Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks PDF
Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks PDF
Andrijono
Abstrak: Kanker serviks merupakan kanker yang menduduki urutan pertama pada perempuan.
Virus HPV merupakan karsinogen kanker serviks, infeksi HPV tipe 16 dan 18 dijumpai pada
81% penderita kanker serviks. Pemeriksaan pap smear dan terapi lesi prakanker merupakan
upaya pencegahan sekunder. Pencegahan sekunder mempunyai beberapa kerugian, pencegahan
primer belum memberi hasil yang memuaskan. Vaksinasi HPV merupakan bagian dari
pencegahan primer yang masih baru, dan diharapkan dapat menurunkan kejadian kanker
serviks uterus sebesar 81%. Vaksinasi HPV dapat diberikan dengan mudah oleh semua tenaga
kesehatan, indikasinya adalah perempuan usia 9-26 tahun yang ingin mendapat perlindungan
terhadap infeksi HPV. Tulisan ini bertujuan menyampaikan masalah pemberian vaksin HPV
disertai petunjuk pemberiannya. Perluasan jangkauan pemberian vaksin HPV diharapkan
menurunkan kejadian kanker serviks di Indonesia.
Kata kunci: vaksin profilaksis, lesi prakanker, HPV tipe 16 dan 18
Andrijono
Abstract: Cervical cancer is the most frequent cancer in women. HPV virus is a carcinogen of
cervical cancer, and infection of HPV type 16 and 18 had been encountered in 81% of patients with
cervical cancer. Pap smear examination and therapy of precancerous lesion are the secondary
preventive measures. There are several disadvantages of secondary prevention, while primary
preventions have not yielded satisfactory results. HPV vaccination was part of the new primary
prevention, and it has been expected to reduce the incidence rates of cervical cancers of uterus by
81%. HPV vaccination could be administered by all health providers, for women aged 9-26 years
who wanted protection against HPV infection. This paper aimed to present problems of the
administration of HPV vaccines, along with guidelines for its administration. By broadening the
coverage of HPV vaccine administration, it is hoped that there will be a reduction in the incidence
rates of cervical cancer in Indonesia.
Keywords: prophylactic vaccine, precancerous lesion, HPV type 16 and 18
terhadap E6 dan E7 yang akan menghambat p53 dan pRb. terdeteksi infeksi HPV multipel.8 Pada penelitian identifikasi
Hambatan kedua TSG menyebabkan siklus sel tidak tipe HPV pada adenokarsinoma, didapatkan bahwa prevalensi
terkontrol, perbaikan DNA tidak terjadi, dan apoptosis tidak HPV pada adenokarsinoma jenis musinosum, intestinal,
terjadi.4 E6 akan mengikat p53 sehingga Tumor suppressor endometrioid adalah 91% dan jenis adenoskuamosa 100%.
gene (TSG) p53 akan kehilangan fungsinya, yaitu untuk Sedangkan pada subtipe nonmusinous, clear cell, serous
menghentikan siklus sel pada fase G1. Sedangkan onkopro- dan mesonefrik tidak dijumpai infeksi HPV. Kejadian HPV
tein E7 akan mengikat TSG Rb, ikatan ini menyebabkan tipe 16, 18, 45, 52, dan 35 adalah berturut-turut 50%, 40%,
terlepasnya E2F, yang merupakan faktor transkripsi sehingga 10%, 2% dan 1%.9
siklus sel berjalan tanpa kontrol.3 HPV tipe 16 dan 18 ditemukan pada sejumlah 70% kanker
Penghentian siklus sel pada fase G1 oleh P53 bertujuan serviks, sedangkan tipe 16, 18, 33, 45, 31, 58, 52, dan 35
memberi kesempatan kepada sel untuk memperbaiki ditemukan pada sejumlah 90% kanker serviks. Tiga belas tipe
kerusakan yang timbul. Setelah perbaikan selesai maka sel HPV (16, 18, 31, 58, 33, 52, 35, 51, 56, 45, 39, 66, 6), pada meta-
akan masuk ke fase S. p53 menghentikan siklus sel dengan analisis, dijumpai pada HSIL. Pada LSIL ditemukan HPV tipe
cara menghambat kompleks cdk-cyclin yang berfungsi 16 (26%), 31 (12%), 51 (11%), 53 (10%). 56 (10%), 52 (9%), 18
merangsang siklus sel untuk memasuki fase selanjutnya. Jika (9%), 66 (9%), 58 (8%), dan tipe lainnya 5%.
penghentian sel pada fase G1 tidak terjadi, dan perbaikan
tidak terjadi, maka sel akan terus masuk ke fase S tanpa ada Infeksi laten HPV
perbaikan. Sel yang abnormal ini akan terus membelah dan Infeksi laten HPV adalah infeksi yang diketahui dengan
berkembang tanpa kontrol. Selain itu p53 juga berfungsi terdapatnya DNA HPV tanpa ditemukan kelainan baik
sebagai perangsang apoptosis, yaitu proses kematian sel makroskopik ataupun mikroskopik, secara sitologi maupun
yang dimulai dari kehancuran gen intrasel. Apoptosis histologi. Infeksi laten berbeda dengan infeksi subklinik-
merupakan upaya fisiologis tubuh untuk mematikan sel yang infeksi yang tidak diketahui dengan pemeriksaan klinik, tetapi
tidak dapat diperbaiki. Hilangnya fungsi p53 menyebabkan dibuktikan dengan sitologi ataupun histologik. DNA HPV
proses apoptosis tidak berjalan. memegang peranan penting timbulnya rekurensi pascaterapi
Saegusa et al5 yang meneliti peranan Bcl-2 mendapatkan lesi prakanker. Terapi destruksi baik dengan krioterapi maupun
peningkatan aktivitas imunologi Bcl-2 pada NIS III kauterisasi elektrik atau laser mampu memperbaiki kelainan
dibandingkan dengan NIS I-II dan karsinoma invasif. sel yang terjadi, tetapi seringkali tetap meninggalkan DNA
Penelitian lain tentang Bcl-2 juga mendapatkan penurunan HPV. Keberadaan DNA HPV atau HPV persisten menye-
aktivitas Bcl-2 pada karsinoma serviks. Keadaan ini babkan timbulnya rekurensi pascaterapi. 10,11
menunjukan bahwa penurunan aktivitas apoptosis pada
karsinoma serviks disebabkan peningkatan aktivitas dari anti-
Pencegahan
apoptosis. Peningkatan Bcl-2 bukan berarti terjadi penurunan
aktivitas apoptosis, karena mekanisme apoptosis dikontrol Infeksi HPV risiko tinggi merupakan penyebab terjadinya
oleh banyak gen.5 Tetapi indeks apoptosis pada karsinoma kanker serviks, sehingga tindakan skrining mengalami
sel skuamosa, pada penelitian nampaknya justru menurun, pergeseran yang semula ditujukan untuk pencegahan
dan ini dibuktikan oleh beberapa penelitian. Pada penelitian sekunder bergeser untuk tujuan pencegahan primer.
juga dijumpai adanya penurunan beberapa keluarga Bcl-2, Mencegah terjadinya infeksi HPV risiko tinggi merupakan
antara lain Bak, caspase 3 dan caspase 6. pencegahan primer dan dianggap lebih penting, karena
Protein E7 menghambat proses perbaikan sel melalui
mekanisme yang berbeda. Pada proses regulasi siklus sel di
VAKSIN HPV
fase Go dan G1 tumor suppressor gene pRb berikatan dengan HPV RISIKO TINGGI
E2F ikatan ini menyebabkan E2F menjadi tidak aktif E2F
SERVIKS NORMAL
merupakan gen yang akan merangsang siklus sel melalui
PAP TEST,IVA,
aktivasi proto-onkogen c-myc, dan N-myc. Protein E7 masuk THIN PREP
PENCEGAHAN
ke dalam sel dan mengikat pRb yang menyebabkan E2F bebas PRIMER
terlepas, lalu merangsang proto-onkogen c-myc dan N-myc
sehingga akan terjadi proses transkripsi atau proses siklus LESI PRAKANKER
sel. Kekuatan ikatan protein E7 dengan pRb berbeda-beda
pada beberapa tipe virus HPV, misalnya: ikatan E7 HPV 6 dan PENCEGAHAN
SEKUNDER KOLPOSKOPI
11 kurang kuat dibandingkan dengan HPV 16 ataupun 18.6,7
Penelitian yang dilakukan pada pasien dengan karsinoma
serviks di beberapa rumah sakit di Indonesia menemukan KANKER SERVIKS TERAPI
pencegahan sekunder mempunyai beberapa kelemahan, merase Chain Reaction (PCR). Selain itu, berbagai macam
antara lain: cara mendeteksi HPV, antara lain dengan Vira Pap, Vira Type,
1. pencegahan sekunder tidak mencegah terjadinya NIS dan HPV Profile. Dengan metode-metode tersebut dapat
(CIN), diidentifikasi kelompok HPV risiko rendah (HPV tipe 6, 11, 42,
2. terapi lesi prakanker yang baru terdeteksi pada pence- 43 dan 44), dan risiko tinggi (HPV tipe 16, 18, 31, 33 , 35, 39,
gahan sekunder seringkali menimbulkan morbiditas 45, 51, 52, 56 dan 58).12-16
terhadap fungsi fertilitas pasien, dan Pemeriksaan HC dinilai lebih mudah dilakukan dalam
3. pencegahan sekunder akan mengalami hambatan pada program skrining12 karena mampu mendeteksi LSIL, ASCUS
sumber daya manusia dan alat yang kurang. dan HSIL secara lebih sensitif dibandingkan dengan peme-
Pencegahan primer hanya mungkin dilakukan dengan riksaan pap smear, walaupun dengan spesifisitas yang lebih
deteksi terjadinya infeksi HPV risiko tinggi terlebih dahulu. rendah. Sensitivitas HC pada NIS I, HSIL dan kanker adalah
Identifikasi terjadinya infeksi HPV risiko tinggi dapat sebesar 51,5%, 89,3% (85,2-96,5%), dan 100%, berturut-turut,
dilakukan dengan Hybrid Capture (HC) atau dengan Poly- dengan spesifisitas 87,8% (81-95%).13 Secara keseluruhan
Tabel 1. Pedoman Vaksinasi HPV (Dimodifikasi dari Pedoman Vaksinasi HPV yang Disusun HOGI)
Perjalanan penyakit Sel epitel serviks normal, terinfeksi HPV risiko tinggi, berdegenerasi menjadi lesi prakanker kemudian berdegenerasi
kanker serviks invasif menjadi kanker serviks invasif (lihat gambar 2).
Vaksin Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning
dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat.
Pencegahan Vaksinasi HPV merupakan pencegahan primer kanker serviks uterus (vaksinasi profilaksis HPV 16,18).20
Pap smear merupakan bagian dari pencegahan sekunder. Pencegahan yang terbaik adalah dengan melakukan
vaksinasi dan pap smear untuk menjangkau infeksi HPV risiko tinggi lainnya), karena jangkauan perlindungan
vaksinasi tidak mencapai 100% (89%).21
Jenis vaksin Bivalen (16, 18) dan quadrivalen (16, 18, 6, 11). HPV 16 dan HPV 18 merupakan HPV risiko tinggi (karsinogen),
sedangkan HPV 6 dan 11 merupakan HPV risiko rendah (non-karsinogen).22
Tujuan vaksinasi Mencegah infeksi HPV 16, 18 (karsinogen kanker serviks), Vaksinasi tidak bertujuan untuk terapi.Lama proteksi
vaksin bivalen 53 bulan, dan vaksin quadrivalen berkisar 36 bulan.23
Indikasi Perempuan yang belum terinfeksi HPV 16 dan HPV 18. Usia pemberian vaksin (disarankan usia >12 tahun).
Belum cukup data efektivitas pemberian vaksin HPV pada laki-laki.24
Efektivitas Pada penelitian fase II proteksi NIS 2/3 karena HPV 16 dan 18 pada yang divaksinasi mencapai 100%
(Protokol 007), dan proteksi 100% dijumpai sampai 2-4 tahun pengamatan (follow up). 17
Proteksi silang Vaksin bivalen (HPV tipe 16 dan 18) mempunyai proteksi silang terhadap HPV tipe 45 (dengan efektivitas 94%)
(cross protection) dan HPV tipe 31 (dengan efektivitas 55%).17
Populasi target Berdasarkan pustaka vaksin diberikan pada perempuan usia antara 9-26 tahun (rekomendasi FDA-US). Populasi
target tergantung usia awal hubungan seksual (di negara Uni Eropa usia 15 tahun, Italia usia 20 tahun, di Czech
29 tahun, Portugal usia 18 tahun hanya 25% dan di Iceland 72%).
Deteksi HPV Pemeriksaan pap smear dapat mendiagnosis infeksi HPV secara umum, tidak dapat mendiagnosis infeksi HPV risiko
tinggi. Diagnosis infeksi HPV risiko tinggi dapat diketahui dengan pemeriksaan hybrid capture (HC) atau polymerase
chain reaction (PCR).14 Pemberian vaksin sebaiknya dilakukan pada perempuan yang belum/tidak terinfeksi HPV.
Pemeriksaan skrining infeksi HPV sebaiknya dilakukan untuk mendapatkan efektivitas vaksinasi HPV.
Pemberian vaksin pada perempuan yang telah terinfeksi HPV ataupun NIS tidak merugikan penderita tetapi
mempunyai efektivitas penangkalan infeksi HPV yang lebih rendah. Vaksinasi HPV dapat diberikan pada penderita
gangguan sistem imun, tetapi efektivitasnya lebih rendah.
Kontraindikasi Vaksinasi pada ibu hamil tidak dianjurkan, sebaiknya vaksinasi diberikan setelah persalinan. Sedangkan pada ibu
menyusui vaksinasi belum direkomendasikan. Hipersensitivitas.
Cara pemberian Vaksin diberikan secara suntikan intramuskular. Diberikan pada bulan 0, 1, 6 (dianjurkan pemberian tidak melebihi
waktu 1 tahun)
Efek samping Nyeri pelvis, nyeri lambing, nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah, diare, dan febris.
Yang memberikan Seluruh petugas kesehatan meliputi para medis, dokter umum, dokter spesialis yang mendapat pelatihan pemberian
vaksin vaksin HPV.
15. Arbyn M, Sasieni P, Meijer CJLM, Clavel C, Koliopoulos G, 21. Franco EL, Curzick J, Hildesheim A, de Sanjose S. Issues in plan-
Dillner J. Clinical Application of HPV testing: A summary of ning cervical cancer screening in the era of HPV vaccination.
meta-analysis. Vaccine 2006; 24S3:78-89. Vaccine 2006;24S3:S171-7.
16. Inoue M, Sakaguchi J, Sasagawa T, Tango M. The evaluation of 22. Koutsky LA, Harper DM. Current findings from prophylactic
human papillomavirus DNA testing in primary screening for HPV vaccine trials. Vaccine 2006;24S3: S3114-21.
cervical lesions in a large Japanese population Int J Gynecol 23. Lacey CJN, Lowndes CM, Shah KV. Burden and management of
Cancer 2006;16:1007-13. non-cancerous HPV-related conditions: HPV-6/11 disease. Vac-
17. Cuzick J, Mayrand MH, Ronco G, Snijders P, W Jane. New dimen- cine 2006;24S3:S335-41.
sions in cervical cancer screening. Vaccine 2006;24S3;90-7. 24. Koutsky LA, Harper DM. Current findings from prophylactic
18. Wright TC, Bosch FX, Franco EL, Cuzick J, Schiller JT, Garnett HPV vaccine trials. Vaccine 2006; 24S3:S3114-21.
GP, et al. HPV vaccines and screening in the prevention of 25. Wright TC, Damme PV, Schmitt H-J, Meheus A. HPV vaccine
cervical cancer: conclusions from a 2006 workshop of interna- introduction in industrialized countries. Vaccine 2006;24S3:
tional experts. Vaccine 2006;24S3:251-61. S3122-31.
19. Frazer IH. HPV vaccines. Int J Gyn Obstet 2006;94(S1):S81-8.
20. Moscicki AB, Schiffman M, Kjaer S, Villa LL. Updating the
natural history of HPV and anogenital cancer. Vaccine 2006; MS
24S3:S243-51.