.1 Pengkajian
I. Anamnesa
a. Identitas Klien
b. Identitas Penanggung Jawab Klien
c. Keluhan Utama
Keluhan klien pada saat dikaji, klien yang mengalami hipogonad biasanya kelainan
fungsi kematangan seksual perubahan kondisi mental.
d. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji kondisi yang pernah dialami oleh klien di luar gangguan yang dirasakan
sekarang, khususnya gangguan yang mungkin sudah berlangsung lama bila
dihubungkan dengan usia seperti:
Tanda-tanda seks skunder yang tidak ada atau berkurang, misalnya amenorhoe,
bulu rambut tidak tumbuh, buah dada tidak berkembang.
Kaji fungsi seksual dan reproduksi.
Kaji adanya perubahan fisik tertentu yang sangat mengganggu klien.
Kaji psikologis seperti mudah marah, sensitif, sulit bergaul dan tidak mampu
berkonsentrasi.
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita suatu penyakit yang berat/penyakit
tertentu yang memungkinkan berpengaruh pada kesehatan sekarang, kaji adanya
trauma prosedur operatif dan penggunaan obat-obatan.
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan seperti yang
dialami klien/gangguan tertentu yang berhubungan secara langsung dengan gangguan
hormonal seperti gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
II. Pemeriksaan Fisik
a. Tingkat Energi
Kaji perubahan kekuatan fisik dihubungkan dengan sejumlah gangguan hormonal
khususnya hormon gonad.
Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

14 | A s u h a n K e p e r a w a t a n H i p o g o n a d i s m e
b. Pertumbuhan dan Perkembangan
Secara langsung pertumbuhan dan perkembangan ada di bawah pengaruh GH,
kelenjar tiroid dan kelenjar gonad. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan dapat
terjadi semenjak di dalam kandungan bila hormon yang mempengaruhi tumbang fetus
kurang. Kondisi ini dapat terjadi pula setelah bayi lahir artinya selama proses tumbang
terjadi disfungsi gonad.
Kaji apakah gangguan ini terjadi semenjak bayi dilahirkan atau terjadi selama
proses pertumbuhan.
Kaji secara lengkap pertumbhan ukuran tubuh dan fungsinya.
Kaji apakah perubahan fisik dipengaruhi kejiwaan klien.
c. Seks dan Reproduksi
Fungsi seksual dan reproduksi penting untuk dikaji baik pada klien wanita maupun
pria.
1. Pada klien wanita
Kaji kapan mulai/berhenti menstruasi, perubahan fisik termasuk sering nyeri atau
keram abdomen sebelum, selama dan sesudah haid.
2. Pada klien pria
Kaji apakah klien mampu ereksi, dan orgasme serta bagaimana perasaan klien
setelah melakukannya, adakah perasaan puas dan menyenangkan. Tanyakan
adakah perubahan bentuk dan ukuran alat genitalianya.
d. Aspek Psikologis
Kaji kemampuan kooping, dukungan keluarga, teman dan handaitoulan serta
bagaimana keyakinan klien tentang sehat dan sakit.
Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam memberi perawatan di rumah termasuk
penggunaan obat-obatan.
e. Aspek sosial
Perlu dikaji kondisi lingkungan, menarik diri dari pergaulan.
f. Aspek spiritual
Perlu dikaji tentang agama, keyakinan, peribadatan harapan serta semangat yang
terkandung dalam diri klien yang merupakan aspek penting untuk kesembuhan
penyakit klien.

15 | A s u h a n K e p e r a w a t a n H i p o g o n a d i s m e
2.1 Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi tubuh
akibat difisiensi gonad.
b. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan bentuk dan fungsi organ seks
akibat difisiensi gonad.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit,
pengobatan dan perawatan atau minimnya informasi yang di dapat.

3.1 Intervensi Keperawatan


a. Gangguan Citra Tubuh b.d perubahan struktur dan fungsi tubuh akibat difisiensi
gonad.
Diagnosa NOC NIC
Gangguan citra tubuh b.d Body image Body Image
perubahan struktur dan Enhancement
fungsi tubuh akibat Kriteria Hasil : Kaji secara verbal dan
difisiensi gonad Body image positif non verbal respon
Mendiskripsikan secara klien terhadap
Batasan Karakteristik : faktual perubahan tubuhnya
Perilaku mengenali fungsi tubuh Monitor frekuensi
tubuh individu Mempertahankan mengkritik dirinya
Respon nonverbal interaksi sosial Jelaskan tentang
terhadap persepsi pengobatan,
perubahan pada tubuh perawatan, kemajuan
(misal : penampilan, dan prognosis penyakit
struktur, dan fungsi) Dorong klien
Mengungkapkan mengungkapkan
perasaan yang perasaannya
mencerminkan
perubahan pandangan
tentang tubuh individu
(misal : penampilan,
struktur, dan fungsi)

16 | A s u h a n K e p e r a w a t a n H i p o g o n a d i s m e
b. Disfungis seksual b.d perubahan bentuk dan fungsi organ seks akibat difisiensi gonad.
Diagnosa NOC NIC
Disfungsi seksual b.d Sexuality Pattern, Sexual Counseling
perubahan bentuk dan ineffective Menetapkan panjang
fungsi organ seks akibat hubungan konseling
difisiensi gonad Kriteria Hasil : Menyediakan privasi
Wanita dan Pria dan menjamin
Batasan Karakteristik : Pengenalan dan kerahasiaan
Keterbatasan actual penerimaan identitas Menginformasikan klien
akibat terapi seksual pribadi di awal hubungan
Perubahan dalam Menunjukkan bahwa seksualitas
persepsi seks keinginan untuk adalah begian penting
Ketidakmampuan mendiskusikan dari kehidupan dan
mencapai kepuasan perubahan fungsi bahwa penyakit, obat-
yang diharapkan seksual obatan, dan stress (atau
Persepsi keterbatasan Mengungkapka secara masalah lain / klien
akibat terapi verbal pemahanan mengalami peristiwa)
tentang pembatasan sering mengubah fungsi
indikasi medis seksual
Meminta informasi Memberikan informasi
yang dibutuhkan tentang fungsi seksual
tentang perubahan Mulailah dengan topik-
fungsi seksual topik sensitif paling dan
melanjutkan ke lebih
sensitif
Diskusikan efek dari
situasi penyakit /
kesehatan pada
seksualitas
Diskusikan efek obat
tentang seksualitas,
sesuai
Diskusikan efek dari

17 | A s u h a n K e p e r a w a t a n H i p o g o n a d i s m e
perubahan seksualitas
pada orang lain yang
signifikan
Diskusikan tingkat
pengetahuan klien
tentang seksualitas pada
umumnya
Dorong klien untuk
verbalisasi ketakutan
dan mengajukan
pertanyaan
Membantu klien untuk
mengekspresikan
kesedihan dan
kemarahan tentang
perubahan dalam fungsi
tubuh / penampilan,
sesuai

c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang proses penyakit,


pengobatan dan perawatan atau minimnya informasi yang di dapat.
Diagnosa NOC NIC
Ansietas b.d kurang Anxiety self-control Anxiety Reduction
pengetahuan tentang Anxiety level (penurunan kecemasan)
proses penyakit, Coping Gunakan pendekatan
pengobatan dan perawatan yang menenangkan
atau minimnya informasi Kriteria Hasil : Nyatakan dengan jelas
yang di dapat Klien mampu harapan terhadap
mengidentifikasi dan pelaku klien
Batasan Karateristik : mengungkapkan gejala Jelaskan semua
Perilaku cemas prosedur dan apa yang
Affektif Mengidentifikasi, dirasakan selama
Fisiologis mengungkapkan dan prosedur

18 | A s u h a n K e p e r a w a t a n H i p o g o n a d i s m e
Simpatik menunjukkan teknik Pahami prespektif
Parasimpatik untuk mengontrol klien terhadap situasi
Kognitif cemas stress
Vital sign dalam batas Dengarkan dengan
normal penuh perhatian
Postur tubuh, ekspresi Identifikasi tingkat
wajah, bahasa tubuh kecemasan
dan tingkat aktifiitas Bantu klien mengenal
menunjukkan situasi yang
berkurangnya menimbulkan
kecemasan kecemasan
Dorong klien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
(kolaborasi)

4.1 Implementasi Keperawatan


Tahap implementasi ini merupakan tindakan pengelolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. (Setiadi, 2012)

5.1 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan
perbandingan dan sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan
atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. (Asmadi, 2008)

19 | A s u h a n K e p e r a w a t a n H i p o g o n a d i s m e
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Hipogonadisme adalah berkurangnya atau menurunnya hormone androgen sehingga
mempengaruhi fungsi dan ciri seks dari kelamin baik pria dan wanita. Pada pria dewasa
mengalami penurunan sebagian libido, kadang-kadang mengalami hot flashes, biasanya
lebih mudah tersinggung, pasif dan menderita depresi dibanding dengan yang memiliki
testis utuh. Selain itu terjadi impotensi, pengurangan progresif rambut dan bulu tubuh,
jenggot dan berkurangnya pertumbuhan otot. Berhentinya menstruasi atau amenorhoe,
atropi payudara dan genetalia eksterna serta penurunan libido. Dengan penggantian
hormon dan perawatan yang tepat penderita hipogonadisme baik laki laki maupun
perempuan dapat hidup normal.

2.1 Saran
Dengan telah membacanya makalah ini, agar mahasiswa diharapkan dapat mengerti,
mengetahui tentang Asuhan Keperawatan mengenai Hipogonadisme, serta tindakan-
tindakan yang akan diambil dalam membuat Asuhan Keperawatan yang bermutu bagi
klien. Serta dituntut untuk bisa membandingkan antara teori dan kasus yang terjadi
dilapangan.

20 | A s u h a n K e p e r a w a t a n H i p o g o n a d i s m e
DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia. Anderson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC.
Jakarta.

Hudak, Carolyn M. 2000. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. EGC. Jakarta

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinis.
EGC.Jakarta.

Ganong, W.F. (2002). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20. Jakarta : EGC

http://buletinkesehatan.com/penyebab-hipogonadisme/

http://www.dokterdigital.com/id/penyakit/71_hipogonadisme-pada-pria.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Hipogonadisme#Hipogonadisme_pada_Wanita

21 | A s u h a n K e p e r a w a t a n H i p o g o n a d i s m e

Anda mungkin juga menyukai