2. Penyebab
Kebakaran disebabkan kesalahan operator menyimpan drum yang berisi produk
yang masih panas diatas palet kayu, penyimpanan drum tersusun secara vertikal
(ditumpuk), sementara diarea penyimpanan banyak terdapat material yang
mudah terbakar, akhirnya terjadilah keadaan darurat kebakaran berskala sedang
sehingga menimbulkan situasi tidak menentu diantara karyawan.
- Karyawan yang lain, membantu mengambil APAR yang berada dilokasi lain
dan membantu memadamkan kebakaran.
- Sapudin memecahkan box alarm dan menyalakan alarm (alarm berbunyi) lalu
berlari keluar melalui arah evakuasi untuk menghubungi team komunikasi
(security) karena diduga kebakaran berpotensi akan menjadi besar,
Security menghubungi team keadaan darurat lainnya seperti koordinator,
pengawas, team pemadam kebakaran, team evakuasi dan team P3K.
- Team P3K (Mirwan, Rudi T, Dito, Ivan E, Irwan S.) mencari korban yang
cidera atau pingsan, ditemukan karyawan logistik (Sahid dan Aris S.)
pingsan diduga akibat shock, maka Team P3K melakukan pertolongan
pertama, dengan cara membaringkan ditempat yang aman lakukan nafas
buatan jika perlu, jika keadaan tidak memungkinkan langsung baringkan di
tandu dan bawa melalui jalur evakuasi yang aman menuju muster point.
Ditemukan juga karyawan operator produksi (Fuji S dan Karno KW) terluka
kakinya akibat tertimpa potongan kayu palet, maka baringkan ditempat
aman, namun jika tidak memungkinkan, bawa dengan tandu atau jika
masih bisa berjalan bimbinglah atau gendonglah melalui jalur evakuasi
yang benar dan aman untuk menuju muster point. Hal ini team P3K bisa
meminta bantuan team evakuasi atau karyawan lain yang selamat.
2. Penyebab
Kebakaran disebabkan kesalahan operator menyimpan drum yang berisi produk
yang masih panas diatas palet kayu, penyimpanan drum tersusun secara vertikal
(ditumpuk), sementara diarea penyimpanan banyak terdapat material yang
mudah terbakar, akhirnya terjadilah keadaan darurat kebakaran berskala sedang
sehingga menimbulkan situasi tidak menentu diantara karyawan.
- Karyawan yang lain, membantu mengambil APAR yang berada dilokasi lain
dan membantu memadamkan kebakaran.
- Sapudin memecahkan box alarm dan menyalakan alarm (alarm berbunyi) lalu
berlari keluar melalui arah evakuasi untuk menghubungi team komunikasi
(security) karena diduga kebakaran berpotensi akan menjadi besar,
Security menghubungi team keadaan darurat lainnya seperti koordinator,
pengawas, team pemadam kebakaran, team evakuasi dan team P3K.
- Team P3K (Mirwan, Rudi T, Dito, Ivan E, Irwan S.) mencari korban yang
cidera atau pingsan, ditemukan karyawan logistik (Sahid dan Aris S.)
pingsan diduga akibat shock, maka Team P3K melakukan pertolongan
pertama, dengan cara membaringkan ditempat yang aman lakukan nafas
buatan jika perlu, jika keadaan tidak memungkinkan langsung baringkan di
tandu dan bawa melalui jalur evakuasi yang aman menuju muster point.
Ditemukan juga karyawan operator produksi (Fuji S dan Karno KW) terluka
kakinya akibat tertimpa potongan kayu palet, maka baringkan ditempat
aman, namun jika tidak memungkinkan, bawa dengan tandu atau jika
masih bisa berjalan bimbinglah atau gendonglah melalui jalur evakuasi
yang benar dan aman untuk menuju muster point. Hal ini team P3K bisa
meminta bantuan team evakuasi atau karyawan lain yang selamat.
Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan yang dapat berakibat cedera pada
manusia, kerusakan barang, gangguan terhadap pekerjaan dan pencemaran lingkungan :
1. Apabila terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan barang / alat atau aset perusahaan
dan kecelakaan yang mengakibatkan cedera yang diderita, karyawan perusahaan, baik
ringan maupun berat, laporkan sesuai kejadian kepada pengawas K3 (dalam waktu tidak
lebih dari 24 jam, dengan menggunakan formulir laporan kecelakaan kerja)
2. Dokter rumah sakit yang menangani (bila diperlukan), melaporkan keadaan korban dengan
mengisi formulir laporan kecelakaan dan mengirimkan aslinya ke pengawas K3, tembusan
ke bagian personalia perusahaan.
3. Bagian produksi atau bagian lainnya yang berhubungan dengan peralatan yang mengalami
kerusakan tersebut, memberikan laporan atau data kalkulasi / perhitungan kerugian dan
kerusakan kepada pengawas K3 sebagai data klaim asuransi
1. Apabila terjadi kecelakaan disuatu unit kerja, maka karyawan yang mengetahui
kejadian tersebut memberikan pertolongan pertama pada korban (P3K) bila diperlukan.
2. Karyawan lainnya yang mengetahui kejadian segera menghubungi pimpinan
untuk memberitahukan perihal terjadinya kecelakaan dan petugas yang pada saat itu
ada, untuk mendapatkan pertolongan selanjutnya, membawa korban ke unit gawat
darurat rumah sakit, bila diperlukan.
3. Melaporkan kejadian kecelakaan yang sesuai secara singkat dengan
menyebutkan lokasi kejadian serta peristiwa terjadinya dengan jelas
4. Atasan korban melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada pengawas
K3 (dengan menggunakan formulir laporan kecelakaan dalam waktu tidak lebih dari 24
jam)
5. Dokter rumah sakit yang menangani korban (bila diperlukan) mengisi formulir
laporan kecelakaan dengan menyebutkan keadaan korban dan mengirimkannya ke
pengawas K3 Perusahaan.
6. Petugas K3 dan atasan korban meneliti sebab-sebab kecelakaan dan
menentukan langkah-langkah pencegahan agar kecelakaan yang serupa tidak terulang
lagi dikemudian hari.
7. Setelah penderita sembuh dan tidak lagi dirawat di rumah sakit, dokter rumah
sakit yang menangani (bila diperlukan) mengirimkan laporan sembuh dengan
menjelaskan tentang prosentase cacat dari korban ataupun lainnya kepada pengawas
K3 dan bagian personalia untuk penyelesaian korban
8. Bila korban meninggal dunia, maka dokter rumah sakit yang menangani
mengeluarkan surat keterangan kematian dan mengirimkan ke bagian personalian
segera menyelesaikan segala urusan administrasi korban tersebut serta
memberitahukan kepada pihak keluarga korban.
9. Bila kecelakaan menimpa seorang karyawan diluar kawasan maupun lingkungan
perusahaan, maka karyawan lain atau pihak keluarga yang mengetahui kejadian itu
segera memberitahu hal tersebut kepada pihak perusahaan.
Diposting oleh Gresby di 02.35
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
PROSEDUR KEBAKARAN
1. KOORDINATOR
b. Mengkoordinir dan memberi arahan terhadap team mengenai tindakan-tindakan yang harus
dilakukan.
e. Memeriksa data dan informasi hasil laporan dari pengawas dan team memutuskan untuk
tindakan selanjutnya.
f. Memimpin team melaporkan keadaan tanggap darurat, penananganan tanggap darurat, korban
dan kerugian material akibat adanya keadaan darurat/emergency kepada pihak
manajemen.
2. PENGAWAS
b. Dengan bantuan team, membuat daftar nama karyawan yang sakit atau mengalami
cedera/terluka.
d. Memberi bantuan kepada orang yang memiliki hambatan fisik dan kesehatan, termasuk wanita
hamil.
f. Mengumpulkan hasil perhitungan termasuk orang yang hilang dan atau terluka dari team
evakuasi P3K dan pemadam, dan berkonsultasi dengan Koordinator mengenai tindakan
selanjutnya yang diperlukan.
g. Pengawas akan mengumumkan keadaan aman berdasarkan saran dari Koordinator atau
setelah berkonsultasi dengan Manajemen.
3. PETUGAS KOMUNIKASI
c. Memastikan karyawan (wanita) untuk tidak memakai sepatu yang bertumit tinggi pada saat
evakuasi.
d. Memimpin evakuasi karyawan ke tempat tujuan akhir sebagai tempat teraman yang telah
ditentukan.
e. Membantu orang-orang yang memiliki hambatan fisik dan kesehatan, pada saat evakuasi.
f. Memastikan semua karyawan berkumpul di Muster Point dan melaporkan kepada Pengawas.
Kesiapsiagaan Pengelola Gedung
Mengatasi Kebakaran
11 Maret 2015 15:40 Diperbarui: 17 Juni 2015 09:48 159 1 2
Berdebar menyaksikan kebakaran Gedung Kosgoro lantai 16 -20 di Jalan MH Thamrin Jakarta
Pusat, pada hari Senin 9 Maret 2015, sekitar pukul 18 sampai tengah malam, bahkan sumber api
masih menyala pada pagi hari Selasa 10 Maret 2015.
Pemadam kebakaran dari Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta menurut pengamatan saya
cukup cepat bertindak, walaupun kedatangan mobil sky-lift yang mampu menjangkau gedung
tinggi terasa lambat, karena sky-lift tersebut diparkir di daerah Ciracas, Jakarta Timur. Sehingga
pemilik gedung, pak Hayono Isman menyatakan kekecewaannya akibat keterlambatan
kedatangan sky-lift kebakaran merembet sampai ke lantai 20. Patut disyukuri kebakaran
akhirnya dapat diatasi, pada hari Selasa pagi api telah dapat dijinakkan oleh pasukan Pemadam
kebakaran DKI Jakarta.
Saya ingin berbagi pengalaman bagaimana menyiapkan kesiagaan terhadap bahaya kebakaran di
sebuah gedung bertingkat 8 di Jakarta Pusat, tentu jauh lebih pendek dibanding Gedung
Kosgoro, namun menyiapkan kesiagaan menghadapi keadaan darurat terutama kebakaran,
prinsipnya sama saja.
Pemilik atau pengelola gedung bertingkat pada dasarnya saat membangun gedungnya harus
mendapat izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari pihak Pemda DKI Jakarta. Desain gedung pasti
diperiksa bukan hanya dari sisi konstruksinya, namun juga dari sisi Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3), misalnya jika terjadi kebakaran, gedung harus mempunya tangga darurat yang kedap
api dan asap. Gedung harus memasang detektor asap atau panas untukearly warning
system adanya bahaya kebakaran, detektor tersebut akan memicu sirene pertanda ada panas atau
asap yang kemungkinan berasal dari kebakaran di gedung tersebut. Peralatan yang canggih akan
memerintahkan semprotan air secara otomatis di lantai tempat terdeteksinya kebakaran.
Peralatan lain yang harus disiapkan melekat dengan pembangunan gedung adalah
tersedianya hydrant, di halaman depan atau belakang bangunan, sprinkler disiapkan di setiap
lantai sebagai antisipasi memadamkan api bila terjadi kebakaran, sampai pakaian anti api untuk
petugas internal.
Pihak Pemerintah Daerah mengaudit secara berkala, kondisi gedung, terutama peralatan yang
terkait pemadam kebakaran internal, seperti kondisi alat pemadam api ringan (APAR) baik jenis,
kualitas, jumlah maupun penempatannya di setiap lantai, hydrant, sprinkler, detektor, pintu dan
tangga darurat, organisasi atau tim yang bertanggungjawab di setiap lantai bila terjadi kebakaran.
Biasanya kondisi kabel dan jaringan kabel di gedung tak luput dari pemeriksaan, apakah aman
dari kemungkinan terjadinya arus pendek atau apakah kabelnya sudah tua sehingga perlu diganti.
Pihak pengelola gedung selain menyiapkan dan memelihara perangkat keras upaya pemadaman
kebakaran internal, juga menyiapkan organisasi tanggap darurat bila terjadi kebakaran atau
keadaan darurat lainnya terjadi. Organisasi tanggap darurat seluruh gedung biasanya diketua oleh
Manajer Pengelola Gedung dibantu satf-stafnya yang memang bekerja di bidang pemeliharaan
gedung, misalnya bagian sipil, bagian listrik, bagian fire fighter, bagian pemeliharaan peralatan
dan sebagainya.
Di setiap lantai dibentuk tim tanggap darurat juga, ditunjuk seorang koordinator, dengan
anggota yang bertanggungjawab atas aktivitas menelpon ke mana bila terjadi kebakaran,
mengamankan dokumen, dan terutama mengamankan jalannya evakuasi penghuni gedung
menuju pintu darurat. Ketika sampai di lantai dasar gedung, penghuni gedung harus diarahkan
untuk berkumpul di satu tempat yang disebut Asssembly Point, tempat berkumpul yang
lokasinya aman dari kobaran api atau dari kejatuhan puing.
Ketika saya menjadi manajer pengelola gedung berlantai delapan, secara berkala, setahun sekali,
Dinas Kebakaran dan Dinas Tenaga Kerja serta Suku Dinas tingkat kota mengaudit fasilitas
pemadaman kebakaran internal. Dinas Pengawasan Gedung melakukan pengawasan, bersamaan
dengan perpanjangan Izin Penggunaan Banguan (IPB) dan Kelayakan Menggunakan Bangunan
(KMB), yang sekarang disebut Sertifikat Layak Fungsi (SLF).
Audit oleh Dinas Kebakaran dan Dinas Tenaga Kerja bila dilakukan dengan sungguh-sungguh
dan pihak pemilik /pengelola gedung juga memperhatikan dengan serius saran perbaikan atas
temuan audit, tentu akan menghasilkan sebuah kesiapan internal yang maksimal menghadapi
keadaan darurat kebakaran.
Selain audit eksternal oleh instansi teknis Pemda DKI Jakarta, pihak pengelola gedung juga
seharusnya melakukan audit internal baik atas kesiagaan peralatan pemadam kebakaran maupun
kesiapan penghuni gedung menghadapi situasi darurat seperti kebakaran. Saya dan tim ketika itu
melakukan simulasi keadaan darurat satu tahun satu kali, pernah dilakukan pengumuman
sebelumnya akan ada simulasi, pernah juga dilakukan tanpa pemberitahuan kepada penghuni
gedung, kecuali direksi dan beberapa karyawan/karyawati yang kondisi fisiknya lemah atau
sedang hamil diamankan terlebih dahulu.
Aktivitas menyiapkan instalasi internal untuk mengatasi kebakaran gedung serta pembentukan
perangkat lunaknya diatur oleh peraturan peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3), diantaranya Per.05/Men/1996 tentang sistem Manajemen K3,
per.02/Men/1983, tentang Instalasi Alarm Kebakaran Automatik, Per..04/Men/1980 tentang
Syarat-Syarat Pemasangan dan pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan. Kemungkinan ada
beberapa peraturan Menteri Tenaga Kerja lainnya yang lebih mutakhir terkait dengan
pelaksanaan K3 dan penanggulangan kebakaran.
Evaluasi Diri
Setiap selesai melakukan simulasi keadaan darurat kebakaran -sebenarnya keadaan darurat bisa
juga diakibatkan oleh gempa bumi atau ancaman bom- tim melakukan evaluasi untuk
memperbaiki hal-hal yang dianggap kurang.
Untuk kasus kebakaran Gedung Kosgoro, karena bukan simulasi lagi tapi kejadian sebenarnya,
evaluasi atas kesiapan peralatan dan pemadam api internal serta kesiagaan Tim Tanggap Darurat
apa boleh buat harus dilakukan. Apakah hydrant mengeluarkan air, apakah sprinkler bekerja,
alarm kebakaran apakah berbunyi, apakah evakuasi karyawan berjalan lancar, apakah terjadi
kepanikan karyawan yang masih bekerja ketika menyelamatkan diri dan sebagainya.
Pihak Dinas Pemadam Kebakaran sekalipun terlihat bekerja tanpa rasa takut dan cukup cepat
hadir di tempat kejadian, namun kedatangan sky-lift yang baru tiba kalau tak salah 2 - 3 jam
setelah kebakaran terjadi harus menjadi pelajaran berharga. Mungkin penempatan mobil sky lift
yang disiapkan untuk memadamkan kebakaran gedung tinggi, jangan hanya di Ciracas Jakarta
Timur (Balai Diklat Damkar), Pemda DKI Jakarta sebaiknya menambah satu mobil sky-
lift untuk ditempatkan di Suku Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta Timur di Matraman Raya.
Gubernur Ahok agar mengecek apakah peralatan pemadam kebakaran di DKI Jakarta sudah
mencukupi, sudah mutakhir.
Biaya instalasi dan pemeliharaan peralatan pemadaman kebakaran di sebuah gedung bertingkat,
termasuk kegiatan kegiatan pelatihannya memang memerlukan biaya tak sedikit. Demikian pula
pihak Dinas Teknis, seharusnya melakukan audit ke gedung- gedung secara berkala dan
memonitor apakah temuan audit ditindaklanjuti oleh pengelola gedung. Bukankah bila
pelanggaran oleh pihak Gedung 'terlalu' parah, Pemda dapat menggunakan kewenangannya
dengan tidak memberikan IPB dan KMB atau SLF.
Saya setuju sekali bila pihak Pemda bukan hanya ketat dalam memberi izin membangun, harus
serius juga memonitor pemeliharaannya, kelayakan bangunannya dan menggunakan kewenangan
yang memang dimiliki Pemda (DKI Jakarta) seca
Berdebar menyaksikan kebakaran Gedung Kosgoro lantai 16 -20 di Jalan MH Thamrin Jakarta
Pusat, pada hari Senin 9 Maret 2015, sekitar pukul 18 sampai tengah malam, bahkan sumber api
masih menyala pada pagi hari Selasa 10 Maret 2015.
Pemadam kebakaran dari Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta menurut pengamatan saya
cukup cepat bertindak, walaupun kedatangan mobil sky-lift yang mampu menjangkau gedung
tinggi terasa lambat, karena sky-lift tersebut diparkir di daerah Ciracas, Jakarta Timur. Sehingga
pemilik gedung, pak Hayono Isman menyatakan kekecewaannya akibat keterlambatan
kedatangan sky-lift kebakaran merembet sampai ke lantai 20. Patut disyukuri kebakaran
akhirnya dapat diatasi, pada hari Selasa pagi api telah dapat dijinakkan oleh pasukan Pemadam
kebakaran DKI Jakarta.
Saya ingin berbagi pengalaman bagaimana menyiapkan kesiagaan terhadap bahaya kebakaran di
sebuah gedung bertingkat 8 di Jakarta Pusat, tentu jauh lebih pendek dibanding Gedung
Kosgoro, namun menyiapkan kesiagaan menghadapi keadaan darurat terutama kebakaran,
prinsipnya sama saja.
Pemilik atau pengelola gedung bertingkat pada dasarnya saat membangun gedungnya harus
mendapat izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari pihak Pemda DKI Jakarta. Desain gedung pasti
diperiksa bukan hanya dari sisi konstruksinya, namun juga dari sisi Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3), misalnya jika terjadi kebakaran, gedung harus mempunya tangga darurat yang kedap
api dan asap. Gedung harus memasang detektor asap atau panas untukearly warning
system adanya bahaya kebakaran, detektor tersebut akan memicu sirene pertanda ada panas atau
asap yang kemungkinan berasal dari kebakaran di gedung tersebut. Peralatan yang canggih akan
memerintahkan semprotan air secara otomatis di lantai tempat terdeteksinya kebakaran.
Peralatan lain yang harus disiapkan melekat dengan pembangunan gedung adalah
tersedianya hydrant, di halaman depan atau belakang bangunan, sprinkler disiapkan di setiap
lantai sebagai antisipasi memadamkan api bila terjadi kebakaran, sampai pakaian anti api untuk
petugas internal.
Dua pihak, pemilik/pengelola gedung dan Dinas terkait di Pemda DKI Jakarta, seperti Dinas
Pengawasan Bangunan, Dinas Kebakaran dan Dinas Tenaga Kerja harus bekerjasama melakukan
pencegahan kebakaran.
Pihak Pemerintah Daerah mengaudit secara berkala, kondisi gedung, terutama peralatan yang
terkait pemadam kebakaran internal, seperti kondisi alat pemadam api ringan (APAR) baik jenis,
kualitas, jumlah maupun penempatannya di setiap lantai, hydrant, sprinkler, detektor, pintu dan
tangga darurat, organisasi atau tim yang bertanggungjawab di setiap lantai bila terjadi kebakaran.
Biasanya kondisi kabel dan jaringan kabel di gedung tak luput dari pemeriksaan, apakah aman
dari kemungkinan terjadinya arus pendek atau apakah kabelnya sudah tua sehingga perlu diganti.
Pihak pengelola gedung selain menyiapkan dan memelihara perangkat keras upaya pemadaman
kebakaran internal, juga menyiapkan organisasi tanggap darurat bila terjadi kebakaran atau
keadaan darurat lainnya terjadi. Organisasi tanggap darurat seluruh gedung biasanya diketua oleh
Manajer Pengelola Gedung dibantu satf-stafnya yang memang bekerja di bidang pemeliharaan
gedung, misalnya bagian sipil, bagian listrik, bagian fire fighter, bagian pemeliharaan peralatan
dan sebagainya.
Di setiap lantai dibentuk tim tanggap darurat juga, ditunjuk seorang koordinator, dengan
anggota yang bertanggungjawab atas aktivitas menelpon ke mana bila terjadi kebakaran,
mengamankan dokumen, dan terutama mengamankan jalannya evakuasi penghuni gedung
menuju pintu darurat. Ketika sampai di lantai dasar gedung, penghuni gedung harus diarahkan
untuk berkumpul di satu tempat yang disebut Asssembly Point, tempat berkumpul yang
lokasinya aman dari kobaran api atau dari kejatuhan puing.
Ketika saya menjadi manajer pengelola gedung berlantai delapan, secara berkala, setahun sekali,
Dinas Kebakaran dan Dinas Tenaga Kerja serta Suku Dinas tingkat kota mengaudit fasilitas
pemadaman kebakaran internal. Dinas Pengawasan Gedung melakukan pengawasan, bersamaan
dengan perpanjangan Izin Penggunaan Banguan (IPB) dan Kelayakan Menggunakan Bangunan
(KMB), yang sekarang disebut Sertifikat Layak Fungsi (SLF).
Audit oleh Dinas Kebakaran dan Dinas Tenaga Kerja bila dilakukan dengan sungguh-sungguh
dan pihak pemilik /pengelola gedung juga memperhatikan dengan serius saran perbaikan atas
temuan audit, tentu akan menghasilkan sebuah kesiapan internal yang maksimal menghadapi
keadaan darurat kebakaran.
Selain audit eksternal oleh instansi teknis Pemda DKI Jakarta, pihak pengelola gedung juga
seharusnya melakukan audit internal baik atas kesiagaan peralatan pemadam kebakaran maupun
kesiapan penghuni gedung menghadapi situasi darurat seperti kebakaran. Saya dan tim ketika itu
melakukan simulasi keadaan darurat satu tahun satu kali, pernah dilakukan pengumuman
sebelumnya akan ada simulasi, pernah juga dilakukan tanpa pemberitahuan kepada penghuni
gedung, kecuali direksi dan beberapa karyawan/karyawati yang kondisi fisiknya lemah atau
sedang hamil diamankan terlebih dahulu.
Aktivitas menyiapkan instalasi internal untuk mengatasi kebakaran gedung serta pembentukan
perangkat lunaknya diatur oleh peraturan peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3), diantaranya Per.05/Men/1996 tentang sistem Manajemen K3,
per.02/Men/1983, tentang Instalasi Alarm Kebakaran Automatik, Per..04/Men/1980 tentang
Syarat-Syarat Pemasangan dan pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan. Kemungkinan ada
beberapa peraturan Menteri Tenaga Kerja lainnya yang lebih mutakhir terkait dengan
pelaksanaan K3 dan penanggulangan kebakaran.
Evaluasi Diri
Setiap selesai melakukan simulasi keadaan darurat kebakaran -sebenarnya keadaan darurat bisa
juga diakibatkan oleh gempa bumi atau ancaman bom- tim melakukan evaluasi untuk
memperbaiki hal-hal yang dianggap kurang.
Untuk kasus kebakaran Gedung Kosgoro, karena bukan simulasi lagi tapi kejadian sebenarnya,
evaluasi atas kesiapan peralatan dan pemadam api internal serta kesiagaan Tim Tanggap Darurat
apa boleh buat harus dilakukan. Apakah hydrant mengeluarkan air, apakah sprinkler bekerja,
alarm kebakaran apakah berbunyi, apakah evakuasi karyawan berjalan lancar, apakah terjadi
kepanikan karyawan yang masih bekerja ketika menyelamatkan diri dan sebagainya.
Pihak Dinas Pemadam Kebakaran sekalipun terlihat bekerja tanpa rasa takut dan cukup cepat
hadir di tempat kejadian, namun kedatangan sky-lift yang baru tiba kalau tak salah 2 - 3 jam
setelah kebakaran terjadi harus menjadi pelajaran berharga. Mungkin penempatan mobil sky lift
yang disiapkan untuk memadamkan kebakaran gedung tinggi, jangan hanya di Ciracas Jakarta
Timur (Balai Diklat Damkar), Pemda DKI Jakarta sebaiknya menambah satu mobil sky-
lift untuk ditempatkan di Suku Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta Timur di Matraman Raya.
Gubernur Ahok agar mengecek apakah peralatan pemadam kebakaran di DKI Jakarta sudah
mencukupi, sudah mutakhir.
Biaya instalasi dan pemeliharaan peralatan pemadaman kebakaran di sebuah gedung bertingkat,
termasuk kegiatan kegiatan pelatihannya memang memerlukan biaya tak sedikit. Demikian pula
pihak Dinas Teknis, seharusnya melakukan audit ke gedung- gedung secara berkala dan
memonitor apakah temuan audit ditindaklanjuti oleh pengelola gedung. Bukankah bila
pelanggaran oleh pihak Gedung 'terlalu' parah, Pemda dapat menggunakan kewenangannya
dengan tidak memberikan IPB dan KMB atau SLF.
Saya setuju sekali bila pihak Pemda bukan hanya ketat dalam memberi izin membangun, harus
serius juga memonitor pemeliharaannya, kelayakan bangunannya dan menggunakan kewenangan
yang memang dimiliki Pemda (DKI Jakarta) secara proporsional.
LABEL
manajemen
ekonomi
memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana diselaraskan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
1. Rehabilitasi :
Serangkaian kegiatan yang dapat membantu korban bencana untuk kembali pada kehidupan normal
yang kemudian diintegrasikan kembali pada fungsi-fungsi yang ada di dalam masyarakat. Termasuk
didalamnya adalah penanganan korban bencana yang mengalami Trauma Psychologis; Misalnya :
renovasi atau perbaikan sarana-sarana umum, perumahan dan tempat penampungan sampai dengan
penyediaan lapangan kegiatan untuk memulai hidup baru;
2. Rekonstruksi :
Serangkaian kegiatan untuk mengembalikan situasi seperti sebelum terjadinya bencana, termasuk
pembangunan infrastruktur, menghidupkan akses sumber-sumber ekonomi, perbaikan lingkungan,
pemberdayaan masyarakat; Berorientasi pada pembangunan tujuan : mengurangi dampak bencana,
dan di lain sisi memberikan manfaat secara ekonomis pada masyarakat;
3. Prevensi :
Serangkaian kegiatan yang direkayasa untuk menyediakan sarana yang dapat memberikan perlindungan
permanen terhadap dampak peristiwa alam, yaitu rekayasa teknologi dalam pembangunan fisik;
Relokasi penduduk;
4. Kesiapsiagaan Bencana :
Upaya-upaya yang memungkinkan masyarakat (individu, kelompok, organisasi) dapat mengatasi bahaya
peristiwa alam, melalui pembentukan struktur dan mekanisme tanggap darurat yang sistematis;
Tujuan : untuk meminimalkan korban jiwa dan kerusakan sarana-sarana pelayanan umum;
Kesiapsiagaan Bencana meliputi : upaya mengurangi tingkat resiko, formulasi Rencana Darurat Bencana
(Disasters Plan), pengelolaan sumber-sumber daya masyarakat, pelatihan warga di lokasi rawan
bencana;
5. Mitigasi :
Serangkaian tindakan yang dilakukan sejak dari awal untuk menghadapi suatu peristiwa alam dengan
mengurangi atau meminimalkan dampak peristiwa alam tersebut terhadap kelangsungan hidup manusia
dan lingkungan hidupnya (struktural);
Upaya penyadaran masyarakat terhadap potensi dan kerawanan (hazard) lingkungan dimana
mereka berada, sehingga mereka dapat mengelola upaya kesiapsiagaan terhadap bencana;
Penghijauan hutan;
Informasi-informasi yang diberikan kepada masyarakat tentang kapan suatu bahaya peristiwa alam
dapat diidentifikasi dan penilaian tentang kemungkinan dampaknya pada suatu wilayah tertentu;
Mengurangi penderitaan
Namun, keberhasilan pencapaian tujuan dipengaruhi oleh dua faktor lain, yaitu :
Informasi : Seberapa banyak informasi yang kita dapatkan mengenai bencana dan akibat yang
ditimbulkan
Sumber Daya : Seberapa kuat sumber daya yang dimiliki oleh organisasi dan sumber daya lokal.
1. Kesiapsiagaan individu, Kesiapsiagaan individu merupakan hal hal yang harus diperhatikan SEBELUM
terlibat dalam tindakan tanggap darurat, karena menyangkut keselamatan diri, dan seluruh anggota
lainnya. Termasuk didalam Kesiapsiagaan individu adalah koordinasi PB. Namun karena hal ini dilakukan
dalam setiap tahap tindakan tanggap darurat, maka koordinasi PB akan dibahas tersendiri.
2. Koordinasi PB, Koordinasi PB adalah segala bentuk komunikasi, baik komunikasi internall maupun
eksternal, yang bertujuan untuk mendukung kegiatan penanggulangan bencana. Koordinasi dilakukan
dalam setiap tahapan pada tanggap darurat.
3. Assessment, Assessment adalah penilaian keadaan. Seperti koordinasi, assessment juga dilakukan dalam
setiap tahapan dalam tanggap darurat. Namun, untuk tindakan awal, yang harus dilakukan adalah
assessment cepat, yang dilanjutkan dengan assessment detil.
4. RenOps -SDP-, Rencana Operasi atau Service Delivery Plan, adalah sebuah perencanaan yang dibuat
berdasarkan hasil dari assessment. RenOps juga merupakan perwujudan dari Action Plan.
5. Distribusi Bantuan, Distribusi Bantuan atau relief distribusi adalah langkah berikutnya setelah RenOps
disetujui. Dalam distribusi bantuan juga terkait mengenai masalah pergudangan.
6. Monitor dan evaluas, Monitor dan evaluasi adalah metode untuk memantau kegiatan. Secara garis
besar, yang dipantau adalah kegiatan distribusi bantuan, namun dapat juga melihat keseluruhan proses
tanggap darurat.
KEBIJAKAN TANGGAP DARURAT PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL
4. Bekerja sesuai dengan kompetensi Palang Merah, namun tetap harus mengikutsertakan masyarakat
penerima bantuan dalam perencanaan dan pelaksanaan program
7. Program darurat terus dilanjutkan hingga ancaman sudah berkurang, dan bila akan dilanjutkan, maka
lebih berfokus pada kerangka mekanisme rehabiltasi
8. Memaksimalkan keunggulan strategi International Federation, untuk memobilisasi semua sumber yang
ada.
9. Kebijakan ini merupakan kebijakan Federasi, dengan ruang lingkup Masyarakat Palang Merah di dunia.
Untuk diterapkan di Indonesia, maka perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Untuk poin 8, sumber
daya yang berada dalam keluarga Internasional Federation adalah Masyarakat Palang Merah. Untuk
Palang Merah Indonesia, sumber daya yang berada di dalamnya adalah keberadaan PMI Daerah,
Cabang, dan Ranting yang tersebar di seluruh Indonesia)
Langkah pertama ketika mengembangkan rencana tanggap darurat adalah untuk melakukan
penilaian risiko untuk mengidentifikasi skenario darurat yang potensial. Pemahaman tentang apa yang
bisa terjadi akan memungkinkan untuk menentukan kebutuhan sumber daya dan untuk
mengembangkan rencana dan prosedur untuk mempersiapkan bisnis Anda. Rencana darurat harus
konsisten dengan tujuan kinerja .
Setidaknya, setiap fasilitas harus mengembangkan dan melaksanakan rencana darurat untuk
melindungi karyawan, pengunjung, kontraktor dan orang lain di fasilitas tersebut. Ini bagian dari
rencana darurat yang disebut "tindakan protektif untuk keselamatan hidup" dan termasuk gedung
evakuasi ("latihan menembak"), berlindung dari cuaca buruk seperti tornado, "shelter-in-place" dari
bahaya udara eksterior seperti bahan kimia yang rilis dan kuncian. Lockdown adalah tindakan protektif
ketika dihadapkan dengan tindakan kekerasan.
Ketika terjadi keadaan darurat, prioritas pertama selalu keselamatan jiwa. Prioritas kedua
adalah stabilisasi insiden tersebut. Ada banyak tindakan yang dapat diambil untuk menstabilkan insiden
dan meminimalkan potensi kerusakan. Pertolongan pertama CPR dan oleh karyawan terlatih dapat
menyelamatkan nyawa. Penggunaan alat pemadam kebakaran oleh karyawan terlatih dapat
memadamkan api kecil. Penahanan tumpahan kimia kecil dan pengawasan utilitas bangunan dan sistem
dapat meminimalkan kerusakan bangunan dan membantu mencegah kerusakan lingkungan.
Beberapa peristiwa cuaca buruk dapat memperkirakan jam sebelum mereka tiba, memberikan
waktu yang berharga untuk melindungi fasilitas. Sebuah rencana harus dibuat dan sumber daya harus di
tangan, atau dengan cepat, tersedia untuk menyiapkan fasilitas. Rencana tersebut juga harus mencakup
proses penilaian kerusakan, penyelamatan, perlindungan hak milik rusak dan pembersihan setelah
insiden. Tindakan ini untuk meminimalkan kerusakan lebih lanjut dan gangguan bisnis adalah contoh
pelestarian properti.
Pedoman untuk pengembangan rencana tanggap darurat dapat di lakukan dengan beberapa langkah
berikut ini :
Ketika ada bahaya dalam bangunan seperti kebakaran atau tumpahan bahan kimia, penghuni di
dalam gedung harus dievakuasi atau dipindahkan ke tempat yang aman. Insiden lain seperti ancaman
bom atau penerimaan paket mencurigakan juga mungkin memerlukan evakuasi. Jika peringatan tornado
disiarkan, setiap orang harus pindah ke bagian terkuat dari bangunan dan jauh dari kaca eksterior. Jika
kecelakaan transportasi di jalan raya di dekatnya hasil dalam pelepasan awan kimia, pemadam
kebakaran dapat memperingatkan untuk "shelter-di-tempat." Untuk melindungi karyawan dari tindakan
kekerasan, "kuncian" harus siaran dan semua orang harus menyembunyikan atau barikade diri dari
pelaku.
Pengungsian
Berlindung
Shelter-In-Place
Lockdown
Rencana darurat harus mencakup tindakan protektif. Jika Anda seorang penyewa di gedung
multi-disewakan, mengkoordinasikan perencanaan dengan manajer bangunan.
1. Pengungsian
Evakuasi Prompt karyawan membutuhkan sistem peringatan yang dapat didengar di seluruh
gedung. Menguji sistem alarm kebakaran untuk menentukan apakah itu dapat didengar oleh semua
karyawan. Jika tidak ada sistem alarm kebakaran, menggunakan sistem alamat publik, tanduk udara atau
cara lain untuk memperingatkan semua orang untuk mengungsi. Suara sinyal evakuasi selama latihan
yang direncanakan sehingga karyawan akrab dengan suara.
Periksa untuk melihat bahwa setidaknya ada dua pintu keluar dari daerah berbahaya di setiap
lantai setiap bangunan. Bangunan atau kebakaran kode mungkin memerlukan keluar lebih untuk
bangunan yang lebih besar.
Berjalan di sekitar gedung dan memverifikasi bahwa keluar ditandai dengan tanda-tanda keluar
dan ada cukup pencahayaan sehingga orang dapat dengan aman melakukan perjalanan ke pintu keluar.
Jika Anda menemukan sesuatu yang menghalangi jalan keluar, telah dihapus.
Masukkan setiap tangga, berjalan menuruni tangga, dan membuka pintu keluar ke luar. Terus
berjalan sampai Anda mencapai tempat yang aman jauh dari gedung. Pertimbangkan untuk
menggunakan daerah ini aman sebagai area perakitan untuk pengungsi.
Menunjuk pemimpin tim evakuasi dan menetapkan karyawan untuk evakuasi langsung
bangunan. Menetapkan setidaknya satu orang untuk setiap lantai untuk bertindak sebagai "Lantai
warden" untuk mengarahkan karyawan untuk keluar yang aman terdekat. Menetapkan cadangan jika
lantai sipir tidak tersedia atau jika ukuran lantai sangat besar. Tanyakan karyawan jika mereka akan
membutuhkan bantuan khusus mengevakuasi atau pindah ke tempat penampungan. Menetapkan
"teman" atau pembantu untuk membantu penyandang disabilitas dalam keadaan darurat. Hubungi
pemadam kebakaran untuk mengembangkan rencana untuk mengevakuasi para penyandang cacat.
Memiliki daftar karyawan dan mempertahankan log pengunjung di meja depan, penerimaan
daerah atau area kantor utama. Tugaskan seseorang untuk mengambil daftar ke area perakitan pada
saat bangunan tersebut dievakuasi. Gunakan daftar untuk memperhitungkan semua orang dan
menginformasikan pemadam kebakaran apakah semua orang telah diperhitungkan. Ketika karyawan
dievakuasi dari sebuah gedung, peraturan OSHA memerlukan akuntansi untuk memastikan bahwa
setiap orang telah berhasil keluar dengan selamat. Sebuah kebakaran, tumpahan bahan kimia atau
bahaya lainnya dapat menghalangi jalan keluar, jadi pastikan tim evakuasi dapat mengarahkan karyawan
untuk jalan keluar yang aman alternatif.
2. Berlindung
Jika peringatan tornado disiarkan, sinyal peringatan yang berbeda harus terdengar dan semua
orang harus pindah ke tempat penampungan di bagian terkuat dari bangunan. Shelter dapat mencakup
ruang bawah tanah atau interior kamar dengan konstruksi pasangan bata diperkuat. Evaluasi
penampungan potensial dan melakukan bor untuk melihat apakah ruang penampungan bisa
menampung semua karyawan. Karena mungkin ada sedikit waktu untuk berlindung ketika tornado
mendekat, peringatan dini adalah penting. Jika ada badai parah, memonitor sumber berita dalam kasus
peringatan tornado disiarkan. Pertimbangkan membeli Darurat Alert System radio - tersedia di banyak
toko-toko elektronik. Menyetel ke peringatan cuaca disiarkan oleh stasiun radio dan televisi lokal.
Berlangganan peringatan teks dan email gratis, yang tersedia dari berita beberapa dan sumber daya
cuaca di Internet.
3. Shelter-In-Place
Sebuah truk tangki crash di jalan raya terdekat melepaskan awan kimia. Sebuah kolom besar
pemecah asap hitam ke udara dari kebakaran di pabrik terdekat. Jika, sebagai bagian dari acara ini,
ledakan, atau tindakan terorisme telah terjadi, pejabat darurat umum dapat memerintahkan orang di
sekitarnya untuk "shelter-di-tempat." Anda harus mengembangkan rencana penampungan-di-tempat.
Rencana tersebut harus mencakup sarana untuk memperingatkan semua orang untuk menjauh dari
jendela dan pindah ke inti bangunan. Memperingatkan orang bekerja di luar untuk memasuki gedung
segera. Pindahkan semua orang untuk lantai kedua dan lebih tinggi di gedung bertingkat. Hindari
menempati ruang bawah tanah. Tutup pintu dan jendela eksterior dan mematikan sistem udara
penanganan bangunan. Apakah setiap orang tetap terlindung sampai pejabat publik yang disiarkan
bahwa aman untuk mengevakuasi bangunan.
4. Lockdown
Tindakan kekerasan di tempat kerja bisa terjadi tanpa peringatan. Jika keras "muncul" didengar
dan tembakan diduga, setiap karyawan harus tahu untuk menyembunyikan dan tetap diam. Mereka
harus mencari perlindungan di sebuah ruangan, menutup dan mengunci pintu, dan barikade pintu jika
dapat dilakukan dengan cepat. Mereka harus dilatih untuk bersembunyi di bawah meja, di sudut
ruangan dan jauh dari pintu atau jendela. Beberapa orang harus dilatih untuk menyiarkan peringatan
kuncian dari lokasi yang aman.
Stabilisasi Insiden
Menstabilkan darurat mungkin melibatkan banyak tindakan yang berbeda termasuk: pemadam
kebakaran, pemberian perawatan medis, penyelamatan, mengandung tumpahan bahan kimia
berbahaya atau menangani ancaman atau tindakan kekerasan. Ketika Anda dial 9-1-1 Anda harapkan
profesional untuk menanggapi fasilitas Anda. Tergantung pada waktu respon dan kemampuan layanan
darurat publik dan bahaya dan sumber daya dalam fasilitas Anda, Anda dapat memilih untuk berbuat
lebih banyak untuk mempersiapkan insiden ini. Peraturan mungkin mengharuskan Anda untuk
mengambil tindakan sebelum layanan darurat tiba.
Jika Anda memilih untuk melakukan apa-apa lebih dari panggilan untuk membantu
danmengevakuasi , Anda masih harus menyiapkan rencana darurat yang mencakup pemberitahuan
cepat dari layanan darurat, tindakan protektif untuk keselamatan hidup dan akuntansi semua karyawan.
Dokumen tersedia sumber daya . Tentukan apakah sumber daya eksternal memiliki informasi
yang mereka butuhkan untuk menangani keadaan darurat. Jika tidak, menentukan informasi apa yang
diperlukan dan pastikan untuk mendokumentasikan informasi yang dalam rencana Anda.
Siapkan prosedur darurat untuk bahaya dan ancaman yang akan datang. Tinjau daftar bahaya
yang disajikan di bagian bawah halaman. Mengembangkan bahaya dan prosedur tertentu ancaman
menggunakan pedoman dari link sumber daya di bagian bawah halaman ini.
Peran dan Tanggung Jawab untuk Pemilik Bangunan dan Manajer Fasilitas
Menetapkan personil tanggung jawab mengendalikan akses ke lokasi darurat dan untuk menjaga
orang menjauh dari daerah yang tidak aman. Lainnya harus akrab dengan lokasi dan fungsi kontrol untuk
bangunan utilitas, keselamatan hidup dan sistem perlindungan. Sistem ini meliputi ventilasi, listrik, air dan
sistem sanitasi, pasokan listrik darurat, deteksi, alarm, sistem komunikasi dan peringatan; sistem
pencegah kebakaran, pengendalian polusi dan sistem penahanan, dan keamanan dan sistem
pengawasan. Personil harus ditugaskan untuk mengoperasikan atau mengawasi sistem ini seperti yang
diarahkan oleh layanan darurat umum jika mereka berada di tempat.
Menyusun situs-rencana dan rencana untuk setiap lantai bangunan masing-masing. Rencana
harus menunjukkan tata letak jalan akses, area parkir, bangunan di properti, membangun pintu masuk,
lokasi peralatan darurat dan lokasi kontrol untuk utilitas bangunan dan sistem perlindungan. Petunjuk
untuk mengoperasikan semua sistem dan peralatan harus dapat diakses oleh responden darurat.
Memberikan salinan rencana ke layanan darurat umum yang akan menanggapi fasilitas Anda
dan orang lain dengan tanggung jawab untuk manajemen dan keamanan bangunan. Menyimpan rencana
dengan informasi perencanaan darurat lainnya seperti kimia Material Safety Data Sheet (MSDS), yang
dibutuhkan oleh Komunikasi Bahaya atau "hak untuk tahu" peraturan.
Konservasi Properti
Mengambil tindakan sebelum acara perkiraan, seperti badai yang parah, dapat mencegah
kerusakan. Penilaian kerusakan Prompt dan kegiatan pembersihan setelah badai dapat meminimalkan
kerusakan lebih lanjut dan gangguan bisnis. Tindakan ini dianggap "konservasi properti"-bagian penting
dari rencana tanggap darurat. Banyak bimbingan berikut diarahkan kepada pemilik bangunan dan
manajer fasilitas. Namun, penyewa juga harus mengembangkan rencana dalam koordinasi dengan
pemilik bangunan dan manajer serta otoritas publik.
Body copy: Tindakan untuk mempersiapkan fasilitas untuk acara ramalan tergantung pada
potensi dampak dari bahaya yang terkait dengan acara tersebut. Melakukan penilaian risiko untuk
mengidentifikasi bahaya cuaca buruk termasuk badai musim dingin, beku Arktik, badai tropis, badai,
banjir, gelombang badai, badai parah, tornado dan angin kencang. Juga pertimbangkan bahaya non-
tradisional, seperti acara yang direncanakan melibatkan kerumunan besar.
Tindakan konservasi properti harus fokus pada perlindungan bangunan dan berharga mesin,
peralatan dan bahan dalam. Potensi kerusakan dapat dicegah atau dikurangi dengan memeriksa fitur
bangunan berikut, sistem dan peralatan:
Badai musim dingin - Jauhkan pintu masuk gedung dan pintu keluar darurat yang jelas,
memastikan adanya bahan bakar cukup untuk pemanasan dan pasokan listrik darurat, memantau
gedung panas, pintu dan jendela untuk mencegah pembekuan lokal, salju memantau pemuatan dan
atap yang jelas saluran air.
Badai tropis dan angin topan - Stockpile dan pra-potong kayu lapis untuk naik ke atas jendela
dan pintu (atau menginstal badai jendela), memastikan adanya tenaga kerja yang cukup, alat dan
pengencang tersedia, memeriksa penutup atap dan berkedip, atap dan badai yang jelas mengalir,
periksa bah dan pompa portabel, data elektronik backup dan catatan penting off-site; merelokasi
persediaan berharga ke lokasi dilindungi jauh dari jalur badai.
Banjir - Mengidentifikasi potensi banjir dan berencana untuk pindah barang, bahan dan
peralatan untuk lantai yang lebih tinggi atau lebih tinggi. Jelas badai saluran dan periksa bah dan pompa
portabel. Naikkan saham dan mesin dari lantai. Siapkan rencana untuk menggunakan karung pasir untuk
mencegah masuknya air dari pintu dan lantai aman saluran air.
Salvage dan Tindakan untuk Mencegah Kerusakan lebih lanjut Menyusul Insiden
Memisahkan barang rusak dari barang direndam air adalah contoh penyelamatan. Meliputi
lubang di atap atau membersihkan air dan ventilasi bangunan juga merupakan bagian dari pelestarian
properti. Rencana konservasi properti harus mengidentifikasi sumber daya yang dibutuhkan untuk
menyelamatkan rusak bahan yang baik dan, membuat perbaikan sementara untuk bangunan,
membersihkan air, asap dan kelembaban, dan mempersiapkan peralatan penting untuk me-restart.
a. Identifikasi Bahaya
1 Pertimbangan :
Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan bahaya
Jenis kecelakaan yang mungkin dapat terjadi
2 Aktifitas yang digunakan dalam idenifikasi bahaya:
Konsultasi dengan pekerja
Konsultasi dengan tim K3
Melakukan pertimbangan
Melakukan savety audit
Melakukan pengujian
Evaluasi Teknis dan keilmuan
Analisis rekaman data
Mengumpulkan informasi dari desaigner, konsumen. Supplier dan organisasi
Pemantauan lingkungan dan kesehatan
Melakukan survey terhadap karyawan
* Tiga pertanyaan dasar untuk identifikasi bahaya :
1. Apakah ada suatu sumber celaka / bahaya ?
2. Siapa / Apa yang dapat celaka ?
3. Bagaimana dapat terjadi ?
Dalam melakukan evaluasi terhadap bahaya dan risiko diperlukan kriteria untuk menentukan
prioritasTingkat risiko yang bisa di terima (tolerable risk) merupakan salah satu kriteria yang
umum digunakan dalam mengevaluasi bahaya dan risiko
Contoh:
Tingkat kebisingan, getaran, radiasi, pencahayaan, temperatur
Konsentrasi gas/uap kimia di udara lingkungan kerja
2.2.2 Metode yang digunakan dalam mengidentifikasi bahaya dan risiko:
Metode proaktif
Metoda terbaik untuk mengidentifikasi bahaya adalah cara proaktif, atau mencari bahaya
sebelum bahaya tersebut menimbulkan akibat atau dampak yang merugikan.
Tindakan proaktif memiliki kelebihan:
Bersifat preventif karena bahaya di kendalikan sebelum menimbulkan kecelakaan atau cedera
Bersifat peningkatan berkelanjutan(continual improvement) karena dengan mengenal bahaya
dapat di lakukan upaya perbaikan
Meningkatkan awareness semua pekerja setelah mengetahui dana mengenal adanya bahaya
di sekitar tempat kerjanya,dan
Mencegah pemborosan yang tidak diinginkan, karena adanya bahaya dapat menimbulkan
kerugian.misalanya ada katub yang bocor tanpa di ketahui maka akan terus menerus
mengeluarkan bahan /bocoran sehinggga dapat mrnimbulkan kerugian.
Terdapat berbagai teknik identifikasi bahaya yang bersifat proaktif anatara lain:
Data kejadian
Daftar periksa
Brainstorming
What is analysis
Hazops(Hazard and Operability Study)
Analisa Moda Kegagalan dan Efek(Falure Mode and Effect Analysis)
Task Analysis
Event Tree Analysis
Analisa Pohon Kegagalan(faul Tree Analysis)
Analisa Keselamatan Pekerja(Job Safety Analysis)
Masih banyak teknik lainya yang di kembangkan oleh para ahli K3.Berbagai teknik ini dapat di
terapkan sepanjang daur hidup organisasi mulai dari tahap pengembangan sampai ke operasi
Metode semi proaktif
Teknik ini di sebut juga teknik belajar dari pengalaman orang lain karena kita tidak
perlumengalaminya sendiri.Teknik ini lebih baik karena tidak perlu mengalami sendiri setelah itu
baru mengetahui adanya bahaya. Namun tekni ini juga kurang efektif karena:
Tidak semua bahaya telah di ketahui atau pernah menimbulkan dampak kejadian kecelakaan
Tidak semua kejadian di laporkan atau di informasikan kepada pihak lain untuk di ambil
sebagai bahan pelajaaran
Kecelakaaan telah terjadi yang berarti tetap menimbulkan kerugian, walaupun menimpa pihak
lain
Sejalan dengan hal ini, OHSAS 18001 mensyratkan untuk melakukan penyelidikan kecelakaan
sebagai Lesson Learning agar kejadian serupa tidak telung kembali.Akan tetapi, masih ada
aggapan bahwa kecelakaan merupakan aib bagi perusahaan, sehinggga data-data dan informasi
tentang kejadian sulit di peroleh.Jika di ekspose.Mungkin kejadianya sudah di poles sedemikan
rupa sehinga tidak sesuai lagi dengan fakta kejadian sebenarnya.
2.3 Metode Evaluasi Bahaya dan Risiko
Evaluasi bahaya kerja adalah suatu proses yang dilaksanakan untuk dapat menetapkan
seberapa besar risiko bahaya kerja yang ditemukan di tempat kerja. Pengukuran objektif dosis
bahaya kerja yang diterima oleh pekerja merupakan komponan penting pada manajemen evaluasi
bahaya kerja. Akan tetapi sebaiknya pada awal tahap ini, tindakan pengendalian pada bahaya
kerja serius , yang ditemukan pada tahap identifikasi bahaya kerja, sudah harus dilaksanakan
tanpa menunggu hasil pengukuran yang objektif.
Evaluasi dan pengelolaan risiko adalah langkah lebih lanjut dari proses manajemen
risiko. Dimana tahapan manajemen risiko sesungguhnya mulai dari identifikasi risiko yang
terdiri dari pembuatan daftar kategorisasi risiko,lalu mendeskripsikan risiko.
Berdasarkan hasil pengukuran objektif yang telah disimpulkan, pada tahap berikutnya dapat
diperkirakan akibat yang ditimbulkan oleh bahaya kerja yang ditemukan, besarnya kemungkinan
dan frekuensi terjadinya ganguan kesehatan.kecelakaan kerja, serta derajat pajanan bahaya kerja
yang terjadi.
Selanjutnya adalah pengelolaan risiko yang terdiri dari estimasi awal risiko, yaitu
mempertimbangkan akibat yang mungkin terjadi bila risiko terjadi dengan menggunakan system
scoring misalnya cara NHS. Kemudian evaluasi terhadap risiko yang telah diestimasi dengan
toleransi skor risiko yang disarankan oleh NHS adalah 6. Bila skornya lebih besar dari 6
mitigation cukup dimasukkan kedalam daftar risiko saja. Namun bila skor risiko kurang dari 6
selain dimasukkan dalam daftar juga harus dibuatkan rencana tindak lanjutnya.
Langkah berikutnya memutuskan tindakan untuk mengelola risiko. Dengan cara memilih dan
menerapkan kegiatan yang sesuai lalu mengontrol atau memodifikasi risiko. Pilihan kegiatannya
dapat berupa: mengambil kesempatan untuk kondisi ada kemungkinan keuntungan lebih besar
dibanding kerugiannya, mentoleransi risiko secukupnya dalam level yang masih dapat
ditoleransi, mentransfer risiko kepada pihak ketiga seperti asuransi atau yang terakhir bisa
dengan menghentikan aktivitas yang menimbulkan risiko.
Eskalasi risiko terjadi bila pada proses mendefinisian dan memasukkan kedalam register
membuat terjadinya perubahan level risiko. Hal ini akan menekan manajemen untuk mengambil
tindakan yang memungkinkan, diantaranya; menerima risiko apa adanya, merubah atau
memodifikasi risiko atau menolak eskalasi risiko.
Beberapa kejadian yang mungkin menjadi risiko dalam kegiatan sehari-hari dirumah sakit adalah
adverse event dan risiko klinis. Adverse incident adalah kejadian atau kondisi yang dapat
membawa kerugian yang tidak disengaja dan tidak diharapkan pada orang, property atau
organisasi. Risiko klinis adalah kejadian yang tidak pasti atau sekelompok kejadian yang bila itu
terjadi akan memberikan efek negative kepada layanan pasien.
Dari ketiga langkah tersebut perlu dilaksanakan secara berurutan dan kontinu (berkelanjutan).
Berikut penjelasannya :
1. Pengenalan/penemuan bahaya potensial di lingkungan kerja
Pengenalan dari berbagai bahaya potensial dan risiko kesehatan di lingkungan kerja biasanya
dilakukan pada waktu survey pendahuluan dengan cara melihat atau mengobservasi dan
mengenal (walk through survey) yang merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam
upaya kesehatan lingkungan kerja. Pada waktu survey pendahuluan, beberapa masalah yang
mudah dikenali biasanya masalah bahaya potensial fisik seperti kebisingan, bau, suhu, getaran,
sedangkan bahaya potensial seperti zat kimia, radiasi, gas dan bahaya potensial biologi sulit
untuk dikenali.
Sebelum dilakukan survey pendahuluan hendaknya diupayakan mendapat informasi mengenai
segala sesuatu keterangan yang menggambarkan bahan baku, bahan tambahan, proses produksi,
hasil antara, hasil akhir dan hasil sampingan berupa limbah, jalur pengangkutan, cara kerja,
peralatan kerja, dan data pekerja meliputi jumlah dan status kesehatan.
Disamping itu, perlu dipertimbangkan zat-zat kimia/gas yang kemungkinan dapat terbentuk pada
proses produksi serta efek yang kemungkinan akan terjadi akibat pengaruh dari bahaya potensial
terhadap kesehatan pekerja.
2. Evaluasi dari faktor-faktor bahaya potensial pada lingkungan kerja
Merupakan tahap penilaian karakteristik dan besarnya potensi bahaya yang mungkin dapat
ditimbulkan dari lingkungan kerja. Olehnya itu, kegiatan evaluasi ini dapat digunakan untuk
menentukan prioritas dalam mengatasi permasalahan yang dapat timbul.
Kegiatan evaluasi terhadap tingkat pemajanan dan bahaya potensial di lingkungan kerja
dilakukan melalui pengamatan langsung yang ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif melalui
berbagai teknik pengukuran, misalnya pengukuran tingkat kebisingan, penentuan indeks tekanan
panas, kuat cahaya, analisis patikel udara di tempat kerja, dll. Hasil yg diperoleh kemudian
dibandingkan dengan aturan yang berlaku yaitu Nilai Ambang Batas (NAB).
3. Pengendalian Bahaya Potensial di Lingkungan Kerja
Kegiatan pengendalian lingkungan kerja merupakan uapaya untuk mengurangi atau
menghilangkan pajanan terhadap zat/bahaya yang berbahaya di lingkungan kerja. Hal ini bisa
dijelaskan dengan Teori Simpul Pengamatan/Pengendalian oleh Prof.dr. Umar Fahmi
Achmadi,Ph.D yaitu :
o o o o
A B C D
SIMPUL A = Sumber potensi bahaya
SIMPUL B = Zat berbahaya berada di lingkungan
SIMPUL C = Zat mulai masuk tubuh
SIMPUL D = Zat mulai mempengaruhi kesehatan manusia dengan kemungkinan :
1. Tidak Menyebabkan gangguan kesehatan
2. Menimbulkan gangguan Kesehatan dengan kemungkinan individu jelas sakit
atau Gejalanya Samar-samar/subklinis.
Upaya-Upaya yang dapat dilakukan dalam Pengendalian Perorangan yaitu Melalui peningkatan
pengetahuan, sikap dan perilaku serta disiplin kerja para pekerja dengan :
1. Cara kerja yang baik dan benar.
2. Tersedianya Alat Pelindung Diri dan ketaatan dalam pemakaiannya.
3. Pembatasan waktu pajanan (Jam Kerja, Cuti, dll)
4. Kebersihan perorangan.
5. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dan secara berkala untuk penemuan dini gangguan
kesehatan.
6. Penerapan prinsip K3 dan ergonomi.
Selain pengendalian Lingkungan dan Perorangan, maka dalam menghadapi bahaya yang timbul
ditempat kerja perlu diadakan Program Pelayanan Kesehatan kerja yang meliputi Pelayanan
Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif.