Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KAJIAN LITERATUR

MATA KULIAH PRINSIP REKAYASA


LINGKUNGAN
POLUSI BISING DAN BUNYI

DISUSUN OLEH:
A. M. IMAM ARDIANSYAH
D111 16 034
KELAS A
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
GOWA
2017
POLUSI BISING DAN BUNYI
a. Bising
Suara adalah sensasi yang sewaktu vibrasi longitudinal dari
molekulmolekul udara, yang berupa gelombang mencapai membrana
timpani dari telinga (Perhimpunan Ahli Telinga, Hidung, dan
Tenggorokan Indonesia, 1985). Tambunan (2005), menyatakan bahwa
dalam konteks keselamatan dan kesehatan kerja, pembahasan suara
(sound) agak berbeda dibandingkan pembahasan-pembahasan suara
dalam ilmu fisika murni maupun fisika terapan. Dalam K3, pembahasan
suara lebih terfokus pada potensi gelombang suara sebagai salah satu
bahaya lingkungan potensial bagi pekerja di tempat kerja beserta
teknik-teknik pengendaliannya.
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau
kegiatan dalam tingkat dan waktu dan tertentu yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (Kepmen
LH No 48. tahun 1996). Menurut Sumamur (2009), bunyi atau suara
didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengaran dalam telinga
oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber
bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media
udara atau penghantar lainnya, dan manakala bunyi atau suara tersebut
tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul diluar kemauan
orang yang bersangkutan, maka 9 bunyi-bunyian atau suara demikian
dinyatakan sebagai kebisingan. Kebisingan didefinisikan sebagai bunyi
yang tidak dikehehndaki. Bising menyebabkan berbagai gangguan
terhadap tenaga kerja, seperti gangguan fisiologis, gangguan
psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian, atau ada yang
menggolongkan gangguannya berupa gangguan pendengaran, misalnya
gangguan terhadap pendengaran dan gangguan pendengaran seperti
komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya
performa kerja, kelelahan dan stres.
Bising didefinisikan sebagai suara yang dihasilkan oleh
gelombang akustik dengan intensitas dan frekuensi yang acak. Seperti
yang terdapat dalam industri, bising adalah suara yang tidak diinginkan
dan merupakan energi yang terbuang. Dua aspek gelombang tekanan
yang penting untuk terjadinya ketulian akibat paparan bising:
1). Frekuensi, yaitu jumlah fluktuasi dalam satu detik.
2). Tingkat tekanan suara yang menandakan besarnya fluktuasi.
Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu atau tidak
dikehendaki, defenisi ini menunjukkan bahwa bising itu sangat
subjektif, tergantung dari masing-masing individu, waktu dan tempat
terjadinya bising. Pengaruh khusus akibat kebisingan berupa gangguan
pendengaran, gangguan kehamilan, pertumbuhan bayi, gangguan
komunisasi, gangguan istirahat, gangguan tidur, psikofisiologis,
gangguan mental, kinerja, pengaruh terhadap perilaku pemukiman,
ketidak nyamanan, dan juga gangguan berbagai aktivitas sehari-hari.
Saat ini kebisingan telah menjadi masalah yang banyak di hadapi
penduduk. Untuk kegiatan pembangunan secara fisik seperti sarana
transportasi harus dikendalikan tingkat kebisingannya sehingga tidak
melampaui batas.
Bising didefinisikan sebagai bunyi tidak dikehendaki yang
merupakan aktivitas alam atau buatan manusia. Suara yang dihasilkan
oleh suatu sumber bunyi bagi seseorang atau sebagian orang merupakan
suara yang disenangi, namun bagi beberapa orang lainnya justru
dianggap sangat mengganggu. Bising yang didengar sehari-hari berasal
dari banyak sumber baik dekat maupun jauh. Menurut WHO (1995,
dalam Rahmi, 2009), bahaya bising dihubungkan dengan beberapa
faktor. Faktor yang pertama adalah intensitas bunyi yang berhubungan
dengan pendengaran, yang kedua adalah frekuensi, ketiga adalah durasi
lamanya bunyi, dan keempat yaitu sifat bunyi yang mengacu pada
distribusi energi bunyi terhadap waktu.
Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang
bersifat mengganggu pendengaran dan dapat menurunkan daya dengar
seseorang yang terpapar (WHS, 1993). Dari segi kualitas, bunyi dapat
dibedakan menjadi dua yaitu frekuensi yang dinyatakan dalam jumlah
getaran per detik (hertz) yaitu jumlah getaran dalam satu detik yang
sampai ke telinga dan intensitas atau arus energi yang dinyatakan dalam
desibel (DB) yaitu perbandingan antara kekuatan dasar bunyi dengan
frekuensi yang dapat diterima oleh telinga normal (Sumamur, 1995).
Menurut Wilson (1989), bunyi atau suara didefinisikan sebagai
serangkaian gelombang yang merambat dari suatu sumber getar akibat
perubahan kerapatan dan tekanan udara. Kebisingan merupakan
terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki termasuk bunyi yang tidak
beraturan dan bunyi yang dikeluarkan oleh transportasi dan industri,
sehingga dalam jangka waktu yang panjang akan dapat mengganggu
dan membahayakan konsentrasi kerja, merusak pendengaran
(kesehatan) dan mengurangi efektifitas kerja.
Menurut Kryter (1996), tingkat kebisingan di jalan raya dapat
mencapai 70-80 dB (decibel), sedangkan di sekitar jalur kereta api
mencapai 90 dB dan di sepanjang jalur take off pesawat dapat mencapai
110 dB. Berdasarkan penelitian sebelum-sebelumnya, kebisingan lalu
lintas sering diidentifikasi sebagai sumber utama kebisingan. Daerah
perkotaan yang dekat dengan jalan yang sibuk biasanya 2 dipilih untuk
implementasi awal yang diperlukan untuk menyusun sistem pemetaan
kontrol skema kebisingan.
Kebisingan bisa mengganggu percakapan sehingga
mempengaruhi komunikasi yang sedang berlangsung, selain itu
dampak gangguan kebisingan secara signifikan banyak terdapat di
daerah dengan populasi yang tinggi, yaitu pengaruh dalam kehidupan
sehari-hari mereka seperti tidur, bekerja, belajar, dan gangguan
pendengaran bahkan menimbulkan gangguan psikologis seperti
kejengkelan, kecemasan dan ketakutan. Bunyi bising di lingkungan
kerja perlu dikendalikan karena dapat mengganggu daya kerja,
konsentrasi, mengganggu komunikasi dalam pembicaraan,
menimbulkan keluhan-keluhan seperti sakit kepala. Kebisingan
mengganggu pelaksanaan pekerjaan, ditempat bising konsentrasi akan
terganggu, sukar berfikir dan kesiapan mental akan terganggu.
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 Tahun 1999,
kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber
dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja pada tingkat
tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Sumber bising
merupakan sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu
pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak.
Umumnya sumber kebisingan berasal dari berbagai sumber, antara lain
: dari kegiatan industri, perdagangan, pembangunan, alat pembangkit
tenaga, alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga. Tingkat kebisingan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti banyaknya sumber dan
intensitas kebisingan itu sendiri. Pada pengukuran tingkat kebisingan
lingkungan, parameter utama untuk mengetahui tingkat kebisingan
pada suara yang diakibatkan oleh kendaraan dan aktivitas yang
menyebabkan sumber bunyi/bising.
Bising adalah bunyi yang tidak dikehendaki atau tidak disenangi,
yang merupakan aktivitas alam dan buatan manusia. Jika dilihat dari
segi kualitasnya, bunyi dapat dibedakan menjadi dua yaitu frekuensi
yang dinyatakan dalam jumlah getaran per detik (herz) yaitu jumlah
getaran dalam satu detik yang sampai ke telinga dan intensitas atau arus
energy yang dinyatakan dalam decibel (dB) yaitu perbandingan antara
kekuatan dasar bunyi dengan frekuensi yang dapat diterima oleh telinga
normal.

b. Sumber Bising
Adapun sumber kebisingan dapat berupa tunggal atau ganda.
Umumnya kebisingan ditimbulkan oleh beberapa sumber (ganda)
seperti lalu lintas, kawasan industry, dan pemukiman. Berikut ini
penjelasan mengenai sumber kebisingan tersebut:
1. Lalu lintas, terjadi di kota kota besar dan didominasi oleh
kendaraan seperti truk, dump truck sampah, bis, sepeda
motor, generator, dan vibrasi kendaraan.
2. Industri, awalnya pengaruh kebisingan lebih banyak
menyangkut lingkungan didalam industry, tetapi akhirnya
dirasakan juga oleh penduduk disekitarnya.
3. Pemukiman, penyebab utama kegiatan rumah tangga, fan,
hair dryer, mixer, gergaji mesin, mesin pemotong rumput,
vacuum cleaner dan peralatan domestic lainnya.
c. Klasifikasi Kebisingan
Di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis
golongan besar (Tambunan, 2005) :
1. Kebisingan tetap (unsteady noise) dipisahkan lagi menjadi dua jenis,
yaitu :
a. Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise)
Kebisingan ini berupa nada-nada murni pada frekuensi yang
beragam, contohnya suara mesin, suara kipas, dan sebagainya.
b. Broad band noise Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad
band noise sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady
noise). Perbedaannya adalah broad band noise terjadi pada frekuensi
yang lebih bervariasi (bukan nada murni).
2. Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagi lagi menjadi tiga jenis,
yaitu :
a. Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise) Kebisingan yang selalu
berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.
b. Intermittent noise Sesuai dengan terjemahannya, intermittent noise
adalah kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-
ubah, contohnya kebisingan lalu lintas.
c. Impulsive noise Kebisingan impulsif dihasilkan oleh suara-suara
berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat,
misalnya suara ledakan senjata api dan alat sejenisnya.
Menurut Yanri seperti yang dikutip oleh Srisantyorini (2002),
pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja khususnya pengaruh
terhadap manusia dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Bising yang mengganggu (Irritating noise) Merupakan bising yang
mempunyai intensitas tidak terlalu keras, misalnya mendengkur.
2. Bising yang menutupi (Masking noise) Merupakan bunyi yang
menutupi pendengaran yang jelas, secara tidak langsung bunyi ini akan
membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena
teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber
lain.
3. Bising yang merusak (Damaging/ Injurious noise) Merupakan bunyi
yang intensitasnya melampaui nilai ambang batas. Bunyi jenis ini akan
merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Babba. Menurut Babba (2007),
kebisingan di tempat kerja diklasifikasikan ke dalam dua jenis
golongan, yaitu :
a. Kebisingan yang tetap (steady noise) dipisahkan lagi menjadi dua
jenis, yaitu :
Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise).
Kebisingan ini merupakan nada-nada murni pada frekuensi yang
beragam. Contohnya suara mesin, suara kipas dan sebagainya.
Kebisingan tetap (Broad band noise), kebisingan dengan frekuensi
terputus dan Brod band noise sama-sama digolongkan sebagai
kebisingan tetap (steady noise). Perbedaannya adalah broad band noise
terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi.
b. Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagi lagi menjadi tiga jenis,
yaitu :
Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise), kebisingan yang selalu
berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.
Intermitent noise, kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat
berubah-ubah. Contoh kebisingan lalu lintas.
Kebisingan impulsif (Impulsive noise), kebisingan ini dihasilkan oleh
suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu
relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata dan alat-alat sejenisnya.

Menurut Buchari (2007), kebisingan dibagi menjadi 3 jenis yaitu :


1. Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas,
misalnya mesin-mesin, dapur pijar, dan lain-lain.
2. Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit,
misalnya gergaji serkuler, katup gas, dan lain-lain.
3. Kebisingan terputus-putus (intermitten/interuted noise) adalah
kebisingan dimana suara mengeras dan kemudian melemah secara
perlahan-lahan, misalnya lalu-lintas, suara kapal terbang di lapangan
udara.
Tingkat kebisingan dapat diklasifikasikan berdasarkan intensitas yang
diukur dengan satuan decibel (dB) seperti pada table berikut:
Tingkat Bising dB Sumber Bunyi Skala Intensitas
(A)
0-20 Gemerisik dalam suara Sangat tenang
gemerisik
20-40 Perpustakaan, Tenang
percakapan
40-60 Radio pelan, percakapan Sedang
keras rumah, gaduh
kantor
60-80 Perusahaan, radio keras, Keras
jalan
80-100 Peluit polisi, jalan raya, Sangat keras
pabrik tekstil, pekerjaan
mekanis
100-120 Ruang ketel, mesin Sangat amat keras
turbin uap,mesin diesel
besar, kereta bawah
tanah
>120 Ledakan bom, mesin jet, Menulikan
mesin roket

d. Dampak Kebisingan Terhadap Kesehatan


Menurut Babba (2007) kebisingan dengan intensitas tinggi dapat
berdampak buruk pada kesehatan antara lain :
a. Gangguan fisiologis Gangguan fisiologis adalah gangguan yang
pertama timbul akibat bising, fungsi pendengaran secara
fisiologis dapat terganggu. Pembicaraan atau instruksi dalam
pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas, sehingga dapat
menimbulkan gangguan lain seperti: kecelakaan. Pembicaraan
terpaksa berteriak-teriak sehingga memerlukan tenaga ekstra dan
juga menambah kebisingan. Selain itu kebisingan dapat juga
meningkatkan tekanan darah. Pada berbagai penelitian diketahui
bahwa pemaparan bunyi dapat menimbulkan reaksi fisiologis
seperti: denyut nadi, tekanan darah, metabolisme, gangguan tidur
dan penyempitan pembuluh darah. Reaksi ini terutama terjadi
pada awal pemaparan terhadap bunyi. Kemudian akan kembali
pada keadaan semula. Bila terus menerus terpapar maka akan
terjadi adaptasi sehingga perubahan itu tidak tampak lagi.
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan fisiologis melalui tiga
cara yaitu :
Sistem Internal Tubuh
Sistem internal tubuh adalah sistem fisiologis yang penting untuk
kehidupan seperti: kardiovaskuler (jantung, paru-paru,
pembuluh), gastrointestinal , saraf , musculoskeletal (otot,
tulang) dan endokrin (kelenjar).
Ambang pendengaran
Ambang pendengaran adalah suara terlemah yang masih bisa
didengar. Semakin rendah level suara terlemah yang didengar
berarti semakin rendah nilai ambang pendengaran, dan semakin
baik pendengarannya. Kebisingan dapat mempengaruhi nilai
ambang batas pendengaran baik bersifat sementara (fisiologis)
atau menetap (patofisiologis). Kehilangan pendengaran bersifat
sementara.
Gangguan pola tidur
Pola tidur sudah merupakan pola alamiah, kondisi istirahat yang
berulang secara teratur, dan penting untuk tubuh normal dan
pemeliharaan mental serta kesembuhan. Kebisingan dapat
mengganggu tidur dan menyebabkan tidur menjadi tidak lelap.
Seseorang yang sedang tidak bisa tidur atau sudah tidur tetapi
belum terlelap kemudian ada gangguan suara yang akan
mengganggu tidurnya, maka orang tersebut akan mudah marah,
tersinggung dan berperilaku irasional. Terjadinya pergeseran
kelelapan tidur dapat menimbulkan kelelahan .
b. Gangguaan psikologis Gangguan fisiologis apabila terjadi terlalu
lama dapat menimbulkan gangguan psikologis. Kebisingan dapat
mempengaruhi stabilitas mental dan reaksi psikologis, seperti
rasa khawatir, jengkel, takut dan sebagainya.
c. Gangguan patologis organis Gangguan kebisingan yang paling
menonjol adalah pengaruhnya terhadap alat pendengaran atau
telinga, yang dapat menimbulkan ketulian yang bersifat
sementara hingga permanen.
d. Komunikasi Kebisingan dapat menganggu pembicaraan dan
kebisingan mengganggu kita dalam menangkap dan mengerti apa
yang dibicarakan oleh orang lain. Pengaruh akibat terpapar
kebisingan keras lainnya adalah adanya rasa mual, lemas, stres,
sakit kepala bahkan peningkatan tekanan darah (Pulat, 1992).
Menurut Chanlett (1979), selain berdampak pada gangguan
pendengaran, terdapat efek kebisingan lainnya, yaitu: gangguan
tidur dan istirahat, mempengaruhi kapasitas kerja pekerja. Dari
segi fisik gangguan kebisingan dapat berupa pupil yang
membesar, dari segi psikologis kebisingan dapat menimbulkan
stress, penyakit mental, dan perubahan sikap atau kebiasaan.
e. Pengukuran Kebisingan
Untuk mengukur kebisingan di lingkungan kerja dapat dilakukan
dengan menggunakan alat Sound Level Meter. Sebelumnya, intensitas
bunyi adalah jumlah energi bunyi yang menembus tegak lurus bidang
per detik. Metode pengukuran akibat kebisingan di lokasi kerja, yaitu:
1. Pengukuran Dengan Titik Sampling
Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi ambang
batas hanya pada satu atau beberapa lokasi saja. Pengukuran ini juga
dapat dilakukan untuk mengevalusai kebisingan yang disebabkan oleh
suatu peralatan sederhana, misalnya kompresor/generator. Jarak
pengukuran dari sumber harus dicantumkan, misal 3 meter dari
ketinggian 1 meter. Selain itu juga harus diperhatikan arah mikrofon
alat pengukur yang digunakan (sound level meter).
2. Pengukuran Dengan Peta Kontur
Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dalam
mengukur kebisingan, karena peta tersebut dapat menentukan gambar
tentang kondisi kebisingan dalam cakupan area. Pengukuran ini
dilakukan dengan membuat gambar isoplet pada kertas berskala yang
sesuai dengan pengukuran yang dibuat. Biasanya dibuat kode
pewarnaan untuk menggambarkan keadaan kebisingan, warna hijau
untuk kebisingan dengan intensitas di bawah 85 dBA, warna oranye
untuk tingkat kebisingan yang tinggi di atas 90 dBA, warna kuning
untuk kebisingan dengan intensitas antara 8590 dBA.
f. Baku Tingkat Kebisingan
Baku tingkat kebisingan yang diperuntukkan kawasan atau lingkungan
kegiatan sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan No.
KEP- 48/MENLH/11/1996 terdapat pada tabel.
Tabel Baku Tingkat Kebisingan
Peruntukan Kawasan/ Tingkat Kebisingan(dBA)
Lingkungan Kegiatan
A. Peruntukan Kawasan
1. Perumahan dan Pemukiman 55
2. Perdagangan dan Jasa 70
3. Perkantoran dan Perdagangan 65
4. Ruang Terbuka Hijau 50
5. Industri 70
6. Pemerintah dan Fasilitas Umum 60
7. Rekreasi 70
8. khusus
- Stasiun Kereta Api 70
- Pelabuhan Laut 60
B. Lingkungan Kegiatan
1. Rumah sakit atau sejenisnya 55
2. Sekolah atau sejenisnya 55
3. Tempat ibadah atau sejenisnya 55
Sumber: Himpunan Peraturan di Bidang Pengendalian Dampak
Lingkungan disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan
Tahun 1996.

Anda mungkin juga menyukai