Anda di halaman 1dari 7

BAB I

LATAR BELAKANG

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman yang berasal dari
Nigeria, Afrika Barat. Tanaman ini berkeping satu yang termasuk famili Palmae,
genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani, sedangkan nama spesies guineensis berasal
dari kata Guinea, yaitu tempat dimana seorang ahli bernama Jacquin menanam
tanaman kelapa sawit pertama kali di pantai Guinea (Kataren, 2005).

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan
curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22320 C. Salah satu produksi kelapa
sawit adalah minyak sawit mentah atau yang sering disebut dengan CPO (Crude
Plam Oil) (Wordpress, 2005).

Kementrian Pertanian Indonesia pada tahun 2010 mencatat luas seluruh


perkebunan kelapa sawit Indonesia adalah 7.824.623 ha. Data Statistik Perkebunan
juga mencatat produksi CPO Indonesia sebanyak 19.844.900 ton(Sipayung, 2012).

Minyak kelapa sawit merupakan komoditas yang mempunyai nilai strategis


karena merupakan bahan baku utama pembuatan minyak makan. Sementara, minyak
makan merupakan salah satu dari 9 kebutuhan pokok bangsa Indonesia. Permintaan
akan minyak makan di dalam dan di luar negeri yang kuat merupakan indikasi
pentingnya peranan komoditas kelapa sawit dalam perekonomian bangsa
(Pahan,2008).

Minyak sawit memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan minyak


nabati lainnya. Dari aspek ekonomi, harganya relatif murah, selain itu komponen
yang terkandung di dalam minyak sawit lebih banyak dan beragam seperti kandungan
asam palmitat yang tinggi yaitu sekitar 40%. Dari aspek kesehatan kandungan
kolestrolnya lebih rendah. Saat ini, banyak pabrik yang memproduksi minyak goreng
yang berasal dari kelapa sawit dengan kandungan kolestrol yang rendah (Winarno,
1999).

BAB II

A. ALAT DAN BAHAN

Dalam indutri munyak kelapa sawit, bahan utama yang kita butuhkan adalah CPO,
yang merupakan hasil dari pengolahan buah kelapa sawit itu sendiri.

B. PROSES PEMBUATAN MINYAK GORENG DARI CPO

Proses pengolahan minyak goreng dari CPO dikenal dengan istilah Refined
Bleached and Deodorized Plam Oil. Dari warna merah-orange menjadi kuning
keemasan. Dari keruh menjadi bening. Dari berabau menjadi tidak berbau. 95 %
kandungan CPO adalah trigiserida, sisanya adalah asam lemak bebas (Free Fatty
Acid),carotenoid yang menjadi sumber vitamin A, Phospolipids yang disebut sebagai
gums (getah), Tocopherols yang menjadi sumber vitamin E dan senyawa-senyawa
lainnya seperti air,klorofil,zat besi.
Perlu diadakannya proses RBD , yaitu bertujuan untuk menghilangkan semua
senyawa ini dan mengurangi kadarnya agar diperoleh minyak goring yang
berkualitas.
Peratama-tama CPO dipanaskan dengan suhu tertentu sesuai dengan metode
pemisahan yang digunakan. Kemudian di tambahkan asam fosfat untuk mengikat
senyawa-senyawa yang tidak dibutuhkan tadi.meskipun masih berwarna merah tapi
struktur kimiawinya sudah berubah. Namun CPO ini masih belom layak di konsumsi.
Masih teradapat coretan yang menyebabkan warna merahnya, zat besi dan tembaga
yang tercampur selama proses produksi.
Untuk menghilangkan warna dilakuakn proses Bleaching. CPO yang merah tadi
sekarang berwarna putih susu, namun masih beraroma dan berasa khas kelapa sawit.
Sebab itu maka perlu dinetralkan bay dan rasanya, inilah tujuan dari proses
Deodorizing. Sekarang CPO kita sudah menjadi RBD PO. Berwarna putih susu
karena masih mengandung olein dan stearin.
Olein adalah minyak sawit yang berbentuk cair, inilah yang akan menjadi
minyak goring yang berwarna kuning bening. Sedangkan stearin adalah bagian dari
minyak sawit yang berbentuk padat, biasanya digunakan untuk membuat margarin
atau minyak padat. Warnamya putih susu.

BAB III

BENTUK PEMASARAN

Kelapa Sawit bukanlah tanaman asli dari Indonesia. Tanaman ini berasal dari
Afrika Barat yang mulai diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1848 melalui Hortus
Botanicus Amsterdam sebagai tanaman hias di taman kebun raya Bogor. Oleh karena
cocok ditanam di Indonesia dengan iklim dan jenis tanah yang ada, maka pada tahun
1911 dikembangkan secara besar-besaran di Sumatera Utara. Kelapa sawit sangat
penting artinya bagi Indonesia. Selama kurun waktu 20 tahun terakhir, kelapa sawit
menjadi komoditas andalan ekspor dan komoditas yang diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan dan harkat petani pekebun serta para transmigran di
Indonesia.Untuk pengembangan yang bersifat ekonomis maka tanaman kelapa sawit
berkembang luas dengan berbagai bentuk seperti : perkebunan milik pemerintah
(BUMN/PTP), perusahaan inti rakyat-perkebunan (PIR-BUN), perkebunan inti rakyat
khusus (PIR-SUS), perkebunan inti rakyat transmigrasi (PIR-TRANS), Perusahaan
Besar Swasta Nasional (PBSN) dan perkebunan rakyat.
Kelapa sawit merupakan komoditas primadona dari sub sektor perkebunan
yang diunggulkan untuk pasar domestik maupun ekspor. Sebelum mengenal kelapa
sawit sebagai bahan baku minyak goreng, penduduk Indonesia pada umumnya
menggunakan kelapa biasa sebagai bahan baku pembuatan minyak nabati. Pohon
kelapa ini banyak tumbuh di Indonesia di berbagai pelosok wilayah dan sudah
dikenal sebagai bahan baku minyak goreng. Disamping minyak kelapa dikenal pula
minyak kacang, minyak jagung, minyak bunga matahari, dan sebagainya. Namun
produk minyak lain tersebut sangat sedikit (jarang masyarakat yang memproduksi
sendiri), sementara minyak goreng dari kelapa merupakan kebutuhan yang dapat
diproduksi sendiri dan memang sejak dahulu merupakan primadona minyak nabati
masyarakat. Dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia maupun dunia
membutuhkan minyak nabati yang tidak sedikit jumlahnya, oleh karena itu
berkembanglah minyak yang berbahan baku kelapa sawit.
Saat ini Indonesia memasok 31% (tiga puluh satu persen) kebutuhan minyak
kelapa sawit (CPO) dunia, dengan posisi ini seharusnya bisa ditingkatkan atau paling
tidak bertahan dan tidak mudah tergoyahkan oleh negara pesaing yang kemungkinan
akan lebih giat memacu produksinya.Selain itu, permintaan domestik terhadap
komoditas minyak sawit juga terus meningkat dari tahun ke tahun yang diperkirakan
pada tahun 2010 mencapai lebih dari 3 (tiga) juta ton per tahun. Dalam prediksi
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) kebutuhan minyak kelapa
sawit akan terus meningkat dari 2,6 juta ton per tahun pada tahun 1998, menjadi 3,4
juta ton pada tahun 2010.33 Sementara di pasar dunia akhir-akhir ini kebutuhan
terhadap minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya juga semakin meningkat,
menggeser kedudukan minyak nabati jenis lain, seperti minyak kedelai.
Secara relatif pangsa konsumsi minyak sawit menduduki pangsa terbesar
dalam total konsumsi minyak goreng Indonesia, kemudian diikuti minyak goreng
lainnya (minyak kedelai, minyak jagung) dan minyak goreng kelapa. Hal yang
menarik adalah pangsa konsumsi minyak kelapa cenderung meningkat. Hal ini secara
ekonomi lebih baik karena ada kecenderungan diversifikasi dalam konsumsi minyak
goreng sawit. Konsumsi minyak goreng yang terlalu bertumpu pada satu jenis minyak
goreng seperti minyak goreng sawit mengandung resiko secara ekonomi khususnya
dari segi stabilitas harga. Selain itu, mengingat minyak sawit adalah komoditas
ekspor Indonesia, peningkatan konsumsi yang terlalu bertumpu pada minyak goreng
sawit dapat mengurangi kesempatan Indonesia memperoleh devisa dari ekspor.
Peningkatan pangsa konsumsi minyak goreng non sawit juga diharapkan akan
mendorong peningkatan produksi bahan baku minyak goreng non sawit khususnya
kelapa dan jagung yang potensial di Indonesia. Hal ini selain diversifikasi, produksi
bahan baku minyak nabati juga akan melestarikan plasma nutfah kelapa dan jagung
secara lintas generasi. Secara nasional, konsumsi minyak goreng sawit sebagian besar
dikonsumsi masyarakat dalam bentuk minyak goreng curah, yakni mencapai 80%
(delapan puluh persen). Sisanya, yakni 20% (dua puluh persen) dalam bentuk
kemasan (bermerek). Selain karena harga minyak goreng curah lebih murah (20%
(dua puluh persen) - 30% (tiga puluh persen)) di bawah harga minyak goreng
kemasan), masyarakat Indonesia tampaknya belum banyak menuntut atribut produk
yang lebih rinci (brand minded) sebagaimana diperoleh dari minyak goreng kemasan.
Kecenderungan peningkatan ekspor dari produksi minyak goreng nasional
secara ekonomi menguntungkan Indonesia. Nilai tambah yang diperoleh melalui
ekspor minyak goreng secara umum lebih besar daripada bila mengekspor CPO.
Selain itu, kecenderungan yang demikian mencerminkan bahwa pasar ekspor lebih
menarik bagi produksi minyak goreng daripada pasar domestic.
Sistem pemasaran dalam minyak goreng dapat dilihat dari jenis minyak
goreng yang dipasarkan dimana untuk minyak goreng kemasan (bermerek), produsen
menunjuk satu perusahaan sebagai distributor untuk melakukan distribusi ke seluruh
wilayah pemasarannya termasuk namun tidak terbatas ke seluruh retail modern.
Pemilihan distributor tersebut dapat dilakukan terhadap perusahaan yang merupakan
afiliasinya maupun perusahaan lain yang sama sekali tidak mempunyai afiliasi.
Berdasarkan pemeriksaan dalam kasus kartel minyak goreng, diperoleh informasi
bahwa kontrol produsen terhadap harga minyak goreng kemasan (bermerek) hanya
sampai ditributornya saja dimana distributor mendapatkan marketing fee sebesar 5%
(lima persen). Sebaliknya hal tersebut tidak terjadi pada sistem pemasaran minyak
goreng curah, sebagian produsen tidak menunujuk distributor dan melakukan
penjualan secara langsung. Hal tersebut terkait dengan karakteristik produk itu sendiri
yang sangat berfluktuasi harganya dan daya tahan produk yang tidak terlalu lama.
Produsen biasanya hanya melayani pembelian dalam jumlah besar kepada konsumen
antara (pembeli besar) dengan sistem jual beli putus. Oleh karena itu, produsen tidak
mempunyai kontrol harga di tingkat konsumen akhir. kontrol harga dilakukan
produsen minyak goreng curah hanya pada harga jual langsung pada saat minyak
goreng akan dijual dan dikeluarkan dari gudang produsen.
DAFTAR PUSTAKA

Endang Tjitroresmi, Peran Industri Perkelapasawitan Dalam Pasar Global, dapat


diakses di www.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog.pdf, hlm. 136, terakhir
diakses tanggal 25 April 2012

Pardamean, Maruli. Panduan Lengkap Pengelolaan Kebun dan Pabrik Kelapa


Sawit.Jakarta: PT. AgroMedia Pustaka.2008

Pahan, Iyung. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis Dari Hulu
Hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.2008

Tungkok. Ekonomi Agribisnis Minyak Sawit.Bogor: PT. Penerbit IPB Press.2012

Anda mungkin juga menyukai