Disusun oleh :
dr. Rizka Nurul Firdaus
Pendamping :
dr. Lita Feradila Rosa
Tekanan darah tinggi merupakan penyakit kronis yang bisa merusak organ tubuh
manusia. Setiap tahun darah tinggi menjadi penyebab 1 dari 7 kematian (7 juta pertahun) di
samping menyebabkan kerusakan jantung, mata, otak dan ginjal (Depkes RI, 2009).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) dari 70% penderita hipertensi yang di
ketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik
(adequately treated cases) diperkirakan sampai tahun 2025 tingkat terjadinya tekanan darah
tinggi akan bertambah 60%, dan akan mempengaruhi 1,56 milyar penduduk di seluruh dunia
(DepKes RI, 2010). Prevalensi hipertensi di Indonesia pada daerah urban dan rural berkisar
antara 17-21%. Data secara nasional yang belum lengkap, sebagian besar penderita hipertensi
di Indonesia tidak terdeteksi, sementara mereka yang terdeteksi umumnya tidak menyadari
kondisi penyakitnya (Depkes RI, 2009).
Penderita hipertensi sangat heterogen, membuktikan bahwa penyakit ini diderita oleh
banyak orang yang datang dari berbagai sub kelompok berisiko didalam masyarakat. Hal
tersebut juga berarti bahwa hipertensi dipengaruhi oleh faktor resiko ganda, baik yang
bersifat endogen seperti neurotransmitter, hormonal dan genetik, maupun yang bersifat
eksogen, seperti pola makan tinggi kalori, tinggi lemak, tinggi kolestrol, kebiasaan merokok,
kebiasaan minum alkohol, kebiasaan kurang gerak, dan ketegangan jiwa, tiap-tiap faktor
tersebut tidak sama kuatnya dalam menimbulkan hipertensi pada seorang individu
(Darmojo,1999).
Salah satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman tentang hipertensi
yaitu dengan dilakukan penyuluhan kesehatan. Penyuluhan merupakan suatu upaya yang
direncanakan untuk menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak
saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang
diharapkan untuk meningkatkan status kesehatan, mencegah timbulnya penyakit,
mempertahankan derajat kesehatan, memaksimalkan fungsi dan peran penderita selama sakit,
dan membantu penderita dan keluarga mengatasi masalah kesehatan (Pratiwi, 2010).
Kurangnya pengetahuan akan mempengaruhi pasien hipertensi untuk dapat mengatasi
kekambuhan atau melakukan pencegahan agar tidak terjadi komplikasi. Sehingga
pengetahuan serta sikap tentang hipertensi merupakan suatu hal yang sangat penting untuk
dimiliki, agar bisa menanggulangi penyakit hipertensi itu sendiri (Dewi, 2010). Dalam hal ini
penyuluhan kesehatan sangatlah penting bagi masyarakat penderita hipertensi agar lebih
memahami tentang penyakit tersebut dan dapat merubah pola hidupnya demi tercapainya
hidup sehat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Hipertensi
B. Epidemiologi
C. Klasifikasi Hipertensi
1. Berdasarkan Nilai Tekanan Darah
Pada tahun 2004, The Joint National Commitee of Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of The Blood Pressure (JNC-7) mengeluarkan batasan
baru untuk klasifikasi tekanan darah, <120/80 mmHg adalah batas optimal untuk
risiko penyakit kardiovaskular. Didalamnya ada kelas baru dalam klasifikasi
tekanan darah yaitu pre-hipertensi. Kelas baru pre-hipertensi tidak digolongkan
sebagai penyakit tapi hanya digunakan untuk mengindikasikan bahwa seseorang
yang masuk dalam kelas ini memiliki resiko tinggi untuk terkena hipertensi,
penyakit jantung koroner dan stroke dengan demikian baik dokter maupun
penderita dapat mengantisipasi kondisi ini lebih awal, hingga tidak berkembang
menjadi kondisi yang lebih parah. Individu dengan prehipertensi tidak
memerlukan medikasi, tapi dianjurkan untuk melakukan modifikasi hidup sehat
yang penting mencegah peningkatan tekanan darahnya. Modifikasi pola hidup
sehat adalah penurunan berat badan, diet, olahraga, mengurangi asupan garam,
berhenti merokok dan membatasi minum alkohol
2. Berdasarkan Etiologinya
Hipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 :
2) Ras
Orang-orang afro yang hidup di masyarakat barat mengalami hipertensi secara merata
yang lebih tinggi daripada orang berkulit putih. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena tubuh mereka mengolah garam secara berbeda
3) Usia
Hipertensi lebih umum terjadi berkaitan dengan usia, Khususnya pada masyarakat yang
banyak mengkonsumsi garam. Wanita premenopause cenderung memiliki tekanan
darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia yang sama, meskipun perbedaan
diantara jenis kelamin kurang tampak setelah usia 50 tahun. Penyebabnya, sebelum
menopause, wanita relatif terlindungi dari penyakit jantung oleh hormon estrogen.
Kadar estrogen menurun setelah menopause dan wanita mulai menyamai pria dalam hal
penyakit jantung.
4) Jenis kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada wanita.
Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis.
Pada pria seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat badan),
depresi dan rendahnya status pekerjaan Sedangkan pada wanita lebih berhubungan
dengan pekerjaan yang mempengaruhi faktor psikis kuat
5) Stress psikis
Stress meningkatkan aktivitas saraf simpatis, peningkatan ini mempengaruhi
meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila stress berkepanjangan dapat
berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Secara fisiologis apabila seseorang stress
maka kelenjer pituitary otak akan menstimulus kelenjer endokrin untuk mengahasilkan
hormon adrenalin dan hidrokortison ke dalam darah sebagai bagian homeostasis tubuh.
Penelitian di AS menemukan enam penyebab utama kematian karena stress adalah PJK,
kanker, paru-paru, kecelakan, pengerasan hati dan bunuh diri
6) Obesitas
Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung untuk memompa darah
agar dapat menggerakan beban berlebih dari tubuh tersebut. Berat badan yang
berlebihan menyebabkan bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi.
Bila bobot ekstra dihilangkan, TD dapat turun lebih kurang 0,7/1,5 mmHg setiap kg
penurunan berat badan. Mereduksi berat badan hingga 5-10% dari bobot total tubuh
dapat menurunkan resiko kardiovaskular secara signifikan
7) Asupan garam Na
Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah bertambah dan
menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat. Juga memperkuat efek vasokonstriksi
noradrenalin. Secara statistika, ternyata bahwa pada kelompok penduduk yang
mengkonsumsi terlalu banyak garam terdapat lebih banyak hipertensi daripada orang-
orang yang memakan hanya sedikit garam
8) Rokok
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat. Hal ini karena
nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru-paru dan disebarkan
keseluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin untuk sampai ke
otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberikan sinyal kepada kelenjer
adrenal untuk melepaskan efinephrine (adrenalin). Hormon yang sangat kuat ini
menyempitkan pembuluh darah, sehingga memaksa jantung untuk memompa lebih
keras dibawah tekanan yang lebih tinggi
9) Konsumsi alkohol
Alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan secara keseluruhan semakin
banyak alkohol yang di minum semakin tinggi tekanan darah. Tapi pada orang yang
tidak meminum minuman keras memiliki tekanan darah yang agak lebih tinggi daripada
yang meminum dengan jumlah yang sedikit.
D. Pencegahan
Manfaat olah raga yang sering di sebut olah raga isotonik seperti jalan kaki,
jogging, berenang dan bersepeda sangat mampu meredam hipertensi. Pada olah raga
isotonik mampu menurunkan hormone noradrenalin dan hormone hormone lain
penyebab naiknya tekanan darah. Hindari olah raga Isometrik seperti angkat beban,
karena justru dapat menaikkan tekanan darah ( Mayer,1999).
BAB III
PERMASALAHAN
Sebelum dilakukan fogging daerah tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut ;
Hasil analisa (PE) Penyelidikan Epidemiologi diantaranya sbb:
1. Ada tambahan satu atau lebih kasus DBD dalam 3 minggu yang lalu
2. Adanya tambahan penderita kasus DBD yang meninggal dalam periode 3 minggu yang
lalu
3. Adanya tambahan kasus DBD 1 orang dan ada 3 penderita panas tanpa sebab yang jelas
dalam periode 3 minggu serta adanya jentik dengan House Index lebih dari 5%
4. Adanya tambahan kasus DBD 1 orang dengan dengan Index kasus meninggal
5. Index kasus meninggal tetapi tidak ada tambahan kasus
6.Ada tambahan 1 kasus DBD dan ada jentik dengan House index kurang dari 5%
Bila terpenuhi kriteria 1,2 dan 3/4 dilakukan fogging fokus seluas 1 RW/Dukuh/300
rumah seluas 16 Ha, sebanyak 2 siklus dengan interval 7-10 hari dan PSN diluar dan di
dalam rumah.
Bila Hanya terpenuhi no 5/6, maka diharapkan menggerakkan masyarakat utk
melaksanakan PSN, selanjutnya dilakukan pengamatan ke II, 3 minggu yang akan datang
sejak tanggal sakit Index kasus.
Bila pada PE yang ke II ditemukan tambahan 1 kasus DBD dilakukan fogging seluas 300
rumah atau 1 RW/Dukuh sebanyak 2 siklus dengan interval 7-10 hari.
Untuk mengubah persepsi masyarakat tentang cara pemberantasan sarang nyamuk yang
benar, sebaiknya kepada masyarakat disampaikan hal-hal berikut ini :
Pembatasan Fogging dilakukan karena :
1. Banyak polutan (zat pencemar) yang dihasilkan oleh mesin fogging akibat insektisida
yang disemprotkan dan pembakaran yang tidak sempurna.
2. Polutan yang mencemari makanan, air minum dan lingkungan rumah setelah
pelaksanaan fogging dapat mengganggu kesehatan warga baik secara langsung
maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada saat akan dilakukan fogging warga
dihimbau untuk menutup rapat-rapat makanan, air minum, air mandi, piring, gelas,
sendok dsb. Dalam hal ini belum semua warga melaksanakannya, bahkan pada saat
fogging masih banyak warga yang tidak mau keluar rumah, ada anak-anak yang
mengikuti penyemprot dan ada warga memasuki rumah sebelum asap fogging di
dalam rumah habis.
3. Fogging memerlukan biaya cukup besar ( Rp. 1.900.000 untuk fogging radius 200
meter) dan tenaga yang cukup banyak dan terlatih (tidak efisien). Sedangkan daya
bunuhnya hanya 1 2 hari, setelah itu nyamuk akan menjadi banyak lagi dan akan
mudah menularkan DBD.
4. Bila fogging dilaksanakan sesuai dengan aturan kesehatan maka dampak positif yang
ditimbulkan akan lebih besar dibandingkan dampak negatifnya. Aturan yang paling
utama adalah fogging hanya dilaksanakan pada lokasi yang sedang terjadi penularan
DBD dan harus didahuli dan diikuti gerakan PSN serentak.
5. Fogging bukan merupakan langkah pencegahan munculnya penderita DBD melainkan
untuk memutus rantai bila telah terjadi penularan DBD. Salah satu ciri khas terjadinya
penularan DBD adalah terdapatnya lebih dari satu penderita DBD di dalam radius 200
meter dalam waktu seminggu. Dalam hal ini warga sering menganggap bahwa
fogging dilaksanakan setelah menunggu korban lebih banyak.
6. Penularan DBD tidak selalu terjadi di sekitar rumah penderita, tetapi dapat terjadi
dimanapun, terutama tempat-tempat beraktivitas pada jam-jam dimana nyamuk suka
menggigit, yaitu antara jam 08.00 11.00 dan jam 13.15 18.00.Waspadai tempat-
tempat aktivitas tersebut dengan memberantas sarang nyamuk yang masih ada.
Sekolah, perkantoran, pasar, terminal dsb juga merupakan tempat potensial penularan
DBD.
7. Pada umumnya warga masyarakat Sumbawa sudah mengetahui cara PSN yang benar,
yaitu dengan 3 M Plus (menguras, menutup dan mengubur, plus ikanisasi), dan
hanya perlu melaksanakannya secara rutin.
Selain itu, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya nyamuk demam
berdarah, sebaiknya dibagikan booklet atau buku panduan yang dibuat secara menarik berisi
tentang bagaimana perjalanan penyakit Demam Berdarah Dengue beserta siklus hidup
nyamuk aedes aegypti sebagai vektornya dan bagaimana cara mencegahnya. Media booklet
diharapkan dapat memberi informasi lebih apabila penyuluhan dirasakan kurang efektif.
BAB V
KESIMPULAN
1. Fogging efektif untuk membasmi vektor atau nyamuk Aedes agyepti dewasa saja
karena itu upaya fogging saja tidaklah terlalu efekif untuk menekan laju penularan
DBD dimasyarakat meski tidak berarti upaya melakukan fogging sia-sia.
2. Pelaksanaan fogging pada umumnya memberikan kepuasan semu pada warga,
sehingga merasa aman dan tidak melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk)
lagi. Tidak jarang lokasi yang baru saja dilakukan fogging terdapat penderita DBD
baru dan nyamuknya banyak lagi.
3. Pencegahan DBD yang paling efektif dan efisien adalah dengan cara menghilangkan
sarang nyamuk sehingga tidak terdapat lagi jentik (uget-uget) yang tersisa. Warga
masyarakat tidak perlu menunggu korban untuk malaksanakan PSN secara serentak
dan rutin agar tidak muncul penderita DBD.
4. Perlunya penyampaian informasi ke masyarakat tentang gejala demam berdarah,
siklus hidup nyamuk dan cara pencegahannya dengan media yang lebih informatif dan
menarik agar kewaspadaan masyarakat tentang penyakit DBD semakin baik.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. Petunjuk Teknis Pemberantasan Nyamuk Penular Demam Berdarah Dengue.
Jakarta, 1992
WHO SEARO. Terjemahan Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagie
Fever. Jakarta, 2000