Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hampir semua makanan yang dijual di masyarakat menggunakan pembungkus
berbahan plastik. Kemasan yang terbuat dari plastik itu dipakai karena ringan, tidak
mudah pecah, harganya murah, dan untuk mendapatkannya sangat mudah. Tetapi di balik
segi positifnya tersebut, ternyata plastik memiliki potensi buruk bagi kesehatan
masyarakat. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang kurang menyadari bahaya yang
ditimbulkan penggunaan plastik sebagai pembungkus makanan. Misalnya, para pedagang
makanan di Medan tidak peduli mengenai peringatan bahaya penggunaan kantong kresek
warna hitam sebagai pembungkus makanan. Pedagang gorengan membuka usaha di Jalan
Sei Sikambing Medan, mengaku tidak mengetahui bahaya plastik kresek hitam yang
digunakan untuk wadah gorengannya. Ia menggunakan plastik tersebut karena harganya
murah, karena menggunakan kertas-kertas bekas harganya lebih mahal. Pedagang
makanan lainnya di kawasan Jalan Setiabudi Medan, mengatakan menggunakan kantong
kresek sebagai pembungkus makanan karena lebih hemat dan efisien.
Selain itu, menurut para penjual makanan tersebut sejauh ini para pembeli tidak
pernah mempermasalahkan penggunaan kantong kresek sebagai pembungkus makanan,
padahal para pembeli tahu tentang bahayanya. nya sejumlah pedagang gorengan, dan
sejumlah warung menggunakan kantong kresek hitam sebagai pembungkus makanan.
Di sisi lain, isu-isu yang beredar di masyarakat menimbulkan kontroversi.
Pembungkus makanan yang digunakan berasal dari plastik hasil daur ulang yang tidak
terjamin mutunya. disinyalir plastik kresek dibuat dengan cara yang tidak steril, karena
ternyata bahan utamanya adalah plastik-plastik bekas seperti bekas bungkus minuman dan
makanan yang dikumpulkan oleh para pemulung. Proses daur ulang plastik bekas tersebut
melalui pemulung, pengepul, pencacah, pabrik, dan selanjutnya dipakai oleh konsumen.
Pengepul bertugas memisahkan plastik sesuai jenisnya, misalnya botol plastik digabung
dengan botol plastik, bekas bungkus mi instan dengan bekas bungkus mi instan. Setelah
dipisahkan, plastik dijual ke pencacah untuk dibersihkan dengan cara memasukkannya ke
dalam kolam air besar yang biasanya diganti 2-3 kali seminggu. Plastik-plastik bekas ini
dicuci tanpa menggunakan bahan sabun atau zat pembunuh kuman. Setelah dicuci, plastik
dikeringkan dan dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil. Kemudian, plastik dijual ke
pabrik untuk diolah kembali dan mencampurkannya dengan bahan baku lainnya untuk
dibuat menjadi kresek pembungkus makanan. Proses pembuatan kresek yang tidak higienis
inilah yang menyebabkan kresek ini sangat berbahaya untuk kesehatan. Dalam prakteknya,
pedagang makanan seperti penjual gorengan langsung memasukkan makanan panas ke
dalam plastik kresek. Padahal jika ditelusuri, plastik kresek ini sebelumnya merupakan
plastik pembungkus oli, onderdil kendaraan bahkan pembungkus benda-benda kotor
lainnya. Zat-zat berbahaya inilah yang terus menempel di plastik.
Penggunaan plastik sebagai pembungkus makanan menyimpan bahaya yang
mengancam kesehatan. Selain sulit terurai, jika plastik digunakan untuk menyimpan
makanan yang masih panas, maka akan terjadi reaksi kimia antara plastik dengan makanan
tersebut. Hal ini berkaitan dengan hubungan antara suhu dan laju reaksi, yaitu semakin
tinggi suhu sistem maka laju reaksinya akan berjalan lebih cepat. Walikota Bandung , bapa
Ridwan Kamil pun menghimbau agar masyarakat tidak menggunakan kantung plastik
kresek berwarna untuk membungkus makanan siap santap. Peringatan tersebut terkait
dengan bahaya plastik kresek, khususnya plastik berwarna hitam yang biasanya digunakan
sebagai wadah gorengan yang panas. Jenis kemasan makanan yang diteliti oleh BPOM
pusat yakni kantong plastik kresek, styrofoam, plastik polivinil klorida (PVC), plastik
polietilen (PE) dan polipropilen (PP) dinyatakan bahaya untuk membungkus makanan siap
santap.
Berdasarkan uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa plastik tidak boleh
digunakan sebagai penyimpan makanan. Oleh karena itu, penulis mengangkat judul
Bahaya Plastik sebagai Pembungkus Makanan karena masih banyak masyarakat belum
menyadari bahwa plastik memiliki bahan-bahan berbahaya yang tidak baik untuk
kesehatan manusia.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bahan apa saja yang terkandung dalam plastik?
2. Bagaimana bahaya plastik bagi kesehatan jika digunakan sebagai pembungkus makanan?
3. Apa solusi pembungkus makanan selain plastik ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui bahan yang terkandung dalam plastik.
2. Untuk mengetahui bahaya plastik bagi kesehatan jika digunakan sebagai pembungkus
makanan.
3. Untuk mengetahui solusi pembungkus makanan selain plastik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. BAHAN YANG TERKANDUNG DALAM PLASTIK

Plastik merupakan bahan yang sangat murah dan mudah didapat karena pada
umumnya pembuatannya dari bahan sintetik yaitu polistirea atau PVC (Polivinil Klorida).
Pada pembuatan plastic tertentu, agar tahan panas ditambahkanlah senyawa penta kloro
difenil atau PCB sebagai satic agent. Jika plastik tersebut semakin tahan panas, maka
kandungan PCB semakin banyak dan kualitasnya semakin bagus. Dalam plastik, terdapat
zat-zat adiktif, salah satunya ialah Bisphenol A (BPA). Dari berbagai penelitian, telah
terbukti bahwa dalam plastik terdapat kandungan Bispenol A (BPA) sedikitnya 95%.
BPA adalah bahan kimia industri yang sudah hadir dalam botol plastik keras yang
dikenal sebagai polikarbonat dan makanan berbasis logam dan kaleng minuman sejak
1960-an, yang telah gigunakan dalam berbagai produk konsumen, termasuk botol air
yang dapat digunakan kembali seperti botol bayi. BPA juga ditemukan di epoxy resin,
yang bertindak sebagai lapisan pelindung pada bagian dalam makanan berbasis logam
dan kaleng minuman.
Berdasarkan bahan penyusunnya, plastik diklasifikasikan dan diberi kode yang
biasanya tertulis di bagian bawah kemasan. Kode ini berupa angka 1-7 yang ada di dalam
segitiga, dan di bawah segitiga ini ada kode berupa huruf seperti berikut:
PETE atau PET (polyethylene terephthalate). Kode angka satu berarti plastik
terbuat dari polyethylene terephthalate. Biasanya berwarna bening atau
transparan dan banyak digunakan antara lain untuk botol air mineral atau botol air
minum dalam kemasan seperti soda, jus, atau isotonik.
HDPE (high density polyethylene). Plastik dengan kode jenis dua ini memiliki
sifat semi fleksibel, keras, tahan larutan kimia, lembab, dan memiliki permukaaan
licin tetapi buram.
PVC (polyvinyl chloride) adalah plastik dengan kode angka tiga yang paling sulit
didaur ulang. Plastik ini terbuat dari vinil klorida. Plastik jenis ini biasa
digunakan untuk selang atau pipa air, bisa juga ditemukan pada plastic
pembungkus (cling wrap). Kandungan dari PVC yaitu DEHA yang terdapat pada
plastik pembungkus.
LDPE (low density polyethylene) merupakan plastik dengan kode jenis empat
yang biasa dipakai untuk tempat makanan dan botol-botol yang lembek.
PP (polypropylene) adalah jenis plastik dengan kode angka lima yang tersusun
dari propilen-propilen.
PS (polystyrene) merupakan plastik dengan kode angka enam yang terbuat dari
zat kimia bernama styrene. Biasa dipakai sebagai tempat bahan makan styrofoam.
Lainnya (biasanya jenis acrylic, nylon, fiberglass, polycarbonate)

Mayoritas plastik seperti PVC, agar tidak bersifat kaku dan rapuh maka
ditambahkan dengan suatu bahan pelembut (plasticizers). Bahan pelembut ini mayoritas
terdiri atas kumpulan ftalat (ester turunan dari asam ftalat). Beberapa contoh pelembut
adalah epoxidized soybean oil (ESBO), di(2-ethylhexyl)adipate (DEHA), dan bifenil
poliklorin (PCB) yang digunakan dalam industri pengepakan dan pemrosesan makanan,
acetyl tributyl citrate (ATBC) dan di(2-ethylhexyl) phthalate (DEHP) yang digunakan
dalam industri pengepakan film.
BAB III
PEMBAHASAN
A. BAHAYA PENGGUNAAN KANTONG PLASTIK SEBAGAI PEMBUNGKUS
MAKANAN
Menurut kajian dari National Institute of Health (NIH), plastik yang mengandung
bisphenol-A sebagai bahan utamanya dapat mempengaruhi perkembangan otak pada
janin dan bayi yang baru lahir. Bahan ini mampu merangsang pertumbuhan sel kanker
atau memperbesar resiko keguguran kandungan.
Dalam plastik, agar tidak bersifat kaku dan rapuh ditambahkan suatu bahan
pelembut seperti yang telah dipaparkan di atas. Namun, penggunaan bahan pelembut ini
yang justru dapat menimbulkan masalah kesehatan. Sebagai contoh, penggunaan bahan
pelembut seperti PCB sekarang sudah dilarang pemakaiannya karena dapat menimbulkan
kematian jaringan dan kanker pada manusia (karsinogenik). Di Jepang, keracunan PCB
menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai yusho. Tanda dan gejala dari keracunan ini
berupa pigmentasi pada kulit dan benjolan-benjolan, gangguan pada perut, serta tangan
dan kaki lemas. Sedangkan pada wanita hamil, mengakibatkan kematian bayi dalam
kandungan serta bayi lahir cacat.
Contoh lain dari bahan pelembut yang dapat menimbulkan masalah adalah
DEHA. Berdasarkan penelitian di Amerika Serikat, plastik PVC yang menggunakan
bahan pelembut DEHA dapat mengkontaminasi makanan dengan mengeluarkan bahan
pelembut ini ke dalam makanan. Data di Amerika Serikat pada tahun 1998 menunjukkan
bahwa DEHA dengan konsentrasi tinggi (300 kali lebih tinggi dari batas maksimal
DEHA yang ditetapkan oleh FDA/ badan pengawas obat makanan AS) terdapat pada keju
yang dibungkus dengan plastik PVC.
DEHA mempunyai aktivitas mirip dengan hormon estrogen (hormon kewanitaan
pada manusia). Berdasarkan hasil uji pada hewan, DEHA dapat merusakkan sistem
peranakan dan menghasilkan janin yang cacat, serta mengakibatkan kanker hati.
Meskipun dampak DEHA pada manusia belum diketahui secara pasti, hasil
penelitian yang dilakukan pada hewan sudah sepantasnya membuat masyarakat berhati-
hati. Berkaitan dengan adanya kontaminasi DEHA pada makanan, Badan Pengawas Obat
dan Makanan Eropa telah membatasi ambang batas DEHA yang masih aman bila
terkonsumsi, yaitu 18 bpj (bagian per sejuta). Lebih dari itu dianggap berbahaya untuk
dikonsumsi. Untuk menghindari bahaya yang mungkin terjadi jika setiap hari
terkontaminasi oleh DEHA, maka sebaiknya dicari alternatif pembungkus makanan lain
yang tidak mengandung bahan pelembut, seperti plastik yang terbuat dari polietilena atau
bahan alami, misalnya daun pisang dan daun jati.
Bahaya lain yang dapat mengancam kesehatan adalah pembakaran bahan yang
terbuat dari plastik. Seperti diketahui, plastik memiliki tekstur yang kuat dan tidak mudah
terdegradasi oleh mikroorganisme tanah. Oleh karena itu, seringkali plastik dibakar untuk
menghindari pencemaran terhadap tanah dan air di lingkungan (dari sektor pertanian saja,
plastik di dunia setiap tahun mencapai 100 juta ton. Jika sampah plastik ini dibentangkan,
maka dapat membungkus bumi sampai sepuluh kali lipat). Namun, pembakaran plastik
ini justru dapat mendatangkan masalah tersendiri. Plastik yang dibakar akan
mengeluarkan asap toksik yang apabila dihirup dapat menyebabkan sperma menjadi tidak
subur dan terjadi gangguan kesuburan. Pembakaran PVC akan mengeluarkan DEHA
yang dapat mengganggu keseimbangan hormon estrogen manusia. Selain itu, juga dapat
mengakibatkan kerusakan kromosom dan menyebabkan bayi-bayi lahir dalam kondisi
cacat.
Pekerja-pekerja wanita dalam industri getah, plastik dan tekstil seringkali
mengalami kejadian bayi mati dalam kandungan dan ukuran bayi yang kecil. Kajian
terhadap 2,096 orang ibu dan 3,170 orang bapak di Malaysia pada tahun 2002
menunjukkan bahwa 80% wanita menghadapi bahaya kematian anak dalam kandungan
jika bekerja di industri getah dan plastik dan 90% wanita yang suaminya bekerja di
industri pewarna tekstil, plastik dan formaldehida.
Selain itu, yang perlu diwaspadai dari penggunaan plastik dalam industri makanan
adalah kontaminasi zat warna plastik dalam makanan. Contohnya adalah penggunaan
kantong plastik hitam (kresek) untuk membungkus makanan seperti gorengan dan lain-
lain. Menurut Made Arcana, ahli kimia dari Institut Teknologi Bandung yang dikutip
Gatra edisi Juli 2003, zat pewarna hitam ini kalau terkena panas (misalnya berasal dari
gorengan), bisa terurai, terdegradasi menjadi bentuk radikal. Zat racun itu bisa bereaksi
dengan cepat, seperti oksigen dan makanan. Kalaupun tidak beracun, senyawa tadi bisa
berubah jadi racun bila terkena panas. Bentuk radikal ini karena memiliki satu elektron
tidak berpasangan menjadi sangat reaktif dan tidak stabil sehingga dapat berbahaya bagi
kesehatan terutama dapat menyebabkan sel tubuh berkembang tidak terkontrol seperti
pada penyakit kanker. Namun, belum dapat dipastikan munculnya kanker ini disebabkan
kantong plastik yang beracun atau karena faktor dari makanan itu sendiri. Hal ini perlu
dibuktikan, karena banyak faktor yang menentukan terjadinya kanker, misalnya
kekerapan orang mengonsumsi makanan yang tercemar, sistem kekebalan, faktor genetik,
kualitas plastik, dan makanan. Apabila terakumulasi, bisa menimbulkan kanker.
Styrofoam yang sering digunakan orang untuk membungkus makanan atau untuk
kebutuhan lain juga dapat menimbulkan masalah. Menurut Prof. Dr. Hj. Aisjah Girindra,
ahli biokimia Departemen Biokimia FMIPA-IPB, hasil survei di AS pada tahun 1986
menunjukkan bahwa 100% jaringan lemak orang Amerika mengandung styrene yang
berasal dari styrofoam (Iqmal Tahir, 2009). Penelitian dua tahun kemudian menyebutkan
kandungan styrene sudah mencapai ambang batas yang bisa memunculkan gejala
gangguan saraf. Penelitian di New Jersey lebih mengkhawatirkan lagi ditemukan 75%
ASI (air susu ibu) terkontaminasi styrene. Hal ini terjadi akibat si ibu menggunakan
wadah styrofoam saat mengonsumsi makanan. Penelitian yang sama juga menyebutkan
bahwa styrene bisa bermigrasi ke janin melalui plasenta pada ibu-ibu yang sedang
mengandung. Dalam jangka panjang, tentu akan menyebabkan penumpukan styrene
dalam tubuh. Akibatnya bisa muncul gejala saraf, seperti kelelahan, gelisah, sulit tidur,
dan anemia.
Selain menyebabkan kanker, sistem reproduksi seseorang bisa terganggu.
Berdasarkan hasil penelitian, styrofoam bisa menyebabkan kemandulan atau menurunkan
kesuburan. Anak yang terbiasa mengonsumsi makanan yang dibungkus styrene juga bisa
kehilangan kreativitas dan pasif. Mainan anak yang terbuat dari plastik yang diberi zat
tambahan ftalat agar mainan menjadi lentur juga dapat menimbulkan masalah. Hasil
penelitian ilmiah yang dilakukan para pakar kesehatan di Uni Eropa menyebutkan bahwa
bahan kimia ftalat banyak menyebabkan infeksi hati dan ginjal. Oleh karena itu, Komisi
Eropa melarang penggunaan ftalat untuk bahan pembuatan mainan anak.

B. PENYAKIT YANG BISA TIMBUL KARENA PEMBUNGKUS MAKANAN


C. SOLUSI BAHAN AMAN PEMBUNGKUS PLASTIK PENGGANTI PLASTIK
1. Biofoam
Biofoam ini sendiri berasal dari bahan baku alami berupa pati dengan
tambahan untuk memperkuat strukturnya. Bahan bakunya menggunakan tanaman apa
saja yang mengandung pati dan serat sehingga memiliki ketersediaan yang melimpah.
Berbeda dengan plastik yang menggunakan basis bahan petrokemikal,
biofoam ini dapat terurai secara alami (biodegradable) dan juga dapat diperbaharui
(renewable). Proses pembuatannya tidak menggunakan bahan kimia berbahaya
seperti benzene dan styrene yang bersifat karsinogenik, tetapi memanfaatkan
kemampuan pati untuk mengembang akibat proses panas dan tekanan.
Biofoam dapat dibuat dalam berbagai bentuk ukuran sesuai dengan
kebutuhan. Proses pembuatannya menggunakan teknologi thermopressing, dimana
adonan pati, serat, dan bahan aditif lain dicampurkan dengan komposisi tertentu dan
selanjutnya dicetak pada suhu 170-180 derajat celcius selama 2-3 menit.
Biofoam memiliki kekuatan yang lebih baik dibanding plastic maupun
sterofoam (31,80 N/mm2). Untuk saat ini, tingkat hidrofobiositasnya masih rendah,
sehingga aplikasinya khusus untuk mengemas produk dengan kadar air rendah.
2. Kotak Makan Ramah Lingkungan
Alangkah baiknya jika kita membawa kotak makanan sendiri kemanapun kita
pergi. Dengan begitu kita dapat mengurangi penggunaan kemasan, baik itu kantong
plastik maupun sterofoam. Membawa kotak makanan sendiri juga member jaminan
kontaminasi pada makanan sesedikit mungkin.
Perlu diperhatikan juga untuk pemilihan kotak makanan berbahan baku
plastic, mesti dilihat kode yang tertera apakah bahan tersebut aman atau tidak.
Biasanya tanda number 1,3, dan 6 memiliki tingkat kebahayaan yang lebih dibanding
kode lainnya.
3. Kertas
Di Indonesia sendiri telah banyak produsen kemasan makanan yang berbahan
dasar kertas yang tahan minyak dan air sampai tingkat tertentu. Kemasan makanan
berbahan dasar kertas juga memberikan kertas minimalis yang dapat menambahkan
nilai jual makanan itu sendiri. Selain itu, kertas juga dapat didaur ulang sehingga
potensi untuk berakhir di TPA menjadi berkurang.
4. Besek Bambu dan Daun
Meskipun terkesan tradisional, nyatanya masih banyak produsen makanan
terlebih di restoran-restoran masih menyajikan sajian makanan dengan bahan alami
ini. Besek bamboo juga memiliki kelebihan yaitu dapat digunakan berulang-ulang
sehingga mengurangi penggunaan kemasan makanan. Dengan menggunakan daun,
makanan atau sajian yang tersaji dipercaya akan lebih menarik, dan tidak cepat basi
saat dibungkus.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bahan yang terkandung dalam plastik adalah Bisphenol A dan bahan pelembut
(plasticizers). Bahaya yang ditimbulkan plastik bagi kesehatan jika digunakan sebagai
pembungkus makanan ialah dapat mempengaruhi perkembangan otak pada janin dan bayi
yang baru lahir, merangsang pertumbuhan sel kanker, memperbesar resiko keguguran
kandungan, menimbulkan penyakit yusho, menyebabkan sperma menjadi tidak subur, dan
mengganggu keseimbangan hormon estrogen manusia.
B. SARAN
Bagi pedagang, diharapkan tidak menggunakan plastik sebagai pembungkus
makanan secara langsung. Sebaiknya makanan dibungkus dengan bahan-bahan yang
tidak membahayakan kesehatan tubuh terlebih dahulu, misalnya daun pisang. Setelah itu,
baru bisa dimasukkan dalam kantong plastik (kresek).
Bagi masyarakat, diharapkan berhati-hati dalam penggunaan plastik dengan cara
memilahnya berdasarkan kode-kode yang biasa terdapat di bagian bawah kemasan dan
mengenali artinya.
Bagi pemerintah, diharapkan mengeluarkan peraturan perundang-undangan
tentang standar nasional pembuatan barang berbahan plastik agar tidak membahayakan
kesehatan masyarakat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai