Anda di halaman 1dari 18

Makalah Bahasa Indonesia

BANJIR DAN LEPTOSPIROSIS

Disusun Oleh:

KELOMPOK 3
1. Bella Juliana B. 1418011040
2. Bima Ramadhan 1418011042
3. Cakra Wijaya 1418011044
4. Claudia Clarasinta 1418011046
5. Debby Cinthya D. Valentina 1418011048
6. Deno Madasa Subing 1418011050
7. Desti Diana Sari 1418011052
8. Devi Aprilani Suhandi 1418011054
9. Dhita Dwi Nanda 1418011056
10. Dimas Arrohmansyah 1418011058

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya, makalah yang membahas tentang BANJIR DAN
LEPTOSPIROSIS dapat selesai tepat pada waktunya sebagai salah satu tugas
mata kuliah umum Bahasa Indonesia.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari harapan karena di dalamnya masih
terdapat berbagai kesalahan baik dari sistem penulisan maupun isi. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga makalah
berikutnya dapat diperbaiki serta ditingkatkan kualitasnya.

Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua


pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, April 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN
HALAMAN JUDUL............................................................................................. 1
KATA PENGANTAR .......................................................................................... 2
DAFTAR ISI ......................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Banjir ......................................................................................................... 7
2.2 Leptospirosis ............................................................................................. 9

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ...............................................................................................
3.2 Saran ..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki banyak wilayah yang sering dilanda banjir. Beberapa


wilayah di Indonesia, misalnya di kota besar DKI Jakarta, hampir setiap
tahunnya dilanda banjir. Banjir tentunya membawa dampak yang sangat
merugikan bagi semua aspek kehidupan manusia, salah satunya adalah
timbulnya berbagai macam penyakit pasca banjir. International Leptospirosis
Society menyatakan bahwa Indonesia sebagai negara insiden
leptospirosis cukup tinggi dan merupakan peringkat mortalitas ketiga di
dunia. Hal ini berdasarkan jumlah kasus leptopirosis di DKI Jakarta akibat
banjir besar yang terjadi tahun 2002 mencapai 113 pasien leptospirosis dan
20 orang diantaranya meninggal (Case Fatality Rate leptospirosis adalah
19,4%,).

Keadaan banjir pada beberapa kecamatan di wilayah tersebut menyebabkan


adanya perubahan lingkungan seperti banyaknya genangan air, lingkungan
menjadi becek, berlumpur, serta banyak timbunan sampah yang
menyebabkan mudahnya kuman Leptospira berkembang biak. Masalah
leptospirosis yang terjadi di beberapa daerah selalu terjadi pada wilayah yang
sama yang diakibatkan oleh faktor lingkungan yang buruk, perilaku yang
buruk, atau pengaruh karateristik individu.

Di Indonesia, leptospirosis tersebar antara lain di Provinsi Jawa Barat,


Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu,
Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Angka kematian
leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, bisa mencapai 2,516,45%.
Pada usia lebih dari 50 tahun, kematian bisa sampai 56%. Penderita

4
Leptospirosis yang disertai selaput mata berwarna kuning (kerusakan jaringan
hati), risiko kematia akan lebih tinggi. Di beberapa publikasi, angka kematian
dilaporkan antara 3%-54% tergantung sistem organ yang terinfeksi.

Hospes reservoir dari bakeri Leptospira ini adalah tikus yang gemar dengan
keadaan lingkungan yang lembab, becek, dan kotor.
Penyebaran leptospirosis diakibatkan karena urine hewan yang terinfeksi
kuman Leptospira akan terbawa oleh genangan air dan mencemari
lingkungan rumah.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang dirumuskan dalam pembahasan makalah ini adalah sebagai


berikut.
1. Apakah yang dimaksud dengan penyakit leptospirosis?
2. Bagaimanakah hubungan banjir dengan leptospirosis?
3. Apa sajakah gejala klinis yang ditimbulkan dari penyakit leptospirosis?
4. Bagaimanakah pengobatan penyakit leptospirosis?
5. Apa sajakah upaya-upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk
menekan penularan penyakit leptospirosis?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut.


1. Untuk mengetahui gejala klinis yang ditimbulkan dari penyakit
leptospirosis.
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit
leptospirosis di masyarakat.
3. Untuk mengetahui upaya-upaya pencegahan yang dapat dilakukan
untuk menekan penularan penyakit leptospirosis.

5
4. Untuk mengetahui pengobatan penyakit leptospirosis.

1.4 Manfaat

Dalam penyusunan makalah ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi


semua pihak. Adapun manfaat penyusunan itu diantaranya adalah sebagai
berikut.
1. Berfungsi sebagai literatur-literatur bagi pelajar yang ingin
memperdalam wawasan tentang masalah kesehatan khususnya tentang
penyakit leptospirosis.
2. Para pembaca dapat mengetahui lebih dalam tentang penyakit
leptospirosis.
3. Mahasiswa khususnya dan masyarakat luas pada umumnya dapat
mengetahui hubungan banjir dengan penyakit leptospirosis sehingga
dapat melakukan pencegahan.
4. Pembaca dapat mengetahui pengobatan leptospirosis secara dini.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Banjir

Banjir adalah sebuah bencana yang disebabkan oleh air yang menggenang
atau bahkan mengalir deras tidak pada tempatnya. Banyak masyarakat yang
kehilangan harta benda mereka, bahkan nyawa akibat banjir.

Banjir dapat disebabkan oleh hujan deras dan air laut yang pasang. Hujan
deras menyebabkan meningkatnya debit air yang mengalir di sungai hingga
akhirnya terjadi luapan. Air laut yang pasang akan meningkatkan ketinggian
permukaan air laut menyebabkan aliran air di hulu sungai akan melambat.
Aliran air yang melambat tersebut akan mengakibatkan peningkatan kapasitas
sungai dan banjir dapat terjadi karena luapan air tersebut.

Selain penyebab tersebut, banjir juga dapat disebabkan oleh perubahan


penggunaan lahan menjadi pemukiman, sawah, ladang, dan perkebunan yang
berakibat pada semakin tingginya aliran permukaan. Hal lain yang dapat
menjadi penyebab banjir adalah kebiasaan membuang sampah sembarangan
yang berakibat tersumbatnya aliran air di sungai dan selokan.

Bencana banjir dapat dicegah dengan melakukan hal-hal berikut.


a. Memfungsikan sungai dan selokan sebagaimana mestinya karena
sungai dan selokan merupakan tempat aliran air, bukan tempat
pembuangan sampah.
b. Larangan membuat rumah di dekat sungai.
c. Menanam pohon dan melarang penebangan pohon sembarangan.
d. Membuang sampah pada tempatnya.

7
Dampak buruk banjir salah satunya berkaitan dengan masalah kesehatan. Air
yang tercemar saat banjir berisiko mendatangkan banyak penyakit, antara lain
sebagai berikut.

a. Demam Berdarah
Pasca banjir, penyakit ini umumnya terjadi akibat banyaknya genangan
air yang berpotensi menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk
Aedes aegypti sebagai vektor demam berdarah.

b. Penyakit Pencernaan
Saat banjir, banyak sumber air bersih yang tercemar sehingga
ketersediaan air bersih menjadi terbatas. Mengonsumsi air yang
tercemar mengakibatkan penyakit pencernaan seperti diare, muntaber,
disentri, kolera, dan tifus.

c. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)


Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dapat disebabkan oleh virus,
bakteri, atau mikroba. Batuk dan demam adalah gejala umum yang
menyertai ISPA. Gejala-gejala lainnya adalah sesak napas dan nyeri
dada yang pada umumnya dirasakan oleh pengidap ISPA berat.

d. Penyakit Leptospirosis
Penyakit ini ditularkan oleh bakteri leptospira melalui kotoran atau
kencing hewan yang bercampur air banjir. Di Indonesia, bakteri ini
umumnya dibawa oleh urin atau tinja tikus yang terbawa banjir,
kemudian masuk ke tubuh melalui selaput lendir hidung, mata, atau
permukaan kulit yang terluka. Bakteri ini juga dapat masuk melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi urin tikus yang terinfeksi.
Leptospirosis termasuk penyakit berbahaya karena bakteri yang sudah
menjangkiti darah dapat menyebar dan merusak organ tubuh,
khususnya menyebabkan peradangan ginjal dan hati.

8
e. Infeksi Kulit
Infeksi kulit akibat bakteri pseudomonas menginfeksi manusia melalui
parasit pada hewan. Gejala penyakit ini adalah kulit gatal-gatal, terasa
terbakar, serta timbul bintil seperti jerawat.

f. Hepatitis A
Pengidap penyakit yang menyerang organ hati ini umumnya mengalami
gejala mual, muntah, demam, lemas, kulit, dan mata tampak kuning.

2.2 Leptospirosis

Leptospirosis adalah penyakit infeksi. Penyakit ini disebabkan oleh


Leptospira sp. patogenik dan memiliki manifestasi klinis yang luas dan
bervariasi mulai dari infeksi yang tidak jelas sampai fulminan dan fatal. Pada
jenis yang ringan, leptospirosis dapat muncul seperti influenza dengan sakit
kepala dan myalgia. Leptospirosis yang berat, ditandai oleh jaundice,
disfungsi renal, dan diatesis hemoragik. Keseluruhan gejala tersebut dikenal
dengan Weils syndrome.

1. Etiologi
Leptospira adalah spirochaeta yang berasal dari famili Leptospiraceae.
Genus Leptospira terdiri atas 2 spesies, yaitu L.interrogans yang patogenik
dan L.biflexa yang hidup bebas. Organisme ini memiliki panjang 6 20
m dan lebar 0,1 m. Bila dilihat menggunakan mikroskop dan diberi
pewarnaan, Leptospira sp. akan berwarna perak.

9
Gambar 1. Leptospira sp.

2. Epidemiologi
Leptospirosis adalah zoonosis penting dengan penyebaran luas yang
mempengaruhi sedikitnya 160 spesies mamalia. Tikus adalah reservoir
yang paling penting, walaupun mamalia liar yang lain yang sama dengan
hewan peliharaan dan domestik dapat juga membawa mikroorganisme ini.

Transmisi leptospirosis dapat terjadi melalui kontak langsung dengan urin,


darah, atau jaringan dari hewan yang terinfeksi atau paparan pada
lingkungan. Air adalah sarana penting dalam transmisi leptospirosis,
karena leptospira diekresikan melalui urin dan dapat bertahan dalam air
selama beberapa bulan. Leptospirosis paling sering terjadi di daerah tropis
karena iklimnya sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan patogen untuk
bertahan hidup.

Ada beberapa kelompok pekerjaan tertentu yang memiliki risiko tinggi


yaitu pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja
tambang, pekerja di rumah potong hewan, orang-orang yang mengadakan

10
perkemahan di hutan, dan dokter hewan. Setiap individu dapat terkena
leptospirosis melalui paparan langsung atau kontak dengan air dan tanah
yang terinfeksi. Leptospirosis juga dapat dikenali dimana populasi tikus
meningkat.

3. Manifestasi Klinis

Gambar 2. Fase Leptospirosis

Berikut adalah kelainan spesifik pada organ pasien leptospirosis.


a. Ginjal
Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuklear merupakan bentuk
lesi pada leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal.
Gagal ginjal terjadi akibat tubular nekrosis akut. Adanya peranan
nefrotoksin, reaksi imunologis, iskemia ginjal, hemolisis dan invasi
langsung mikroorganisme juga berperan menimbulkan kerusakan
ginjal.

b. Hati
Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel
limfosit fokal dan proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-

11
kasus yang diotopsi, sebagian ditemukan leptospira dalam hepar.
Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel parenkim.

c. Jantung
Epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan
miokardium dapat fokal atau difus berupa edema interstisial dengan
infiltrasi sel mononuklear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan
infiltrasi neutrofil dan terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan
endokarditis.

d. Otot Rangka
Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa nekrosis lokal,
vakuolisasi, dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada
leptospirosis disebabkan oleh invasi langsung Leptospira.

e. Mata
Leptospira dapat masuk ruang anterior mata selama fase leptospiremia
dan bertahan beberapa bulan walaupun antibodi yang terbentuk cukup
tinggi. Hal tersebut akan menyebabkan uveitis.

f. Pembuluh Darah
Terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis
yang akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan
pada mukosa, permukaan serosa, dan alat-alat visceral dan perdarahan
bawah kulit.

g. Susunan Saraf Pusat


Leptospira mudah masuk kedalam cairan cerebrospinal (CSS) dan
dikaitkan dengan terjadinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu
terbentuknya respon antibodi. Diduga bahwa terjadinya meningitis
diperantarai oleh mekanisme imunologis. Terjadi penebalan meninges
dengan sedikit peningkatan sel mononuklear arakhnoid. Meningitis

12
yang terjadi adalah meningitis aseptik dan biasanya paling sering
disebabkan oleh L. canicola.

h. Weil Disease
Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus,
biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran,
dan demam tipe kontinu. Penyakit Weil ini biasanya terdapat pada
16% kasus dengan leptospirosis. Penyebab Weil disease adalah
serotipe icterohaemorragica, serotipe copanhageni, dan bataviae.
Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal, hepatik, atau
disfungsi vaskular

4. Tatalaksana
Leptospirosis terjadi secara sporadik, pada umumnya bersifat self-limited
disease, dan sulit dikonfirmasi pada awal infeksi. Pengobatan harus
dimulai segera pada fase awal penyakit. Secara teori, Leptospira sp. adalah
mikroorganisme yang sensitif terhadap antibiotik.

Tabel 1. Manajemen kasus dankemoprofilaksis leptospirosis berdasarkanKriteria


Diagnosis WHO SEARO 2009

Indikasi Regimen dan Dosis


a. Doxycycline (kapsul) 100 mg 2x/ hari
Leptospirosis ringan (mild selama 7 hari; atau
illness/suspect case) b. Amoxicillin atau Ampicillin (kapsul) 2
gr/ hari selama 7 hari.
a. Penicillin G (injeksi) 2 juta unit IV / 6
Leptospirosis berat (severe case/ jam selama 7 hari; atau
probable case) b. Ceftrioxine (injeksi) 1 gr IV/ hariselama
7 hari.
a. Doxycycline (kapsul) 100 mg 2x/ hari
selama 7 hari; atau
Kemoprofilaksis
b. Amoxicillin atau Ampicillin (kapsul) 2gr/
hari selama 7 hari.

13
5. Pencegahan Leptospirosis
Pencegahan penularan kuman leptospirosis dapat dilakukan melalui dua
jalur, yaitu sebagai berikut.

a. Jalur Sumber Infeksi


Melakukan tindakan isolasi atau membunuh hewan yang terinfeksi.
Memberikan antibiotik pada hewan yang terinfeksi, seperti
penisilin, ampisilin, atau dihydrostreptomycin, agar tidak menjadi
karier kuman leptospira. Dosis dan cara pemberian berbeda-beda,
tergantung jenis hewan yang terinfeksi.
Mengurangi populasi tikus dengan beberapa cara, seperti
penggunaan racun tikus, pemasangan jebakan, dan penggunaan
rondentisida dan predator ronden.
Meniadakan akses tikus ke lingkungan pemukiman, makanan, dan
air minum dengan membangun gudang penyimpanan makanan atau
hasil pertanian, sumber penampungan air, dan perkarangan yang
kedap tikus, dan dengan membuang sisa makanan serta sampah
jauh dari jangkauan tikus.
Mencengah tikus dan hewan liar lain tinggal di habitat manusia
dengan memelihara lingkungan bersih, membuang sampah,
memangkas rumput dan semak berlukar, menjaga sanitasi,
khususnya dengan membangun sarana pembuangan limbah dan
kamar mandi yang baik, dan menyediakan air minum yang bersih.

b. Jalur Penularan
Memakai pelindung kerja (sepatu, sarungtangan, pelindung mata,
apron, dan masker).
Mencuci luka dengan cairan antiseptik dan ditutup dengan plester
kedap air.
Mencuci atau mandi dengan sabun antiseptik setelah terpajan
percikan urin, tanah, dan air yang terkontaminasi.

14
Menumbuhkan kesadaran terhadap potensi resiko dan metode
untuk mencegah atau mengurangi pajanan, misalnya dengan
mewaspadai percikan atau aerosol, tidak menyentuh bangkai
hewan, janin, plasenta, dan organ (ginjal, kandung kemih) dengan
tangan kosong, dan jangan menolong persalinan hewan tanpa
sarung tangan.
Mengenakan sarung tangan saat kontak dengan urin hewan, cuci
tangan setelah selesai, dan waspada terhadap kemungkinan
terinfeksi saat merawat hewan yang sakit.
Melakukan desinfektan daerah yang terkontaminasi dengan
membersihkan lantai kandang, rumah potong hewan dan lain-lain.
Melindungi sanitasi air minum penduduk dengan pengolalaan air
minum yang baik, filtrasi, dan korinasi untuk mencengah infeksi
kuman Leptospira.
Menurunkan pH air sawah menjadi asam dengan pemakaian pupuk
atau bahan-bahan kimia sehingga jumlah dan virulensi kuman
Leptospira berkurang.
Memberikan peringatan kepada masyarakat mengenai air kolam,
genagan air, dan sungai yang telah atau diduga terkontaminasi
kuman Leptospira.
Manajemen ternak yang baik.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Banjir adalah sebuah bencana yang disebabkan oleh air yang menggenang
atau bahkan mengalir deras tidak pada tempatnya. Banjir dapat disebabkan
oleh hujan deras, air laut pasang, perubahan fungsi lahan, maupun
tersumbatnya aliran air karena penumpukan sampah. Dampak buruk yang
terjadi karena banjir salah satunya berhubungan dengan kesehatan, yaitu
timbulnya berbagai penyakit, seperti leptospirosis.

Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia


maupun hewan yang disebabkan kuman Leptospira sp. Hewan yang paling
banyak mengandung bakteri Leptospira ini (resevoir) adalah hewan pengerat
dan hewan peliharaan.

Air yang menggenang adalah tempat yang baik untuk perkembangan kuman
Leptospira. Kuman tersebut dapat menginfeksi hewan pengerat, seperti tikus.
Kemudian, tikus yang sudah terinfeksi tersebut akan menularkannya ke
manusia lewat kontak langsung.

Gejala yang timbul dapat berupa demam, ikterik, gangguan ginjal, hepar, dan
pembuluh darah. Gejala khas leptospirosis adalah nyeri otot yang biasa terjadi
pada otot bagian tungkai bawah. Penyakit leptospirosis tidak jarang diikuti
oleh meningitis.

Pengobatan umum leptospirosis adalah dengan antibiotik, seperti ampisilin,


penisilin, ceftriaxone, dan doksisiklin secara per oral dan injeksi. Pencegahan
dapat dilakukan melalui jalur sumber infeksi dan jalur penularan.

16
3.2 Saran

Bagi negara tropis seperti Indonesia yang memiliki tingkat curah hujan
tinggi, sebaiknya memiliki program pencegahan banjir yang memadai
terutama pada daerah-daerah rawan banjir seperti di Ibu Kota Jakarta yang
jumlah penduduknya padat. Daerah resapan air sangat minim dikarenakan
lahan hutan banyak digunakan sebagai lahan pemukiman penduduk sehingga
perlu adanya reboisasi yaitu program penghijauan kembali hutan-hutan yang
gundul. Selain itu, masyarakat sebaiknya memiliki minimal satu pohon untuk
satu rumah yang akan mengurangi tingkat kejadian banjir dan tingkat
penyebaran leptospirosis tentunya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Sumarmo H, Sri R, et al. 2008. Leptospirosis. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis. Edisi kedua. Jakarta: Ikatan dokter Anak Indonesia. hlm. 364-369.

Arvin. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, Vol. 2. Jakarta: EGC. hlm.
105557.

Zein U. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi 4. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. hlm. 184548.

18

Anda mungkin juga menyukai