Anda di halaman 1dari 26

A.

DEFINISI
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten
dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus
yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
CRF (Chronic Renal Failure) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible,
yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempetahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia yaitu retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2001).
B. KLASIFIKASI CKD
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease (CKD). Pada
dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure (CRF), namun pada
terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien pada kasus
secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih
dalam stage stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage)
menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5.
sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang
dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
Kreatinin serum dan kadar BUN normal
Asimptomatik
Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
Kadar kreatinin serum meningkat
Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1) Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010

2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian CKD


berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90
ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89 mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
C. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli arteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada leher
kandung kemih dan uretra.
D. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi
sampai dari nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang
berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan
oleh ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam
untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya
glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu,
kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator
yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN
tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal pada
penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan
resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan
resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan
natrium, yang semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring dengan
ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi
asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3) dan
mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga
terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel darah
merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun
dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan
fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah
satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus
ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid.
Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga
metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal
menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan
parathormon.
Patways CKD / Gagal Ginjal :
E. TANDA DAN GEJALA
1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna, gangguan
pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum meningkat/normal, uji combs
negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) def. H eritropoetin Depresi sumsum
tulang sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses hemolisis/perdarahan anemia
normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup
dikompensasi oleh flora normal usus ammonia (NH3) iritasi/rangsang mukosa lambung
dan usus.
b. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung urea dan
kurang menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction Rub Pericardial
5. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
a). Toksik uremia yang kurang terdialisis
b). Peningkatan kadar kalium phosphor
c). Alergi bahan-bahan dalam proses HD
b. Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah kulit.
c. Kulit mudah memar
d. Kulit kering dan bersisik
e. rambut tipis dan kasar
5. Neuropsikiatri
6. Kelainan selaput serosa
7. Neurologi :
a. Kelemahan dan keletihan
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kejang
e. Kelemahan pada tungkai
f. rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan Perilaku
8. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang serupa
yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan tersebut biasanya
menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus
mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom Uremik
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia
akibat defisiensi sekresi ginjal.
Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya
F. KOMPLIKASI
a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diet
berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan
dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-angiotensin-
aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan
gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang
rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. neuropati perifer
j. hiperuremia
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin.
Asam urat serum.
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
Analisis urin rutin
Mikrobiologi urin
Kimia darah
Elektrolit
Imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
Progresifitas penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
0,85 - 1,23 mL/detik/m2
- Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
Endokrin : PTH dan T3,T4
Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal, misalnya: infark
miokard.
2. Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
Foto polos abdomen.
USG.
Nefrotogram.
Pielografi retrograde.
Pielografi antegrade.
Mictuating Cysto Urography (MCU).
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
RetRogram
USG.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease (CKD) dan
lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
1). Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
2). Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler dan hipotensi.
3). Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
4). Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
5). Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
6). Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.
7). Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi medis yang kuat.
b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
1). Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
2). Kendalikan terapi ISK.
3). Diet protein yang proporsional.
4). Kendalikan hiperfosfatemia.
5). Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
6). Terapi hIperfosfatemia.
7). Terapi keadaan asidosis metabolik.
8). Kendalikan keadaan hiperglikemia.
c. Terapi alleviative gejala asotemia
1). Pembatasan konsumsi protein hewani.
2). Terapi keluhan gatal-gatal.
3). Terapi keluhan gastrointestinal.
4). Terapi keluhan neuromuskuler.
5). Terapi keluhan tulang dan sendi.
6). Terapi anemia.
7). Terapi setiap infeksi.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+ (hiperkalemia ) :
1). Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2). Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35 atau serum
bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
1). Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon eritropoetin (ESF:
Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human
Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
2). Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah membuang toksin
asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3). Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan kehilangan besi pada
dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah
merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara
hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
a). HCT < atau sama dengan 20 %
b). Hb < atau sama dengan 7 mg5
c). Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah :
a). Hemosiderosis
b). Supresi sumsum tulang
c). Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
d). Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
e). Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana transplantasi ginjal.
c. Kelainan Kulit
1). Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden meningkat pada klien yang
mengalami HD.
Keluhan :
a). Bersifat subyektif
b). Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
a). Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
b). Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c). Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa diulang apabila
diperlukan

d). Pemberian obat


Diphenhidramine 25-50 P.O
Hidroxyzine 10 mg P.O
2). Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan denga retensi toksin
asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.
d. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
1). HD reguler.
2). Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3). Operasi sub total paratiroidektomi.
e. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe vasokonstriksi
atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :
1). Restriksi garam dapur.
2). Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3). Obat-obat antihipertensi.
3. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang
dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi
ginjal (Suwitra, 2006).
a. Dialisis yang meliputi :
1). Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia,
dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum
tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah
1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai
fungsi ginjalnya pulih.
2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:
a. Hiperkalemia > 17 mg/lt
b. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis metabolik berat,
hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat atau kreatinin tinggi dalam darah
dengan nilai kreatinin > 100 mg %
e. Kelebihan cairan
f. Mual dan muntah hebat
g. BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
h. preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
i. Sindrom kelebihan air
j. Intoksidasi obat jenis barbiturat
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa
yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi berat,
muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter dan
kreatinin > 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal
semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10
mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa
gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus
yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik
berulang, dan nefropatik diabetik.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).
Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14
tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).
2). Dialisis Peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di
pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan
orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal
terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-
morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat
intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal
(Sukandar, 2006).
b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan
program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif
untuk mencegah reaksi penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
Gagal ginjal akut merupakan istilah untuk kondisi di mana ginjal seseorang mengalami
kerusakan secara mendadak, sehingga tidak bisa berfungsi. Sedangkan Gagal Ginjal Kronis
(chronic kidney disease/CKD) adalah suatu kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi
secara bertahap, dan biasanya kondisi ini bersifat permanen.

Selain itu, Gagal Ginjal akut dan kronis juga memiliki penyebab yang berbeda beda, berikut
beberapa penyebabnya.

Penyebab Gagal Ginjal Akut


Berkurangnya aliran darah ke ginjal merupakan penyebab utama terjadinya penyakit gagal ginjal
akut. Terdapat beberapa hal yang menjadi dapat menurunkan aliran darah ke ginjal beberapa
diantaranya yaitu :

Volume darah yang rendah, hal ini terjadi akibat perdarahan, muntah dan diare
berlebihan, serta dehidrasi parah.
Jumlah darah yang dipompa jantung di bawah normal, ini terjadi karena gagal jantung
atau gagal fungsi hati.
Gangguan pada pembuluh darah, yang disebabkan pembengkakan dan penyumbatan pada
pembuluh darah utama menuju ginjal.
Beberapa obat-obatan tertentu yang bisa mengganggu suplai darah ke ginjal atau bahkan
mengganggu ginjal. Contohnya obat anti inflmasi non-steroid (OAINS), obat untuk
hipertensi, dan antibiotik tertentu.
Cairan pewarna, yang digunakan pada uji pencitraan tubuh dan sinar X.

Selain karena berkurangnya aliran darah ke ginjal, gagal ginjal akut juga bisa dipicu oleh dua
penyebab berikut:

Tersumbatnya saluran urine, sehingga limbah dari ginjal tidak bisa dibuang melalui urine.
Kerusakan langsung di ginjal, yang bisa disebabkan oleh timbunan kolesterol,
penggumpalan darah, glomerulonefritis, penyakit lupus, multiple myeloma, skleroderma,
thrombotic thrombocytopenic purpura, infeksi, dan obat-obatan tertentu.

Penyebab Gagal Ginjal Kronis


Anda memiliki kondisi tekanan darah tinggi (hipertensi) dan penyakit diabetes ? Anda harus
segera mengatasi ke dua penyakit tersebut dari se karang. Karena kedua kondisi tersebut
merupakan penyebab utama penyakit gagal Ginjal Kronis.

Selain dikarenakan kedua kondisi kesehatan tersebut, terdapat juga beberapa hal kurang umum
yang dapat menyebabkan anda mengidap penyakit gagal ginjal, beberapa diantaranya yaitu :

Gangguan ginjal polisistik: kondisi saat kedua ginjal berukuran lebih besar dari normal
karena pertambahan massa kista. Kondisi ini bersifat diwariskan.
Peradangan pada ginjal.
Infeksi pada ginjal.
Penyumbatan, seperti yang disebabkan batu ginjal atau gangguan prostat
Penggunaan rutin obat-obatan tertentu dalam jangka panjang, seperti obat anti-
inflamasi non-steroid (non-steroidal anti-inflammatory drugs/NSAIDs), termasuk aspirin
dan ibuprofen.
Lupus eritematosus sistemik (kondisi saat sistem kekebalan tubuh menyerang dan
mengenali ginjal sebagai jaringan asing).
Kegagalan pertumbuhan ginjal pada janin saat dalam kandungan.

Gagal ginjal akut (GGA) biasanya disebabkan oleh sebuah peristiwa yang mengarah kepada
kerusakan ginjal, seperti dehidrasi, kehilangan banyak darah ketika operasi besar atau cedera,
bisa juga karena penggunaan obat-obatan.
Penyakit ginjal kronis (GGK) biasanya disebabkan oleh penyakit jangka panjang, seperti tekanan
darah tinggi atau diabetes, yang secara perlahan merusak ginjal dan mengurangi fungsi ginjal
dari waktu ke waktu.

Gagal Ginjal Akut Gagal Ginjal Kronis

Penurunan aliran darah ke ginjal. Hal ini dapat Obstruksi atau penyumbatan berkepanjangan
terjadi karena kehilangan darah, operasi, atau saluran kemih.
syok.

Adanya obstruksi atau penyumbatan di Sindrom Alport kelainan bawaan yang


sepanjang saluran kemih, misalnya batu ginjal. menyebabkan ketulian, kerusakan ginjal
progresif, dan cacat mata.

Sindrom uremik hemolitik biasanya Sindrom nefrotik suatu kondisi yang


disebabkan oleh infeksi E. coli, gagal ginjal memiliki beberapa penyebab yang berbeda.
terjadi sebagai akibat dari obstruksi struktur Sindrom nefrotik ditandai dengan Protein
fungsional terkecil dalam ginjal. dalam urin, kadar protein dalam darah rendah,
kadar kolesterol yang tinggi, dan
pembengkakan jaringan.

Konsumsi obat tertentu yang dapat Penyakit ginjal polikistik kelainan genetik
menyebabkan kerusakan ginjal. yang ditandai dengan pertumbuhan banyak
kista di ginjal.

Glomerulonefritis jenis penyakit ginjal yang Penyakit-penyakit degeneratif seperti darah


melibatkan glomeruli. Selama tinggi dan diabetes
glomerulonefritis, glomeruli menjadi meradang
dan menganggu kemampuan ginjal untuk
menyaring urin.

Setiap kondisi yang dapat mengganggu aliran


oksigen dan darah ke ginjal seperti serangan
jantung.

Gejala penurunan fungsi ginjal, seperti penumpukan cairan atau ketidakseimbangan elektrolit ,
lebih mungkin merupakan gejala gagal ginjal akut, terlepas dari berapa lama ginjal tersebut telah
rusak. Gejala yang muncul mencerminkan langsung masalah yang terjadi pada ginjal, seperti :

- Obstruksi pada saluran kemih karena batu ginjal bisa menyebabkan nyeri
pinggang, darah dalam urin, atau output urin berkurang.

- Dehidrasi dapat menyebabkan rasa haus yang ekstrim, pusing hingga pingsan,
nadi cepat dan lemah, dan gejala lainnya.

Gejala gagal ginjal kronis biasanya baru akan muncul ketika fungsi ginjal sudah sangat
terganggu, artinya ginjal memiliki fungsi yang normal namun tersisa sedikit. Masalah lain yang
dapat berkembang seiring dengan penyakit gagal ginjal kronis, antara lain: anemia dan
peningkatan kadar fosfat dalam darah (hiperfosfatemia), bersama dengan komplikasi yang
disebabkan oleh gagal ginjal.

Pemeriksaan Penunjang untuk Menentukan Gagal Ginjal Akut dan Gagal Ginjal Kronis.
Sebagian besar kasus gagal ginjal akut terjadi pada orang yang sudah di rawat di rumah sakit
karena penyakit lainnya. Gagal ginjal akut pada pasien tersebut biasanya didiagnosis ketika tes
laboratorium menunjukkan peningkatan mendadak kadar kreatinin dan ureum / urea nitrogen
(BUN). Penumpukan produk limbah tersebut dalam darah menunjuk hilangnya fungsi ginjal.
Membandingkan antara kadar ureum kreatinin saat ini dengan yang terdahulu juga bisa
menyimpulkan gagal ginjal akut atau kronis. USG ginjal juga dapat digunakan untuk membantu
menentukan apakah gagal ginjal akut atau kronis. Ginjal berukuran normal biasanya
menunjukkan gagal ginjal akut, tetapi ketika kedua ginjal lebih kecil dari normal, berarti gagal
ginjal kronis. Itulah perbandingan antara gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis yang dapat
saya rangkumkan sehingga akan dapat mempermudah dalam hal pengobatannya.
Glomerulonefritis adalah sebuah istilah yang diberikan untuk berbagai kondisi yang dapat
mempengaruhi glomeruli ginjal. Glomerulonefritis terdiri dari duak kata, yaitu Glomerulo yang
artinya glomeruli dan nefritis memiliki arti radang ginjal. Meskipun namananya memiliki arti
nefritis, Tapi pada kenyataannya tidak ada peradangan yang terjadi pada beberapa jenis
glomerulonefritis. Dalam glomerulonefritis terjadi kerusakan glomeruli. Kerusakan ini
mengganggu fungsi glomeruli itu sendiri dan dapat mempengaruhi fungsi ginjal secara
keseluruhan.
Glomerulonefritis terdapat dua jenis, yaitu Glomerulonefretis akut dan Glomerulunefretis kronis.
Dikatakan Glomerulonefretis akut apabila radang tersebut terjadi secara tiba tiba, dan
keberlangsunganya pun dalam waktu yang singkat. Sedangkan Glomerulunefretis kronis
keberadaan gangguan ini berlangusng dalam waktu yang cukup lama atau presisten.
Glomerulonefritis akan menyebabkna kerusakan permanen pada glomoruli dan ginjal yang dapat
mempengaruhi fungsi ginjal.

Penyebab Terjadinya Penyakit Glomerolunefritis

Penyebab Glomerolunefritis salah satunya adalah kesalahan sistem kekebalan tubuh atau sistem
imun. Fungsi sistem imun bagi tubuh sebenarnya adalah melindungi tubuh kita dari serangan
kuman atau virus yang dapat menginfeksi tubuh kita dengan menyerang virus dan kuman
tersebut. Dalam kasus terjadinya Glomerolunefritis sistem imun justru menyerang jaringan
tubuh, dalam hal ini adalah glomeruli.

Selain faktor sistem imun, penyebab terjadinya penyakit Glomerolunefritis adalah infeksi dari
jenis bakteri streptokokus. Adanya infeksi pada glomeruli ini biasanya setelah terjadinya infeksi
pada saluran pernafasan atau infeksi kulit yang disebabkan oleh jenis bakteri yang sama. Selain
itu bakteri lain, jamur, virus dan parasit juga dapat mempengaruhi glomerolunefritis. Secara
umum infeksi ini akan berkembang pada mereka yang masih berusia antara 5-15 tahun, namun
infeksi juga bisa terjadi pada semua usia.

Gejala Penyakit Glomerolunefritis

Sebelum dilakukan pemeriksaan urin, gejal pada sebagian orang hampir tak dapat diketahui. Tapi
pada sebagian lagi terdapat gejala yang mungkin dapat berkembang secara perlahan, atau terjadi
secara tiba tiba jika Glomerolunefritis tergolong akut.

Tanda dan gejala glomerulonefritis tergantung pada Glomerolunefritis yang dimiliki, akut atau
kronis, Serta penyebab dari glomerulonefritis. Beberapa gejala yang mungki terlihat antara lain
urin berwarna merah, hal ini terjadi karena karena adanya sel darah merah dalam urin. Kondisi
ini disebut dengan hematuria. Selain itu gejala yang terdapat pada urin adalah adanya busa dalam
urin tersebut. Hal itu terjadi karena adanya protein dalam urin. Kondisi ini disebut dengan
proteinuria.

Glomerulonefritis juga ditandai dengan gengguan lain seperti adanya tekanan darah tinggi
(hipertensi), Retensi cairan (edema), serta kelelahan akibat anemia atau gagal ginjal.
Pengobatan Dan Perawata Glomerolunefritis

Pengobatan dan perawatan untuk mengatasi glomerolunefritis pada dasarnya untuk mengatasi
kerusakan pada ginjal itu sendiri atau pun beberapa gangguan yang diakibatkan oleh adanya
glomerolunefritis.

Untuk mengatasi glomerolunefritis dan gagal ginjal perawatan yang diberikan adalah dialisis.
Semntara untu mengatasi tekanan darah tinggi atau hipertensi biasanya diberikan obat obatan
medis diuretik.

Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang diakibatkan karena
adanya pengendapan kompleks antigen antibodi. Kompleks biasanya terbentuk 7 10 hari
setelah infeksi faring atau kulit oleh streptokokus. Reaksi peradangan di glomerulus
menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan
peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan
sel darah merah bocor melalui glomerulus.
Glomerulonefritis dibagi menjadi dua :
1) Glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
2) Glomerulonefritis kronik
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel sel glomerulus. Kelainan ini
dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut tidak membaik atau timbul secara spontan.

Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar

hemoglobin dan hematokrit di bawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan

merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh. Anemia terjadi

apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan (Brunner

and Suddart, 2001).

2. Penyebab
Penyebab menurut Brunner and Suddart (2001)

a. Sel darah merah premature/ penghancuran sel darah merah yang berlebih (hemolisis)

b. Kehilangan darah

c. Defisit zat besi dan nutrisi

d. Penyakit kronis yang berhubungan dengan infeksi, inflamasi, kerusakan jaringan.

3. Patofisiologi
Menurut Sylvia Anderson (1995) timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan

sumsum atau kehilangan sel darah merah berlebih atau keduanya kegagalan sumsum (mis.

berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi karena kekurangan nutrisi pajanan toksis, invasi tumor

atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui.

Apabila jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit O2 yang dikirimkan

ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan,

menimbulkan simtomatologi sekunder hipovolemia dan hipoksemia tanda dan gejala yang sering

muncul adalah gelisah, deaforosis (keringat dingin) takikardi, sesak napas, kolaps sirkulasi yang

progresif cepat atau syok. Namun pengurangan hebat massa sel darah merah dalam waktu

beberapa bulan (walaupun pengurangan 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh

menyesuaikan diri, dan biasanya penderita asimtomatik kecuali pada kerja jasmani berat.

Mekanisme kompensasi tubuh bekerja melalui:

a. Peningkatan curah jantung dan pernapasan, karena itu menambah pengiriman O2 ke jaringan-

jaringan oleh sel darah merah.

b. Meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin

c. Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan

d. Redistribusi aliran darah ke organ-organ vital

4. Manifestasi Klinis

Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan

manifestasi klinik yang luas.

Menurut Brunner dan Suddart (2001), manifestasi ini bergantung pada:

a. Kecepatan timbulnya anemia

b. Umur individu

c. Mekanisme kompensasinya
d. Tingkat aktivitasnya

e. Keadaan penyakit yang mendasari

f. Parahnya anemia tersebut

Menurut Brunner dan Suddart (2001) gejala-gejala umum anemia antara lain :

a. Kelemahan, kelelahan

b. Takikardi

c. Palpitasi

d. Pusing tinnitus

e. Takipnea pada latihan fisik

f. Pucat pada kulit

g. Kongjungtiva anemis

h. Nyeri dada (angina)

5. Klasifikasi Anemia

Menurut Brunner dan Suddart (2001), anemia diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Anemia aplastik

1) Pengertian

Anemia aplastik adalah anemia yang disebabkan oleh penurunan sel prekursor dalam sumsum

tulang dan lemak menggantikan sumsum tulang (Charlene J. Reeves, 2001)

2) Etiologi

Etiologi menurut Brunner dan Suddart (2001)

a) Faktor congenital

b) Akibat dari infeksi tertentu

c) Obat-obatan, zat kimia


d) Kerusakan akibat radiasi

Penyerang yang paling umum adalah antimikrobial (klorampenikol), arsenic organik,

antikonvulsan, fenibutazon sulfonamid.

3) Manifestasi klinis

Manifestasi klinis menurut Brunner dan Suddart (2001)

a) Awitan terhadap ditandai dengan kelemahan, puncak, sesak napas pada saat latihan

b) Pendarahan abnormal akibat trombositopenia merupakan gejala satu-satunya pada sepertiga

pasien.

c) Adanya granulosit ditunjukkan dengan demam, faringitis akut, bentuk pepsis lain dan

pendarahan.

b. Anemia defisiensi besi

1) Pengertian

Anemia defisiensi besi adalah suatu kondisi dimana kandungan besi tubuh total tidak adekuat

untuk perkembangan sel darah optimal. (Sandra M. Nettina, 2002)

2) Etiologi

Etiologi menurut Sandra M. Nettina (2002)

a) Kehilangan darah kronis

Malabsorbsi besi

Contoh : pada penyakit usus halus atau gastroenterostomi

b) Peningkatan kebutuhan besi

Contoh : pada kehamilan atau periode pertumbuhan secara tepat.

c) Insufiensi makanan

Disebabkan oleh ketidakadekuatan diet atau penurunan berat badan.


Anemia defisiensi besi adalah jenis anemia yang paling umum. Anemia ini terutama terjadi pada

wanita pramenopause, anak-anak dalam dorongan pertumbuhan cepat dan wanita.

3) Manifestasi klinis

Manifestasi klinis menurut Brunner dan Suddart (2001)

a) Sel-sel darah merahnya hipokromik

b) Gejala-gejala anemia : keletihan, peka rangsang, kebas dan kesemutan pada ekstremitas.

c) Jika berat, mungkin akan mengalami lidah sakit dan terlihat rata : pika.

d) Hemoglobin secara proporsional rendah dibandingkan dengan hematokrit dan jumlah sel darah

merah.

e) Konsentrasi besi serum rendah

f) Kapasitas ikatan besi total tinggi, feritin serum rendah.

g) Jumlah sel darah putih biasanya normal, jumlah trombosit bervariasi

c. Anemia Megaloblastik

1) Pengertian

Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan oleh definisi vitamin B12 dan defisiensi

asam folat yang memperlihatkan perubahan sumsum tulang dan darah perifer yang identik

(Brunner dan Suddart, 2001).

2) Etiologi

Etiologi menurut Brunner dan Suddart (2001)

a. Defisiensi vitamin B12

b. Defisiensi asam folat

c. Gangguan metabolisme Vit B12 dan asam folat

d. Gangguan sintesis DNA akibat, didapat setelah pemberian obat atau sito statik tertentu.

3) Klasifikasi
a) Anemia defisiensi vitamin B12/ Anemia pernisiosa

(1) Etiologi menurut Brunner dan Suddart (2001)

(1) Ketidakadekuatan masukan pada vegetarian yang ketat/ vegetarian yang tidak makan daging

sama sekali

(2) Tidak adanya faktor intrinsik pada sel mukosa lambung

(3) Penyakit yang melibatkan ilium atau pancreas yang merusak absorpsi vit B12 dan gastrektomi.

(2) Manifestasi klinis menurut Charlene J. Reeves (2001)

(1) Secara bertahap menjadi lemah, lesu, cepat capek pucat

(2) Lidah berwarna merah karena peradangan/ glossitis, sakit dan halus serta diare ringan.

(3) Kerusakan modulla spinalis mengakibatkan kekacauan mental, bingung, ketidakseimbangan

paresteria pada ekstremitas, kehilangan rasa posis yang mantap.

b) Anemia defisiensi asam folak

Asam folak merupakan vitamin yang penting untuk pembentukan sel darah merah yang normal.

(1) Indikasi menurut Charlene J. Reeves (2001)

(1) Pasien yang jarang makan sayur dan buah mentah

(2) Pasien dengan masukan makanan yang rendah vitamin

(3) Peminum alcohol/ alkoholisme

(4) Penderita malnutrisi kronis memiliki resiko tinggi

(2) Manifestasi klinis menurut Brunner dan Suddart (2001)

Semua pasien mempunyai karakteristik anemia megaloblastik sejalan dengan nyeri lidah. Gejala

defisiensi asam folat dan vitamin B12 hampir mirip dan kedua anemia ini dapat terjadi bersama.

Tetapi manifestasi neurologist tidak terjadi pada defisiensi asam folat.

(3) Penatalaksanaan menurut Brunner dan Suddart (2001)

(1) Pemberian diit nutrisi dan 1 mg asam folat setiap hari


(2) Asam folat intra muskuler untuk sindrom malabsorpsi

(3) Asam folat oral diberikan bentuk tablet (kecuali vitamin prenatal)

d. Anemia hemolitik

1) Pengertian

Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh terjadinya penghancuran (hemolisis)

eritrosit yang berlebihan (Brunner dan Suddart, 2001).

Pada anemia hemolitik ini eritrosit memiliki rentang usia yang memendek (Brunner dan Suddart,

2001).

2) Klasifikasi

a) Menurut Brunner dan Suddart (2001), golongan dengan penyebab hemolisis intraseluler yang

terdapat dalam eritrosit sendiri. Umumnya penyebab hemolisis golongan ini adalah kelainan

bawaan.

(1) Etiologi

Adanya gangguan metabolisme dalam eritrosit yaitu gangguan struktur dinding eritrosit,

gangguan enzim yang mengaktifkan kelainan metabolisme dalam eritrosit.

(2) Manifestasi klinis

Jumlah retikulosot dalam darah meningkat, kelainan bentuk eritrosit, kelainan struktur tulang.

(3) Penatalaksanaan

Transfuse darah.

b) Golongan dengan penyebab hemolisis ekstra seluler

Biasanya penyebab merupakan faktor yang didapat (acquired)

(1) Etiologi

Obat-obatan, racun ular, bahan kimia, toksin, streptokokus, virus.

(2) Pemeriksaan laboratorium


Ditemukan albumin dalam urine.

(3) Penatalaksanaan

Pemberian tranfusi darah, prednisone/hidrokortison, kortikosteroid

e. Anemia pasca perdarahan

1) Etiologi menurut Brunner dan Suddart (2001)

Kehilangan darah karena kecelakaan, operasi, perdarahan usus, ulkus peptikum, hemoroid. Jadi

umumnya karena kehilangan darah yang mendadak atau menahan.

2) Manifestasi klinis menurut Brunner dan Suddart (2001) apabila kehilangan darah :

a) Pengaruh yang timbul segera

Akibat kehilangan darah yang cepat terjadi reflek cardia vaskuler yang fisiologis berupa

kontraksi orteiola, pengurangan cairan darah atau komponennya ke organ tubuh yang kurang

vital (otak dan jantung).

Gejala yang timbul tergantung dari cepat dan banyaknya darah yang hilang dan apakah tubuh

masih dapat mengadakan kompensasi. Kehilangan darah 200 ml pada orang dewasa yang terjadi

dengan cepat dapat lebih berbahaya daripada kehilangan darah sebanyak 3000ml dalam waktu

yang lama.

b) Pengaruh lambat

Beberapa jam setelah perdarahan terjadi pergeseran cairan ekstraseluler dan intravaskuler yaitu

agar isi iontravaskuler dan tekanan osmotik dapat dipertahankan tetapi akibatnya terjadi

hemodilati.

Gejala yang ditemukan adalah leukositosis (15.000-20.000/mm3) nilai hemoglobin, eritrosit dan

hematokrit merendah akibat hemodilasi. Untuk mempertahankan metabolisme, sebagai

kompensasi sistem eritropoenik menjadi hiperaktif, kadang-kadang terlihat gejala gagal jantung.
Pada orang dewasa keadaan hemodelasi dapat menimbulkan kelainan cerebral dan infark

miokard karena hipoksemia. Sebelum ginjal kembali normal akan ditemukan oliguria atau anuria

sebagai akibat berkurangnya aliran ke ginjal.

Anda mungkin juga menyukai