Anda di halaman 1dari 10

KESEIMBANGAN ASAM BASA

Keseimbangan asam basa tercapai jika kecepatan total tubuh yang memproduksi
asam atau basa sama dengan kecepatan tubuh mengekresikan asam atau basa tersebut.
Keseimbangan ini menghasilkan stabilnya konsentrasi ion hydrogen di dalam cairan
tubuh. Konsentrasi ion hydrogen di dalam cairan tubuh di nyatakan sebagai nilai pH. pH
merupakan skala untuk mengukur keasaman atau alkalinitas (bersifat basa) suatu cairan.
Nilai pH 7 berarti netral. Nilai di bawah 7 berarti asam, dan nilai diatas 7 berarti basa.
Peningkatan jumlah ion hydrogen di dalam aliran darah akan meningkatkan komponen
asam, sehingga nilai pH menurun. Rentang nilai laboratorium pH arteri normal adalah
7,35-7,45. Pemeriksaan pada asam basa meliputi : Hb, pH, PO2, PCO3, HCO3, BE (Base
Exces), saturasi O2. Asam merupakan pemberi konsentrasi ion hydrogen, dan basa
merupakan penerima konsentrasi ion hydrogen. (Perry & Potter, 2012).

Tubuh manusia memiliki mekanisme pengatur untuk mempertahankan


keseimbangan asam basa dan untuk beradaptasi terhadap perubahan konsentrasi ion
hydrogen jangka pendek. Perubahan tersebut terjadi selama melakukan olah raga fisik,
mengalami tingkat kecemasan yang berat, dan gangguan saluran cerna minor. Tubuh
dapat membuat penyesuaian (kompensasi) untuk perubahan pH yang bersifat sementara.
Namun, adanya trauma berat, diabetes militus yang tidak terkontrol, atau syok,
menyebabkan mekanisme kompensasi normal tubuh tidak mampu mempertahankan pH
di dalam rentang fisiologis. Jenis-jenis regulator asam basa di dalam tubuh merupakan
system buffer kimia, biologis dan fisiologis. Buffer adalah suatu substansi atau
sekelompok substansi yang dapat mengabsorpsi atau melepaskan ion ion hodrogen
untuk memperbaiki adanya ketidakseimbangan asam basa. (Perry & Potter, 2012).

Pengaturan kimiawi

Buffer kimia yang paling banyak di dalam cairan ekstrasel adalah system buffer
asam karbonat-bikarbonat. System ini berespon dalam beberapa detik untuk mengubah
pH, sehingga system tersebut menjadi system buffer yang tercepat. System ini
merupakan system yang adaptif dan memiliki efek yang reflek singkat. System ini dapat
di sajikan dalam bentuk persamaan seperti berikut:
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-

Ekskresi karbondioksida yang dihasilkan dari proses metabolisme, terutama


dikendalikan oleh paru-paru. Eksresi ion hydrogen dan bikarbonat dikendalikan oleh
ginjal. Reaksi dari substansi hydrogen dan bikarbonat ini akan menjadi buffer asam
yang kuat atau basa yang kuat. (Perry & Potter, 2012).

System buffer kimia yang kedua melibatkan protein plasma (albumin,


fibrinogen, dan protombin) dan gama globulin, yang membentuk sekitar 6% sampai 7%
plasma darah. Protein ini dapat melepaskan atau berikatan dengan ion hydrogen untuk
memperbaiki asidosis atau alkalosis. Namun,kapasitas protein plasma untuk
mempertahankan keseimbangan asam-basa cairan ekstrasel terbatas., dan protein tidak
mampu memperbaiki ketidakseimbangan asam basa yang berlangsung dalam jangka
panjang. (Perry & Potter, 2012).

Pengaturan Biologis

Buffer biologis terjadi jika ion hydrogen di absorpsi atau dilepaskan oleh sel-sel
tubuh. Ion hydrogen memiliki muatan positif dan harus di tuker dengan ion lain yang
bermuatan positif, seringkali ion yang digunakan adalah kalium. Pada kondisi kelebihan
asam, ion hydrogen memasuki sel, dan ion kaliummeninggalkan sel kemudianmemasuki
cairan ekstrasel. Cairan ekstrasel kemudian menjadi kurang asam karena ion hydrogen
berkurang. Walaupun begitu, pertukaran ini menyebabkan tingginya kandungan kalium
dalam serum. Setelah asidosis di perbaiki, kalium kembali memasuki sel, dan kadar
kalium kembali normal. Buffer biologis ini terjadi setelah buffer kimiawi jangka
pendek, dan berlangsung selama dua sampai empat jam. (Perry & Potter, 2012).

Tipe buffer biologis yang kedua adalah system hemoglobin-oksihemoglobin.


Karbon dioksida berdifusi ke dalam SDM dan membentuk asam karbonat. Asam
karbonat membelah menjadi ion hydrogen dan bikarbonat. Ion hydrogen terikat pada
hemoglobin, dan ion bikarbonat dapat digunakan untuk melakukan buffer dengan cara
menukarnya dengan klorida yang berada di ekstrasel. (Perry & Potter, 2012).

Pengaturan Fisiologis
Paru-paru
Buffer fisiologis di dalam tubuh adalah paru-paru dan ginjal. Paru-paru dapat
beradaptasi dengan cepat terhadap adanya ketidakseimbangan asam-basa. Pada
kenyataannya, paru-paru dapat melakukan upaya untuk mengembalikan pH ke
nilai normal sebelum buffer biologis dapat melakukannya.
Ion hydrogen dan karbon dioksida biasanya memberikan stimulus untuk
pernafasan. Apabila konsentrasi ion hydrogen berubah, paru-paru bereaksi untuk
memperbaiki ketidakseimbangan tersebutdengan mengubah frekuensi dan
kedalaman pernapasan. Pada alkalosis, frekuensi pernapasan diturunkan
sehingga individu dapat mempertahankan karbondioksida. Karbondioksida
berkombinasi dengan air di dalam darah untuk membentuk asam karbonat, yang
membantu meningkatkan komponen asam dan menyeimbangkan kelebihan basa.
Apabila kelebihan terjadi kelebihan asam, frekuensi pernapasan di tingkatkan
dan paru-paru mengekskresi karbon dioksida dalam jumlah yang lebih besar.
Dengan demikian, karbon dioksida yang tersedia untuk berkombinasi dengan air
dan menghasilkan asam karbonat menjadi lebih sedikit. (Perry & Potter, 2012).
Ginjal
Ginjal dapat membutuhkan beberapa jam sampai beberapa hari untuk mengatur
gangguan asam-basa. Ginjal menggunakan tiga mekanisme untuk mengatur
konsentrasi ion hydrogen. Ginjal dapat mengabsorpsi bikarbonat selama terjadi
kelebihan asam dan mengekskresikannya selama terjadi kekurangan asam.
Ginjal menggunakan ion fosfat (PO43) untuk membawa ion hydrogen dengan
mengekskresikan asam fosfat (H3PO4) dan membentuk asam-basa. Ginjal juga
mengubah ammonia (NH3) menjadi ammonium (NH4+) dengan mengikatkannya
pada sebuah ion hydrogen. (Perry & Potter, 2012).

gangguan Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa

gangguan keseimbangan cairan,elektrolit dan asam basa jarang terjadi secara


tunggal dan dapat mengganggu proses normal tubuh. Klien yang mengalami kehilangan
cairan tubuh akibat luka bakar, penyakit atau trauma, beresiko mengalami
ketidakseimbangan elektrolit. Selain itu, ketidakseimbangan elektrolit yang tidak di
atasi (mis: kehilangan kalium) akan mengakibatkan gangguan asam basa. (Perry &
Potter, 2012).

Gangguan Cairan

Tipe dasar ketidakseimbangan cairan adalah isotonic dan osmolar. Kekurangan


dan kelebihan isotonic terjadi jika air dan elektrolit diperoleh atau hilang dalam proporsi
yang sama. Sebaliknya, ketidakseimbangan osmolar adalah kelebihan atau kehilangan
air saja sehingga konsentrasi (osmolaritas) serum dipengaruhi. Tipe ketidakseimbangan
yang lain, yakni sindrom ruang ketiga, terjadi jika cairan terperangkap di dalam suatu
ruangan dan cairan di ruangan tersebut tidak mudah di tukar dengan cairan ekstrasel.
(Perry & Potter, 2012).

Ketidakseimbangan Isotonik

Kekurangan volume cairan terjadi saat air dan elektrolit yang hilang berada di
dalam proporsi isotonic. Kadar elektrolit dalam serum tetap tidak berubah, kecuali jika
terjadi ketidakseimbangan lain. Klien yang beresiko mengalami kekurangan volume
cairan ini adalah klien yang mengalami kehilangan cairan dan elektrolit melalui saluran
gastrointestinal, misalnya akibat muntah, pengisap lambung, diare, dan fistula. Bayi dan
lansia paling cepat terkena pengaruh akibat kehilangan cairan dan elektrolit ini.
Penyebab lain dapat meliputi perdarahan, pemberian obat-obatan diuretic, keringat yang
banyak, demam dan penurunan asupan peroral. (Perry & Potter, 2012).

Kelebihan volume cairan terjadi saat air dan natrium dipertahankan dalam
proporsi isotonic sehingga menyebabkan hipervolemia tanpa disertai perubahan kadar
elektrolit serum. Klien yang beresiko mengalami kelebihan volume cairan ini meliputi
klien yang menderita gagal jantung kongestif, gagal ginjal, dan sirosis. (Perry & Potter,
2012).

Sindrom Ruang Ketiga

Klien yang menderita sindrom ruang ketiga, akan mengalami efek kekurangan
volume cairan ekstrasel. Sindrom ini terjadi ketika cairan ekstrasel berpindah kedalam
suatu ruangan tubuh sehingga cairan tersebut terperangkap di dalamnya. Akibat murni
yang terjadi adalah kekurangan volume cairan di dalam ekstrasel. Obstruksi usus yang
kecil atau luka bakar yang dapat mengakibatkan perpindahan cairan sebanyak 5 sampai
10 liter, keluar dari ruang ekstrasel. Volume kehilangan ruang ketiga dapat di ukur
secara tepat. (Perry & Potter, 2012).

Ketidakseimbangan Osmolar

Ketidakseimbangan hiperosmolar (dehidrasi) terjadi jika ada kehilangan air


tanpa disertai kehilangan elektrolit yang proporsional, terutama natrium, atau jika
terdapat peningkatan substansi yang diperoleh melalui osmosis aktif. Hal ini
menyebabkan kadar natrium serum dan osmolalitas (konsentrasi) serta dehidrasi intrasel
meningkat. (Perry & Potter, 2012).

Faktor-faktor resiko terjadinya dehidrasi meliputi kondisi yang mengganggu


kecukupan asupan oral (mis: gangguan perubahan fungsi neurologis). Klien lansia yang
rapuh dan lemah memiliki resiko yang besar untuk mengalami dehidrasi karena terjadi
penurunan yang pasti pada cairan intrasel, penurunan kemampuan konsentrasi di ginjal,
penurunan respons terhadap rasa haus, dan peningkatan proporsi lemak dalam tubuh,
yang membatasi persediaan klien lansia dalam menghadapi situasi pada saat terjadi
kekurangan air. (Perry & Potter, 2012).

Penurunan sekresi ADH (pada diabetes insipidus) dapat menyebabkan


kehilangan cairan yang besar. Ketidakseimbangan hiperosmolar dapat disebabkan oleh
setiap kondisi yang berhubungan dengan dieresis osmotic dan pemberian formula
hipertonik melalui selang pemberian makan atau pemberian larutan IV yang
meningkatkan jumlah solute dan konsentrasi darah. Pada kondisi ini, air begerak keluar
dari cairan intrasel untuk mempertahankan volume cairan ekstrasel. Pada akhirnya,
fungsi selular menjadi rusak dan sirkulasi menjadi kolaps. (Perry & Potter, 2012).

Ketidakseimbangan hipoosmolar (kelebihan cairan) terjadi ketika asupan cairan


berlebihan (polidipsi psikogenik) atau sekresi ADH berlebihan. Efek keseluruhannya
adalah dilusi (pengenceran) volume cairan ekstrasel disertai osmosis air kedalam sel.
Sel-sel otak sangat sensitive dan proses ini dapat menyebabkan edema serebral, yang
dapat menyebabkan penurunan level kesadaran, koma, dan bahkan kematian. (Perry &
Potter, 2012).

Ketidakseimbangan Elektrolit

Ketidakseimbangan Natrium

Kelebihan dan kekurangan natrium mempunyai banyak karakteristik yang sama


dengan gangguan cairan osmolar. Hiponatremia adalah suatu kondisi dengan nilai
konsentrasi natrium di dalam darah lebih rendah dari normal, yang dapat terjadi pada
saat kehilangan total natrium atau kelebihan total air. Biasanya hiponatremia
menyebabkan penurunan osmolalitas plasma dan cairan ekstrasel. (Perry & Potter,
2012).

Ketika terjadi kehilangan natrium, tubuh mula-mula beradaptasi dengan


menurunkan ekskresi air untuk mempertahankan osmolalitas serum tetap berada dalam
kadar yang mendekati normal. Apabila kehilangan natrium berlanjut, tubuh akan
berupaya untuk mempertahankan volume darah. Akibatnya, proporsi natrium di dalam
cairran ekstrasel berkurang. Namun, hiponatremia yang disebabkan oleh kehilangan
natrium, dapat menyebabkan kolpas pada pembuluh darah dan syok. Apabila
kekurangan yang terjadi hanya kekurangan natrium, maka kehilangan volume cairan
ekstrasel akan bermakna, suatu kondisi yang berbeda dari hiponatremia, yang
berhubungan dengan peningkatan atau normalnya cairan ekstrasel. Hiponatremia berat
pada kadar natrium serum 120 mEq/Ldapat menyebabkan perubahan neurologis dan
pada kadar natrium serum 110 mEq/L akan menyebabkan perubahan neurologis yang
tidak dapat pulih kembali bahkan dapat menyebabkan kematian. Setiap terdapat
kecenderungan mengenai penurunan kadar natrium serum maka harus segera di
laporkan kepada dokter yang menangani klien. (Perry & Potter, 2012).

Hipernatremia adalah suatu kondisi dengan nilai konsentrasi natrium lebih tinggi
dari konsentrasi normal di dalam cairan ekstrasel, yang dapat disebabkan oleh
kehilangan air yang ekstrim atau kelebihan natrium total. Apabila penyebab
hipernatremia adalahpeningkatan sekresi aldesteron, maka natrium dipertahankan dan
kalium diekskresi. Ketika terjadi hipernatremia, tubuh berupaya mempertahankan air
sebanyak mungkin melalui reabsorpsi air di ginjal. Tekanan osmotic interstisial
meningkat dan cairan berpindah dari sel kedalam cairan ekstrasel sehingga
menyebabkan sel-sel menyusut dan mengganggu sebagian besar proses fisiologis
seluler. (Perry & Potter, 2012).

Ketidakseimbangan Kalium

Hipokalemia merupakan suatu kondisi ketika jumlah kalium yang bersirkulasi di


dalam cairan ekstrasel tidak adekuat. Apabila parah, hipokalemia dapat mempengaruhi
kondisi jantung dengan menyebabkan ketidakteraturan yang berbahaya bagi jantung.
Karena rentang normal kalium terlalu pendek, maka toleransi terhadap terjadinya
fluktuasi dalam kadar kalium serum juga kecil. (Perry & Potter, 2012).

Hipokalemia dapat diakibatkan dari bebrapa kondisi. Penyebab yang paling


umum adalah penggunaan diuretic yang membuang kalium, seperti tiazid dan loop
diuretic. Hal ini menjadi masalah khusus jika klien juga menggunakan preparat digitalis
karena hipokalemia merupakan penyebab tersering terjadinya keracunan digitalis
(pencernaan). Hiperkalemia merupakan kondisi tentang lebih besarnya jumlah kalium
daripada nilai normal kalium di dalam darah. Penyebab utama hiperkalemia adaah gagal
ginjal, tetapi penyakit lain juga dapat menyebabkan peningkatan kalium. Adanya
penurunan fungsi ginjal akan mengurangi jumlah ekskresi kalium oleh ginjal. (Perry &
Potter, 2012).

Ketidakseimbangan Kalsium

Hipokalsemia mencerminkan penurunan kadar kalsium dalam serum dan


penurunan kalsium yang terionisasi serta dapat menyebabkan beberapa penyakit,
beberapa diantaranya dapat mempengaruhi kelenjar tiroid dan paratiroid. Tanda gejala
hipokalsemia berhubungan secara langsung dengan peran fisiologis kalsium serum pada
fungsi neuromuscular. (Perry & Potter, 2012).

Hiperkalsemia adalah peningkatan konsentrasi total kalsium dalam serum dan


peningkatan kalsium yang terionisasi. Seringkali, hiperkalsemia merupakan suatu gejala
dari penyakit pokok yang menyebabkan resopsi tulang berlebihan disertai pelepasan
kalsium. (Perry & Potter, 2012).

Ketidakseimbangan Magnesium

Hipomagnesemia terjadi ketika kadar konsentrasi serum turun sampai di bawah


1,5 mEq/L. penyebab hipomagnesemia menyebabkan gejala yang mirip dengan
hipokalsemia. Magnesium bekerja secara langsung pada sambungan neuromuscular.
Penurunan konsentrasi magnesium serum meningkatkan iritabilitas neuromuscular.
Hipermagnesemia terjadi ketika konsentrasi magnesium serum meningkat sampai di
atas 2,5 mEq/L. hipermagnesemia menurunkan eksitibilitas sel-sel otot. (Perry & Potter,
2012).

Ketidakseimbangan Klorida

Hipokloremia terjadi jika kadar klorida serum turun sampai dibawah 100
mEq/L. muntah atau drainase nasogastrik atau drainase fistula yang berlebihan dan lama
dapat menyebabkan hipokloremia. Bayi baru lahir yang menderita diare dapat
mengalami hipokloremia dengan cepat. Beberapa obat-obatan diuretic juga
menyebabkan peningkatan ekskresi klorida. Ketika kadar klorida serum menurun, tubuh
beradaptasi dengan meningkatkan reabsorpsi ion bikarbonat sehingga mempengaruhi
keseimbangan asam-basa. (Perry & Potter, 2012).

Hiperkloremia terjadi jika kadar klorida serum meningkat sampai di atas 106
mEq/L, menyebabkan penurunan nilai bikarbonat serum. Hipokloremia dan
hiperkloremia jarang terjadi sebagai proses penyakit yang tunggal, tetapi umumnya
berhubungan dengan ketidakseimbangan asam-basa. Tidak ada satu rangkaian gejala
yang berhubungan dengan perubahan ini. (Perry & Potter, 2012).

Gangguan Ketidakseimbangan Asam-Basa

Tipe utama ketidakseimbangan asam-basa adalah asidosis respiratorik, alkalosis


respiratorik, asidosis metabolic, alkalosis metabolic. (Perry & Potter, 2012).
Asidosis Respiratorik

Asidosis respiratorik ditandai dengan peningkatan konsentrasi karbon dioksida


(PaCO2), kelebihan asam karbonat, dan peningkatan konsentrasi ion hydrogen
(penurunan pH). Asidosis respiratorik disebabkan oleh hipoventilasi atau suatu kondisi
yang menekan ventilasi. Penurunan ventilasi dapat dimulai dapat pada system
pernapasan (gagal napas) atau diluar system pernapasan (overdosis obat). Pada klien
yang mengalami asidosis respiratorik, cairan serebrospinalis dan sel-sel otaknya
menjadi asam, menyebabkan perubahan neurologis. Hipoksemia (penurunan kadar
oksigen) terjadi karena depresi pernapasan, menyebabkan kerusakan neurologis yang
lebih jauh. Perubahan elektrolit seperti hiperkalemia dapat menyertai asidosis. (Perry &
Potter, 2012).

Alkalosis Respiratorik

Alkalosis respiratorik ditandai dengan penurunan PaCO2 dan penurunan


konsentrasi ion hydrogen (peningkatan pH). Alkalosis respiratorik diakibatkan oleh
penghembusan karbondioksida yang berlebihan (pada waktu mengeluarkan napas) atau
oleh hiperventilasi. Seperti halnya asidosis respiratorik, alkalosis respiratorik dapat
dimulai dari luar system pernapasan (ansietas) atau dari dalam system pernapasan
seperti pada fase awal serangan asma. (Perry & Potter, 2012).

Asidosis Metabolik

Asidosis metabolic diakibatkan oleh peningkatan konsentrasi ion hydrogen


(penurunan pH) di dalam cairan ekstrasel, yang disebabkan oleh peningkatan kadar ion
hydrogen atau penurunan kadar bikarbonat. Asidosis metabolic disebabkan oleh banyak
kondisi. Tipe asidosis metabolic, normokloremik dan hiperkloremik, diklasifikasikan
menurut konsentrasi klorida plasma yang di miliki klien. (Perry & Potter, 2012).

Alkalosis Metabolik

Alkalosis metabolic ditandai dengan banyaknya kehilangan asam dari tubuh


atau dengan meningkatnya kadar bikarbonat. Muntahadalah penyebab yang paling
umum. Alkalosis metabolic juga dapat terjadi jika seorang klien yang mengalami
gangguan asam lambung, menelan natrium bikarbonat dalam jumlah besar. (Perry &
Potter, 2012).

Sumber : Potter & Perry. 2012. Fundamental Keperawatan. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai