SSP 1

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 38

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sistem saraf merupakan sistem yang terdapat dalam tubuh

manusia yang bertugas mengendalikan kerja fisiologis tubuh serta

merupakan bagian yang sangat penting bagi kelangsungan hidup

manusia.

Sistem saraf merupakan suatu sistem yang saling bekerja sama

untuk mengelola suatu informasi sehingga akan menghasilkan suatu

reaksi. Koordinasi sistem saraf adalah menerima rangasangan,

mengolahnya, dan kemudian meneruskannya untuk memberikan

rangsangan. Ransangan ini akan menerima melalui indera manusia dan

akan diproses maupun di olah di otak dan otak akan meneruskan

rangsangan tersebut kepada organ yang bersangkutan.

Sistem saraf dibagi menjadi 2 yaitu sistem saraf otonom dan

sistem saraf pusat dimana pada praktikum ini akan dibahas tentang

sistem saraf pusat dan bagaimana mekanisme kerja obat yang bekerja

pada sistem saraf pusat.

Dalam dunia kefarmasian, sistem saraf pusat ini sangat erat

hubungannya dengan farmakologi dan toksikologi sebab kita dapat

mengetahui bagaimana mekanisme kerja obat yang akan

mempengaruhi sistem saraf pusat itu sendiri.

Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) Merupakan

golongan agen farmakologik yang paling luas digunakan. Obat-obat


yang bekerja pada susunan saraf pusat merupakan salah satu golongan

obat yang pertama kali ditemukan oleh manusia primitif. Selain

pemakaiannya dalam terapi, banyak obat yang bekerja pada SSP

digunakan tanpa resep untuk meningkatkan perasaan

nyaman/sejahterah.

Obat SSP bekerja merangsang atau menghambat aktivitas SSP

secara spesifik atau secara umum. Sebagian obat yang mempengaruhi

Sistem saraf pusat, bekerja dengan mengubah tahapan dalam proses

neurotransmisi. Obat-obat yang memengaruhi SSP dapat bekerja

dengan prasinaps yang memengaruhi produksi, penyimpanan, atau

pengakhiran kerja neurotransmitter.

Beberapa kelompok dari obat ini bekerja memperlihatkan

selektifitas yang jelas misalnya obat analgetik antipiretik yang khusus

mempengaruhi pusat pengatur suhu dan pusat nyeri tanpa

mempengaruhi pusat lain. Sebaliknya anastetik umum dan hipnotik

sedatif adalah penghambat SSP yang bersifat umum sehingga takar

lajak yang berat selalu disertai koma.

Pada praktikum kali ini akan dilakukan beberapa perlakuan

terhadap hewan coba untuk mengetahui efek obat yang bekerja pada

SSP, yaitu akan dilakukan pengamatan terhadap anastetik umum,

depresan, stimulan, hipnotik dan sedativ yang diujikan pada hewan

coba mencit (Mus musculus). Obat yang digunakan untuk anastetik

umum yaitu eter dan kloroform sedangkan untuk hipnotik sedativ


digunakan diazepam dan feobarbital, untuk stimulant digunakan

caffeine, dan untuk depersan digunakan amitriptilin.

B. Tujuan Percobaan

a. Untuk menentukan efek obat anastesi umum yaitu eter dan

kloroform serta obat fenobarbital untuk hipnotik dan diazepam

untuk sedative, terhadap hewan coba mencit (Mus musculus)

berdasarkan parameter onset dan durasi

b. Untuk menentukan efek obat antidepresi ( amitriptilin) terhadap

hewan coba mencit (Mus musculus)

c. Stimulant susunan saraf pusat (caffein) terhadap hewan coba

mencit (Mus musculus) berdasarkan parameter frekwensi dan

durasi gerak
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. TEORI UMUM

Sistem saraf adalah salah satu organ yang berfungsi untuk

menyelenggarakan kerja sama yang rapih dalam organisasi dan

koordinasi kegiatan tubuh (Setiadi, 2007).

Sistem saraf dibagi menjadi 2 yaitu sistem saraf pusat dan

sistem saraf perifer. Sistem saraf perifer ini terbagi lagi menjadi dua

devisi yaitu devisi aferen dan eferen. Devisi eferen terdiri dari 3 yaitu

sistem saraf otonom, saraf somatik, dan saraf enteris ( Harvey, 2013).

Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat terbagi menjadi

anestetik umum (memblokir rasa sakit), hipnotik sedatif

(menyebabkan tidur), stimulant sistem saraf, antidepresi, antikunvulsi

(menghilangkan kejang), analgetik (mengurangi rasa sakit), opioid,

analgetik-antipiretik-antiinflamasi dan perangsang susunan saraf pusat

(Tim Dosen, 2015).

Kesadaran akan perasaan sakit terbentuk dari dua proses, yakni

penerimaan perangsang nyeri di otak besar dan reaksi emosional dari

individu terhadapnya. Analgetika memengaruhi proses pertama

dengan jalan meningkatkan ambang-kesadaran akan perasaan sakit,

sedangkan narkotika menekan reaksi psikis yang diakibatkan oleh

perangsang nyeri itu (Rahardja, 2010).

Hipnotik-sedatif merupakan golongan obat depresi susunan

Sistem Saraf Pusat (SSP). Efeknya bergantung pada dosis, mulai dari
yang kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadran

anastesi, koma, dan mati (Gunawan, 2007).

Tahapan tidur terbagi menjadi 2, yaitu ( Raharja, 2007 ) :

1. Tidur-non-REM, juga biasa disebut Slow Wave Sleep (SWS)

berdasarkan registrasi aktivasi listrik otak (EEG = Elektro Ena

Fologram). Non-REM bercirikan denyutan jantung, tekanan darah

dan pernafasan yang teratur serta relaksasi otot tanpa gerakan otot

muka atau maata. SWS ini berlangsung lebih kurang 1 jam

lamanya dan meliputi 4 fase. Fase 3 dan 4 merupakan bentuk tidur

yang terdalam, dengan melepaskan hormon-hormon anabiolok

dan sitokin. Peristiwa itu penting untuk daya tahan tubuh,

metabolisme, respirasi alamah sel-sel tubuh, kemudian disusul

fase stadium tidur REM.

2. Tidur REM (Rapid Eye Movement) atau tidur paradoksal. Dengan

aktifitas EEG yang mirip keadaan sadar dan aktiv, bercirikan

gerakan mata cepat kesatu arah. Disamping itu, selama tidur REM

yang pada kedua siklus pertama berlangsung 5-15 menit lamanya,

timbul banyak impian. Sehingga disebut juga tidur mimpi.

Berangsur-angsur fase ini menjadi lebih panjang sehingga pada

siklus terakhir (pada pagi hari) dapat berlangsung rata-rata 20-30

menit lamanya.Obat-obat Anxiolitik dan Hipnotik terdiri atas 3,

yaitu Benzodiazepine, Antagonis Benzodiazepine, dan Obat-obat


anxiolitik lain. Adapun mekanisme kerja dan contoh obat-obatnya

sebagai berikut (Harvey, 2013) :

1. Benzodizepine

Target kerja benzodiazepine adalah reseptor asam. Benzodiazepine

memodivikasi efek GABA melalui ikatan dengan tempat yang

berafinatas tinggi dan spesifik pada lokasi pertemuan antara sub

unit dan y2. Peningkatan GABA dengan reseptornya akan

memicu pembukaan kanal klorida. Benzodiazepine akan

menngkatkan frekuensi pembukaan kanal oleh GABA. Aliran

masuk ion klorida menyebabkan sedikit hipopolarisasi yang

menurunkan potensi pascasinaps dari ambang letup hingga

meniadakan potensi aksi.Contoh obat-obat Benzodiazepine adalah

Alprazolam, Chlordiazepoxide, Clonarezepate, Diazepam,

Estazolam, Flurazepam, Lorazepam, Quazepam, Oxazepam,

Temazepam dan Triozolam.

2. Antagonis Benzodiazepine

Flumazenil merupakan contoh dari obat antagonis benzodiazepam.

Flumazenil merupakan reseptot GABA yang dapat secara cept

membalikkan efek Benzodiazepine.

3.Barbiturat

Kerja hipnotik-sedatif barbitura dapat muncul akibat interaksinya

dengan reseptor GABA yang merangsang transmisi GABAenergik.

Barbiturat memotensi kerja GABA pada aliran masuk klorida yang


menuju neuron dengan memperpanjang durasi pembukaan kanal

klorida.Adapun contoh obat dari Bariturat adalah Amobarbital,

Phenobarbital, Pentobarbital, Secobarbital, dan Thiopental.

4.Obat-obat hipnotik lain

Contoh obat dari Anxiolitik adalah Buspirone, Hyroxyzine, dan inti

depresan. Dan contoh obat dari hipnotik lainnya adalah

Antihistamin, Cloral hydrate, Eszopicion, Ramelteon, Zalepom,

dan Zolpidem.

Anastesi adalah hilangnya sensasi nyeri (rasa sakit) yang di

sertai maupun yang tidak disertai hilang kesadaran. Obat-obat yang

digunakan dalma menimbulkan anastesi disebut anastetik, dan

kelompok obat ini dibedakan dalam anestetik umum dan anetetik

lokal. Bergantung pada dalamnya pembiusan, anesteik umum dapat

memberikan efek analgesia yaitu hilangnya sensasi nyeri, atau efek

anestesia yaitu analgesia yang disertai hilangnya kesadaran,

sedangkan anestetik lokal hanya menimbulkan efek analgesia.

Anestetik umum bekerja disusunan saraf pusat sedangka anestetik

lokal bekerja langsung pada serabut saraf di perifer (Mardjono, 2011)

Anastetik umum merupakan depresan sistem saraf pusat,

dibedakan menjadi anastetik inhalasi yaitu anastetik gas, anastetik

menguap dan anastetik parenteral. Pada percobaan hewan dalam

farmakologi yang digunakan hanya anastetik menguap dan anastetik

parenteral (Alwi, 2004)


Anestesik umum digunakan untuk bedah umum, bedah jantung,

beda neuron,dan bedah anak. Agen anstesi ini dihirup melalui

masker atau slang pernapasan. Anestesi umum dapat terdiri atas satu

obat atau kombinasi obat yang disebut dengan anestesi seimbang

berdasarkan usia, berat badan, kesehatan umum, riwayat kesehatan,

dn riwayat alergi pasien (kamienski, 2015).

Obat-obat anastesia terdiri dari Anstetik Umum dan Anastetik

Lokal. Anastetik Umum terbagi lagi menjadi Anstetik Inhalasi dan

anastetik Intravena. Anastetik inhalasi bersifat reversible karena

sebagian besar dieliminasi secara cepat dari tubuh melalui ikshalasi.

Tekanan parsial gas anastetik pada asal jaras respirasi merupakan

gaya pendorong bagi anastetik menuju ruang alveolar lalu memasuki

darah, yang menghantarkan obat tersebut menuju otak dan berbagai

kompartemen tuuh lainnya. Anastetik umum meningkatkan

sensitivitas reseptor asam amino butirat-y (GABA) terhadap secara

klinis. Hal ini menyebabkan pemanjangan aliran ion klorida

inhibitorik setelah pelepasan GABA yang terjadi secara pulsasi. Jadi

kemampuan rangsangan neuron pascasinaps dihilangkan. Anastetik

inhalasi juga menghambat aliran pascasinaps ekstratorik pada

reseptor nikotinik. Anatetik intravena secara cepat memasuki SSP

dan mendepresi fungsi. Namun difusi keluar dari otak dapat terjadi

secara sangat cepat karena redistributor obat otot rangka dan

akhirnya jaringan lemak (Harvey, 2013).


Adapun contoh obat dari anastetik inhalasi yaitu

Desflurane, Enflurane, Halothane, Isoflurane, Nitrous Oxide, dan

Sevoflurane. Contoh obat anstetik intravena yaitu Barbiturat,

Benzidiazepin, Etomidate, Katamine, Opioid, Propofol. Dan contoh

obat dari anstetik lokal yaitu Bupivacaine, Lidocaine, Procaine, dan

Tetracaine (Harvey, 2013).

Depresi adalah kondisi dimana suasan hati sangat sedih dan

kehilangan minat untuk bereaktivitas, sehingga menggunakan pola

pikir, perilaku, perasaan dan kesejahteraan fisik individu secra

keseluruhan (MIMS, 2013).

Depresi adalah gangguan serius yang mengenai sekitar 14 juta

orang dewasa di Amerika Serikat setiap tahun. Gejala-gejala depresi

adalah perasaan sedih, tanpa harapan, putus asa yang hebat,

perubahan pola tidur dan nafsu makan, kehilangan tenaga, bahkan

muncul perasaan ingin bunuh diri (Harvey, 2013 ).

Sebagian besar obat antidepresan yang berguna dalam klinis

memotensi baik secara lansung ataupun tidak langsung. Ada

beberapa pembagian golongan anti depresi, yaitu diantaranya

(Harvey,2013 ) :

1. Penghambat ambilan-kembali Serotonin Selektif (SSRI)

SSRI menghambat ambilan kembali serotonin, menyebabkan

peningkatan konsentrasi neurotransmitter pada celah sinaps dan


akhirnya aktivasi neuron pasca sinaps yang lebih besar. Contoh

obat dari SSRI adalah Citalopram, Escitalopram, Fluoxetine,

Fluvaxamine, Paroxetine, dan Sertraline.

2. Penghambat ambilan-kembali Serotonin Norepinefrin (SNRI)

Baik SNRI maupun antidepresan trisiklik dengan kerja gandanya

menghambat ambilan kembali serotonin dan norepinefrin. Namun

SNRI tidak seperti antidepresan trisiklik, hanya memiliki sedikit

aktivitas reseptor adrenergik, muskarinik, atau resepto histamin

sehingga hanya memiliki lebih sedikit efek samping yang

diperantarai reseptor tersebut daripda antidepresan trisiklik.

Contoh obat dari SNRI adalah Duloxetine dan Venlafaxine

3. Antidepresan Trisiklik (TCA)

TCA menghambat ambilan-kembali norepinefrin dn serotinin

menuju neuron. TCA dan amoxapine merupakan penghambat kuat

ambilan kembali norepinefrin dan serotonin yang memasuki ujung

saraf pascasinaps. TCA juga menghambat reseptor serotonergik,

adrenergik , histamik dan muskarinik. Contoh obat dari TCA

adalah Amitryptyline, Amoxapine, Clomipramine, Desipramine,

Doxepine, Imipramine, Maprotiline, Nortriptyline, Protriptyline,

dan Trimipramine.

4. Peghambat Monoamina Oksidase (MOA)

Penghambat MOA dapat mengaktivkan enzim mitokondria yang

ditemukan pada saraf dan jaringan lainnya seperti usus dan hati,
secara irreversible dan reversible. Hal ini memudahkan molekul

neurotrasmitter (norepinefrin, dopamine, dan serotonin) untuk

lolos dari degradasi sehingga teraakumulasi dalam neuron

prainaps dan bocor menuju ruang inaps. Contoh obat dari

penghambat MOA adalah Phenelzine, Selegiline, dan

Tranylcypromine.

5. Terapi mania dan gangguan bipolar.

Banyak proses sel yang berubah akibat penghambatan dengan

garam Lithium. Lithium dipercaya melemahkan sinya via resptor

yang dipasang dengan sistem pembawa pesan kedua fasfatidilinosi

biofosfat (PIP2). Lithium menganggudaur ulang (resintesin) PIP2

sehunggaa berdampak mudah habis pada membran neuron SSP.

Kadar PIP2 pada membrane perifer tidak mempengaruhi

lithium.Contoh obat dari Terapi Mania dan Bipolar adalah

carbamazepine, Garam Lithium dan Valproic Acid.

Stimulan bekerja mempercepat aktivitas dalam sistem saraf

pusat. Obat yang termasuk kelompok ini antara lain : Kafein, kokain,

amfetamion (Upper), dan hidroklorida metamfetamin (meth).

Dalam dosis sedang, kelompok obat stimulant menghasilkan

perasaan senang, percaya diri, dan kegembiraan atau euphoria.

Dalam dosis besar, obat-obat ini mwmbuat seseorang merasa cemas

dan gugup. Dalam dosis yang sangat besar, obat-obat ini dapat
menyebabkan kejang-kejang, gagal jantung dan kematian (Wade,

2008).

Amfetamin adalah obat sintetis yang dikonsumsi dalam bentuk

pil, disuntik, dihisap, atau dihirup. Metamfetamin secara struktur

mirip dengan amfetamin dan dikonsumsi dengan cara yang sama

pula; Memfetamin diedarkan dalam dua bentuk, bubuk (crank,

speed) atay dalam bentuk yang lebih murni, Kristal padat. Kokain

adalah obat alamiah yang lebih murni yang dihasilkan dari daun

tumbuhan koka. Amfetamin dan kokain membuat para penggunanya

merasa segar tapi tidak meningkatkan cadangan energy dalam bentuk

tubuh, rasa lelah, perasaan mudah terganggu, dan depresi akan

muncul ketika efek obat-obat ini hilang (Wade, 2008).

B. Uraian Bahan dan Obat

1. Uraian Bahan

a. Air suling (Ditjen POM, 1979, hal : 96)

Nama resmi : AQUA DESTILATA

Sinonim : Aquades, air suling

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,

tidak mempunyai rasa.

Kelarutan : Larut dalam etanol.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Kegunaan : Sebagai pelarut.

b. Na CMC (Ditjen POM, 1979 hal : 401)


Nama resmi : NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM

Nama lain : Natrium karboksimetilselulosa

Pemerian : Serbuk atau butiran putih atau putih gading

tidak berbau dan hamper tidak

berbauhigroskopik.

Kelarutan : Mudah medispersidalam air membentuk

suspense koloidal tidak larut dalam etanol

(95% P) dalam eter P dan dalam

pearutorganik lain.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan : Sebagai pelarut obat dan larutan kontrol.

2. Uraian Obat

a. Amitriptilin

Zat aktif : Amitriptilin Hidroklorida (FI III, 1979)

Golongan : Antidepresan trisiklik/polisiklik (Harvey, 2013)

Indikasi : Depresi, gangguan distimik, depresi atipikal,

skizofrenia depresi, nocturnal enuresis pada

anak. (Tjay, 2010)

Kontraindikasi : Koma atau depresi sistem saraf pusat, rusaknya

area subarakhnoid, gangguan darah atau depresi

sumsum tulang, MCl. (Tjay, 2010).


Efek samping : Diaforesis, mulut kering, pandangan kabur,

takikardia, mengantuk, konstipasi, hipotensi.

(Tjay, 2010).

Interaksi obat : Hipnotik dan antiansietas, analgesik opioid,

antipsikotik, antidepresan lain, alkohol,

antihistamin meningkatkan efek sedasi. Tidak

boleh diberikan bersama MAO. (Gunawan,

2012)

Dosis : Depresi : dosis awal sampai 75 mg/hari, dalam

dosis terbagi, naikkan bertahap sampai 150-200

mg (sampai 300 mg untuk pasien rawat inap).

Sampai 150 mg dapat diberikan sebagai dosis

tunggal sebelum tidur. (Gunawan, 2012)

Farmakodinamik : Sebagian efek antideprsesi trisiklik mirip efek

promazin

Farmakokinetik : Rearbsorpsi dari usus dengan BA ca 40% PP-

nya diatas 90%, plasma t1/2 -nya rata-rata 15

jam. Dalam hati sebagian besar zat didemetilasi

menjadi metabolit aktif nortriptilyn dengan daya

sedative lebih ringan, t1/2 nya rata-rata 36 jam.

Ekskreksinya berlangsung terutama lewat

kemih.

b. Diazepam
Zat aktif : Diazepam 2 mg

Golongan obat : Benzodiasepin (Harvey, 2013)

Indikasi : Untuk pengobatan jangka pendek pada gejala

ansietas. Sebagai terapi tambahan untuk

meringankan spasme otot rangka karena

inflamsiatau trauma. (Tjay, 2010)

Kontraindikasi : Penderita hipersensitifitas, bayi dibawah 6

bulan, wanita hamil dan menyusui, depresi

pernafasan, gangguan pulmonar akut dan

keadaan phobia. (Gunawan, 2012)

Efek samping : Mengantuk, ataksia, kelelahan, erupsi pada

kulit, edema, mual dan konstipasi sakit kepala,

amnesia, hipotensi dan retensi urin. (Gunawan,

2012)

Farmakokinetik : Diazepam merupakan turunan bezodiazepin.

Kerja utama diazepam yaitu potensiasi inhibisi

neuron dengan asam gamma-aminobutirat

(GABA) sebagai mediator pada sistim syaraf

pusat. Dimetabolisme menjadi metabolit aktif

yaitu N-desmetildiazepam dan oxazepam.

(Gunawan, 2012)

Farmakodinamik : Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 1 - 2

jam pemberian oral. Waktu paruh bervariasi


antara 20 - 50 jam sedang waktu paruh

desmetildiazepam bervariasi hingga 100 jam,

tergantung usia dan fungsi hati. (Ganiswarna,

2012)

Interaksi obat : Penggunaan bersama obat-obat depresan

susunan saraf pusat atau alkohol dapat

meningkatkan efek depresan. Rifampisin dapat

meningkatkan bersihan benzodiasepin. (Tjay,

2010)

c. Eter

Nama resmi : AETHER ANAESTHETICUS ( FI III 1979 :66)

Nama lain : Eter anestesi/etoksietana.

Farmakodinamik : Eter melakukan kontraksi pada otot jantung,

terapi in vivo ini dilawan oleh meningginya

aktivitas simpati sehingga curah jantung tidak

berubah, eter menyebabkan dilatasi pembuluh

darah kulit

Farmakokinetik : Eter diabsorpsi dan diekskresi melalui paru-paru,

sebagian kecil diekskresi urin, air susu, dan

keringat

Efek samping : Iritasi saluran pernafasan, depresi nafas, mual,

muntah, salivasi
Penyimpanan : Dalam wadah kering tertutup rapat, terlindung

dari cahaya; di tempat sejuk.

Khasiat : Anastesi umum.

Mekanisme kerja : Eter melakukan kontraksi pada otot jantung,

terapi in vivo ini dilawan oleh meningginya

aktivitas simpati sehingga curah jantung tidak

berubah, eter menyebabkan dilatasi pembuluh

darah kulit. Eter diabsorpsi dan diekskresi melalui

paru-paru, sebagian kecil diekskresi urin, air susu,

dan keringat (Gunawan, 2012)

d. Fenobarbital

Golongan obat : Barbiturat (Richard, 2013)

Indikasi : Gangguan tidur, kondisi terangsang, untuk

menunjang penyembuhan penghentian morfin

serta sebagai sedativ, antara lain pada

hipertireosis, keluhan klimakterium. (Gunawan ,

2012)

Kontraindikasi : Pada gangguan fungsi jantung, ginjal dan hati,

porfiri akut karena induksi enzim yang terlibat

dalam sintesis porfirin serta keracunan alkohol,

analgetika dan psikofarmaka. (Gunawan, 2012)


Efek samping : Efek samping pada dosis hipnotik jarang terjadi.

Sekali-sekali dapat terjadi gangguan saluran cerna

dan reaksi alergi. (Gunawan, 2012)

Dosis : Sekali 300 mg, sehari 600 mg. (Gunawan, 2012)

Farmakodinamik : Memberikan efek anti konvulsi dan efek utama

adalah depresi SSP. Depresi napas sebanding

dengan dosis tidak memberikan efek yang nyata

pada kardiovaskular. (Gunawan, 2012)

Farmakokinetik : Dimetabolisme hampir sempurna di hati

sebelumdieksresikan di ginjal (Gunawan, 2007).

e. Caffein (Patra, 2014)

Indikasi : Menghilangkan rasa letih, lapar, dan mengantuk,

juga daya konsentrasi dan kecepatan reaksi

ditingkatkan serta prestasi otak dan suasana jiwa

diperbaiki

Kontradiksi : Glakoma sudut tertutup, obstruksi salcame asma,

hernia hiatal, miasternia, penyakit hati dan ginjal.

Peningkatan : Peningkatan intravascular, mulut kering, pusing,

dan konstripasi.

Farmakokinetik : Didistribusikan keseluruh tubuh dan dengan cepat

diabsorbsikan setelah pemberian, waktu paruh 3-7

jam, diekskresikan melalui urin


Farmakodinamik : mempunyai efek relaksasi otot polos, terutama

otot polos bronchus, merangsang susunan saraf

pusat, otot jantung, dan meningkatan diuresis

f. Kloroform (Ditjen POM, 1979, hal 151)

Nama Resmi : CHLOROFORMUM

Nama lain : Kloroform

Farmakodinamik : Kloroform dapat menurunkan stabilitas kecepatan

kontraksi obat, gelisah

Farmakokinetik : Diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran

cerna, konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai

dalam waktu setengah jam dan masa paruh plasma

antara 1-3 jam, obat ini tersebar ke seleruh cairan

tubuh

Efek samping : Merusak hati dan bersifat karsinogenik

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik bersumbat kaca,

terlindung dari cahaya

Kegunaan : Sebagai anastesi umum

Mekanisme Kerja : Merusak hati melalui reaktif yaitu radikal

triklorometil. Radikal ini secara kovalen mengikat

protein dan lipid jenuh sehingga terbentuk

peroksidasi lipid pada membrane sel yang akan

menyebabkan kerusakan yang dapat

mengakibatkan pecahnya membrane sel


peroksidasi lipid yang menyebabkan penekanan

pompa Ca2+ mikrosom yang dapat menyebabkan

gangguan awal hemostatik Ca2+ sel hati yang

dapat menyebabkan kematian sel

BAB III METODE KERJA

A. Alat
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah

benang godam, baskom, kanula, lap kasar, lap halus, spoit, statif,

toples, stopwatch.

B. Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah

amitriptylin, caffein, diazepam, eter, kapas, kloroform, Na-CMC

1%, dan Phenobarbital

C. Hewan Coba

Adapun hewan coba yang digunakan pada praktikum adalah

(Mus musculus).

D. Pembuatan Bahan

Pembuatan Na-CMC 1% b/v

1. Ditimbang Na-CMC sebanyak 1gram

2. Dipanaskan hingga 70oC kemudian dilarutkan dalam 100mL air

suling

3. Dimasukkan Na-CMC kedalam lumpang, ditambahkan 100 mL

air yang telah dipanaskan kemudian diaduk

4. Dimasukkan larutan Na-CMC 1% ke dalam wadah dan

disimpan dalam lemari pendingin

E. Pembuatan Obat

1. Amitriptyline 30 mg/5ml

a. Disiapkan alat dan bahan

b. Ditimbang amitriptylin sebanyak 0,012 gram


c. Dimasukkan ke dalam kertas perkamen

d. Dilarutkan dengan 5mL Na-CMC 1% dalam labu ukur 5 mL

e. Dihomogenkan lalu diberi etiket

2. Fenobarbital 100 mg/5ml

a. Ditimbang fenobarbital sebanyak 0,01295 gram

b. Dimasukkan ke dalam kertas perkamen

c. Dilarutkan dengan 5 mL Na-CMC 1% dalam labu ukur 5 mL

d. Dihomogenkan lalu diberi etiket

3. Diazepam 2mg/5ml

a. Disiapkan alat dan bahan

b. Ditimbang diazepam sebanyak 0,004 gram

c. Dimasukkan kedalam kertas perkamen

d. Dilarutkan dengan 5 mL Na-CMC 1% dalam labu ukur 5 mL

e. Dihomogenkan lalu diberi etiket

4. Caffein 200 mg/5ml

a. Disiapkan alat dan bahan

b. Ditimbang caffein sebanyak 0,00615 gram

c. Dimasukkan kedalam kertas perkamen

d. Dilarutkan dengan 5 mL Na-CMC 1% dalam labu ukur 5 mL

e. Dihomogenkan lalu diberi etiket

F. Perlakuan Hewan Coba


1. Disiapkan sejumlah mencit yang akan digunakan dalam

praktikum

2. Dibersihkan mencit yang akan digunakan

3. Ditimbang masing-masing berat badan mencit

4. Dihitung volume pemberian masing-masing mencit

a. Anestesi

1. Disiapkan alat dan bahan serta hewan coba (mencit)

2. Dimasukkan mencit kedalam toples yang masing-masing

berisi kapas yang telah dibasahi dengan kloroform dan

eter

3. Diamati efek farmakodinamik yang terjadi

4. Dicatat onset dan durasi

b. Antidepresan

1. Disiapkan alat dan bahan serta hewan coba (mencit)

2. Digantung mencit pada statif

3. Diamati perilaku mencit sebelum pemberian obat

4. Diberikan obat amitriptylin pada mencit secara oral

5. Diamati perilaku mencit pada menit ke 15, 30, 45, dan

60

6. Dihitung frekuensinya

c. Hipnotik sedative

1. Disiapkan alat dan bahan serta hewan coba (mencit)


2. Diamati perilaku mencit sebelum pemberian obat

3. Diberikan masing-masing obat fenobarbital dan

diazepam pada mencit secara oral

4. Diamati onset dan durasi dari efek yang ditimbulkan

5. Dicatat onset dan durasi

d. Stimulant

1. Disiapkan alat dan bahan serta hewan coba (mencit)

2. Dimasukkan mencit kedalam wadah yang berisi air

3. Diamati perilaku mencit

4. Diberikan obat coffein pada mencit secara oral

5. Dimasukkan lagi mencit kedalam air

6. Diamati berapa banyak gerakan yang ditimbulkan

hewan coba mencit pada menit ke 15, 30, 45, dan 60

7. Dicatat frekuensinya
LAMPIRAN

A. Perhitungan

a. Diazepam 2 mg, BR = 198,32 mg


2
Dosis Dewasa = = 0.03/
60

37
Dosis mencit = 0,033mg/kgBB = 0,37/
3

0,37
Dosis mencit 30 gram = 30 = 0,01 mg
1000

5
Larutan stok = 1 0,01 = 0,05

0,05
Berat Yang Ditimbang = 198,32 = 4,958
2

= 0,004 /5mL

b. Amitriptyline 30 mg, BR = 204,96 mg


30
Dosis Dewasa = = 0.83 /
60

37
Dosis mencit = 0,83 mg/kgBB = 10,23 /
3

10,23
Dosis mencit 30 gram = 30 = 0,30 mg
1000

5
Larutan stok = 1 0,30 = 1,5

1,5
Berat Yang Ditimbang = 204,96 = 12,29 = 0,012 g/5mL
25
c. Fenobarbital 100 mg, BR = 127,4 mg
100
Dosis Dewasa = = 1,66 /
60

37
Dosis mencit = 1,66 mg/kgBB = 20,47 /
3

20,47
Dosis mencit 30 gram = 30 = 0,61 mg
1000

5
Larutan stok = 1 0,61 = 3,05

3,05
Berat Yang Ditimbang = 127,4 = 12,95
30

=0,01295 g/5mL

d. Caffein 200 mg
200
Dosis Dewasa = = 3,33 /
60

37
Dosis mencit = 3,33 mg/kgBB = 41,07 /
3

41,07
Dosis mencit 30 gram = 30 = 1,23 mg
1000

5
Larutan stok = 1 1,23 = 6,15 = 0,00615 g/5mL
B. Skema Kerja

1. Anastesi

Disiapkan hewan coba

Toples yang berisi kapas Toples yang berisi kapas

eter + kloroform

Dihitung onset dan durasi

2. Antidepresan

Disiapkan hewan coba (mencit)

Digantung ekornya pada statif

(dihitung frekuensi gerakannya)

Diinduksi secara oral obat amitriptyline

Diamati pada menit ke 15, 30, 45, 60, 75

Dihitung frekuensinya
3. Stimulant

Disiapkan hewan coba (mencit)

Dimasukkan dalam wadah + air

(dihitung frekuensi gerakannya)

Diinduksi secara oral obat caffein

Diamati pada menit ke 15, 30, 45, 60, 75

Dihitung frekuensinya

4. Hipnotik Sedative

Disiapkan hewan coba mencit

Di induksi secara oral Di induksi secara oral


dengan Diazepam dengan Phenobarbital

Dihitung onset dan durasi


DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Khidri, 2004, Biomedik untuk FKM, Makassar : UMI-Press

Ditjen POM.,1979.,Farmakope Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta : DepKes RI

Gunawan, Sulistia Gan, 2007, farmakologi terapi, Jakarta : Departemen


Farmakologi Terapiotik, FK UI

Harvey, Richard A., 2013, Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 4, Jakarta :


EGC

Kamienski, mary, 2015, Farmakologi demystified, Jakarta : Rapha pulblising

Mardjono,mahar, 2011, Farmakologi dan terapi, Jakarta : Balai Penerbit


Fakultas,Universitas Indonesia

MIMS, 2013, MIMS Petunjuk Konsultasi, Jakarta : PT. BIP

Raharja,Kirana, 2007, Obat-obat penting, Jakarta : Gramediap

Setiadi, 2007, Anatomi dan Fisiologi Manusia, Yogyakarta : Graham Ilmu

Tim Dosen Farmakologi, 2015, Penuntun Praktikum Farmakologi dan


Toksikologi II, Makassar : Universitas Muslim Indonesia

Wade, Carole, 2008, Psikologi Edisi 9 Jilid 1, Jakarta : Erlangga


BAB IV HASIL PENGAMATAN

A. Tabel Pengamatan

1. Anastesi

Onset
BB VP Durasi
Obat (Jam : Menit :
(gr) (ml) (menit)
detik)

Eter 25 0,83 1: 52 : 33 02 : 34

Kloroform 26 0,86 1: 56 : 48 06 : 16

2. Antidepresi

BB VP Frekuensi Banyak
Obat
(gr) (ml) (Menit) Gerakan Geliat

Amitriptilin 20 0,67 awal 56

Amitriptilin 20 0,67 0 14

Amitriptilin 20 0,67 25 26

Amitriptilin 20 g 0,67 ml 30 30

Amitriptilin 20 g 0,67 45 18

Amitriptilin 20 g 0,67 60 24

Amitriptilin 20 g 0,67 75 70
3. Stimulant

BB VP Waktu Banyak
Obat
(gr) (ml) (Menit) gerakan geliat

Caffein 23 0,76 awal -

Caffein 23 0,76 0 71

Caffein 23 0,76 15 59

Caffein 23 0,76 30 54

Caffein 23 0,76 45 41

Caffein 23 0,76 60 39

Caffein 23 0,76 75 35

3. Sedativ dan Hipnotik

BB VP Onset Durasi
Pelakuan
(gr) (ml) (menit) (menit)

Diazepam 32 1 ml 0 - 60 45

Fenobarbital 24 0,8 ml 0 - 45 49
B. Pembahasan

Sistem saraf adalah salah satu organ yang berfungsi untuk

menyelenggarakan kerjasama yang rapij dalam organisasi dan

koordinasi kegiatan, sistem saraf dibagi menjadi dua yaitu sistem

saraf otonom dan sistem saraf pusat. Pada pembahasan ini, akan

dibahas tentang sistem saraf pusat dan bagaimana mekanisme kerja

obat yang bekerja pada sistem saraf pusat.

Obat-obat Sistem saraf pusat bekerja merangsang ataupun

menghambat aktivitas SSP secara spesifik atau umum. Sebagian

obat yang mempengaruhi sistem saraf pusat, bekerja dengan

mengubah tahapan dalam proses neurotransmisi. Obat-obat yang

bekerja dengan prasinaps yang mempengaruhi produksi,

penyimpanan, atau pengakhiran neurotransmitter.

Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat terbagi menjadi

anestetik umum, hipnotik-sedativ, stimulant sistem saraf,

antidepresi, antikunvulsi, analgetik, opiod, analgetik-antiinflamasi

dan perangsang susunan saraf pusat.

Pada praktikum kali ini, akan diujikan beberapa obat pada

hewan coba (mencit) untuk menentukan efek obat pada anastesi

umum, hipnotik dan sedative, antidepresi, serta stimulant.

Adapun Obat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu

pada percobaan anastesi menggunakan eter dan kloroform,

percobaan Hipnotik-sedativ menggunakan obat diazepam dan


fenobarbital, pada percobaan antidepresi menggunakan amitriptylin

serta percobaan stimulant menggunakan caffein.

Eter melakukan kontraksi pada otot jantung, terapi in vivo

ini dilawan oleh meningginya aktivitas simpati sehingga curah

jantung tidak berubah. Eter menyebabkan dilatasi pembuluh darah

kulit.

Kloroform diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran

cerna, konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu

setengah jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam, obat ini

tersebar ke seleruh cairan tubuh dapat menurunkan stabilitas

kecepatan kontraksi obat, gelisah.

Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama

diazepam yaitu potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-

aminobutirat (GABA) sebagai mediator pada sistim syaraf pusat.

Dimetabolisme menjadi metabolit aktif yaitu N-desmetildiazepam

dan oxazepam

Fenobarbital dimetabolisme hampir sempurna di hati

sebelum dieksresikan di ginjal memberikan efek anti konvulsi dan

efek utama adalah depresi SSP. Depresi napas sebanding dengan

dosis tidak memberikan efek yang nyata pada kardiovaskular.

Amitriptilyn direabsorpsi dari usus dengan BA ca 40% PP-

nya diatas 90%, plasma t1/2 -nya rata-rata 15 jam. Dalam hati

sebagian besar zat didemetilasi menjadi metabolit aktif nortriptilyn


dengan daya sedative lebih ringan, t1/2 nya rata-rata 36 jam.

Ekskreksinya berlangsung terutama lewat kemih.

Caffein mempunyai efek relaksasi otot polos, terutama otot

polos bronchus, merangsang susunan saraf pusat, otot jantung, dan

meningkatan dieresis. Caffein diidistribusikan keseluruh tubuh dan

dengan cepat diabsorbsikan setelah pemberian, waktu paruh 3-7

jam, diekskresikan melalui urin.

Percobaan pertama yang dilakukan yaitu anastesi dimana

obat yang digunakan adalah senyawa obat yang dapat

menimbulkan anastesia, yaitu suatu keadaan depresi umum yang

bersifat reversible dari banyak pusat SSP, dimana seluruh perasaan

dan kesadaran ditiadakan, agak mirip keadaan pingsan.

Dari percobaan ini diperoleh hasil onset pemberian eter yaitu

1 : 52 : 33 dan durasinya yaitu 00:02:34 sedangkan onset

pemberian kloroform yaitu 1:56:48 dan durasinya yaitu 00:06:16.

Hal ini sesuai dengan literatur sebab menimbulkan efek pada

mencit berupa mencit kehilangan keseimbangan, serta kesadaran

agak mirip keadaan pingsan.

Adapun percobaan untuk obat hipnotik-sedativ dengan

menggunakan fenobarbital untuk hipnotik dan diazepam untuk

sedative. Pada Pemberian fenobarbital menimbulkan gejala dengan

onset 45 menit dan durasinya 49 menit. Sedangkan untuk

Pemberian diazepam sebanyak 1 ml secara per oral menimbulkan


gejala dengan onset 60 menit dan durasinya 45 menit. sesuai

dengan literatur karena onset dan durasinya berlangsung lama yaitu

bisa berlangsung antara 10-60 menit dikarenakan fenobarbital

adalah obat tidur jangka panjang, serta diazepam sebagai obat

penenang. Efek yang ditimbulkan dari zat uji fenobarbital ini yaitu

merangsang waktu tidur, depresi dan rasa nyeri.

Pada percobaan stimulant, diperoleh hasil frekuensi sebelum

diberikan coffein tidak menghasilkan banyak gerakan. Pada saat

telah diberikan coofein frekuensi ke 0 menghasilkan banyak

gerakan yaitu 51, frekuensi ke 15 menghasilkan banyak gerakan

yaitu 59, frekuensi ke 30 menghasilkan banyak gerakan yaitu 54,

frekuensi ke 45 menghasilkan banyak gerakan yaitu 41, frekuensi

ke 60 menghasilkan banyak gerakan yaitu 39, dan frekuensi ke 75

menghasilkan banyak gerakan yaitu 35.

Hal ini tidak sesuai dengan teori bahwa dimana jika

diberikan obat stimulant maka akan menimbulkan eksitasi dan

euphoria serta meningkatkan aktivitas motorik sehingga gerakan

yang dihasilkan seharusnya bertambah banyak.

Percobaan terakhir yaitu dengan antidepresan pada menit ke-

0 setelah pemberian obat, dihasilkan14 gerakan. Pada menit ke-15

dihasilkan 26 gerakan. Pada menit ke-30 dihasilkan 30 gerakan,

pada menit ke 45 dihasilkan 18 gerakan, pada menit ke- 60


menghasilkan 24 gerakan, dan menit ke- 75 menghasilkan 70

gerakan.
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa :

1. pada percobaan anastesi, eter dan kloroform menimbulkan efek

berkurangnya kesadaran serta ketenangan pada mencit.

2. Pada percobaan hipnotik dan sedative dengan obat Phenobarbital

dan diazepam menimbulkan efek tenang pada mencit.

3. pada percobaan stimulant menggunakan caffein, tidak

menimbulkan efek eksitasi dan euphoria serta aktivitas motorik

menurun.

4. Pada percobaan terakhir yaitu antidepresan dengan menggunakan

amitriptilin menimbulkan ketenangan pada mencit.

B. Saran

Sebaiknya praktikan lebih hati-hati dalam pemberian obat

kepada mencit agar hewan coba tidak mati dan praktikum dapat

berjalan dengan lancar.

Anda mungkin juga menyukai