Anda di halaman 1dari 21

I.

Tujuan Praktikum
Tujuan Praktikum Modul IV : Adveksi dan Difusi 2 Dimensi adalah:
1. Memahami penerapan metode beda hingga eksplisit (Upstream-downstream yang
digeneralisasi) pada persamaan transport adveksi-difusi 2 dimensi
2. Memahami sifat kestabilan numerik dan menentukan batas kestabilananya pada
metode yang digunakan
3. Mengenal sifat dinamis (sebaran) transport adveksi-difusi pada kosentrasi polutan
II. Tinjauan Pustaka

2.1. Persamaan pembangun adveksi-difusi 2 dimensi


Dasar dalam membangun model 2D untuk transpor adveksi adalah persamaan matematis


= ........... (1)

Arti Fisis
Perubahan konsentrasi polutan terhadap ruang dan waktu di pengaruhi oleh kecepatan
aliran atau arus dan koefisien difusi, dimana arah sumbu horizontal ditinjau dari x dan
y

Sedangkan dalam membangun model 2D untuk transpor dengan mekanisme difusi,


dibangun dari persamaan matematis sebagai berikut

2 2
= 2 + 2 ..........(2)

Persamaan (1) dan persamaan (2) merupakan persamaan umum yang menggambarkan
proses adveksi serta difusi yang terjadi pada suatu materi sehingga untuk membentuk suatu
persamaan model 2D yang mendekati proses kejadian di alam maka perlu adanya
deskritisasi terhadap persamaan tersebut

2.2. Metode diskritisasi


Deskritisasi merupakan suatu metode untuk mencari solusi persamaan secara numerik
dari suatu persamaan matematika sehingga dapat dinyatakan baik dalam dimensi ruang
ataupun waktu. Proses deksritisasi model 2D pada bagian atau suku adveksi umumnya
menggunakan metode eksplisit upstream
. Metode yang sama juga berlaku untuk deskritisasi suku difusi. Metode eksplisit
upstream (pada model 2D adveksi) merupakan metode eksplisit dimana persamaan beda
hingga dengan metode ini menggunakan pendekatan beda maju untuk turunan waktu,
sedangkan untuk turunan terhadap ruang dilakukan dengan melihat arah kecepatan u. Jika
u > 0 maka turunan terhadap ruang menggunakan pendekatan beda mundur, sebaliknya
jika u < 0 digunakan pendekatan beda maju

Diskritisasi persamaan adveksi 2D


+1
, = [1 || || ] , + [( + ||)1, + (|| )+1, ]
2

+ [( + ||),1 + (|| ),+1 ]
2

Diskritisasi persamaan adveksi difusi 2D

+1 1
, = [1 | | | |], + [( + | |)1, + (| | )+1, ]
2
1
+ [( + | |),1 + (| | ),+1 ] + [+1, 2, + 1, ]
2

+ [+1, 2, + 1, ]

2.3. Metode Eksplisit


Untuk dapat menggunakan metode beda hingga dibutuhkan Deret Taylor.
Deret Taylor fungsi satu variabel disekitar x diberikan sebagai:

f ' ' (a ) f ' ' ' (a ) f ( n ) (c)


f(a) + f(a)(x a) + (x a) +
2
(x a) + . . . +
3
(x a )n
2! 3! n!

Deret Taylor inilah yang merupakan dasar pemikiran metode beda hingga
untuk menyelesaikan persamaan diferensial parsial secara numerik.
1. Metode FTCS (Forward Time Center Space)
Metode FTCS sering disebut dengan metode Eksplisit

dimana indeks bawah j menyatakan langkah ruang dan indeks atas n menyatakan langkah
waktu.
Untuk mengetahui apakah metode yang kita gunakan untuk mendekati
persamaan tersebut stabil atau tidak, maka kita perlu melakukan uji kestabilan dengan
menggunakan analisa stabilitas Von Neuman. Ide dari bentuk analisis kestabilan ini, kita
dapat membayangkan bahwa koefisien-koefisien dari persamaan beda berubah sangat
lambat ketika diperlakukan sebagai konstanta dalam ruang dan waktu. Dalam kasus
demikian, penyelesaian bebasnya atau swamode dari persamaan beda
mengambil bentuk:

dengan k menyatakan bilangan gelombang ruang real yang dapat berharga sembarang,
sedangkan = ( k ) adalah bilangan komplek yang bergantung pada k.
Jika kita mensubstitusikan maka dengan mudah diperoleh

Dari persamaan diatas dapat diketahui modulus dari yaitu

Persamaan diatas memberi arti bahwa penguatan (amplification) penyelesaiannya berhrga


1, ini berarti bahwa metode FTCS tidak stabil mutlak untuk mendekati persamaan
adveksi.

Gambar 1. gambaran tentang metode FTCS.


Dalam gambar 1 tersebut bulatan kosong menggambarkan titik baru yang akan ditentukan
nilainya, sedangkan bulatan hitam merupakan harga-harga fungsi yang sudah diketahui
yang akan digunakan untuk memperoleh penyelesaian pada bulatan kosong. Garis
sambung menghubungkan antara titik-titik yang akan digunakan untuk menghitung
derivatif ruang, sedangkan garis putus-putus menghubungkan titik-titik yang akan
digunakan untuk menghitung derivatif waktu.
(Munir,2010).
III. Flowchart

3.1 Program Adveksi- Difusi 2 Dimensi


IV. Listing

4.1 Program Adveksi-Difusi 2 Dimensi


clear all;
clc;

prompt = 'Masukkan nama anda = ';


nama=input(prompt,'s');

prompt = 'Masukkan NIM anda = ';


nim=input(prompt,'s');

prompt = 'Nomor skenario = ';


sken=input(prompt,'s');
mkdir('pwd',sken);

t=1200;
dt=2;
dx=110;
dy=110;
imax=70;
jmax=70;

c=input('Kecepatan aliran=');
ad=input('Koefisien Difusi=');
s=input('Sudut datang=');

nmax=t/dt;
u=c*sind(s);
v=c*cosd(s);
lx=u*dt/dx;
ly=v*dt/dy;
alx=ad*dt/(dx^2);
aly=ad*dt/(dy^2);

q=(2*(aly+alx))+lx+ly;

if q>1
warning('Input tidak memenuhi nilai kestabilan, akan terjadi
overflow');
else
for i=1:imax
for j=1:jmax
FF(i,j)=0;
end
end

FF(24,24)=100,280;
FF(24,25)=100,280;
FF(24,26)=100,280;
FF(25,24)=100,280;
FF(25,25)=100,280;
FF(25,26)=100,280;
FF(26,24)=100,280;
FF(26,25)=100,280;
FF(26,26)=100,280;
for n=1:nmax
for i=2:imax-1
for j=2:jmax-1

F(i,j)=((1-abs(lx)-abs(ly))*FF(i,j))...
+(0.5*(lx+abs(lx))*FF(i-1,j))...
+(0.5*(abs(lx)-lx)*FF(i+1,j))...
+(0.5*(ly+abs(ly))*FF(i,j-1))...
+(0.5*(abs(ly)-ly)*FF(i,j+1))...
+(alx*(FF(i+1,j)-2*FF(i,j)+FF(i-1,j)))...
+(aly*(FF(i,j+1)-2*FF(i,j)+FF(i,j-1)));
end
end

for i=2:imax-1
for j=2:jmax-1

F(1,j)=F(2,j);
F(i,1)=F(i,2);
F(1,1)=F(2,2);
F(imax,j)=F(imax-1,j);
F(i,jmax)=F(i,jmax-1);
F(1,jmax)=F(2,jmax);
F(imax,1)=F(imax,2);
F(imax,jmax)=F(imax-1,jmax-1);
end
end

for i=1:imax-1;
for j=1:jmax-1;
FF(i,j)=F(i,j);
end
end

%figure

fig=figure('visible','off');
pcolor(F);

%setting variabel bantu


s_timestep=num2str(n);
temporary_title=[nama,' __ ',nim];
temporary_title_1=[' Adveksi Difusi 2D ke ',s_timestep];
temp=['Sebaran ke ',s_timestep,'.png'];
subfolder=sken;

%label
hold on

title({temporary_title;temporary_title_1});
xlabel('grid-x');
ylabel('grid-y');

H=colorbar;
set(get(H,'ylabel'),'string','konsentrasi','fontsize',11);

%simpen
saveas(fig,fullfile('pwd',subfolder,temp));
%persentase (mempermudah melihat progress)
percentage=((n/nmax)*100);
fprintf('Progress= %0.5f \n',percentage);

close gcf

end
end
V. Hasil

5.1 Skenario 1
5.2 Skenario 2

5.3 Skenario 3
5.3 Skenario 4

5.5 Skenario 5
5.6 Skenario 6

5.7 Skenario 7
5.8 Skenario 8

5.9 Skenario 9
5.10 Skenario 10
VI. Pembahasan

6.1 Skenario 1
Pada skenario 1 menggunakan kecepatan aliran sebesar 0.728, koefisien difusi sebesar
2.28 dan sudut datang pada 90o. Nilai inputan ini akan berpengaruh terhadap pergerakan polutan
dimana polutan akan bergerak secara tegak lurus kearah grid- y negatif. Karena polutan terus
menerus ditambahkan, maka konsentrasinya juga akan bertambah, seiring dengan
bertambahnya waktu.

6.2 Skenario 2
Pada skenario 2 menggunakan nilai kecepatan arus yang lebih besar dari skenaro 1 yaitu
sebesar 7.28, dan koefisen difusi dan sudut datang yang digunakan sama dengan skenario 1.
Nilai inputan tersebut akan berpengaruh terhadap sebaran polutan, dimana polutan akan
bergerak dan menyebar lebih cepat di daerah grid. Hal ini bisa dilihat dari sebaran ke 2 menuju
sebaran ke 76 lebih cepat menyebar ke daerah grid y serta hal itu berlangsung hingga sebaran
ke 232 dimana persebaran polutan lebih panjang dari sebelum-sebelumnya.

6.3 Skenario 3
Pada skenario 3 menggunakan inputan kecepatan aliran yang lebih kecil dari skenario-
skenario sebelum-sebelumnya yaitu sebesar 0.0728 dan untuk koefisien difusi serta sudut
datang masih menggunakan inputan yang sama dengan skenario 1 dan 2. Hal ini menyebabkan
gerak dan persebaran polutan akan menjadi relatif lebih lambat, dan luasannya akan menjadi
sempit dibandingkan dengan scenario 1 dan 2 karena sebarannya akan dibatasi oleh Nmax. Oleh
karena itu plot persebran pada skenario 3 terlihat hanya mengumpul pada suatu daerah grid x
yakni 20-30.

6.4 Skenario 4
Pada skenario 4 menggunakan inputan kecepatan aliran yang bernilai 0 (nol) akan tetapi
koefisien difusinya sebesar 2.28 dan sudut datang masih sama yakni 900. Inputan ini
menyebabkan persebaran polutan tidak di pengaruhi oleh kecepatan aliran tetapi hanya di
pengaruhi oleh koefisien difusi sehingga persebaran polutan dapat dilihat dari bentuk gambar
yang udah diplotkan hanya terfokus pada satu titik saja serta persebran polutan lambat
menyebarnya ke daerah grid- grid yang lain.

6.5 Skenario 5
Pada skenario 5, inputan yang digunakan yaitu kecepatan aliran sebesar 0.728, koefisien
difusi sebesar 8.28 dan sudut datang pada arah 900. Dapat dilihat inputan koefisien difusi yang
digunakan jauh lebih besar dari sebelum-sebelumnya yaitu 4x lebih besar dari skenario 1,2,3,
dan 4. Hal tersebut mempengaruhi persebran polutan bergerak menyebar ke segala arah grid
dari pada fokus ke satu arah grid saja. Dikarenakan nilai koefisien difusi lebih besar dari pada
kecepatan aliran sehingga persebran polutan lebih dominan dipengaruhi oleh koefisien difusi.

6.6 Skenario 6
Pada skenario 6 menggunkan nilai inputan yang sama antara kecepatan aliran dan
koefisien difusi yaitu sebesar 0.728. Hal ini membuat pergerakan polutan terlihat seimbang,
beriringan antara kecepatan penyebaran oleh gradien konsentrasi dan oleh arus sehingga
persebaran polutan terlihat menuju ke segala arah dengan perubahan yang sama.

6.7 Skenario 7
Skenario 7 menggunakan nilai koefisien difusi yang bernilai nol dan kecpatan aliran
bernilia 0.728. Nilai ini menunjukkan bahwa polutan hanya bergerak akibat adanya arus, dan
penyebarannya hanya dipengaruhi arah arus, dan tidak menyebar ke segala arah. Oleh karena
itu persebran polutan menuju arah grid-y

6.8 Skenario 8
Skenario 8 menggunkan nilai koefisien difusi dan kecepatan aliran yang bernilai 0
(nol). Hal tersebut menyebabkan persebran polutan tidak ada yang mempengaruhi oleh sebab
itu polutan hanya berkumpul pada sumber atau masukkan polutan itu dibuang dan tidak
menyebar ke suatu arah tertentu.

6.9 Skenario 9
Skenario 9 menggunakan nilai inputan yang sama dengan skenario 1 sehingga hasil
yang didapatkan seperti skenario 1. Persebran polutan akan bergerak secara tegak lurus kearah
grid- y negatif. Karena polutan terus menerus ditambahkan, maka konsentrasinya juga akan
bertambah, seiring dengan bertambahnya waktu.
6.10 Skenario 10
Inputan kecepatan aliran dan koefisien difusi skenario 10 sama dengan inputan skenario
9 dan 1 akan tetapi pada skenario 10 menggunakan sudut datang yang lebih besar dari 9 skenario
sebelumnya yakni sebesar 2250. Hal ini akan mempengaruhi persebaran polutan dimana polutan
akan dibelokkan dari (90) kearah (225) dengan pemberian konsentrasi yang terus menerus.
VII. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum modul 4 ini adalah1:
1. Dalam model adveksi dan difusi, penyebaran konsentrasi akan
dipengaruhi oleh kecepatan arus dan koefisien difusi, yang arah
geraknya akan dipengaruhi oleh besar sudutnya. Diskrit yang digunakan
merupakan hasil diskritisasi gabungan model adveksi dan difusi .
2. Kestabilan numerik pada model ini dapat dikatakan stabil, karena dalam
penjalanan programya menggunakan syarat batas dan menggunakan
metode eksplisit untuk persamaan difusi yang sudah stabil
3. Sifat penyebaran polutan akan dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu
koefisien difusi, kecepatan arus, dan sudut.
DAFTAR PUSTAKA

Munir, R. 2010. Metode Numerik. Bandung : Informatika

Anda mungkin juga menyukai